Berdasarkan hasil survei World Health Organization (WHO) pada tahun 2010 tentang prevalensi insufisiensi aktivitas fisik global, didapatkan 23% orang dengan usia di atas 18 tahun ternyata kurang aktif beraktivitas (20% pada pria dan 27% pada wanita). Perkiraan kasar WHO (crude estimate) menunjukkan sekitar 22,8% penduduk Indonesia kurang beraktivitas fisik (24,4% pada pria dan 21,1% pada wanita).1 Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013 menunjukkan hampir separuh proporsi penduduk kelompok umur ≥10 tahun dengan perilaku sedentari 3 ̶ 5,9 jam (42%), sedangkan sedentari ≥6 jam per hari meliputi hampir satu dari empat penduduk. Di Kalimantan Tengah, proporsi penduduk yang kurang aktif adalah 25,3% dengan perilaku sedentari 3 – 5,9 jam per hari sebesar 42,3% dan perilaku sedentari ≥6 jam per hari sebesar 13,9%.2 European Society of Cardiology (ESC) Guidelines merekomendasikan agar orang dewasa untuk semua usia dapat menyisakan 2,5 ̶ 5 jam per minggu untuk beraktivitas fisik atau latihan aerobik dengan intesitas sedang, atau 1 ̶ 2,5 jam per minggu untuk latihan fisik dengan intensitas berat. Aktivitas fisik kurang dari 600 MET/menit/minggu merupakan penyebab dari 17% kematian kardiovaskular di Argentina pada tahun 2010. Aktivitas fisik kurang dari 600 MET/menit/minggu merupakan penyebab 20% kematian akibat penyakit jantung iskemik dan 13% kematian akibat stroke.3 Center for Disease Control and Prevention (CDC) dan The American College of Sports Medicine (ASCM) mengklasifikasikan intensitas olahraga menjadi lima macam, yaitu sangat ringan, ringan sedang, berat, dan sangat berat.4 Sebagai salah satu bentuk latihan aerobik, jogging merupakan pilihan yang cukup diminati saat ini. Selain karena persiapan dan perlengkapannya yang minimalis, hasil yang didapatkan juga maksimal. Jogging pada intensitas 40-55% dari denyut jantung maksimal (maximum heart rate atau MHR) lebih efektif dalam membakar lemak. Pada orang yang jogging dengan 40% MHR akan membakar 400 kalori, 70% berasal dari lemak dan sisanya karbohidrat.5 Studi yang dilakukan oleh Unit
1 2
Penelitian Epidemiologi Bispebjerg University Hospital di Copenhagen dengan
periode follow-up selama 35 tahun menunjukkan bahwa jogging meningkatkan usia survival sebesar 6,2 tahun pada pria dan 5,6 tahun pada wanita yang melakukan jogging secara aktif.6 Akhir-akhir ini, sebagai usaha tambahan dalam menurunkan berat badan, orang-orang yang melakukan jogging (jogger) melapisi diri mereka dengan pakaian berbahan kain parasut. Salah satu pakaian yang dimaksud adalah jaket parasut yang termasuk dalam running jacket. Tujuannya adalah untuk mencegah hilangnya panas yang dihasilkan tubuh secara cepat sehingga jumlah keringat yang dihasilkan lebih banyak. Hal ini menyebabkan peningkatan suhu tubuh yang berujung pada perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh. Berbeda dengan tubuh atlet yang telah mengalami aklimatisasi, tubuh orang-orang yang tidak rutin berolahraga akan mengalami masalah keseimbangan cairan dan elektrolit.7 Berkeringat merupakan proses fisiologis normal dalam menjaga homeostasis cairan tubuh. Keringat adalah cairan hipotonik yang berisi natrium dan klorida, serta kalium pada orang yang berkeringat berlebihan. Kalium merupakan kation intrasel terbanyak (98% kalium total dalam tubuh). Konsentrasi kalium intrasel berada pada kisaran 145 mEq/L dan konsentrasi kalium ekstrasel berkisar antara 4 ̶ 5 mEq/L (sekitar 2% kalium total). Gangguan keseimbangan kalium dibagi menjadi dua, yaitu hipokalemia (<3,5 mEq/L) dan hiperkalemia (>5,3 mEq/L). Kekurangan ion kalium dapat menyebabkan denyut jantung melambat. Peningkatan kalium 3-4 mEq/L dapat menyebabkan aritmia dan pada konsentrasi yang lebih tinggi lagi dapat menyebabkan fibrilasi atrium.8 Latihan aerobik dengan intensitas sedang, seperti jogging akan memicu sekresi keringat sebagai respon fisiologis tubuh. Penggunaan jaket parasut saat jogging yang menjadi trend belakangan ini dapat mempengaruhi konsentrasi elektrolit dalam darah, salah satunya konsentrasi kalium. Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu penelitian untuk mengetahui pengaruh penggunaan jaket parasut pada latihan aerobik intensitas sedang (jogging) terhadap konsentrasi kalium serum pada mahasiswa laki-laki Fakultas Kedokteran Universitas Palangka Raya. 3
1.2 Rumusan Masalah
a. Bagaimana konsentrasi kalium serum sebelum melakukan latihan aerobik intensitas sedang menggunakan jaket parasut pada mahasiswa laki-laki Fakultas Kedokteran Universitas Palangka Raya? b. Bagaimana konsentrasi kalium serum setelah melakukan latihan aerobik intensitas sedang menggunakan jaket parasut pada mahasiswa laki-laki Fakultas Kedokteran Universitas Palangka Raya? c. Bagaimana pengaruh penggunaan jaket parasut pada latihan aerobik intensitas sedang terhadap konsentrasi kalium serum pada mahasiswa laki- laki Fakultas Kedokteran Universitas Palangka Raya?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan konsentrasi kalium serum pada latihan aerobik intensitas sedang menggunakan jaket parasut. 1.3.2 Tujuan Khusus a. Mengetahui konsentrasi kalium serum sebelum melakukan latihan aerobik intensitas sedang menggunakan jaket parasut pada mahasiswa laki-laki Fakultas Kedokteran Universitas Palangka Raya. b. Mengetahui konsentrasi kalium serum setelah melakukan latihan aerobik intensitas sedang menggunakan jaket parasut pada mahasiswa laki-laki Fakultas Kedokteran Universitas Palangka Raya. c. Menganalisis pengaruh penggunaan jaket parasut pada latihan aerobik intensitas sedang terhadap konsentrasi kalium serum pada mahasiswa laki- laki Fakultas Kedokteran Universitas Palangka Raya.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Ilmiah Penelitian ini dapat memberikan informasi bahwa penggunaan jaket parasut pada latihan aerobik intensitas sedang dapat menyebabkan perubahan konsentrasi kalium serum. 4
1.4.2 Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini dapat menjadi informasi baru dan bahan pustaka tambahan bagi instansi terkait dan masyarakat bahwa jaket parasut aman atau tidak jika digunakan pada latihan aerobik intensitas sedang (misalnya pada jogging).