PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Nekrolisis epidermal toksik ditemukan pertama kali pada tahun 1956, sebanyak 4 kasus
oleh Alana Lyell, penyakit ini biasanya juga disebut sindrom Lyell. NET ditemukan oleh
Alana Lyell dengan gambaran berupa erupsi yang menyerupai luka bakar pada kulit akibat
terkena cairan panas (scalding). Kondisi toksik mengacu pada beredarnya zat toksin dalam
peredaran darah, dahulu kondisi ini dipikirkan sebagai penyebab dari gejala-gejala nekrolisis
epidermal toksik.Lyell menggunakan istilah ‘nekrolisis’ dengan menggabungkan gejala
klinis epidermolisis dengan gambaran histopatologi ‘nekrosis’. Beliau juga menggambarkan
keterlibatan pada membran mukosa sebagai bagian dari sindrom, dan ditemukan hanya
terjadi sedikit inflamasi di daerah dermis, sebuah tanda yang kemudian disebut‘dermal
silence’.
Penyebab NET belum jelas, tetapi obat-obatan (sulfonamid dan butazones) dan spesies
Staphylococcus merupakan penyebab utama. Akibatnya, istilah-istilah
seperti‘staphylococcal-induced toxic epidermal necrolysis’ dan ‘drug-induced scalded skin
syndrome’ menang selama beberapa dekade, tetapi sekarang dipisahkan karena terapi dan
prognosisnya berbeda. Oleh karena itu nekrolisis epidermal toksik atau NET merupakan
penyakit erupsi kulit yang umumnya timbul akibat obat-obatan dengan lesi berupa bulla,
dengan penampakan kulit seperti terbakar yang menyeluruh.
1.2 Rumusan Masalah
1 Bagaimana konsep teori penyakit Toksik Epidermal Nekrolisis (TEN) ?
2 Bagaimana asuhan keperawatan penyakit Toksik Epidermal Nekrolisis (TEN) ?
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui dan memahami bagaimana konsep teori dan asuhan keperawatan
penyakit Toksik Epidermal Nekrolisis
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 KONSEP TEORI
2.1.1 Definisi
Nekrolisis Epidermal Toksik ( N.E.T ) adalah umumnya merupakan penyakit
berat, gejala kulit yang terpenting dan khas adalah epidermolisis yang menyeluruh,
dapat disertai kelainan pada selaput lendir di orifisium dan mata.
Nekrolisi Epidermal Toksika adalah suatu penyakit kulit yang bisa berakibat fatal,
dimana lapisan kulit paling atas mengelupas lembar demi lembar.
Nekrolisis epidermal toksik adalah kelainan kulit yang memerlukan penanganan
segera yang paling banyak disebabkan oleh obat-obatan.Meskipun begitu, etiologi
lainnya, termasuk infeksi, keganasan, dan vaksinasi, juga bisa menyebabkan penyakit
ini.
Nekrolisis Epidermal Toksik (TEN) merupakan reaksi mukokutaneous khas onset
akut dan berpotensi mematikan, yang biasanya terjadi setelah dimulainya pengobatan
baru. Nekrolisis epidermal toksik merupakan varian yang paling berat dari penyakit
bulosa sepertieritema multiforme dan sindrom Stevens-Johnson. Semua kelainan
tersebut memberikan gambaran lesi kulit yang menyebar luas, dan terutama pada
badan dan wajah yang melibatkan satu atau lebih membran mukosa.
2.2.1 Etiologi
Etiologinya sama dengan Syndrome Steven Johnson. N.E.T. juga dapat terjadi akibat
reaksi graft versus host.
1 Infeksi (virus,jamur,bakteri,parasit).
2 Sepertiga kasus nekrolisis epidermal toksika disebabkan oleh suatu reaksi terhadap
suatu obat.
3 Obat yang paling sering menyebabkan penyakit ini adalah:
1. Penisilin, Allopurinol
2. Antibiotik yang mengandung sulfa
3. Makrolida
4. Quinolon.
5. Barbiturat
2
6. Antikonvulsi (anti-kejang).
7. Obat anti peradangan non-steroid
2.3.1 Manifestasi klinis
1 Gejala prodromal : malaise, lelah, mual, muntah, diare, angina, demam,
konjungtivitis ringan, radang mukosa mulut & genital.
2 Beberapa jam – hari kemudian kelainan kulit : makula, papel, eritematosa,
morbiliformis disertai dengan bula flaccid cepat meluas & konfluens.
3 Lesi : wajah, ekstremitas & badan.
4 mukosa pipi, bibir, konjungtiva, genitalia, anusLesi eritem,vesikel, erosi
5 Onikolisis, alis, bulu mata rontok + epidermolisis kelopak mata
6 KU buruk, suhu ↑, Kesadaran ↓
7 Tanda Nikolsky (+): Jika daerah-daerah kulit yang tampak normal diantara lesi-lesi
digaruk, epidermis dengan mudah terkelupas dari permukaannya.
8 Organ tbh : perdarah tr. GI, trakeitis, bronkopneumonia, udem paru, emboli paru,
ggg keseimbangan cairan & elektrolit, syok hemodinamik & kegagalan ginjal.
9 Sebuah ruam papular atau makular yang “terbakar/nyeri” kemerah-merahan dengan
batas tidak tegas kemudian terbentuk membentang mulai dari wajah sampai batang-
tubuh atas. Pelepuhan terjadi dan kemudian bergabung. Epidermis bisa terkelupas.
3
2.4.1 Patofisiologis
Obat-obatan, Infeksi
Kelainan Hipersensitifitas
Virus, Keganasan
Aktivasi S.Komplemen
Melepaskan
limfokin/sitotoksik
Degranulasi sel mast
Penghancuran sel-sel
Akumulasi netrofil
memfagositosis sel rusak
Reaksi peradangan
4
2.5.1 Pemeriksaan penunjang
1. pemeriksaan laboratorium :
Tidak terdapat tes laboratorium yang spesifik yang mengindikasi Nekrolisis
Epidermal Toksik .
Pemeriksaan darah ditemukan neutropenia ( tidak digunakan sebagai landasan
prognostik )
Pemeriksaan elekrolit ditemukan proteinuria,
Pada pemeriksaan dapat membantu perencanaan dalam terapi simtomatik dan terapi
suportif.
2. Pemeriksaan Dermatopatologi terhadap hasil biopsi kulit:
a. Fase awal: Terdapat vakuolisasi dan nekrosis dari keratinosit pada stratum basal
dan apoptosis pada epidermis.
b. Fase laten: Nekrosis total pada pada lapisan epidermis dan terjadi robekan
sehingga epidermis lepas dengan lapisan subepidermal pada membran basalis.
Terdapat infiltrat limfosit yang tipis di dermis.
c. Tes enzim liver : untuk mengetahui apakah ada kerja enzim – enzim liver efektif
dalam metabolisme obat-obatan.
d. Pemeriksaan CD4 T limfosit pada fase akut, akan terjadi penurunan karena
adanya apoptosis.
e. Analisa histopatologik terhadap biopsi pada kulit, dihasilkan pada fase awal
terjadinya epidermolisis, dan sangat penting untuk menunjang tegaknya
diagnosis yang akurat dan terarah.
2.6.1 Komplikasi
1. Komplikasi pada ginjal berupa nekrosis tubular akut akibat terjadinya
ketidakseimbangan cairan bersama-sama dengan glomerolunefritis.
2. Pengelupasan membran mukus dalam mulut, tenggorokan, dan saluran pencernaan;
ini menimbulkan kesulitan dalam makan dan minum sehingga mengarah pada
dehidrasi dan kekurangan gizi.
3. Infeksi kulit oleh bakteri.
4. Pengelupasan konjungtiva dan gangguan-gangguan mata lainnya bisa menyebabkan
kebutaan.
5
5. Pneumonia.
6. Keterlibatan saluran genital bisa menimbulkan gagal ginjal.
7. Infeksi sistemik dan septisemia (keracunan darah)
2.7.1 Penatalaksanaan
1. Resusitasi cairan dan elektrolit.
2. Antibiotik intravena untuk infeksi
3. Diet tinggi protein & rendah garam
4. Dukungan gizi
5. Perawatan luka
a. Debridema (pengangkatan) jaringan mati secara bedah Kemungkinan
penggunaan immunoglobulin intravena, siklosporin, plasmaferesis atau oksigen
hiperbarik. Steroid sistemik tidak lagi direkomendasikan.
1. Pengaturan keseimbangan cairan & elektrolit.
2. KS : deksametason : 20-30 mg/hr, i.v. dibagi 3-4 x/hr. Bl lesi baru (-) ® dosis
di ↓ scr cepat dg laju 4 x 0,5 mg/hr atau dg prednison 4-5 mg/hr, oral ® di ↓
bertahap.
3. AB : th/ AB krn th/ KS dosis ↑, mgk ® infeksi/sepsis/tutup tanda
infeksi ® AB broad spectrum, bakterisidal & tdk ® rx alergi
a. Sefotaksim : 3 x 1 gr/hr, i.v. (maks. 12 gr/hr) dibagi 3-4 x
b. Gentamisin : 2 x 60 mg/hr, i.v.
c. Netilmisin sulfat : BB > 50 kg : 2 x 150 mg/hr, i.m. BB < / = 50 kg : 2 x
100 mg/hr,i.m. Rata2 : 4 – 6 mg/kgBB/hr.
d. AB dihentikan bl dosis prednison tlh mencapai 5 mg/hr & tanda infeksi (-)
e. Infus dekstrosa 5 %, NaCl 0,9 %, Ringer laktat = 1: 1: 1
Tujuan : Mengatur + mempertahankan keseimbangan cairan & elektrolit
6
2.2 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
2.1.2 Pengkajian
1 Biodata
a. Identitas klien meliputi nama, umur : sering terjadi pada anak-anak di bawah 3
tahun, alamat, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, No register, dan
diagnosa medis.
b. Identitas orang tua yang terdiri dari : Nama Ayah dan Ibu, usia, pendidikan,
pekerjaan/sumber penghasilan, agama, dan alamat.
c. Identitas saudara kandung meliputi nama, usia, jenis kelamin, hubungan dengan
klien, dan status kesehatan.
I Primary Survey
a) Airway
Jalan napas, adakah sumbatan jalan napas berupa sputum, lendir atau pun darah
yang ditandai oleh kesulitan bernapas atau suara napas yang berbunyi (stridor,
hoarness).
Intervensi :
1 Monitor frekuensi, irama, dan kedalaman pernapasan
2 Auskultasi paru, perhatikan stridor, mengi
3 Ajarkan batuk efektif
4 Lakukan penghisapan (suction) bila klien tidak bisa mengeluarkan lender
5 Tempatkan pasien pada resusitasi
6 Beri oksigen 4-6 L/menit dengan kanul sankup
7 Lakukkan tindakan kedaruratan jalan nafas agresif
b) Breathing
1 Klien sesak, batuk, mengi, tidak mampu menelan
2 Bunyi napas : gemerik (edema paru), stridor (edema laryngeal) ronkhi (sekret
jalan napas dalam)
3 Pernapasan menggunakan otot-otot pernapasan
4 Pernapasan cepat lebih dari 20 x/menit
5 Irama pernapasan regular/ ireguler
6 Refleks batuk ada
7
Intervensi :
Jika laring atau bronkospasme menyebabkan hipoksi, pemberian O2 3 – 5 ltr /
menit harus dilakukan. Pada keadaan yang amat ekstrim tindakan trakeostomi
atau krikotiroidektomi perlu dipertimbangkan.
Pertahankan jalan napas melalui pemberian posisi yang tepat (tinggikan
kepala tempat tidur 15 – 30 derajat)
c) Circulation
1 Tekanan darah hipotensi
2 Takikardia
3 Disritmia, detak jantung tidak beraturan
4 Edema jaringan
5 Kulit dingin, pucat
6 Akral dingin
Intervensi :
Mengatur keseimbangan cairan atau elektrolit tubuh, karena penderita sukar
atau tidak dapat menelan makanan atau minuman akibat adanya lesi oral dan
tenggorokan serta kesadaran penderita yang menurun. Infus yang diberikan
berupa glukosa 5% dan larutan Darrow.
d) Disability
1 Tingkat kesadaran
2 Gerakan ekstremitas
3 Glasgow Coma Scale (GCS)
4 Ukuran pupil dan respons pupil terhadap cahaya
e) Exposure
jika pasien stabil lakukan pemeriksaan riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik
lainnya
II Primary Secondary
1 Keluhan utama
Keluhan yang dirasakan saat ini juga, alasan kenapa masuk rumah sakit
2 Riwayat kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
8
Gejala awal yang muncul pada anak. Bisa demam tinggi, malaise, nyeri, batuk,
pilek, Kulit eritema, papul, vesikel, bula yang mudah pecah sehingga terjadi
erosi yang luas, sering didapatkan purpura.
b. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Riwayat kesehatan masa lalu berkaitan dengan Kemungkinan memakan
makanan/minuman yang terkontaminasi, infeksi obat-obatan.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Berkaitan erat dengan penyakit keturunan dalam keluarga, misalnya ada anggota
keluarga yang pernah menderita penyakit yang sama.
3 Pemberian Sistem
a. Aktivitas
Gejala: kelelahan, malaise, kelemahan, ketidakmampuan untuk melakukan
aktivitas biasanya.
Tanda: kelelahan otot.
Peningkatan kebutuhan tidur, soporous sampai koma.
b. Sirkulasi
Gejala: palpitasi.
Tanda: takikardi, mur-mur jantung.
Kulit, membran mukosa pucat, ruam di seluruh tubuh
Defisit saraf kranial dan/atau tanda perdarahan cerebral.
c. Eliminasi
Gejala: nyeri tekan perianal, nyeri.
d. Integritas ego
Gejala: perasaan tak berdaya/tak ada harapan.
Tanda: depresi, menarik diri, ansietas, takut, marah, mudah terangsang.
Perubahan alam perasaan, kacau.
e. Makanan/cairan
Gejala: kehilangan nafsu makan, anoreksia, mual.
Perubahan rasa/penyimpangan rasa.
Penurunan berat badan.
f. Neurosensori
9
Gejala: kurang/penurunan koordinasi.
Perubahan alam perasaan, kacau, disorientasi, ukuran konsisten.
Pusing, kesemutan parastesi.
Tanda: otot mudah terangsang, aktivitas kejang.
g. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala: nyeri orbital, sakit kepala, nyeri tulang/sendi, nyeri tekan sternal, kram
otot.
Tanda: perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah, fokus, pada diri sendiri.
h. Pernapasan
Gejala: napas pendek dengan kerja minimal.
Tanda: dispnea, takipnea, batuk.
Gemericik, ronki.
Penurunan bayi napas.
i. Keamanan
Gejala: riwayat infeksi saat ini/dahulu, jatuh.
penglihatan/kerusakan
Perdarahan spontan tak terkontrol dengan trauma minimal
Tanda: demam, infeksi
Kemerahan, purpura, perdarahan retinal, perdarahan gusi, atau epistaksis
Pembesaran nodus limfe, limpa, atau hati (sehubungan dengan invasi jaringan
Papil edema dan eksoftalmus.
2.2.2 Diagnosa keperawatan
1 Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit
2 Nyeri akut berhubungan dengan agens pencedera biologis
3 Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan gangguan sirkulasi
2.3.2 Intervensi keperawatan
No Diagnosa keperawatan NOC NIC
1 Hipertermia berhubungan dengan Kontrol Risiko : Management Obat
proses penyakit Hipertermia Tentukan obat
yang diperlukan,
Kriteria Hasil : dan kelola
10
Mencari informasi menurut resep
terkait dan/atau protokol
Mengidentifikasi Monitor pasien
faktor risiko mengenai efek
hipertermia terapiutik obat
Mengidentifikasi Monitor efek
tanda dan gejala samping obat
hipertermia Monitor level
Memonitor serum darah
perubahan status (misal, elektrolit,
kesehatan protombin, obat-
Mengenali obat- obatan) yang
obatan yang sesuai
berefek pada suhu Kaji ulang pasien
tubuh dan/atau keluarga
secara berkala
mengenai jenis
obat dan jumlah
obat yang di
konsumsi
Fasilitasi
perubahan
pengobatan
dengan doker
2 Nyeri akut berhubungan dengan Kontrol Nyeri Managemet Nyeri
agens pencedera biologis Lakukan
Kriteria Hasil : pengkajian nyeri
Mengenali kapan secara
nyeri terjadi komprehensif
Menggunakan yang melewati
teknik pencegahan lokasi,
11
Menggunakan karakteristik,
tindakan kualitas,
pengurangan onset/durasi,
(nyeri) tanpa frekuensi,beratny
analgesik a nyeri dan faktor
Melaporkan pencetus
perubahan Observasi adanya
terhadap gejala petunjuk
nyeri pada nonverbal
profesional mengenai
kesehatan ketidaknyaman
Mengenali apa terutama pada
yang terkait mereka yang
dengan gejala nyeri tidak dapat
berkomunikasi
secara efektif
Pastikan
perawatan
analgesik bagi
pasien dilakukan
dengan
pemantauan yang
ketat
Pilih dan
implementasikan
tindakan yang
beragam (misal,
farmakologi, non
farmakologi)
untuk
memfasilitasi
12
penurunan nyeri,
sesuai dengan
kebutuhan
13
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Nekrolisis epidermal toksik ditemukan pertama kali pada tahun 1956, sebanyak 4 kasus
oleh Alana Lyell, penyakit ini biasanya juga disebut sindrom Lyell
Penyebab NET belum jelas, tetapi obat-obatan (sulfonamid dan butazones) dan spesies
Staphylococcus merupakan penyebab utama
Nekrolisis Epidermal Toksik ( N.E.T ) adalah umumnya merupakan penyakit berat,
gejala kulit yang terpenting dan khas adalah epidermolisis yang menyeluruh, dapat disertai
kelainan pada selaput lendir di orifisium dan mata
Kondisi toksik mengacu pada beredarnya zat toksin dalam peredaran darah, dahulu
kondisi ini dipikirkan sebagai penyebab dari gejala-gejala nekrolisis epidermal toksik.Lyell
menggunakan istilah ‘nekrolisis’ dengan menggabungkan gejala klinis epidermolisis dengan
gambaran histopatologi ‘nekrosis’
3.2. Saran
Semoga dengan memahami makalah tentang konsep asuhan keperawatan gawatdarurat
dengan Toksik Epidermal Nekrolisis (TEN) ini. Kita bisa menerapkan dan membagi ilmu
dalam menyelesaikan masalah gangguan tidak nyaman ini dalam kehidupan
14
DAFTAR PUSTAKA
Corwin, Elizabeth. J. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Hamzah, Mochtar. 2005. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Mutaqin, Arif. 201.Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Integumen. Jakarta: Salemba Medika
Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit Edisi 2. Jakarta:
EGC
15