Anda di halaman 1dari 18

TUGAS MAKALAH

KIMIA DASAR II

Disusun oleh :
Dhea Syafira Siregar 073001500104

TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK KEBUMIAN DAN ENERGI
UNIVERSITAS TRISAKTI
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga tersusunnya tugas ini.
Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepasa Dosen Kimia Dasar II
Prodi Pertambangan, Dra. Wiwik Dahani, M.T. Sengaja tugas ini kami buat
karena ini merupakan tugas yang diberikan oleh beliau untuk mahasiswa,
sekaligus untuk memperluas pengetahuan mahasiswa tentang pelajaran yang
ada di Kimia Dasar II.
Banyak manfaat yang kami rasakan karena adanya tugas ini. Semoga
dengan adanya tugas ini dapat memberikan manfaat yang sama bagi yang
membacanya. Masih banyak kekurangan dalam pembuatan rangkuman ini.
Untuk itu, kami selaku penulis mengharapkan kritik dan sarannya demi
kebaikan kedepannya.
Akhir kata kami selaku penulis mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu kami untuk menyusun makalah ini hingga
selesai.

Hormat kami

Penyusun
1. Pengertian Batubara

Batubara adalah batuan yang mudah terbakar yang lebih dari 50% - 7-% berat
volumenya merupakan bahan organik yang merupakan material karbonat termasuk
inherent moisture. Bahan organik utamanya yaitu tumbuhan yang dapat berupa jejak
kulit pohon, daun, akar, struktur kayu, spora, polen, damar, dan lain-lain. Selanjutnya
bahan organik tersebut mengalami berbagai tingkat pembusukan (dekomposisi)
sehingga menyebabkan perubahan sifat-sifat fisik maupun kimia baik sebelum ataupun
sesudah tertutup oleh endapan lainnya.

2. Proses Pembentukan Batubara

Pembentukan batubara pada umumnya dijelaskan dengan asumsi bahwa


material tanaman terkumpul dalam suatu periode waktu yang lama, mengalami
peluruhan sebagian kemudia hasilnya tealterasi oleh berbagai macam proses kimia dan
fisika. Selain itu juga, dinyatakan bahwa proses pembentukan batubara harus ditandai
dengan terbentuknya peat
Proses pembentukan batubara terdiri dari dua tahap yaitu biokimia
(penggambutan) dan tahap geokimia (pembatubaraan)

a. Tahap penggambutan (peatification)


adalah tahap dimana sisa-sisa tumbuhan yang terakumulasi tersimpan dalam
kondisi reduksi di daerah rawa dengan sistem pengeringan yang buruk dan selalu
tergenang air pada kedalaman 0,5 – 10 meter. Material tumbuhan yang busuk ini
melepaskan H, N, O, dan C dalam bentuk senyawa CO2, H20, dan NH3 untuk menjadi
humus. Selanjutnya oleh bakteri anaerobik dan fungi diubah menjadi gambut

b. Tahap pembatubaraan (coalification)


merupakan gabungan proses biologi, kimia, dan fisika yang terjadi karena
pengaruh pembebanan dari sedimen yang menutupinya, temperatur, tekanan, dan
waktu terhadap komponen organik dari gambut (Stach, 1982, op cit Susilawati 1992).
Pada tahap ini prosentase karbon akan meningkat, sedangkan prosentase hidrogen dan
oksigen akan berkurang (Fischer, 1927, op cit Susilawati 1992). Proses ini akan
menghasilkan batubara dalam berbagai tingkat kematangan material organiknya mulai
dari lignit, sub bituminus, bituminus, semi antrasit, antrasit, hingga meta antrasit.

3. Syarat Terbentuknya Batubara

Syarat terbentuknya batubata mempunyai unsure – unsure sebagai berikut:


1. Tumbuhan sebagai material ( bahan pembentuk lapisan batubara ) dimana
adanya tumbuhan yang disertai adanya bakteri, jamur, proses oksidasi, dan air.

2. Tektonik ( Penurunan ) yaitu adanya gaya tektonik menyebabkan keadaan


tempat pengendapan batubara menjadi labil, dan bergerak turun. Keadaan ini
akan memungkinkan terbentuknya lapisan batubara tebal dan terbentuknya
pencabangan batubara dengan ketebalan yang berbeda.
3. Evolusi tumbuh – tumbuhan, dimana proses ini ada hubungannya dengan
unsure geologi dari tumbuhan asal, pada daerah sungai banyak meander (
stadium 2 ), banyak dijumpai endapan delta.

4. Kelas Sumber Daya Batubara

1. Sumber Daya Batubara Hipotetik (Hypothetical Coal Resource)


Sumber daya batu bara hipotetik adalah batu bara di daerah
penyelidikan atau bagian dari daerah penyelidikan, yang dihitung berdasarkan
data yang memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan untuk tahap penyelidikan
survei tinjau. Sejumlah kelas sumber daya yang belum ditemukan yang sama
dengan cadangan batubara yg diharapkan mungkin ada di daerah atau wilayah
batubara yang sama dibawah kondisi geologi atau perluasan dari sumberdaya
batubara tereka. Pada umumnya, sumberdaya berada pada daerah dimana titik-
titik sampling dan pengukuran serat bukti untuk ketebalan dan keberadaan
batubara diambil dari distant outcrops, pertambangan, lubang-lubang galian,
serta sumur-sumur. Jika eksplorasi menyatakan bahwa kebenaran dari hipotesis
sumberdaya dan mengungkapkan informasi yg cukup tentang kualitasnya,
jumlah serta rank, maka mereka akan di klasifikasikan kembali sebagai sumber
daya teridentifikasi (identified resources).

2. Sumber Daya Batubara Tereka (inferred Coal Resource)


Sumber daya batu bara tereka adalah jumlah batu bara di daerah
penyelidikan atau bagian dari daerah penyelidikan, yang dihitung berdasarkan
data yang memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan untuk tahap penyelidikan
prospeksi. Titik pengamatan mempunyai jarak yang cukup jauh sehingga
penilaian dari sumber daya tidak dapat diandalkan. Daerah sumber daya ini
ditentukan dari proyeksi ketebalan dan tanah penutup, rank, dan kualitas data
dari titik pengukuran dan sampling berdasarkan bukti geologi dalam daerah
antara 1,2 km – 4,8 km. termasuk antrasit dan bituminus dengan ketebalan 35
cm atau lebih, sub bituminus dengan ketebalan 75 cm atau lebih, lignit dengan
ketebalan 150 cm atau lebih.

3. Sumber Daya Batubara Tertunjuk (Indicated Coal Resource)


Sumber daya batu bara tertunjuk adalah jumlah batu bara di daerah
penyelidikan atau bagian dari daerah penyelidikan, yang dihitung berdasarkan
data yang memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan untuk tahap eksplorasi
pendahuluan. Densitas dan kualitas titik pengamatan cukup untuk melakukan
penafsiran secara relistik dari ketebalan, kualitas, kedalaman, dan jumlah insitu
batubara dan dengan alasan sumber daya yang ditafsir tidak akan mempunyai
variasi yang cukup besar jika eksplorasi yang lebih detail dilakukan. Daerah
sumber daya ini ditentukan dari proyeksi ketebalan dan tanah penutup, rank,
dan kualitas data dari titik pengukuran dan sampling berdasarkan bukti geologi
dalam daerah antara 0,4 km – 1,2 km. termasuk antrasit dan bituminus dengan
ketebalan 35 cm atau lebih, sib bituminus dengan ketebalan 75 cm atau lebih,
lignit dengan ketebalan 150 cm.

4. Sumber Daya Batubara Terukur (Measured Coal Resourced)


Sumber daya batu bara terukur adalah jumlah batu bara di daerah
peyelidikan atau bagian dari daerah penyelidikan, yang dihitung berdasarkan
data yang memenuhi syarat–syarat yang ditetapkan untuk tahap eksplorasi
rinci. Densitas dan kualitas titik pengamatan cukup untuk diandalkan untuk
melakukan penafsiran ketebalan batubara, kualitas, kedalaman, dan jumlah
batubara insitu. Daerah sumber daya ini ditentukan dari proyeksi ketebalan dan
tanah penutup, rank, dan kualitas data dari titik pengukuran dan sampling
berdasarkan bukti geologi dalam radius 0,4 km.

Termasuk antrasit dan bituminus dengan ketebalan 35 cm atau lebih, sub bituminus
dengan ketebalan 75 cm atau lebih, lignit dengan ketebalan 150 cm.

5. Pengolahan Dan Pemanfaatan Batubara

Teknologi Pengolahan dan Pemanfaatan Batubara yang meliputi teknologi


pengolahan, teknologi konversi dan teknologi pembakaran yang diaplikasikan,
diantaranya :
1. Pengolahan Batubara
a. Teknologi Pengolahan
 Peningkatan kualitas batubara peringkat rendah dengan proses
Upgraded Brown Coal (UBC).
 Percobaan penerapan teknologi coal water fuel sebagai bahan bakar
boiler pada industri tekstil.
 Pengembangan metode penurunan kadar natrium batubara Lati,
Berau, Kalimantan Timur.
 Pengembangan metode pencampuran batubara (coal blending)
Kalimantan Tengah untuk pembuatan kokas metalurgi.
 Pencucian batubara.
 Desulfurisasi limbah batubara dengan flotasi kolom.

b. Teknologi Konversi
 Pengembangan briket kokas dari batubara dan green coke.
 Proyek pencairan batubara 2002 : uji tuntas (due diligence) pre-FS
Batu Bara Banko.
 Pengembangan briket bio coal Palimanan.
 Pemanfaatan produk gasifikasi batubara untuk pengeringan teh di
Gambung Ciwidey, Jawa Barat.
 Briket kokas untuk pengecoran logam.

c. Teknologi Pemanfaatan Batubara


Bahan Bakar Langsung
 Penyerapan gas SO2 dari hasil pembakaran briket bio batubara
dengan unggulan zeolit.
 Pengembangan model fisik tungku pembakaran briket biocoal untuk
industri rumah tangga, pembakaran bata/genteng, boiler rotan dan
pengering bawang.
 Tungku hemat energi untuk industri rumah tangga dengan bahan
bakar batubara/briket bio batubara.
 Pembakaran kapur dalam tungku tegak system terus menerus skala
komersial dengan batubara halus menggunakan pembakar siklon.
 Tungku pembuatan gula merah dengan bahan bakar batubara.
 Pembakaran kapur dalam tungku system berkala dengan kombinasi
bahan bakar batubara kayu.
 Pembakaran bata-genteng dengan batubara.

Non Bahan Bakar


 Pengkajian pemanfaatan batubara Kalimantan Selatan untuk
pembuatan karbon aktif.
 Daur ulang minyak pelumas bekas dengan menggunakan batubara
peringkat rendah sebagai penyerap.
 Dll.

Teknologi Pengolahan dan Pemanfaatan Batubara didukung oleh fasilitas :


 Laboratorium penelitian dan penerapan.
 Laboratorium pengujian sifat kimia dan fisika yang telah terakreditasi
berdasarkan ISO 17025.
 51 orang tenaga fungsional terdiri dari peneliti, perekayasa dan
teknisi dari berbagai keahlian berdasarkan disiplin ilmu, yang
berbeda-beda antara lain : kimia dan fisika batubara, pengolahan batu
bara dan teknologi pemanfaatan batu bara.

2. Pemanfaatan Batubara
Batubara merupakan sumber energi dari bahan alam yang tidak akan
membusuk, tidak mudah terurai berbentuk padat. Oleh karenanya rekayasa
pemanfaatan batubara ke bentuk lain perlu dilakukan. Pemanfataan yang diketahui
biasanya adalah sebagai sumber energi bagi Pembangkit Listrik Tenaga Uap
Batubara, sebagai bahan bakar rumah tangga (pengganti minyak tanah) biasanya
dibuat briket batubara, sebagai bahan bakar industri kecil; misalnya
industri genteng/bata, industri keramik. Abu dari batubara juga dimanfaatkan
sebagai bahan dasar sintesis zeolit, bahan baku semen, penyetabil tanah yang
lembek. Penyusun beton untuk jalan dan bendungan, penimbun lahan bekas
pertambangan,; recovery magnetit, cenosphere, dan karbon; bahan baku keramik,
gelas, batu bata, dan refraktori; bahan penggosok (polisher); filler aspal, plastik, dan
kertas; pengganti dan bahan baku semen; aditif dalam pengolahan limbah (waste
stabilization).

6. Kualitas Batubara

Batubara yang diperoleh dari hasil penambangan mengandung bahan


pengotor (impurities). Hal ini bisa terjadi ketika proses coalification ataupun pada
proses penambangan yang dalam hal ini menggunakan alat-alat berat yang selalu
bergelimang dengan tanah. Ada dua jenis pengotor yaitu :

a. Inherent impurities
Merupakakan pengotor bawaan yang tedapat dalam batubara. Batubara
yang sudah dibakar memberikan sisa abu. Pengotor bawaan ini terjadi
bersama – sama pada proses pembentukan batubara. Pengotor tersebut dapat
berupa gypsum (CaSO4, 2H2O), anhidrit (CaSO4), pirit (FeS2), silica (SiO2).
Pengotor ini tidak mungkin dihilangkan sama sekali, tetapi dapat dikurangi
dengan melakukan pembersihan.

b. Eksternal impurities
Merupakan pengotor yang berasal dari luar, timbul pada saat proses
penambangan antara lain terbawanya tanah yang berasal dari lapisan penutup.
Sebagai bahan baku pembangkit energi yang dimanfaatkan industri, mutu
batubara mempunyai pernana sangat penting dalam memilih peraltan yang
akan dipergunakan dan pemeliharaan alat. Dalam menentukan kualitas
batubara perlu diperhatikan beberapa hal, antara lain :
 Heating Value (HV)/calorific value(nilai kalor)
Banyaknya jumlah kalori yang dihasilkan oleh batubara tiap
satuan berat dinyatakan dalam kkal/kg. semakin tinggi HV, makin
lambat jalannya batubara yan diumpankan sebagai bahan bakar
setiap jamnya, sehingga kecepatan umpan batubara perlu
diperhatikan. Hal ini perlu diperhatikan agar panas yang ditimbulkan
tidak melebihi panas yang diperlukan dalam proses industri

 Moisture Content (kandungan lengas)


Lengas batubara ditentukan oleh jumlah kandungan air yang
terdapat dalam batubara. Kandungan air dalam batubara dapat
berbentuk air internal (air senyawa/unsur), yaitu air yang terikat
secara kimiawi. Jenis air ini sulit dihilangkan tetapi dapat dikurangi
dengan cara memperkecil ukuran butir batubara. Jenis air yang kedua
adalah air eksternal, yaitu air yang menempel pada permukaan butir
batubara. Batubara mempunyai sifat hidrofobik yaitu ketika batubara
dikeringkan, maka batubara tersebut sulit menyerap air, sehingga
tidak akan menambah jumlah air internal

c. Ash content (kandungan abu)


Komposisi batubara bersifat heterogen, terdiri dari unsur organik dan
senyawa anorgani, yang merupakan hasil rombakan batuan yang ada di
sekitarnya, bercampur selama proses transportasi, sedimentasi dan proses
pembatubaraan. Abu hasil dari pembakaran batubara ini, yang dikenal sebagai
ash content. Abu ini merupakan kumpulan dari bahan – bahan pembentuk
batubara yang tidak dapat terbakar atau yang dioksidasi oleh oksigen.

Bahan sisa dalam bentuk padatan ini antara lain senyawa SiO2, Al2O3, TiO3, Mn3O4,
CaO, Fe2O#, MgO, K2O, Na2O, P2O, SO3, dan oksida unsur lain

d. Sulfur Content (kandungan sulfur)


Belerang yang terdapat dalam batubara dibedakan menjadi 2 yaitu
dalam bentuk senyawa organik dan anorganik. Belerang dalam anorganik
dapat dijumpai dalam bentuk pirit (FeS2), markasit (FeS2), atau dalam bentuk
sulfat. Mineral pirit dan markasit sangat umum terbentuk pada kondisi
sedimentasi rawa (reduktif). Belerang organik terbentuk selama terjadinya
proses coalification. Adanya kandungan sulfur, baik dalam bentuk organik
maupun anorganik di atmosfer dipicu oleh keberadaan air hujan,
mengakibatkan terbentuk air asam. Air asam ini dapat merusak bangunan,
tumbuhan dan biota lainnya.

7. Batubara Di Indonesia

Di Indonesia, endapan batu bara yang bernilai ekonomis terdapat di


cekungan Tersier, yang terletak di bagian barat Paparan Sunda (termasuk Pulau
Sumatera dan Kalimantan), pada umumnya endapan batu bara ekonomis tersebut
dapat dikelompokkan sebagai batu bara berumur Eosen atau sekitar Tersier Bawah,
kira-kira 45 juta tahun yang lalu dan Miosen atau sekitar Tersier Atas, kira-kira 20
juta tahun yang lalu menurut Skala waktu geologi.
Batu bara ini terbentuk dari endapan gambut pada iklim purba sekitar
khatulistiwa yang mirip dengan kondisi kini. Beberapa diantaranya tegolong kubah
gambut yang terbentuk di atas muka air tanah rata-rata pada iklim basah sepanjang
tahun. Dengan kata lain, kubah gambut ini terbentuk pada kondisi dimana mineral-
mineral anorganik yang terbawa air dapat masuk ke dalam sistem dan membentuk
lapisan batu bara yang berkadar abu dan sulfur rendah dan menebal secara lokal.
Hal ini sangat umum dijumpai pada batu bara Miosen. Sebaliknya, endapan batu
bara Eosen umumnya lebih tipis, berkadar abu dan sulfur tinggi. Kedua umur
endapan batu bara ini terbentuk pada lingkungan lakustrin, dataran pantai atau
delta, mirip dengan daerah pembentukan gambut yang terjadi saat ini di daerah
timur Sumatera dan sebagian besar Kalimantan.
a. Endapan Batu Bara Eosen
Endapan ini terbentuk pada tatanan tektonik ekstensional yang
dimulai sekitar Tersier Bawah atau Paleogen pada cekungan-cekungan
sedimen di Sumatera dan Kalimantan.
Ekstensi berumur Eosen ini terjadi sepanjang tepian Paparan Sunda,
dari sebelah barat Sulawesi, Kalimantan bagian timur, Laut Jawa hingga
Sumatera. Dari batuan sedimen yang pernah ditemukan dapat diketahui
bahwa pengendapan berlangsung mulai terjadi pada Eosen Tengah.
Pemekaran Tersier Bawah yang terjadi pada Paparan Sunda ini ditafsirkan
berada pada tatanan busur dalam, yang disebabkan terutama oleh gerak
penunjaman Lempeng Indo-Australia.[3] Lingkungan pengendapan mula-
mula pada saat Paleogen itu non-marin, terutama fluviatil, kipas aluvial dan
endapan danau yang dangkal.
Di Kalimantan bagian tenggara, pengendapan batu bara terjadi sekitar
Eosen Tengah - Atas namun di Sumatera umurnya lebih muda, yakni Eosen
Atas hingga Oligosen Bawah. Di Sumatera bagian tengah, endapan fluvial
yang terjadi pada fase awal kemudian ditutupi oleh endapan danau (non-
marin).[3] Berbeda dengan yang terjadi di Kalimantan bagian tenggara
dimana endapan fluvial kemudian ditutupi oleh lapisan batu bara yang
terjadi pada dataran pantai yang kemudian ditutupi di atasnya secara
transgresif oleh sedimen marin berumur Eosen Atas.
Endapan batu bara Eosen yang telah umum dikenal terjadi pada
cekungan berikut: Pasir dan Asam-asam (Kalimantan Selatan dan Timur),
Barito (Kalimantan Selatan), Kutai Atas (Kalimantan Tengah dan Timur),
Melawi dan Ketungau (Kalimantan Barat), Tarakan (Kalimantan Timur),
Ombilin (Sumatera Barat) dan Sumatera Tengah (Riau).

b. Endapan Batubara Miosen


Pada Miosen Awal, pemekaran regional Tersier Bawah - Tengah pada
Paparan Sunda telah berakhir. Pada Kala Oligosen hingga Awal Miosen ini
terjadi transgresi marin pada kawasan yang luas dimana terendapkan
sedimen marin klastik yang tebal dan perselingan sekuen batugamping.
Pengangkatan dan kompresi adalah kenampakan yang umum pada tektonik
Neogen di Kalimantan maupun Sumatera. Endapan batu bara Miosen yang
ekonomis terutama terdapat di Cekungan Kutai bagian bawah (Kalimantan
Timur), Cekungan Barito (Kalimantan Selatan) dan Cekungan Sumatera
bagian selatan. Batu bara Miosen juga secara ekonomis ditambang di
Cekungan Bengkulu.
Batu bara ini umumnya terdeposisi pada lingkungan fluvial, delta dan
dataran pantai yang mirip dengan daerah pembentukan gambut saat ini di
Sumatera bagian timur. Ciri utama lainnya adalah kadar abu dan belerang
yang rendah. Namun kebanyakan sumberdaya batu bara Miosen ini tergolong
sub-bituminus atau lignit sehingga kurang ekonomis kecuali jika sangat tebal
(PT Adaro) atau lokasi geografisnya menguntungkan. Namun batu bara
Miosen di beberapa lokasi juga tergolong kelas yang tinggi seperti pada
Cebakan Pinang dan Prima (PT KPC), endapan batu bara di sekitar hilir
Sungai Mahakam, Kalimantan Timur dan beberapa lokasi di dekat
Tanjungenim, Cekungan Sumatera bagian selatan.

8. Gasifikasi Batubara

Coal gasification adalah sebuah proses untuk mengubah batu bara padat
menjadi gas batu bara yang mudah terbakar (combustible gases), setelah proses
pemurnian gas-gas ini karbon monoksida (CO), karbon dioksida (CO2), hidrogen
(H), metan (CH4), dan nitrogen (N2) – dapat digunakan sebagai bahan bakar. hanya
menggunakan udara dan uap air sebagai reacting-gas kemudian menghasilkan water
gas atau coal gas, gasifikasi secara nyata mempunyai tingkat emisi udara, kotoran
padat dan limbah terendah.
Tetapi, batu bara bukanlah bahan bakar yang sempurna. Terikat di dalamnya
adalah sulfur dan nitrogen, bila batu bara ini terbakar kotoran-kotoran ini akan
dilepaskan ke udara, bila mengapung di udara zat kimia ini dapat menggabung
dengan uap air (seperti contoh kabut) dan tetesan yang jatuh ke tanah seburuk
bentuk asam sulfurik dan nitrit, disebut sebagai "hujan asam" “acid rain”. Disini juga
ada noda mineral kecil, termasuk kotoran yang umum tercampur dengan batu bara,
partikel kecil ini tidak terbakar dan membuat debu yang tertinggal di coal
combustor, beberapa partikel kecil ini juga tertangkap di putaran combustion gases
bersama dengan uap air, dari asap yang keluar dari cerobong beberapa partikel kecil
ini adalah sangat kecil setara dengan rambut manusia.

9. Pembersihan Batu Bara

Batubara ini dibersihan untuk mengurai bahan2 yang mnempel pada batu
bara yang membuat batu bara tersebut menjadi kurang baik dipakai sebagai bahan
bakar. Dengan pembersihan ini, juga bertujuan agar dampak yang ditimbulkan dari
pemakaian batubara sebagai bahan bakar menjadi lebih terkendali. Bahan-bahan
yang hendak dibersihkan dari batubara antara lain:
a. Sulfur
sulfur adalah zat kimia kekuningan yang ada sedikit di batu bara, pada
beberapa batu bara yang ditemukan di Ohio, Pennsylvania, West Virginia dan
Eastern States lainnya, sulfur terdiri dari 3 sampai 10 % dari berat batu bara,
beberapa batu bara yang ditemukan di Wyoming, Montana dan negara-
negara bagian sebelah barat lainnya sulfur hanya sekitar 1/100ths (lebih
kecil dari 1%) dari berat batu bara. Penting bahwa sebagian besar sulfur ini
dibuang sbelum mencapai cerobong asap.
Satu cara untuk membersihkan batu bara adalah dengan cara mudah
memecah batu bara ke bongkahan yang lebih kecil dan mencucinya.
Beberapa sulfur yang ada sebagai bintik kecil di batu bara disebut sebagai
"pyritic sulfur " karena ini dikombinasikan dengan besi menjadi bentuk iron
pyrite, selain itu dikenal sebagai "fool's gold” dapat dipisahkan dari batu
bara. Secara khusus pada proses satu kali, bongkahan batu bara dimasukkan
ke dalam tangki besar yang terisi air , batu bara mengambang ke permukaan
ketika kotoran sulfur tenggelam. Fasilitas pencucian ini dinamakan "coal
preparation plants" yang membersihkan batu bara dari pengotor-
pengotornya.
Tidak semua sulfur bisa dibersihkan dengan cara ini, bagaimanapun
sulfur pada batu bara adalah secara kimia benar-benar terikat dengan
molekul karbonnya, tipe sulfur ini disebut "organic sulfur," dan pencucian tak
akan menghilangkannya. Beberapa proses telah dicoba untuk mencampur
batu bara dengan bahan kimia yang membebaskan sulfur pergi dari molekul
batu bara, tetapi kebanyakan proses ini sudah terbukti terlalu mahal, ilmuan
masih bekerja untuk mengurangi biaya dari prose pencucian kimia ini.
Kebanyakan pembangkit tenaga listrik modern dan semua fasilitas
yang dibangun setelah 1978 — telah diwajibkan untuk mempunyai alat
khusus yang dipasang untuk membuang sulfur dari gas hasil pembakaran
batu bara sebelum gas ini naik menuju cerobong asap. Alat ini sebenarnya
adalah "flue gas desulfurization units," tetapi banyak orang menyebutnya
"scrubbers" — karena mereka men-scrub (menggosok) sulfur keluar dari
asap yang dikeluarkan oleh tungku pembakar batu bara.

b. NOx (Nitrogen Oxida)


Nitrogen secara umum adalah bagian yang besar dari pada udara yang
dihirup, pada kenyataannya 80% dari udara adalah nitrogen, secara normal
atom-atom nitrogen mengambang terikat satu sama lainnya seperti pasangan
kimia, tetapi ketika udara dipanaskan seperti pada nyala api boiler (3000
F=1648 C), atom nitrogen ini terpecah dan terikat dengan oksigen, bentuk ini
sebagai nitrogen oksida atau kadang kala itu disebut sebagai NOx. NOx juga
dapat dibentuk dari atom nitrogen yang terjebak di dalam batu bara.
Di udara, NOx adalah polutan yang dapat menyebabkan kabut coklat
yang kabur yang kadang kala terlihat di seputar kota besar, juga sebagai
polusi yang membentuk “acid rain” (hujan asam), dan dapat membantu
terbentuknya sesuatu yang disebut “ground level ozone”, tipe lain dari pada
polusi yang dapat membuat kotornya udara.
Salah satu cara terbaik untuk mengurangi NOx adalah menghindari
dari bentukan asalnya, beberapa cara telah ditemukan untuk membakar batu
bara di pemabakar dimana ada lebih banyak bahan bakar dari pada udara di
ruang pembakaran yang terpanas. Di bawah kondisi ini kebanyakan oksigen
terkombinasikan dengan bahan bakar daripada dengan nitrogen. Campuran
pembakaran kemudian dikirim ke ruang pembakaran yang kedua dimana
terdapat proses yang mirip berulang-ulang sampai semua bahan bakar habis
terbakar. Konsep ini disebut "staged combustion" karena batu bara dibakar
secara bertahap. Kadang disebut juga sebagai "low-NOx burners" dan telah
dikembangkan sehingga dapat mengurangi kangdungan Nox yang terlepas di
uadara lebih dari separuh. Ada juga teknologi baru yang bekerja seperti
"scubbers" yang membersihkan NOX dari flue gases (asap) dari boiler batu
bara. Beberapa dari alat ini menggunakan bahan kimia khusus yang disebut
katalis yang mengurai bagian NOx menjadi gas yang tidak berpolusi,
walaupun alat ini lebih mahal dari "low-NOx burners," namun dapat
menekan lebih dari 90% polusi Nox.

10. Dampak Penambangan Batubara Terhadap Lingkungan

Seperti yang diketahui, pertambangan batubara juga telah menimbulkan


dampak kerusakan lingkungan hidup yang cukup parah, baik itu air, tanah, udara,
dan hutan.
 Air
Penambangan batubara secara langsung menyebabkan pencemaran air,
yaitu dari limbah pencucian batubara tersebut dalam hal memisahkan batubara
dengan sulfur. Limbah pencucian tersebut mencemari air sungai sehingga warna
air sungai menjadi keruh, asam, dan menyebabkan pendangkalan sungai akibat
endapan pencucian batubara tersebut. Limbah pencucian batubara setelah
diteliti mengandung zat-zat yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia jika
airnya dikonsumsi. Limbah tersebut mengandung belerang (b), merkuri (Hg),
asam slarida (HCn), mangan (Mn), asam sulfat (H2SO4), dan timbal (Pb). Hg dan
Pb merupakan logam berat yang dapat menyebabkan penyakit kulit pada
manusia seperti kanker kulit.

 Tanah
Tidak hanya air yang tercemar, tanah juga mengalami pencemaran akibat
pertambangan batubara ini, yaitu terdapatnya lubang-lubang besar yang tidak
mungkin ditutup kembali yang menyebabkan terjadinya kubangan air dengan
kandungan asam yang sangat tinggi. Air kubangan tersebut mengadung zat kimia
seperti Fe, Mn, SO4, Hg dan Pb. Fe dan Mn dalam jumlah banyak bersifat racun
bagi tanaman yang mengakibatkan tanaman tidak dapat berkembang dengan
baik. SO4 berpengaruh pada tingkat kesuburan tanah dan PH tanah, akibat
pencemaran tanah tersebut maka tumbuhan yang ada diatasnya akan mati.

 Udara
Penambangan batubara menyebabkan polusi udara, hal ini diakibatkan
dari pembakaran batubara. Menghasilkan gas nitrogen oksida yang terlihat
cokelat dan juga sebagai polusi yang membentuk acid rain (hujan asam) dan
ground level ozone, yaitu tipe lain dari polusi yang dapat membuat kotor udara.
Selain itu debu-debu hasil pengangkatan batubara juga sangat berbahaya
bagi kesehatan, yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit infeksi saluran
pernafasan (ISPA), dan dalam jangka panjang jika udara tersebut terus dihirup
akan menyebabkan kanker, dan kemungkinan bayi lahir cacat.

 Hutan
Penambangan batubara dapat menghancurkan sumber-sumber
kehidupan rakyat karena lahan pertanian yaitu hutan dan lahan-lahan sudah
dibebaskan oleh perusahaan. Hal ini disebabkan adanya perluasan tambang
sehingga mempersempit lahan usaha masyarakat, akibat perluasan ini juga bisa
menyebabkan terjadinya banjir karena hutan di wilayah hulu yang semestinya
menjadi daerah resapan aitr telah dibabat habis. Hal ini diperparah oleh
buruknya tata drainase dan rusaknya kawan hilir seperti hutan rawa.

 Laut
Pencemaran air laut akibat penambangan batubara terjadi pada saat
aktivitas bongkar muat dan tongkang angkut batubara. Selain itu, pencemaran
juga dapat mengganggu kehidupan hutan mangrove dan biota yang ada di
sekitar laut tersebut.
11. Usaha Mengurangi Dampak Pertambangan

Usaha yang dapat dilakukan untuk mengurangi dampak pertambangan


batubara adalah sebagai berikut :
 Penghentian penggunaan jalan umum untuk aktivitas angkutan batubara
mesti ada ketegasan pemerintah daerah untuk menyetop dan menindak
tegas setiap penguasaha aktivitas pertambangan ilegal yang selama ini
semakin menjamur dan penurunan terhadap dampak kerusakan lingkungan
dan sosial yang ditimbulkannya.

 Tidak mengeluarkan perizinan baru agar tidak menambah semrawutnya


pengelolaan sumber daya alam tambang batubara, saat ini hal yang paling
mudah dan sangat mungkin untuk dilakukan adalah dengan tidak
mengeluarkan izin baru lagi. Sehingga memudahkan untuk melakukan
monitoring terhadap pertambangan batubara yang ada.

 Penghentian pertambangan batubara ilegal secara total, pemerintah harus


melakukan penghentian pertambangan batubara ilegal secara tegas tanpa
padang bulu dan transparan.

 Penghentian bisnis yayasan dan koperasinya TNI – POLRI

 Evaluasi perizinan yang telah diberikan, dan lakukan audit lingkungan semua
usaha pertambangan batubara.

 Meninggikan standar kualitas pengelolaan lingkungan hidup dan komitmen


untuk kelestarian lingkungan hidup.

 Pelembagaan konflik untuk menyelesaikan persengketaan rakyat dengan


perusahaan pertambangan agar tercapai solusi yang memuaskan berbagai
pihak.
 Menyusun kebijakan strategi pengelolaan sumber daya alam tambang.

 Setiap perusahaan diwajibkan mereklamasi bekas-bekas penambangan dan


menjamin serta memastikan hasil reklamasi tersebut sesuai AMDAL. Dan
pihak pemerintah harus mengawasi jalannya proses reklamasi tersebut,
sehingga benar-benar yakin kalau proses reklamasi berjalan dengan baik dan
menampakkan hasil.

 Menggunakan alat-alat penambangan dengan berteknologi tinggi sehingga


meminimalisasi dampak lingkungan serta memperkecil angka kecelakaan
dalam pertambangan batubara tersebut.

Anda mungkin juga menyukai