Anda di halaman 1dari 11

UPEJ 5 (2) (2016)

Unnes Physics Education Journal


http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/upej
E-SCAFFOLDING FISIKA SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN UNTUK
MENINGKATKAN PROBLEM SOLVING SKILL DAN SIKAP ILMIAH SISWA
SMA

Affa Ardhi Saputi, Insih Wilujeng


Program Studi Pendidikan Fisika Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta

Info Artikel Abstrak


Sejarah Artikel: Pembelajaran abad XXI mensyaratkan penggunaan teknologi komputer untuk meningkatkan
Diterima April 2016 kualitas pembelajaran, termasuk pembelajaran Fisika pada jenjang SMA. Berdasarkan kerangka
Disetujui April 2016
pembelajaran abad XXI dan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) Level 2
Dipublikasikan Agustus
kemampuan problem solving dan sikap ilmiah menduduki posisi penting dalam pembelajaran
2016
fisika. Artikel ini bertujuan memaparkan gagasan teori scaffolding dan inovasinya pada
Keywords: pembelajaran fisika untuk menghasilkan media pembelajaran fisika sebagai upaya meningkatkan
Physics learning, problem problem solving skill dan sikap ilmiah siswa. Inovasi pembelajaran fisika dilakukan dengan
solving skill, scientific mengembangkan scaffolding fisika berbasis komputer. Scaffolding fisika berbasis komputer atau
attitude, multiple disebut dengan e-scaffolding fisika dikembangkan dengan multi representasi sehingga mampu
representation, e-scaffolding meningkatkan problem solving skill dan sikap ilmiah siswa. Untuk menigkatkan problem solving
skill, e-scaffolding fisika disusun dengan komponen: 1) problems; 2) resources; 3) related case; 4)
scaffolding; 5) community. Selama proses problem solving berlangsung melibatkan kognitif, mental
dan emosional siswa dan mampu merubah sikap dan pandangannya terhadap fisika, sehingga
sikap ilmiah siswa akan meningkat.

Abstract
21st century learning requires the use of computer technology to improve the quality of learning, including
physics learning at senior high school level. Problem solving skills and scientific attitude are important in
physics learning based on the 21st century learning framework and Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia
(KKNI) Level 2. This paper purposed to explain the scaffolding theory and it is innovation in physics
learning to produce physics instructional media as an effort to improve problem solving skills and scientific
attitude of students. Physics learning innovation by developing physics scaffolding based on computer. Physics
scaffolding based computer called physics e-scaffolding developed with multi representation so as to enhance
students problem solving skills and scientific attitude. Improving problem solving skills, e-scaffolding physics
arranged components: 1) problems; 2) resources; 3) related case; 4) scaffolding; 5) community. During the
ongoing process of problem solving involves cognitive, mental and emotional students and is able to change
the attitudes and views on physics, so the students scientific attitude will be increase.

© 2016 Universitas Negeri Semarang



Alamat korespondensi: ISSN 2252-6935
Jl. Colombo No.1, Depok, Kec. Sleman,
Daerah Istimewa Yogyakarta 55281
E-mail: affaardhi@gmail.com
Affa Ardhi Saputi / Unnes Physics Education Journal 5 (2) (2016)

PENDAHULUAN

Pendidikan bersifat dinamis selalu perkembangan seseorang saat ini (Slavin, 2000).
berkembang dan bersesuaian dengan kebutuhan Kesulitan yang dialami peserta didik dalam
dan tuntutan perkembangan zaman. menyelesaikan permasalahan disebabkan tugas
Menghadapi era pasar bebas ASEAN, pendidikan yang diberikan berada jauh di atas tingkatan
memiliki peran penting dalam mempersiapkan ZPD-nya. Untuk meningkatkan kemampuan
peserta didik Indonesia agar memiliki sejumlah memecahkan masalah dan pemahaman konsep
kompetensi yang diperlukan bagi kehidupan dan fisika peserta didik perlu mendapatkan bantuan
karirnya (Peraturan Menteri Pendidikan dan kognitif.
Kebudayaan Nomor 69, 2013). Kompetensi yang Scaffolding merupakan bantuan yang
diupayakan dalam pendidikan berdasarkan diberikan oleh teman sebaya atau orang dewasa
kemampuan abad XXI meliputi life and career yang lebih kompeten, dalam memberikan
skills, learning and innovation skills, dan sejumlah bantuan kepada peserta didik selama
information media and technology skills tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian
(Partnership for 21st Century, 2008). mengurangi bantuan dan memberikan
Kompetensi yang harus dimiliki peserta kesempatan kepada peserta didik untuk
didik Indonesia berdasarkan permendikbud mengambil tanggung jawab yang semakin besar
nomor 69 tahun 2013 tentang Kerangka Dasar segera setelah ia mampu melakukannya sendiri.
dan Struktur Kurikulum SMA/MA dan Kerangka Bantuan tersebut dapat berupa petunjuk,
Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) peringatan, dorongan, menguraikan masalah ke
diantaranya adalah problem solving skill dan dalam langkah-langkah pemecahan, memberikan
sikap ilmiah. Physics problem solving skill tidak contoh, dan lain-lain yang memungkinkan
hanya diperlukan ketika peserta didik menjalani peserta didik tumbuh mandiri. Scaffolding juga
program belajar di sekolah tetapi, sebagian dapat diterapkan dalam model, strategi,
besar bidang pekerjaan mensyaratkan perangkat, media maupun desain lingkungan
pekerjanya memiliki kemampuan memecahkan belajar yang memungkinkan peserta didik
masalah yang tinggi (Heller & Heller, 2010). mendapatkan bantuan dalam menyelesaikan
Sikap ilmiah perlu dikembangkan dalam tugasnya.
pembelajaran fisika sebagai dasar lulusan dalam Perkembangan ilmu pengetahuan dan
mengintegrasikan pengetahuannya dengan teknologi mendorong terjadinya reformasi pada
aspek sosial. Sikap ilmiah merupakan faktor bidang pendidikan dalam pemanfaatan teknologi
penting yang diterapkan dalam kehidupan untuk membantu peserta didik. Teknologi
sehari-hari dan karir peserta didik di masa komputer/software dapat diterapkan sebagai
depan (Sekar & Mani, 2013). scaffolding dalam pembelajaran (Davis & Linn,
Pembelajaran fisika secara efektif terjadi 2000; Reiser et al., 2001; Akaygun & Jones, 2013;
apabila peserta didik belajar menyelesaikan Lakkala, Muukkonen, & Hakkarainen, 2005).
tugas-tugas yang belum dipelajari namun masih Salah satu inovasi dalam pembelajaran fisika
berada dalam jangkauan kemampuannya. Zone adalah e-scaffolding fisika dengan multi
of proximal development (ZPD) merupakan representasi untuk meningkatkan problem
tingkat perkembangan sedikit di atas tingkat solving skill dan sikap ilmiah siswa.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian studi scaffolding, e-learning, muti representasi,


kepustakaan. Konsep e-scaffolding fisika problem solving skill, dan sikap ilmiah. Berbagai
dibangun dari berbagai teori mengenai sumber berupa jurnal, artikel, dan buku
10
Affa Ardhi Saputi / Unnes Physics Education Journal 5 (2) (2016)

dikumpulkan untuk membentuk kerangka teori yang digunakan untuk meningkatkan problem
e-scaffolding fisika sebagai media pembelajaran solving skill dan sikap ilmiah siswa.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pembelajaran Fisika membuktikan kebenaran ilmiah. Problem solving


Hakikat fisika adalah 1) a way of thinking; skill diperlukan dalam proses memecakan
2) a way of investigating; 3) a body of knowledge; masalah melalui metode ilmiah. Fisika sebagai
and 4) science and its interaction with technology body of knowledge merupakan kumpulan fakta,
and society (Chiappetta & Koballa, 2010). Fisika konsep, prinsip, hukum, dan teori yang berkaitan
sebagai way of thinking bermula dari keinginan dengan fenomena alam sebagai hasil dari proses
manusia untuk memahami apa yang terjadi di pemecahan masalah.
alam. Hal ini merupakan faktor yang mengubah Berdasarkan penjabaran di atas, fisika
sikap dan pandangan manusia terhadap alam. merupakan suatu proses untuk memecahkan
Sikap tersebut antara lain adalah sikap ingin masalah dan menemukan solusi tentang gejala
tahu, sikap respek terhadap data/fakta, sikap alam. Proses tersebut berupaya menghasilkan
berpikir kritis, sikap penemuan dan kreativitas, suatu produk untuk menjelaskan dengan benar
sikap berpikiran terbuka dan kerjasama, sikap mengenai gejala yang terjadi. Proses yang
ketekunan, dan sikap peka terhadap lingkungan terlibat antara lain membuat rencana,
sekitar. Sikap-sikap tersebut dikenal dengan mengimplementasikan tindakan, menilai
sikap ilmiah. Fisika sebagai way of investigating tindakan, dan mencipta pengetahuan baru
merupakan kegiatan observasi, pengukuran, sehingga mampu mengubah cara berpikir
percobaan, dan eksperimen sebagai upaya maupun sikap seseorang yang mempelajarinya.
Pembelajaran fisika saat ini masih didik bahwa fisika merupakan mata pelajaran
menekankan pada aspek produk. Aspek proses sulit menimbulkan sikap negatif terhadap fisika.
dan sikap masih terabaikan. Hal ini sesuai Hal ini menurunkan sikap ingin tahu dan
dengan hasil riset PISA dari tahun 2000 sampai keaktifan peserta didik dalam pembelajaran di
tahun 2012 yang menyatakan bahwa kelas.
kemampuan literasi sains peserta didik Berdasarkan hasil beberapa riset
Indonesia masih rendah. Problem solving skill mengenai pembelajaran fisika di atas,
merupakan salah satu komponen yang termuat dibutuhkan suatu penguat atau bantuan kepada
dalam literasi sains (Norish & Philips, 2003). peserta didik untuk meningkatkan problem
Rendahnya hasil riset PISA terhadap solving skill dan sikap ilmiah siswa sehingga
kemampuan literasi sains peserta didik mampu menghasilkan konstruksi pengetahuan
Indonesia menunjukkan bahwa proses sains yang utuh. Pembelajaran fisika dengan multi
termasuk kemampuan problem solving fisika representasi sangat dianjurkan. Representasi
masih rendah. matematis dan representasi gambar/diagram
Pembelajaran di kelas cenderung yang disajikan akan memperkaya pengetahuan
menekankan pada penguasaan konsep dan siswa sehingga kemampuan memecahkan
mengesampingkan kemampuan problem solving masalah siswa akan meningkat.
(Hoellwarth, et al., 2005). Peserta didik mampu Representasi matematis memungkinkan
menyelesaikan permasalahan kuantitatif dilakukannya analisis mendalam terhadap
sederhana tetapi tidak mampu menyelesaikan masalah yang dikaji dan memprediksi hal-hal
permasalahan yang lebih kompleks (Redish, yang mungkin terjadi berdasarkan model
2004). Hal ini menyebabkan munculnya penalaran yang diajukan (Sherin, 2001).
anggapan peserta didik bahwa fisika merupakan Penalaran kualitatif juga penting dierapkan
mata pelajaran yang sulit. Anggapan peserta dalam fisika. Peserta didik diharapkan
11
Affa Ardhi Saputi / Unnes Physics Education Journal 5 (2) (2016)

memperoleh pengetahuan secara kualitatif dan aktivitas (Coltman, et al., 2002). Sedangkan non
logis terhadap fenomena alam yang dihadapi dan human based scaffolding dapat berbentuk
mengintepretasikan pengetahuan yang dimiliki scaffolding tool seperti flash card, dan scaffolding
ke dalam representasi gambar dan diagram. strategy seperti prompt atau question stem
Representasi gambar/diagram memberikan (Davis, 2003).
pemahaman fisika secara kualitatif dan lebih ICT dapat diterapkan secara inovatif
bermakna bagi peserta didik (Rosengrant, et al., dalam setiap aktivitas belajar mengajar untuk
2009). mengembangkan proses ilmiah,
mengembangkan pemahaman konsep, dan
B. Scaffolding mendorong sikap positif terhadap ilmu
ZPD merupakan konsep dasar dari pengetahuan (Suartama & Tastra, 2014).
gagasan scaffolding (Daniels, 2001). Pada Suartama dan Tastra (2014) membagi fungsi
awalnya scaffolding diperkenalkan sebagai pembelajaran elektronik terhadap kegiatan
bantuan yang diberikan orang dewasa kepada pembelajaran di kelas menjadi tiga macam yaitu:
anak-anak untuk memperoleh pengetahuan atau suplemen, komplemen, subtitusi. Scaffolding
pemecahan masalah dalam lingkungan berbasis ICT berfungsi sebagai komplemen yang
pembelajaran informal (Reiser, 2002). mampu memberikan bantuan yang cukup dalam
Scaffolding selanjutnya disesuaikan dengan pembelajaran, memungkinkan peserta didik
peserta didik lebih luas dengan tujuan berhasil dalam problem solving tugas yang
pembelajaran yang lebih beragam dalam kompleks, dan memperluas jangkauan
pendidikan formal (Beed et al., 1991; Dennen, pengalaman dari apa yang sudah dipelajari
2004). Scaffolding diterapkan sebagai teknik (Davis & Linn, 2000; Edelson, et al., 1999;
mengubah level bantuan disepanjang proses Guzdial, 1994; Quintana, et al., 1999).
pembelajaran oleh guru atau teman sebaya yang Pengembangan dan penerapan teknologi
memiliki pemahaman lebih (Santrock, 2011). baru dalam bidang pendidikan, seperti teknologi
Scaffolding merupakan dukungan bagi komputer, berimplikasi pada penerapan
peserta didik baik pada ranah kognitif maupun scaffolding berbasis teknologi komputer sebagai
afektif (Bean & Stevens, 2002; Dennen, 2004). media pembelajaran (Chang et al., 2001; Davis &
Pada ranah kognitif scaffolding diterapkan dalam Linn, 2000). Inovasi scaffolding berbasis ICT
memfokuskan peserta didik pada informasi yang berdasarkan konsep e-learning menghasilkan e-
relevan atau aspek penting dalam sebuah scaffolding sebagai media pembelajaran
masalah, mengembangkan higher order (Phumeechanya & Wannapiroon, 2013; Galea, et
thingking, dan menyajikan strategi untuk al., 2007). Penggunaan media e-scaffolding
memecahkan masalah. Sedangkan pada ranah memiliki keuntungan mampu memanfaatkan
afektif scaffolding menciptakan suasana yang berbagai multimedia yang memungkinkan untuk
jauh dari ancaman, lingkungan belajar yang memenuhi kebutuhan gaya belajar peserta didik
menyenangkan, dimana peserta didik mencapai dan tingkat perkembangan peserta didik yang
tujuan pembelajaran yang semula tidak dapat berbeda. E-scaffolding dapat diolah dengan
diselesaikannya sehingga peserta didik akan desain visual yang menarik sehingga
merasa nyaman dan menimbulkan sikap positif meningkatkan minat siswa dalam belajar.
terhadap pembelajaran (Bean & Stevens, 2002).
Scaffolding dibedakan menjadi dua C. Problem Solving Skill
berdasarkan pelakunya, yaitu human based Jonassen (2004) menyebutkan problem
scaffolder dan non human based scaffolding. adalah sesuatu yang tidak diketahui dari
Human based scaffolder berperan dalam beberapa konteks, kedua problem solving
menyusun model tugas, memanajemen berkaitan dengan menemukan atau
lingkungan pembelajaran, dan memantau menyelesaikan sesuatu yang tidak diketahui dan
12
Affa Ardhi Saputi / Unnes Physics Education Journal 5 (2) (2016)

harus memiliki nilai sosial, budaya atau kognitif dalam problem solving yang dapat
intelektual. Problem dibedakan berdasarkan diperlukan dalam model story problem adalah:
pengetahuan yang diperlukan untuk 1) defining the problem: problem scemas; 2)
menyelesaikannya. Problem disusun analogically comparing problems; 3)
berdasarkan empat cara: structuredness understanding causal relationship in problems; 4)
(problem disusun secara terstruktur), complexity questioning strategies for supporting problem
(problem mengandung banyak konsep), solving; 5) modelling problem; dan 6) arguing to
dynamicity (problem yang diberikan bersifat learn to solve problems.
dinamis atau tidak berhenti pada satu solusi),
dan domain specificity atau abstracness (problem Structural
yang diberikan spesifik pada satu bidang modeler
tertentu) (Jonassen, 2004).
Case as
Mayer dan Wittrock (1996) menyatakan problem to
Case as Situational
bahwa problem solving merupakan suatu proses Compare to solve
analogue model
kognisi untuk mencapai tujuan ketika metode s

solusi tidak dirasakan jelas oleh pembahas


Teach me
masalah (Mayer & Wittrock, 1996). Gagne
(1985) menyatakan bahwa problem solving
merupakan proses menggunakan pengetahuan
awal dan menghasilkan pengetahuan baru.
Parse Set
Kemampuan memecahkan masalah merupakan problem identifier
salah satu dari delapan tujuan pembelajaran sets

sebagai kemampuan berpikir tingkat tinggi


(Angelo & Cross 1993). Jonassen (2011) General Equation
equation builder
berpendapat bahwa problem solving merupakan
suatu pendekatan untuk menyelesaikan
berbagai jenis problem. Berdasarka pendapat Solve & Calculator
ahli di atas problem solving skill merupakan check & feedback
equation
suatu kemampuan yang relevan terhadap
Gambar 1. Model untuk Story Problem Learning
kesuksesan dalam pencapaian solusi dari
Environment (Jonassen, 2011)
berbagai jenis permasalahan.
Terdapat beberapa desain model untuk
Problem solving sebagai suatu strategi
menggambarkan problem spesifik tertentu.
penyelesaian masalah mempunyai konsekuensi
Model-model tersebut adalah: 1) story problem;
bahwa problem solving harus melalui tahapan
2) Decision-Making Problems; 3) Trobleshooting
atau fase-fase tertentu dalam menyelesaikan
and diagnosis problem; 4) strategic-performanse
permasalahan. Fase-fase problem solving
problemi; 5) policy-analysis problems; dan 5)
menurut Adair (2007): 1) mendefinisikan
design problem (Jonassen, 2011). Story problem
masalah/tujuan, 2) menghasilkan pilihan-pilihan
merupakan model yang biasanya diterapkan
yang mungkin, dan 3) memilih solusi yang paling
pada pembelajaran fisika. Gambar 1
optimal. Pretz et al., (2003) menyatakan bahwa
menunjukkan model untuk lingkungan
proses problem solving membentuk suatu siklus
pembelajaran story problem menurut Jonassen
yang mengandung langkah-langkah: 1)
(2011).
mengenali atau mengidentifikasi masalah, 2)
Pemberian masalah dengan model story
mendefinisikan atau merepresentasikan
problem mengandung komponen: permasalahan,
masalah secara mental, 3) mengembangkan
contoh bagaimana proses kerja penyelesaian
strategi pemecahan, 4) mengorganisasikan
masalah, dan analogi. Beberapa keterampilan
13
Affa Ardhi Saputi / Unnes Physics Education Journal 5 (2) (2016)

pengetahuan tentang masalah, 5) D. Sikap Ilmiah


mengalokasikan sumber-sumber mental dan Sebagai seorang pendidik, sikap ilmiah
fisik untuk pemecahan masalah, 6) memonitor merupakan bagian yang harus diperhatikan
perkembangan pemecahan masalahnya, dan 7) dalam menilai hasil belajar. Kurikulum 2013
mengevaluasi pemecahan untuk keakuratan. menyebutkan bahwa sikap dibagi menjadi dua,
Siklus tersebut bersifat deskriptif dan tidak yakni sikap spiritual dan sikap sosial. Bahkan
berimplikasi bahwa semua pemecahan masalah kompetensi sikap masuk menjadi kompetensi
mengikuti urutan tersebut, tetapi lebih inti, yakni KI 1, untuk sikap spiritual dan KI 2
cenderung fleksibel. Heller dan Heller (1999) untuk sikap sosial. Hal itu mengisyaraktan
membuat tahap-tahap problem solving melalui: bahwa baik KI 1 maupun KI 2 harus diajarkan
1) membuat prediksi (prediction), 2) menjawab dalam proses belajar mengajar, walaupun tidak
pertanyaan metode (method questions), 3) berbentuk materi atau konsep yang harus
mendesain peralatan (equipment); melakukan disampaikan, namun harus terimplementasikan
eksplorasi (exploration); melakukan pengukuran dalam proses belajar mengajar melalui
(measurement), 4) melakukan analisis (analysis), pembiasaan dan keteladanan yang ditunjukkan
dan 5) membuat kesimpulan (conclusion). Tabel oleh siswa melalui dampak pengiring dari
1 merupakan indikator kemampuan pembelajaran.
memecahkan masalah. Martin, et al., (2005) mendefinikan sikap
sebagai suatu kecenderungan mental terhadap
Tabel 1. Indikator Kemampuan Memecahkan orang, object, subyek, perisiwa dan sebagainya.
Masalah (diadaptasi dari Wood et al., Sikap ilmiah yang perlu dikembangkan siswa
1997) ada dua aspek yaitu sikap ilmiah pada ranah
emosional dan sikap ilmiah pada ranah
No Indikator Deskripsi intelektual. Sikap ilmiah ranah emosional
berasal dari rasa ingin tahu peserta didik untuk
1 Define the a. Define what the problem state
b. Sketch the problem belajar dan memperoleh pengalaman baru. Sikap
problem
c. Determine the given terakit dengan ilmu pengetahuan disebut dengan
information sikap ilmiah. Sikap bermula dari perasaan (suka
d. Determine constrain
e. Define criterion for judging atau tidak suka) yang dapat terkait dengan
final product kecenderungan seseorang dalam merespon
2 Explore the a. Determine the real objective of sesuatu atau objek. Sikap juga sebagai ekspresi
problem the problem
b. Examines issues involved dari nila-nilai atau pandangan hidup yang
c. Make reasonable assumption dimiliki seseorang. Sikap dapat dibentuk
d. Guesstimate the answer sehingga terjadi perilaku atau tindakan yang
3 Plan the a. Develop aplan to solve
problem
diinginkan.
solution
b. Map out sub-problem Bundu (2006), menyatakan sikap ilmiah
c. Select appropriate theory, dalam pembelajaran sains sering dikaitkan
principal, approach
d. Determine info that need to be
dengan sikap terhadap sains. Keduanya saling
found berhubungan dan mempengaruhi perbuatan.
4 Implement Implement the plan Sikap terhadap fisika, hanya sebatas suka atau
the plan tidak suka terhadap pembelajaran fisika, namun
5 Check the Check the solution
dapat memberikan kontribusi dalam
solution
pembentukan sikap ilmiah. Bundu (2006)
6 Evaluate/ a. Is it reasonable?Dose it make
Reflect sense? mendefinisikan sikap ilmiah sebagai sikap
b. Were the assumption terhadap objek dan kejadian di lingkungan
appropriate?
sekitar sehingga akan mempengaruhi keinginan
c. How dose it compare to
guesstimate? seseorang untuk ikut serta dalam kegiatan
14
Affa Ardhi Saputi / Unnes Physics Education Journal 5 (2) (2016)

tertentu dan cara seseorang merespon kepada abstrak. Dalam fisika banyak bentuk diagram
orang lain, objek, atau peristiwa. yang sering digunakan (sesuai konsep), antara
National Curriculum Council (Bundu, lain: diagram gerak, diagram bebas benda (free
2006) sikap ilmiah yang sangat penting body diagram), diagram garis medan (field line
dimiliki peserta didik pada semua tingkatan diagram), diagram rangkaian listrik (electrical
pendidikan sains yaitu: 1) ingin tahu; 2) circuit diagram), diagram sinar (ray diagram),
mengharagai/ jujur; 3) menerima diagram muka gelombang (wave front diagram),
ketidakpastian; 4) refleksi kritis dan hati-hati; 5) diagram komputer keadaan (energy state
tekun, ulet, dan tabah; 6) kreatif untuk diagram) (Smaldino, et al., 2008).
penemuan baru; 7) berpikir terbuka; 8) sensitif
terhadap lingkungan sekitar, dan 9) bekerjasama F. E-Scaffolding sebagai Media
dengan orang lain. Pembelajaran dengan Multiple
Representasi
E. Multiple Representasi E-scaffolding sebagai media pembelajaran
Penggunaan representasi dengan harus memenuhi beberapa aspek pembelajaran
berbagai cara atau mode representasi untuk elektronik. Pengembangan media pembelajaran
menemukan konsep dan menyelesaikan elektronik harus memenuhi aspek materi, aspek
permasalahan disebut multiple representasi tampilan/layout, dan aspek pedagogi (Suartama
(Kozma, 2003; Kohl & Finkelstein, 2008). & Tastra, 2014). Pengembangan media
Penggunaan multi representasi dalam pembelajaran e-scaffolding perlu ditentukan
pempelajaran mampu meningkatkan ruang lingkup (Reiser B. J., 2004; Quintana, et al.,
kemampuan memecahkan masalah dan 2004), tingkatan (Collins, 2006), dan
membentuk pemahaman konsep yang baik interaktivitas dari media yang dikembangkan
(Ainsworth, 2006). Multi representasi tepat (Lajoie, 2005; Oblinger, 2004). Ketika peserta
diterapkan dalam pembelajaran fisika karena didik mulai mencoba untuk menjawab
membantu memahami permasalahan fisika, pertanyaan-pertanyaan mereka melalui
membangun jembatan antara representasi interaksi dengan media pembelajaran e-
verbal dan matematis, dan memberikan scaffolding, desain media dikembangkan
gambaran kepada siswa terhadap simbol sehingga memungkinkan peserta didik untuk
matematis yang diberikan. terlibat dalam penyelidikan produktif. Desain
Pada dasarnya fisika merupakan ilmu media yang perlu diperhatikan adalah: 1) tata
pengetahuan yang bersifat kualitatif. Seiring letak (Mayer, 2009); 2) representasi
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan (Podolefsky, et al., 2009); 3) umpan balik (Pea R.
teknologi fisika berkembang menjadi ilmu yang D., 2004; Quintana, et al., 2004); 4) jangkauan
bersifat kuantitatif. Untuk memahami fisika interaksi (Pea R. D., 2004; Podolefsky, et al.,
secara kuantitatif diperlukan matematika 2010); dan 5) kasus spesifik yang menarik.
sebagai alatnya. Beberapa ahli menyatakan Berdasarkan uraian di atas e-scaffolding
bahawa representasi matematis merupakan yang dikembangkan harus memuat
suatu pendekatan yang penting untuk permasalahan yang harus dipecahkan peserta
memahami fisika (Greca & Moreira, 1997; Albe, didik. Permasalahan itu berupa story problem. E-
et al., 2001; Sherin, 2001). scaffoldig juga harus kaya materi yang menarik
Pemahaman kualitatif terhadap fisika dan dapat diakses oleh peserta didik untuk
dapat menggunakan representasi menambah pengetahuan dan antusias siswa
gambar/diagram. Suatu konsep akan menjadi terhadap fisika. Resources berisi link-link
lebih jelas ketika dapat direpresentasikan dalam ataupun materi terkait yang dapat digunakan
bentuk gambar. Gambar dapat membantu peserta didik sebagai sumber belajar sesuai
memvisualisasikan sesuatu yang masih bersifat dengan ruang lingkup yang telah ditentukan.
15
Affa Ardhi Saputi / Unnes Physics Education Journal 5 (2) (2016)

Aplikasi dan analogi yang menarik dalam merupakan struktur scaffolding yang dapat
kehidupan sehari-hari disampaikan untuk diberikan kepada peserta didik dalam
menjembatani peserta didik selama proses menyelesaikan permasalahan fisika. Untuk
problem solving berlagsung. Related case berisi meningkatkan rasa ingin tahu, terbuka dan
contoh aplikasi permasalahan dalam kehidupan bekerjasama diperlukan suatu forum untuk
sehari-hari. antar peserta didik saling berdiskusi. Community
merupakan wadah ataupun ruang yang dapat
Klasifikasi materi digunakan peserta didik untuk saling bertukan
pendapat atau berdiskusi.
Verbal Problem Penerapan e-scaffolding fisika dengan
multi representasi diharapkan mampu
meningkatkan kemampuan problem solving
Set Identifier
siswa yaitu: 1) define the problem; 2) explore the
problem; 3) plan the solution; 4) implement the
Structural Situational Model plan; 5) check the solution; dan 6)
Model (Representasi
evaluate/reflect. Selama proses problem solving
gambar/diagram)
Equation Builder berlangsung peserta didik akan menggunakan
(Representasi Solution sikap ilmiah yang dimilikinya, sehingga sikap
matematis) Graph ilmiah peserta didik dapat meningkat yaitu
Gambar 2. Struktur Scaffolding pada Story sikap: 1) ingin tahu; 2) mengharagai/ jujur; 3)
Problem menerima ketidakpastian; 4) refleksi kritis dan
Scaffolding berupa bantuan yang dapat hati-hati; 5) tekun, ulet, dan tabah; 6) kreatif
diakses oleh pserta didik untuk menyelesaikan untuk penemuan baru; 7) berpikir terbuka; 8)
berbagai problem yang diberikan harus sensitif terhadap lingkungan sekitar, dan 9)
dijabarkan secara jelas dan detail. Gambar 2 bekerjasama dengan orang lain.

KESIMPULAN DAN SARAN

E-scaffolding fisika dapat diterapkan Saran bagi pembaca dan peneliti


sebagai media pembelajaran untuk khususnya praktisi pendidikan adalah
meningkatkan problem solving skill dan sikap aktualisasi pengembangan media pembelajaran
ilmiah siswa. E-scaffolding sebagai media dalam bentuk e-scaffolding fisika yang menarik
pembelajaran fisika dengan milti representasi dan berkualitas. Media ini diharapkan dapat
terdiri dari komponen: 1) problems; 2) resources; diterapkan pada pembelajaran fisika sehingga
3) related case; 4) scaffolding; dan 5) community. dapat meningkatkan problem solving skill dan
Latihan penyelesaian masalah dalam problem sikap ilmiah siswa untuk mempersiapkan
berbentuk story problem. Sumber belajar yang generasi penerus bangsa yang kompeten.
menarik termuat dalam resource. Contoh Sehingga, baik secara langsung maupun tidak
penerapan dalam kehidupan sehari-hari langsung pendidikan fisika dapat berperan
terdapat pada related case. Strategi dalam pembentukan anak bangsa yang bersaing
penyelessaian masalah dalam scaffolding dalam perkembangan zaman yang semakin
disajikan dengan multi representasi. Akses modern.
berdiskusi antar peserta didik difasilitasi dalam
community.

16
Affa Ardhi Saputi / Unnes Physics Education Journal 5 (2) (2016)

DAFTAR PUSTAKA

Adair, Jhon. 2007. Decision Making & Problem Coltman, P., Petyaeva, D., & Anghileri, J. (2002).
Solving Strategies. London: Kogan Page. Scaffolding learning through meaningful tasks
and adult interaction. Early Years, 22(1), 39-
Ainsworth, S. 2006. DeFT: A Conceptual 49.
Framework for Considering Learning with
Multiple Representations. Learning and Daniels, H. 2001. Vygotsky and Pedagogy. New
Instruction 16 (3), 183-198. York: Routledge/Falmer.
Davis, E. A. 2003. Prompting middle school
Akaygun, S., & Jones, L. L. 2013. How Does Level science students for productive reflection:
of Guidance Affect Understanding When Generic and directed prompts. The Journal of
Students Use a Dynamic Simulation of Liquid- the Learning Sciences, 12(1), 91-142.
Vapor Equilibrium? In I. Devetak, & S. A.
Glazar, Active Learning and Understaing in the Davis, E. A., & Linn, M. C. 2000. Scaffolding
Chemistry Classroom. Springer. Students' Knowledge Integration: Prompts for
Reflection in KIE. International Journal of
Albe, V., Venturini, P., & Lascours, J. 2001. Science Education, 22(8), 819-837.
Electromagnetic Concepts in Mathematical
Representation of Physics. Journal of Science Dennen, V. P. 2004. Cognitive Apprenticeship in
Education and Technology, Springer Verlag Educational Practice: Research on Scaffolding,
(Germany), 2001, 10 (2), pp. 197-203. Modeling, Mentoring, and Coaching as
Instructional Strategies. In D. H. Jonassen
Angelo, Thomas A., & Cross, K. P. 1993. Classroom (Ed.), Handbook of Research on Educational
Assessment Techniques - A Handbook for Communications and Technology (2nd ed., pp.
College Teachers (2nd ed.). San Francisco: 813-828). Mahwah, NJ: Lawrence Erlbaum.
Jossey-Bass.
Edelson, D. C., Gordin, D. N., & Pea, R. D. 1999.
Bean, T. W., & Stevens, L. P. 2002. Scaffolding Addressing The Challenges of Inquiry-Based
reflection for preservice and inservice Learning Through Technology and
teachers. Reflective Practice, 3(2), 205-218. Curriculum Design. The Journal of the
Learning Sciences, 8, 391-450.
Beed, P. L., Hawkins, E. M., & Roller, C. M. 1991.
Moving Learners Toward Independence: The Gagne, R. 1985. The Conditions of Learning (4th
Power of Scaffolded Instruction. The Reading ed.). New York: Holt, Rinehart & Winston.
Teacher, 44(9), 648-655.
Galea, V., Stewart, T.. & Steel, C.H. 2007. Challenge
Bundu,.P. 2006. Penilaian Keterampilan Proses FRAP: An E-learning Tool Used to Scaffold
dan Sikap Ilmiah dalam Pembelajaran Sains Authentic Problem-Solving Processes. In ICT:
SD. Jakarta: Depdiknas. Providing Choices for Learners and Learning.
Proceedings Ascilite Singapore 2007.
Chang, K. E., Sung, Y. T., & Chen, S. F. 2001.
Learning Through Computer-Based Concept Greca, I., and Moreira, M. A. 1997. The kind of
Mapping with Scaffolding Aid. Journal of mental representation models, propositions
Computer Assisted Learning, 17(1), 21-33. and images used by college physics students
regarding the concept of field. International
Chiapetta, L.E., & Koballa, R.T. 2010. Science Journal of Science Education 19: 711–724.
Instruction in The Middle and Secondary
Schools Developing Fundamental Knowledge Guzdial, M. 1994. Software-Realized Scaffolding
and Skills. New York: Pearson Education, Inc. to Facilitate Programming for Science
Learning. Interactive Learning Environments,
Collins, A. 2006. Cognitive Apprenticeship. In R. 4, 1-44.
Sawyer (Ed.), The Cambridge Handbook of the
Learning Sciences. Cambridge: Cambridge Heller, K., & Heller, P. 1999. Problem-Solving
University Press. Labs. Introductory Physics I Mechanics.

17
Affa Ardhi Saputi / Unnes Physics Education Journal 5 (2) (2016)

Cooperative Group problem-solving in Menteri. 2013. Peraturan Menteri Pendidikan


physics. dan Kebudayaan Nomor 69, Tahun 2013,
tentang Kerangka Dasar dan Struktur
Heller, K., & Heller, P. 2010. Cooperative Problem Kurikulum Sekolah Menengah Atas/Madrasah
Solving in Physics A User’s Manual. U.S. Aliyah.
Departement of Education: University of
Minnesota. Norris, S.P. & Phillips, L.M. 2003. How Literacy in
Its Fundamental Sense is Central to Scientific
Hoellwarth, C., Moelter, M. J., & Knight, R. D. 2005. Literacy. Science Education Volume 87 Issue
A Direct Comparison of Conceptual Learning 2:224-240.
and Problem Solving Ability in Traditional and
Studio Style Classrooms. American Journal of Oblinger, D. G. 2004. The next generation of
Physics, 73, 459 (2005). educational engagement. Journal of interactive
media in education, 2004 (1).
Jonassen, D.H. 2011. Learning to Solve Problems:
A Handbook for Designing Problem-Solving Partnership for 21st Century. 2008. 21st Century
Learning Environments. New York: Routledge. Skills, Education, Competitiveness.

Jonassen, D.H., 2004. Learning to Solve Problems Pea, R. D. 2004. The social and technological
An Instructional Design Guide. San Fransisco: dimensions of scaffolding and related
Pfeiffer. theoretical concepts for learning, education,
and human activity. The Journal of the
Kohl, P. B. & Finkelstein, N. D. 2008. Patterns of Learning Sciences, 13(3), 423-451.
multiple representation use by experts and
novices during physics problem solving. Phumeechanya, N., & Wannapiroon, P. 2013.
Physical Review Special Topics - Physics Development of a Ubiquitous Learning System
Education Research 4 (1), 010111. with Scaffolding and Problem-Based Learning
Model to Enhance Problem-Solving Skills and
Kozma, R. B. 2003. The material features of ICT Literacy. International Journal of e
multiple representations and their cognitive Education, e-Business, e-Management and e-
and social affordances for science Learning, Vol. 3, No. 3, June 2013.
understanding. Learning and Instruction 13
(2), 205-226. Podolefsky, N. S., Perkins, K. K., & Adams, W. K.
2009. Computer simulations to classrooms:
Lajoie, S. P. 2005. Extending the Scaffolding tools for change. Physics Education Research
Metaphor. Instructional Science, 33.5(6), 541- Conference. AIP.
557.
Podolefsky, N. S., Perkins, K. K., & Adams, W. K.
Lakkala, M., Muukkonen, H., & Hakkarainen, K. 2010. Factors promoting engaged exploration
2005. Patterns of scaffolding in computer with computer simulations. Physical Review
mediated collaboratire inquiry. Mentoring & Special Topics-Physics Education Research,
Tutoring: Partnership in Learning, 13(2), 281- 6(2), 020117.
300.
Pretz, J.E., Naples, A., & Sternberg, R.J. 2003.
Martin, R, Sexton, C, Franklin, T & Gerlovich, J. Recognizing, Defining, and Representing
2005. Teaching Science for All Children. Problems dalam Davidson & Sternberg (Eds).
Boston: Pearson Education, Inc. The Psychology of Problem Solving.
Cambridge: Cambridge University Press.
Mayer, R. E. 2009. Multimedia Learning.
Cambridge: Cambridge University Press. Quintana, C., Eng, J., Carra, A., Wu, H.-K., &
Soloway, E. 1999. Symphony: A case study in
Mayer, R.E. and Wittrock, M.C. 1996. Problem extending learner-centered design through
Solving Transfer. In D.C. Berliner and R.C. process space analysis. The Proceedings of CHI
Calfee (Eds.). Handbook of educational 99 Conference on Human Factors in Computing
psychology (pp.47-62). New York: Simon & Systems, (pp. 473-480).
Schuster Macmillan.
18
Affa Ardhi Saputi / Unnes Physics Education Journal 5 (2) (2016)

Quintana, C., Reiser, B. J., Davis, E. A., et al. 2004. A


Scaffoldign Design Framework for Software to Rosengrant, D., Etkina, E., & Heuvelen, A.V. 2009.
Support Science Inquiry. Journal of the Do Students Use And Understand Free-Body
Learning Sciences, 13(3), 337-386. Diagrams. Journal Physics Education
Research, Volume 1, No.01.40.
Redish, E.F. 2004. A Theoretical Framework for
Physics Education Research: Modeling Sekar, P., & Mani, S. 2013. Science Attitude of
Student Thinking. The Proceedings of the Higher Secondary Biology Students. Indian
Enrico Fermi Summer School in Physics, Course Journal of Applied Research, 3(9), 178-179.
CLVI, Italian Physical Society 2004.
Sherin, G. 2001. How Students Understand
Reiser, B. J. (2004). Scaffolding Complex Physics Equations. Journal Cognition and
Learning: The Mechanisms of Structuring and Instruction, 19(4), 479-541.
Problematizing Student Work. The Journal of
the Learning Sciences, 13(3), 273-304. Slavin, R. E. 2000. Educational Psychology:
Thoery and Practice (6th ed.). Boston: Allyn
Reiser, B. J., Tabak, I., Sandoval, W. A., et al. 2001. and Bacon Publisher.
BGuILE: Strategic and conceptual scaffolds for
scientific inquiry in biology classrooms. In S. Suartama, I. K., & Trasta, I. D. K. (2014). E-
M. Carver & D. Klahr (Eds.), Cognition and learning Berbasis Moodle. Yogyakarta: Graha
instruction: Twenty-five years of progress Ilmu.
(pp. 263-305). Mahwah, NJ: Erlbaum.
Woods D.R., Hrymak, A.N., Marshall, R.R., et al,.
Reiser, B.J. 2002. Why Scaffolding Should 1997. Developing Problem Solving Skill: The
Sometimes Make Tasks More Difficult for Mc Master Problem Solving Program. ASEE
Learners?. Proceedings of CSCL 2002. Journal of Engeneering Education, 86, 2, 75-91.

19

Anda mungkin juga menyukai