Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA KASUS “FRAKTUR SERVICAL”


DI RUANG SERUNI
RS dr.SOEBANDI JEMBER

OLEH :
AHMAD FAUZI
14901.04.17003

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


STIKES HAFSHAWATY ZAINUL HASAN GENGGONG
PROBOLINGGO
2018
ANATOMI FISIOLOGI

2.1 Anatomi
Vertebra dimulai dari cranium sampai pada apex coccigeus,
membentuk skeleton dari leher, punggung dan bagian utama dari skeleton (tulang
cranium, costadan sternum). Fungsi vertebra yaitu melindungi medulla spinalis
dan serabut syaraf,menyokong berat badan dan berperan dalam perubahan posisi
tubuh. Vertebra padaorang dewasa terdiri dari 33 vertebra dengan pembagian 5
regio yaitu 7 cervical, 12 thoracal, 5 lumbal, 5 sacral, 4 coccigeal.

Tulang belakang merupakan suatu satu kesatuan yang kuat diikat olehligamen
di depan dan dibelakang serta dilengkapi diskus intervertebralis yangmempunyai
daya absorbsi tinggi terhadap tekanan atau trauma yang memberikan sifatfleksibel
dan elastis. Semua trauma tulang belakang harus dianggap suatu traumahebat
sehingga sejak awal pertolongan pertama dan transpotasi ke rumah sakit
harusdiperlakukan dengan hati-hati. Trauma tulang dapt mengenai jaringan lunak
berupaligament, discus dan faset, tulang belakang dan medulla spinalis. Penyebab
traumatulang belakang adalah kecelakaan lalu lintas (44%), kecelakaan olah
raga(22%), terjatuh dari ketinggian(24%), kecelakaan kerja.

Anatomi Servical
Secara anatomi vertebra servikalis dibagi menjadi dua daerah: daerah servikal
atas (CV1 dan CV2) dan daerah servikal bawah (CV3 sampai CV7). Diantara
ruas-ruas tersebut, ada tiga ruas servikal yang memiliki struktur anatomi yang
unik. Ketiga ruas telah diberi nama khusus, antara lain CV1 disebut atlas, CV2
disebut axis, dan CV7 disebut prominens vertebra. Sedangkan Vertebra servikalis
3-6 disebut vertebra servikalis tipikal karena vertebra servikalis ini memiliki ciri-
ciri umum vertebra servikalis.
a. Vertebra Servikalis 1 (Tulang Atlas)
Vertebra servikalis pertama dikenal sebagai atlas dimana berperan sebagai
pendukung seluruh tengkorak. Atlas berbeda dengan vertebra servikalis
lainnya karena tidak mempunyai korpus sehingga bentuknya hampir seperti
cincin. Atlas tidak mempunyai prosesus spinosus namun memiliki tuberkulum
posterior yang kecil yang berguna agar pergerakan kepala atau kranium lebih
bebas. Atlas berbentuk cincin atau lingkaran yang dibagi dua yaitu lengkung
depan disebut arkus anterior dan lengkung belakang disebut arkus posterior.
Terlihat massa yang agak lebar pada pertemuan arkus anterior dan arkus
posterior dan disebut massa lateralis. Tiap massa lateralis di bagian atas
terdapat permukaan berbentuk oval dan konkaf disebut fovea artikularis
superior dan permukaan ini bersendi dengan tulang kranium. Di bagian bawah
tiap massa terdapat fasies artikularis yang bersendi dengan vertebra servikalis
2 (Epistropheus). Di bagian samping massa lateralis terdapat prosesus
transversus dan foramen transversum.
b. Vertebra Servikalis 2 (Axis/Epistropheus)
Axis adalah yang terbesar dari semua vertebra servikalis. Kepala berputar
di sekitar tulang axis. Terdapat penonjolan tulang keatas dari permukaan
atas korpus disebut dens epistropheus atau disebut juga prosesus odontoid
(odontoid process). Prosesus odontoid mirip dengan gigi. Permukaan
depan dan belakang dari dens didapati permukaan persendian disebut
fasies artikularis anterior dan posterior. Pada tulang ini prosesus
transversus tidak jelas.
c. Vertebra Servikalis 3-6 ( Vertebra Servikalis Tipikal)
Vertebra servikalis 3-6 disebut vertebra servikalis tipikal karena vertebra
servikalis ini memiliki ciri-ciri umum vertebra servikalis. Ciri-ciri umum
vertebra servikalis antara lain memiliki tubuh yang kecil dan korpus yang
pendek, berbentuk persegi empat dengan sudut agak bulat jika dilihat dari
atas, tebal korpus bagian depan dan bagian belakang sama, di ujung
prosesus spinosus memecah dua atau bifida. Prosesus tranversusnya
berlubang-lubang karena memiliki foramen tempat lewatnya arteri
vertebralis.

d. Vertebra Servikalis 7 (Vertebra Prominens) Ciri-ciri vertebra servikalis


7 (vertebra prominens) antara lain memiliki prosesus spinosus yang
panjang dan tidak bercabang, foramen transversus tidak selalu ada.
2.2 Definisi Fraktur servical
Trauma servikal adalah suatu keadaan cedera pada tulang belakang servikal
dan medulla spinalis yang disebabkan oleh dislokasi, subluksasi, atau fraktur
vertebra servikalis dan ditandai dengan kompresi pada medula spinalis daerah
servikal. Dislokasi servikal adalah lepasnya salah satu struktur dari tulang
servikal. Subluksasi servikal merupakan kondisi sebagian dari tulang servikal
lepas. Fraktur servikal adalah terputusnya hubungan dari badan tulang vertebra
servikalis (Muttaqin, 2011).
Cedera servikal adalah cedera tulang belakang yang paling sering dapat
menimbulkan kecacatan dan kematian, dari beberapa penelitian ternyata terdapat
korelasi tingkat cedera servikal dengan morbiditas dan mortalitas, artinya semakin
tinggi tingkat cedera servikal maka semakin tinggi pula morbiditas dan
mortalitasnya.

2.3 Klasifikasi fraktur servical


Jenis-jenis fraktur servical
Jenis fraktr daerah servical, sebagai berikut :
1. Fraktur Atlas C-1
Fraktur ini terjadi pada kecelakaan jatuh dari ketinggian dan posisi kepala
menopang badan dan daerah cervical mendapat tekanan hebat. Condylus
occipitalis pada basis crani dapat menghancurkan cincin tulang atlas. Jika
tidak ada cedera angulasi dan rotasi maka pergeseran tidak berat dan medulla
spinalis tidak ikut cedera. Pemeriksaan radiologi yang dilakukan adalah posisi
anteroposterior dengan mulut pasien dalam keadaan terbuka.
Terapi untuk fraktur tipe stabil seperti fraktur atlas ini adalah immobilisasi
servical dengan collar plaster selama 3 bulan.
2. Pergeseran C1 C2 (Sendi Atlantoaxial)
Atlas dan Axis dihubungkan dengan ligamentum tranversalis dari atlas
yang menyilang dibelakang proswsus odontoid pada axis. Dislokasi sendi
atlantoaxial dapat mengakibatkan arthritis rheumatoid karena adanya
perlunakan kemudian aka nada penekanan ligamentum transversalis.
Fraktur dislokasi termasuk fraktur basis processus odontoid. Umumnya
ligamentum transversalis masih utuh dan prosessus odontoid pindah dengan
atlas dan dapat menekan medulla spinalis.
Terapi untuk fraktur geser atlantoaxial adalah reduksi dengan traksi
continues.

3. Fraktur kompresi corpus vertebral


Tipe kompresi lebih sering tanpa kerusakan ligamentum spinal namun
dapat mengakibatkan kompresi corpus vertebralis. Sifat fraktur ini adalah tipe
tidak stabil.
Terapi untuk fraktur tipe ini adalah reduksi dengan plastic collar selama 3
minggu (masa penyembuhan tulang).

4. Flexi Sublukasi Vertebral Cervical


Fraktur ini terjadi saat pergerakan kepala kearah depan yang tiba-tiba
sehingga terjadi deselerasi kepala karena tubrukan atau dorongan pada kepala
bagian belakang, terjadi vertebra yang miring ke depan diatas vertebra yang
ada dibawahnya, ligament posterior dapat rusak dan fraktur ini disebut
sublukasi, medulla spinalis mengalami kontusio dalam waktu singkat.
Tindakan yang diberikan untuk frkatur tipe ini adalah ekstensi servical
dilanjutkan dengan imobilisasi leher ekstensi dengan collar selama 2 bulan.

5. Flexsi dislokasi dan fraktur dislokasi cervical


Cedera ini lebih berat disbanding fleksi sublukasi. Menkanisme
terjadinya fraktur hamper sama dengan fleksi sublukasi, posterior ligament
robek dan posterior facet pada satu atau kedua sisi kehilangan kestabilannya
dengan bangunan sekitar. Jika dislokasi atau fraktur dislokasi pada C7-Th1
maka posisi ini sulit dilihat dari posisi foto lateral makan posisi yang terbaik
untuk radiografi adalah “swimmer projection”.
Tindakan yang dilakukan adalah reduksi fleksi dislokasi ataupun fraktur
dislokasi dari fraktur servical termasuk sulit namun traksi skull continu dapat
dipakai sementara.

6. Ekstensi Sprain
Mekanisme cedera pada cedera jaringan lunak yang terjadi bila leher
tiba-tiba tersentak kedalam hiperekstensi. Biasanya cedera ini terjadi setelah
tertabrak dari belakang, bdan terlempar ke depan dan kepala tersentak
kebelakang. Terdapat ketidaksesuaian mengenai patologi yang tepat tetapi
kemungkinan ligament longitudinal anterior meregang atau robek dan diskus
mungkin juga rusak.
Pasien mengeluh nyeri dan kekauan pada leher, yang refrakter dan
bertahan selama setahun atau lebih lama. Keadaan ini sering disertai dengan
gejala lain yang lebih tidak jelas, misalnya nyeri kepala, pusing, depresi,
penglihatan kabur dan rasa baal atau parastesia pada lengan. Biasanya tidak
terdapat tanda-tanda fisik, dan pemeriksaan dengan sinar-X hanya
memperlihatkan perubahan kecil pada postur. Tidak ada bentuk terapi yang
telah terbukti bermanfaat, pasien diberikan analgetik dan fisioterapi.

7. Fraktur pada cervival ke-7 (Processus Spinosus)


Processus spinosus C7 lebih panjang dan prosesus ini melekat pada
otot. Adanya kontraksi otot akibat kekerasan yang sifatnya tiba-tiba akan
menyebabkan avulse prosesus spinosus yang disebut “clay shoveler’s
fracture”. Fraktur ini nyeri tetapi tak berbahaya.

2.4 Etiologi Fraktur cervical


Lewis berpendapat bahwa tulang bersifat relatif rapuh namun mempunyai
cukup kekuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan.Fraktur dapat diakibatkan
oleh beberapa hal yaitu:
a. Fraktur akibat peristiwa trauma
Sebagian fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba berlebihan yang
dapat berupa pemukulan, penghancuran, perubahan pemuntiran atau
penarikan. Bila tekanan kekuatan langsung tulang dapat patah pada tempat
yang terkena dan jaringan lunak juga pasti akan ikut rusak.
Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur lunak juga pasti akan ikut rusak.
Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada
kulit diatasnya. Penghancuran kemungkinan akan menyebabkan fraktur
komunitif disertai kerusakan jaringan lunak yang luas.

b. Fraktur akibat peristiwa kelelahan atau tekanan


Retak dapat terjadi pada tulang seperti halnya pada logam dan bendalain
akibat tekanan berulang-ulang. Keadaan ini paling sering dikemukakan pada
tibia, fibula atau matatarsal terutama pada atlet, penari atau calon tentarayang
berjalan baris-berbaris dalam jarak jauh.

c. Fraktur patologik karena kelemahan pada tulang


Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang tersebut lunak
(misalnya oleh tumor) atau tulang-tulang tersebut sangat rapuh.
Cedera medulla spinalis servikal disebabkan oleh trauma langsung yang
mengenai tulang belakang di mana tulang tersebut melampaui kemampauan
tulang belakang dalam melindungi saraf-saraf belakangnya. Menurut Emma,
(2011) Trauma langsung tersebut dapat berupa : Kecelakaan lalu lintas,
Kecelakaan olahraga, Kecelakaan industry, Jatuh dari pohon/bangunan, Luka
tusuk, Luka tembak, Kejatuhan benda keras.

2.5 Patofisiologi fraktur cerfical


Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas
untuk menahan tekanan. Namun, apabila tekanan eksternal yang datang lebih
besar dari yang dapat diserap tulang maka terjadilah trauma pada tulang yang
mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi
fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan
jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena
kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan
tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami
nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan
vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian
inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur

1) Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap
besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.
2) Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk
timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan,
dan kepadatan atau kekerasan tulang.

Biologi penyembuhan tulang

Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur
merangsang tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan
membentuk tulang baru diantara ujung patahan tulang. Tulang baru dibentuk oleh
aktivitas sel-sel tulang.

Ada lima stadium penyembuhan tulang, yaitu:

1) Stadium I-Pembentukan Hematoma


Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur. Sel-
sel darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai
tempat tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast. Stadium ini berlangsung 24 –
48 jam dan perdarahan berhenti sama sekali. Setelah 24 jam supalai darah
disekitar fraktur meningkat

2) Stadium II-Proliferasi Seluler


Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro
kartilago yang berasal dari periosteum,`endosteum,dan bone marrow yang
telah mengalami trauma. Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk
ke dalam lapisan yang lebih dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan
terjadi proses osteogenesis. Dalam beberapa hari terbentuklah tulang baru
yang menggabungkan kedua fragmen tulang yang patah. Fase ini berlangsung
selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai, tergantung jenis frakturnya.

3) Stadium III-Pembentukan Kallus


Sel–sel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik,
bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai membentuk tulang dan
juga kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan
osteoklast mulai berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati.
Massa sel yang tebal dengan tulang yang imatur dan kartilago, membentuk
kallus atau bebat pada permukaan endosteal dan periosteal. Sementara tulang
yang imatur (anyaman tulang) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada
tempat fraktur berkurang pada 4 minggu setelah fraktur menyatu.

4) Stadium IV-Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang berubah
menjadi lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan
osteoclast menerobos melalui reruntuhan pada garis fraktur dan tepat
dibelakangnya osteoclast mengisi celah-celah yang tersisa diantara fragmen
dengan tulang yang baru. Ini adalah proses yang lambat dan mungkin perlu
beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk membawa beban yang normal.

5) Stadium Lima-Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama
beberapa bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses
resorbsi dan pembentukan tulang yang terus-menerus. Lamellae yang lebih
tebal diletakkan pada tempat yang tekanannya lebih tinggi, dinding yang tidak
dikehendaki dibuang, rongga sumsum dibentuk, dan akhirnya dibentuk
struktur yang mirip dengan normalnya.
2.6 Manifestasi Klinis Fraktur Cervical
Menurut Hudak & Gallo menifestasi klinis trauma servikal adalah sebagai
berikut:
 Lesi C1-C4
Pada lesi C1-C4. Otot trapezius, sternomastoid dan otot plastisma masih
berfungsi. Otot diafragma dan otot interkostal mengalami partalisis dan tidak
ada gerakan (baik secara fisik maupun fungsional0 di bawah transeksi spinal
tersebut. Kehilangan sensori pada tingkat C1 malalui C3 meliputi daerah
oksipital, telinga dan beberapa daerah wajah. Kehilangan sensori
diilustrasikan oleh diagfragma dermatom tubuh.
Pasien dengan quadriplegia pada C1, C2, atau C3 membutuhkan perhatian
penuh karena ketergantungan pada semua aktivitas kebutuhan sehari-hari
seperti makan, mandi, dan berpakaian. quadriplegia pada C4 biasanya juga
memerlukan ventilator mekanis tetapi mengkn dapat dilepaskan dari ventilator
secara. intermiten. pasien biasnya tergantung pada orang lain dalam
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari meskipun dia mungkin dapat makan
sendiri dengan alat khsus.
 Lesi C5
Bila segmen C5 medulla spinalis mengalami kerusakan, fungsi diafragma
rusak sekunder terhadap edema pascatrauma akut. paralisis intestinal dan
dilatasi lambung dapat disertai dengan depresi pernapasan. Ekstremitas atas
mengalami rotasi ke arah luar sebagai akibat kerusakan pada otot
supraspinosus. Bahu dapat di angkat karena tidak ada kerja penghambat
levator skapula dan otot trapezius. setelah fase akut, refleks di bawah lesi
menjadi berlebihan. Sensasi ada pada daerah leher dan triagular anterior dari
daerah lengan atas.
 Lesi C6
Pada lesi segmen C6 distres pernafasan dapat terjadi karena paralisis
intestinal dan edema asenden dari medulla spinalis. Bahu biasanya naik,
dengan lengan abduksi dan lengan bawah fleksi. Ini karena aktivitasd tak
terhambat dari deltoid, bisep dan otot brakhioradialis.
 Lesi C7
Lesi medulla pada tingkat C7 memungkinkan otot diafragma dan
aksesori untuk mengkompensasi otot abdomen dan interkostal. Ekstremitas
atas mengambil posis yang sama seperti pada lesi C6. Fleksi jari tangan
biasnya berlebihan ketika kerja refleks kembali.

2.7 Pemeriksaan Diagnostik Fraktur Servical


Menurut Doenges, (2000) ada pun pemeriksaan penunjang trauma servikal
yaitu:
a. Sinar X spinal
Menentukan loksi dan jenis cedera tulang (fraktur, disloksi) untuk
kesejajaran, reduksi setelah dilakukan traksi atau operasi.
b. CT scan
Menentukan tempat luka/jejas, mengevaluasi gangguan struktural.
c. MRI
Mengidentifikasi adanya kerusakan saraf spinal, edema dan kompresi.
d. Mielografi
Untuk memperlihatkan kolumna spinalis (kanal vertebral) jika faktor
patologisnya tidak jelas atau di curigai adanya oklusi pada ruang
subarakhnoid medulla spinalis.
e. Foto rontgen torak
Memperlihatkan keadaan paru (contohnya: perubahan pada diagfragma,
anterlektasis).
f. GDA
Menunjukkan keefektifan pertukaran gas atau upaya ventilasi.

2.8 Penatalaksanaan Medis Fraktur Servical


Menurut ENA, (2000) penatalaksanaan pada pasien truama servikal yaitu :
1. Mempertahankan ABC (Airway, Breathing, Circulation)
2. Mengatur posisi kepala dan leher untuk mendukung airway : headtil,
chin lip, jaw thrust. Jangan memutar atau menarik leher ke belakang
(hiperekstensi), mempertimbangkan pemasangan intubasi nasofaring.
3. Stabilisasi tulang servikal dengan manual support, gunakan servikal
collar, imobilisasi lateral kepala, meletakkan papan di bawah tulang
belakang.
4. Stabililisasi tulang servikal sampai ada hasil pemeriksaan rontgen (C1
- C7) dengan menggunakan collar (mencegah hiperekstensi, fleksi dan
rotasi), member lipatan selimut di bawah pelvis kemudian mengikatnya.
5. Menyediakan oksigen tambahan.
6. Memonitor tanda-tanda vital meliputi RR, AGD (PaCO2), dan pulse
oksimetri.
7. Menyediakan ventilasi mekanik jika diperlukan.
8. Memonitor tingkat kesadaran dan output urin untuk menentukan
pengaruh dari hipotensi dan bradikardi.
9. Meningkatkan aliran balik vena ke jantung.
10. Berikan antiemboli
11. Tinggikan ekstremitas bawah
12. Gunakan baju antisyok.
13. Meningkatkan tekanan darah
14. Monitor volume infus.
15. Berikan terapi farmakologi ( vasokontriksi)
16. Berikan atropine sebagai indikasi untuk meningkatkan denyut nadi
jika terjadi gejala bradikardi.
17. Mengetur suhu ruangan untuk menurunkan keparahan dari
poikilothermy.
18. Memepersiapkan pasien untuk reposisi spina.
19. Memberikan obat-obatan untuk menjaga, melindungi dan memulihkan
spinal cord : steroid dengan dosis tinggi diberikan dalam periode lebih
dari 24 jam, dimulai dari 8 jam setelah kejadian.
a. Memantau status neurologi pasien untuk mengetahui tingkat
kesadaran pasien.
b. Memasang NGT untuk mencegah distensi lambung dan
kemungkinan aspirasi jika ada indikasi.
c. Memasang kateter urin untuk pengosongan kandung kemih.
d. Mengubah posisi pasien untuk menghindari terjadinya
dekubitus.
e. Memepersiapkan pasien ke pusat SCI (jika diperlukan).
f. Mengupayakan pemenuhan kebutuhan pasien yang
teridentifikasi secara konsisten untuk menumbuhkan kepercayaan
pasien pada tenaga kesehatan.
g. Melibatkan orang terdekat untuk mendukung proses
penyembuhan.
2.9 Komplikasi fraktur servical
Menurut Emma, (2011) komplikasi pada trauma servikal adalah :
a. Syok neurogenik
Syok neurogenik merupakan hasil dari kerusakan jalur simpatik yang
desending pada medulla spinalis. Kondisi ini mengakibatkan kehilangan
tonus vasomotor dan kehilangan persarafan simpatis pada jantung
sehingga menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah visceral serta
ekstremitas bawah maka terjadi penumpukan darah dan konsekuensinya
terjadi hipotensi.
b. Syok spinal
Syok spinal adalah keadaan flasid dan hilangnya refleks, terlihat setelah
terjadinya cedera medulla spinalis. Pada syok spinal mungkin akan
tampak seperti lesi komplit walaupun tidak seluruh bagian rusak.
c. Hipoventilasi
Hal ini disebabkan karena paralisis otot interkostal yang merupakan hasil
dari cedera yang mengenai medulla spinalis bagian di daerah servikal
bawah atau torakal atas.
d. Hiperfleksia autonomic
Dikarakteristikkan oleh sakit kepala berdenyut, keringat banyak, kongesti
nasal, bradikardi dan hipertensi.

Asuhan Keperawatan Fraktur Servical

1. PENGKAJIAN
a. Anamnesa
1) Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang
dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan
darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.
2) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah sesak.
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur,
yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien.
Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya
bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena.
Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa
diketahui luka kecelakaan yang lain.
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan
memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung.
Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s yang
menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung.
Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya
osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses
penyembuhan tulang.
5) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang
merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti
diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan
kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik.
6) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya
dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun
dalam masyarakat .
7) Pola-Pola Fungsi Kesehatan
a) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan
pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk
membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi
kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat
mengganggu metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa
mengganggu keseimbangannya dan apakah klien melakukan olahraga atau
tidak.
b) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan
sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk
membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien
bisa membantu menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan
mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium
atau protein dan terpapar sinar matahari yang kurang merupakan faktor
predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain itu juga
obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien.
c) Pola Eliminasi
Perlu dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces pada pola
eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi,
kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada
kesulitan atau tidak

d) Pola Tidur dan Istirahat


Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal
ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga,
pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan,
kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur.
e) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk
kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak
dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas
klien terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk pekerjaan
beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang lain
f) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat.
Karena klien harus menjalani rawat inap.
g) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan
kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk
melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang
salah (gangguan body image).
h) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal
fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan.begitu juga
pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa
nyeri akibat fraktur
i) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan
seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa
nyeri yang dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status perkawinannya
termasuk jumlah anak, lama perkawinannya.

j) Pola Penanggulangan Stress


Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu
ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme
koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif
h) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah
dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan
karena nyeri dan keterbatasan gerak klien.
 Pengkajian primer
1. Airway
- adanya desakan otot diafragma dan interkosta akibat cedera spinal sehingga
mengganggu jalan napas
2. Breathing
- Pernapasa dangkal, penggunaan otot-otot pernapasan, pergerakan dinding
dada
3. Circulation
- Hipotensi (biasanya sistole kurang dari 90 mmHg), Bradikardi, Kulit teraba
hangat
dan kering, Poikilotermi (Ketidakmampuan mengatur suhu tubuh, yang mana
suhu
tubuh bergantung pada suhu lingkungan)
4. Disability
- Kaji Kehilangan sebagian atau keseluruhan kemampuan bergerak, kehilangan
sensasi, kelemahan otot

 Pengkajian Sekunder
a) Exposure
Adanya deformitas tulang belakang
b) Five Intervensi
- Hasil AGD menunjukkan keefektifan pertukaran gas dan upaya ventilasi
- CT Scan untuk menentukan tempat luka atau jejas
- MRI untuk mengidentifikasi kerusakan saraf spinal
- Foto Rongen Thorak untuk mengetahui keadaan paru
- Sinar – X Spinal untuk menentukan lokasi dan jenis cedera tulang
(Fraktur/Dislokasi)
b) Give Comfort
Kaji adanya nyeri ketika tulang belakang bergerak
d) Head to Toe
- Leher : Terjadinya perubahan bentuk tulang servikal akibat cedera
- Dada : Pernapasa dangkal, penggunaan otot-otot pernapasan, pergerakan
dinding dada, bradikardi, adanya desakan otot diafragma dan interkosta
akibat
cedera spinal
- Pelvis dan Perineum : Kehilangan control dalam eliminasi urin dan feses,
terjadinya gangguan pada ereksi penis (priapism)
-Ekstrimitas : terjadi paralisis, paraparesis, paraplegia atau
quadriparesis/quadriplegia
e) Inspeksi Back / Posterior Surface
- Kaji adanya spasme otot, kekakuan, dan deformitas pada tulang belakang

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Ketidakefektifan pola napas
2) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas.
3) Nyeri akut

Daftar Pustaka

Anonim. Fraktur Cervical. Last updated 5-09-2008. http://www.Dislokasi –


interfasetal-bilateral.html. Download at 3-08-2015.
Marilynn E Doengoes, et all, alih bahasa Kariasa IM, (2000), Rencana Asuhan
Keperawatan, pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan
pasien, EGC, Jakarta.
Milby AH, Halpern CH, Guo W, Stein SC. Prevalence of cervical spinal injury in
trauma. Neurosurg Focus. 2008;25(5):E1–10.
Muttaqin, Arif. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Persyarafan.
Jakarta : Salemba Medika
Ning GZ, Yu TQ, Feng SQ, Zhow XH, Ban DX, Liu Y, dkk. Epidemiology of
traumatic spinal cord injury in Tianjin, China. Spinal Cord. 2011;49(3):386–90.

Anda mungkin juga menyukai