Anda di halaman 1dari 24

Kasus Seorang Laki-Laki Yang Ditemukan Gantung Diri

Riama Sihombing

102012185

Falkutas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510

riamasihombing7@gmail.com

Pendahuluan

Di masyarakat, kerap terjadi peristiwa pelanggaran hukum yang menyangkut tubuh dan
nyawa manusia. Untuk pengusutan dan penyidikan serta penyelesaian masalah hukum ini di
tingkat lebih lanjut sampai akhirnya pemutusan perkara di pengadilan, diperlukan bantuan
berbagai ahli di bidang terkait untuk membuat jelas jalannya peristiwa serta ketertarikan
antara tindakan yang satu dengan yang lain dalam rangkaian peristiwa tersebut. Dalam hal
terdapat korban, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal akibat peristiwa
tersebut, diperlukan seorang ahli dalam bidang kedokteran untuk memberikan penjelasan
bagi para pihak yang menangani kasus tersebut. Dokter yang diharapkan membantu dalam
proses peradilan ini akan berbekal pengetahuan kedokteran yang dimilikinya yang terhimpun
dalam kazanah Ilmu Kedokteran Forensik.

Skenario PBL 1

Sesosok mayat dikirimkan ke Bagian Kedokteran Forensik FKUI/RSCM oleh sebuah Polsek
di Jakarta. Ia adalah tersangka pelaku pemerkosaan terhadap seorang remaja putri yang
kebetulan anak dari seorang pejabat kepolisian. Berita yang dituliskan di dalam surat
permintaan visum et repertum adalah bahwa laki-laki ini mati karena gantung diri di dalam
sel tahanan Polsek.

Pemeriksaan yang dilakukan keesokan harinya menemukan bahwa pada wajah mayat
terdapat pembengkakan dan memar, pada punggungnya terdapat beberapa memar berbentuk
dua garis sejjar (railway hematome) dan di daerah paha di sekitar kemaluannya terdapat
beberapa luka bakar berbentuk bundar berukuran diameter kira-kira satu sentimeter. Di ujung

1
penisnya terdapat luka bakar yang sesuai dengan jejas listrik. Sementara itu terdapat pula
jejas jerat yang melingkari leher dengan simpul di daerah kiri belakang yang membentuk
sudut ke atas. Pemeriksaan bedah jenazah menemukan resapan darah yang luas di kulit
kepala, perdarahan yang tipis di bawah selaput keras otak, sembab otak besar, tidak terdapat
resapan darah di kulit leher tetapi sedikit resapan darah di otot leher sisi kiri dan patah ujung
rawan gondok (os cricoid) sisi kiri, sedikit busa halus di dalam saluran napas, dan sedikit
bintik-bintik perdarahan di permukaan kedua paru dan jantung. Tidak terdapat patah tulang.
Dokter mengambil beberapa contoh jaringan untuk pemeriksaan laboratorium.

Keluarga korban datang ke dokter dan menanyakan tentang sebab-sebab kematian korban
karena mereka mencurigai adanya tindakan kekerasan selama di tahanan Polsek. Mereka
melihat sendiri adanya memar-memar di tubuh korban.

Prosedur medikolegal

Kewajiban Dokter Membantu Peradilan

a. Pasal 133 KUHAP


 Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik
luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak
pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli
kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.
 Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan
secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan
luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.
 Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah
sakit harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat
tersebut dan diberi label yang memuat identitas mayat, dilak dengan cap jabatan
yang dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat.1

Penjelasan Pasal 133 KUHAP- Keterangan yang diberikan oleh ahli kedokteran
kehakiman disebut keterangan ahli, sedangkan keterangan yang diberikan oleh dokter
bukan ahli kedokteran kehakiman disebut keterangan.

b. Pasal 179 KUHAP


 Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau

2
dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.
 Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang
memberikan keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan
sumpah atau janji akan memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan sebenar-
benarnya menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya.2

Bentuk Bantuan Dokter Bagi Peradilan Dan Manfaatnya

a. Pasal 183 KUHAP


 Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila
dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan
bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang
bersalah melakukannnya.
b. Pasal 184 KUHAP
 Alat bukti yang sah adalah (1) keterangan saksi, (2) keterangan ahli, (3) surat,
(4) pertunjuk, dan (5) keterangan terdakwa. Sedangkan hal yang secara umum
sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.
c. Pasal 186 KUHAP
 Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan.
d. Pasal 180 KUHAP
 Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di
sidang pengadilan, Hakim ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan dapat
pula minta agar diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan.
 Dalam hal timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasihat
hukum terhadap hasil keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
Hakim memerintahkan agar hal itu dilakukan penelitian ulang.
 Hakim karena jabatannya dapat memerintahkan untuk dilakukan penelitian
ulang sebagaimana tersebut pada ayat (2).
 Penelitian ulang sebagaimana tersebut pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan
oleh instansi semula dengan komposisi personil yang berbeda dan instansi lain
yang mempunyai wewenang untuk itu.

Sangsi Bagi Pelanggar Kewajiban Dokter

a. Pasal 216 KUHP

3
 Barang siapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang
dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi
sesuatu, atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya. Demikian pula yang diberi
kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana; demikian pula
barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau
menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan, diancam dengan pidana
penjara paling lama empat bulan dua minggu atau denda paling banyak
sembilan ribu rupiah.
 Disamakan dengan pejabat tersebut di atas, setiap orang yang menurut
ketentuan undang-undang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi
tugas menjalankan jabatan umum.
 Jika pada waktu melakukan kejahatan belum lewat dua tahun sejak adanya
pemidanaan yang menjadi tetap karena kejahatan semacam itu juga, maka
pidanya dapat ditambah sepertiga.1
b. Pasal 222 KUHP
 Barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau
menggagalkan pemeriksaan mayat untuk pengadilan, diancam dengan pidana
penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat
ribu lima ratus rupiah.
c. Pasal 224 KUHP
 Barang siapa yang dipanggil menurut undang-undang untuk menjadi saksi,
ahli atau jurubahasa, dengan sengaja tidak melakukan suatu kewajiban yang
menurut undang-undang ia harus melakukannnya:
i. Dalam perkara pidana dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 9
bulan
ii. Dalam perkara lain, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 6
bulan.
d. Pasal 522 KUHP
 Barang siapa menurut undang-undang dipanggil sebagai saksi, ahli atau
jurubahasa, tidak datang secara melawan hukum, diancam dengan pidana
denda paling banyak sembilan ratus rupiah.

4
Aspek Hukum

1. Pasal 338 KUHP


 Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena
pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
2. Pasal 339 KUHP
 Pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu perbuatan pidana,
yang dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah
pelaksanaannya, atau untuk melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya
dari pidana dalam hal tertangkap tangan, ataupun untuk memastikan
penguasaan barang yang diperolehnya secara melawan hukum, diancam
dengan pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama
dua puluh tahun.
3. Pasal 340 KUHP
 Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas
nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan dengan rencana (moord),
dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu
tertentu, paling lama dua puluh lima tahun.
4. Pasal 351 KUHP
 Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan
bulan atau pidana denda paling banyak 4500 rupiah.
 Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan
pidana penjara paling lama lima tahun.
 Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh
tahun.
 Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.
 Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.
5. Pasal 354 KUHP
 Barang siapa dengan sengaja melukai berat orang lain, diancam, karena
melakukan penganiayaan berat, dengan pidana penjara paling lama delapan
tahun.
 Jika perbuatan mengakibatkan mati, yang bersalah dikenakan pidana penjara
paling lama sepuluh tahun.2

5
Pemeriksaan Tanatologi
Ilmu yang mempelajari tentang kematian dan perubahan yang terjadi setelah kematian serta
faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut adalah tanatologi.
Tanatologi berasal dari kata thanatos (yang berhubungan dengan kematian) dan logos ilmu.
Tanatologi adalah bagian dari ilmu kedokteran Forensik yang mempelajari kematian dan
perubahan yang terjadi setelah kematian serta faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut.
Dalam tanatologi dikenal beberapa istilah tentang mati, yaitu mati somatis (mati klinis), mati
suri, mati seluler, mati serebral dan mati otak (mati batang otak)3.
Mati somatis (mati klinis)
Terjadi akibat terhentinya fungsi ketiga sistem penunjang kehidupan, yaitu susunan
saraf pusat, sistem kardiovaskular dan sistem pernapasan, yang menetap (irre-
versible). Secara klinis tidak ditemukan refleksrefleks, EEG menda-tar, nadi tidak
teraba, denyut jantung tidak terdengar, tidak ada gerak pernapasan dan suara nafas
tidak terdengar pada auskultasi3.
Mati suri (suspended animation apparent death)
Terhentinya ketiga sistim kehidupan di atas yang ditentukan dengan alat kedokteran
sederhana. Dengan peralatan kedokteran canggih masih dapat dibuktikan bahwa
ketiga sistem tersebut masih berfungsi. Mati suri sering ditemukan pada kasus
keracunan obat tidur, tersengat aliran listrik dan tenggelam3.
Mati seluler (mati molekuler)
Kematian organ atau jaringan tubuh yang timbul beberapa saat setelah kematian
somatis. Daya tahan hidup masing-masing organ atau jaringan berbeda-beda,
sehingga terjadinya kematian seluler pada tiap organ atau jaringan tidak bersamaan.
Pengetahuan ini penting dalam transplantasi organ3.
Mati serebral
Kerusakan kedua hemisfer otak yang ireversibel kecuali batang otak dan serebelum,
sedangkan kedua sistem lainnya yaitu sistem pernapasan dan kardiovaskular masih
berfungsi dengan bantuan alat3.
Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseorang berupa tanda
kematian, yaitu perubahan yang terjadi pada tubuh mayat. Perubahan tersebut dapat timbul
dini pada saat meninggal atau beberapa menit kemudian, misalnya kerja jantung dan
peredaran darah berhenti, pernapasan berhenti, refleks cahaya dan refleks kornea mata hilang,
kulit pucat dan relaksasi otot. Setelah beberapa waktu timbul perubahan pascamati yang jelas
yang memungkinkan diagnosis kematian lebih pasti.

6
Tanda Pasti Kematian
Dahulu kematian ditandai dengan tidak berfungsinya lagi jantung. Konsep baru sekarang ini
mengenai kematian mencakup berhentinya fungsi pernafasan, jantung dan otak. Dimana saat
kematian ditentukan berdasarkan saat otak berhenti berfungsi. Pada saat itulah jika diperiksa
dengan elektro-ensefalo-grafi (EEG) diperoleh garis yang datar. Berdasarkan waktunya tanda
kematian dibagi menjadi 3, yaitu4:
a. Tanda yang segera dikenali setelah kematian.
Berhentinya sirkulasi darah.
Berhentinya pernafasan.
b. Tanda-tanda kematian setelah beberapa saat kemudian:
Perubahan temperatur tubuh (algor mortis)
Lebam mayat (livor mortis)
Kaku mayat (rigor mortis)
c. Penurunan Temperatur Tubuh (Algor Mortis)
Suhu tubuh pada orang yang sudah meninggal perlahan-lahan akan sama dengan suhu
lingkungannya karena mayat tersebut akan melepaskan panas dan suhunya menurun.
Kecepatan penurunan suhu pada mayat bergantung kepada suhu lingkungan dan suhu
mayat tu sendiri. Pada iklim yang dingin maka penurunan suhu mayat berlangsung
cepat3,4.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Suhu Mayat
 Usia.
Penurunan suhu lebih cepat pada anak-anak dan orang tua dibandingkan orang
dewasa.
 Jenis kelamin.
Wanita mengalami penurunan suhu tubuh yang lebih lambat dibandingkan pria karena
jaringan lemaknya lebih banyak.
 Lingkungan sekitar mayat.
Jika mayat berada pada ruangan kecil tertutup tanpa ventilasi, kecepatan penurunan
suhu mayat akan lebih lambat dibandingkan jika mayat berada pada tempat terbuka
dengan ventilasi yang cukup.
 Pakaian.
Tergantung pakaian yang di pakai tebal atau nipis atau tidak berpakaian.
 Bentuk tubuh.
Mayat yang berbadan kurus akan mengalami penurunan suhu badan yang lebih cepat.

7
 Posisi tubuh.
Mayat dalam posisi terlentang mengalami penurunan suhu yang lebih cepat.
Lebam Mayat (Livor Mortis)

Lebam mayat terjadi akibat terkumpulnya darah pada jaringan kulit dan subkutan disertai
pelebaran pembuluh kapiler pada bagian tubuh yang letaknya rendah atau bagian tubuh yang
tergantung. Keadaan ini memberi gambaran berupa warna ungu kemerahan.

Setelah seseorang meninggal, mayatnya menjadi suatu benda mati sehingga darah akan
berkumpul sesuai dengan hukum gravitasi. Lebam mayat pada awalnya berupa barcak.
Dalam waktu sekitar 6 jam, bercak ini semakin meluas yang pada akhirnya akan membuat
warna kulit menjadi gelap.

Pembekuan darah terjadi dalam waktu 6-10 jam setelah kematian. Lebam mayat ini bisa
berubah baik ukuran maupun letaknya tergantung dari perubahan posisi mayat. Karena itu
penting sekali untuk memastikan bahwa mayat belum disentuh oleh orang lain. Posisi mayat
ini juga penting untuk menentukan apakah kematian disebabkan karena pembunuhan atau
bunuh diri3,4.

Ada 5 warna lebam mayat yang dapat kita gunakan untuk memperkirakan penyebab
kematian:

 Merah kebiruan merupakan warna normal lebam


 Merah terang menandakan keracunan CO, keracunan CN atau suhu dingin
 Merah gelap menunjukkan asfiksia
 Biru menunjukkan keracunan nitrit
 Coklat menandakan keracunan aniline
Kaku Mayat (Rigor Mortis)

Perubahan otot yang terjadi setelah kematian bisa dibagi dalam 3 tahap:

 Periode relaksasi primer (flaksiditas primer)


Hal ini terjadi segera setelah kematian. Biasanya berlangsung selama 2-3 jam. Seluruh
otot tubuh mengalami relaksasi,dan bisa digerakkan ke segala arah. Iritabilitas otot
masih ada tetapi tonus otot menghilang. Pada kasus di mana mayat letaknya berbaring
rahang bawah akan jatuh dan kelopak mata juga akan turun dan lemas.
 Kaku Mayat

8
Kaku mayat akan terjadi setelah tahap relaksasi primer. Keadaan ini berlangsung
setelah terjadinya kematian tingkat sel, dimana aktivitas listrik otot tidak ada lagi.
Otot menjadi kaku. Fenomena kaku mayat ini pertama sekali terjadi pada otot-otot
mata, bagian belakang leher, rahang bawah, wajah, bagian depan leher, dada,
abdomen bagian atas dan terakhir pada otot tungkai.
Akibat kaku mayat ini seluruh mayat menjadi kaku, otot memendek dan persendian
pada mayat akan terlihat dalam posisi sedikit fleksi.
Keadaan ini berlangsung selama 24-48 jam pada musim dingin dan 18-36 jam pada
musim panas.
Penyebabnya adalah otot tetap dalam keadaan hidrasi oleh karena adanya ATP. Jika
tidak ada oksigen, maka ATP akan terurai dan akhirnya habis, sehingga menyebabkan
penumpukan asam laktat dan penggabungan aktinomiosin (protein otot).
 Periode Relaksasi Sekunder
Otot menjadi relak (lemas) dan mudah digerakkan. Hal ini terjadi karena pemecahan
protein, dan tidak mengalami reaksi secara fisik maupun kimia. Proses pembusukan
juga mulai terjadi. Pada beberapa kasus, kaku mayat sangat cepat berlangsung
sehingga sulit membedakan antara relaksasi primer dengan relaksasi sekunder3,4.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kaku Mayat

Keadaan Lingkungan. Pada keadaan yang kering dan dingin, kaku mayat lebih lambat
terjadi dan berlangsung lebih lama dibandingkan pada lingkungan yang panas dan
lembab. Pada kasus di mana mayat dimasukkan ke dalam air dingin, kaku mayat akan
cepat terjadi dan berlangsung lebih lama.
Usia. Pada anak-anak dan orangtua, kaku mayat lebih cepat terjadi dan berlangsung
tidak lama. Pada bayi prematur biasanya tidak ada kaku mayat. Kaku mayat baru
tampat pada bayi yang lahir mati tetapi cukup usia (tidak prematur)
Cara kematian. Pada pasien dengan penyakit kronis, dan sangat kurus, kaku mayat
cepat terjadi dan berlangsung tidak lama. Pada pasien yang mati mendadak, kaku
mayat lambat terjadi dan berlangsung lebih lama.
Kondisi otot. Terjadi kaku mayat lebih lambat dan berlangsung lebih lama pada kasus
di mana otot dalam keadaan sehat sebelum meninggal, dibandingkan jika sebelum
meninggal keadaan otot sudah lemah.
Tanda-tanda kematian setelah selang waktu yang lama:

A. Proses pembusukan

9
B. Saponifikasi atau adiposera
C. Mumifikasi
Proses Pembusukan

Perubahan warna. Perubahan ini pertama kali tampat pada fossa iliaka kanan dan kiri berupa
warna hijau kekuningan, disebabkan oleh perubahan hemoglobin menjadi
sulfmethemoglobin.
Perubahan warna ini juga tampak pada seluruh abdomen, bagian depan genitalia eksterna,
dada, wajah dan leher. Dengan semakin berlalunya waktu maka warnanya menjadi semakin
ungu.
Jangka waktu mulai terjadinya perubahan warna ini adalah 6-12 jam pada musim panas dan
1-3 hari pada musin dingin. Perubahan warna tersebut juga diikuti dengan pembengkakan
mayat. Otot sfingter mengalami relaksasi sehingga urin dan faeses keluar. Lidah juga terjulur.
Bibir menebal, mulut membuka dan busa kemerahan bisa terlihat keluar dari rongga mulut.
Mayat berbau tidak enak disebabkan oleh adanya gas pembusukan. Gas ini bisa terkumpul
pada suatu rongga sehingga mayat menjadi tidak mirip dengan korban sewaktu masih hidup.
Gas ini selanjutnya juga bisa membentuk lepuhan kulit.3

Pemeriksaan Traumatologi

Traumatologi adalah ilmu yang mempelajari tentang luka dan cedera serta hubungannya
dengan berbagai kekerasan, sedangkan yang dimaksud dengan luka adalah terjadinya
diskontinuitas jaringan tubuh akibat kekerasan.5 Berdasarkan sifat serta penyebabnya,
kekerasan dapat dibedakan atas kekerasan yang bersifat:

 Luka karena kekerasan mekanik seperti benda tajam, tumpul dan senjata api
 Luka karena kekerasan fisik seperti luka karena arus listrik, petir, suhu tinggi dan juga
rendah, perubahan tekanan udara, akustik dan radiasi.
 Luka karena kekerasan kimiawi seperti cairan asam dan basa.
Luka akibat benda tumpul

Luka akibat benda tumpul terjadi akibat benda yang memiliki permukaan tumpul dan
keras. Faktor-faktor yang bisa mempengaruhi keparahan benturan adalah seperti usia,
besarnya kekuatan kekerasan, kondisi benda penyebab (karet, kayu, besi, benda yang datar),
kondisi dan jenis jaringan (jaringan ikat longgar, jaringan lemak) dan luas permukaan objek
yang terkena. Pada bayi, hematom cenderung lebih mudah terjadi karena sifat kulit yang

10
longgar dan masih tipisnya jaringan lemak subkutan, demikian pula halnya dengan orang
dengan usia lanjut yang memiliki lapisan lemak subkutan yang menipis dan pembuluh darah
yang kurang terlindung. Luka yang dapat terjadi akibat kekerasan benda tumpul bisa seperti
memar (kontusio, hematom injury), luka lecet (ekskoriasi, abrasi), luka robek atau koyak
(vulnus laseratum) dan juga fraktur sistem rangka.5,6

a. Luka memar
Merupakan perdarahan di daerah jaringan lunak bawah kulit yang muncul karena ruptur
pembuluh darah baik kapiler maupun vena yang diakibatkan oleh benturan dengan benda
tumpul seperti pukulan dengan tangan, jatuh pada permukaan yang datar, cedera akibat
senjata tumpul, dan lain-lain. Pada jenis luka ini, terjadi ektravasasi pembuluh darah dan
mengakibatkan darah merembes ke jaringan di sekitarnya. Permukaan kulit utuh dan biasanya
terjadi kerusakan pada jaringan di bawah kulit. Luka memar kadangkala memberikan
gambaran bentuk benda penyebabnya, misalnya jejas beban yang sebenarnya adalah suatu
perdarahan tepi (marginal haemorrhage).5
Memar pada suatu tempat tidak selalu mengindikasikan lokasi terjadinya trauma karena
perdarahan akan mengalir ke jaringan yang lebih longgar dan dipengaruhi oleh gaya
gravitasi. Misalnya, kekerasan benda tumpul pada dahi menimbulkan hematom palpebral.
Memar yang dalam mungkin tidak bisa terlihat melalui pemeriksaan luar sehingga kadang
dibutuhkan insisi jaringan lunak untuk memastikan ada tidaknya memar. Memar juga sulit
dinilai pada orang berkulit hitam. Kontusio tidak hanya terjadi di kulit namun juga dapat
terjadi pada organ dalam seperti paru-paru, jantung, otak, dan otot. Bahkan kadang memar
tidak bisa terlihat kecuali beberapa jam setelah korban meninggal. Memar pada kulit kepala
sering tidak terlihat kecuali jika ada pembengkakan.5
Umur luka memar secara kasar dapat diperkirakan melalui perubahan warnanya. Pada saat
timbul, memar berwarna merah, kemudian berubah menjadi ungu atau hitam, setelah sampai
4-5 hari akan berwarna hijau yang kemudian akan berubah menjadi kuning dalam 7-10 hari,
dan akhirnya menghilang dalam 14-15 hari. Perubahan tersebut berlangsung mulai dari tepi
dan waktunya dapat bervariasi tergantung tingkat keparahan, kedalaman jejas, warna kulit,
dan berbagai faktor lainnya. Sehingga tidak ada standar baku untuk menentukan waktu
perlukaan berdasarkan perubahan warna. Hematom ante-mortem yang timbul beberapa saat
sebelum kematian biasanya akan menunjukkan pembengkakkan dan infiltrasi darah dalam
jaringan sehingga dapat dibedakan dari lebam mayat dengan cara melakukan penyayatan
kulit. Pada lebam mayat (hipostasis pascamati) darah akan mengalir keluar dari pembuluh

11
darah yang tersayat dan sehingga bila dialiri air, penampang sayatan akan tampak bersih,
sedangkan pada hematom penampang sayatan akan tetap berwarna merah kehitaman.3,5
Tetapi, harus diingat bahwa pada pembusukan juga terjadi ekstravasasi darah yang dapat
mengacaukan pemeriksaan ini.5
b. Luka Lecet (Abrasi)
Luka lecet terjadi akibat cedera pada epidermis berupa robeknya jaringan yang bersentuhan
dengan benda yang memiliki permukaan kasar atau runcing, misalnya pada kejadian
kecelakaan lalu lintas, tubuh terbentur aspal jalan, atau sebaliknya benda tersebut yang
bergerak dan bersentuhan dengan kulit. Luka bersifat superfisial yang terbatas hanya pada
lapisan kulit yang paling luar kulit ari epidermis. Pembagian luka lecet adalah yang pertama
(1) luka lecet gores (scratch), (2) luka lecet gesek /serut (graze), (3) luka lecet tekanan
(impression,impact abrasion) dan luka lecet geser (friction abrasion).5,6

a) Luka lecet gores (scratch)


Luka lecet gores merupakan luka lecet yang diakibatkan oleh benda runcing
(misalnya kuku jari yang menggores kulit) yang menggeser lapisan permukaan
kulit (epidermis) di depannya dan menyebabkan lapisan tersebut terangkat
sehingga dapat menunjukkan arah kekerasan yang terjadi.
b) Luka lecet gesek
Variasi dari luka lecet gores yang daerah persentuhannya dengan permukaan kulit
lebih lebar. Arah kekerasan ditentukan dengan melihat letak tumpukan epitel.
c) Luka lecet tekan
Luka lecet tekan disebabkan oleh penjejakan benda tumpul pada kulit. Karena
kulit adalah jaringan yang lentur, maka bentuk luka lecet tekan belum tentu sama
dengan bentuk permukaan benda tumpul tersebut, tetapi masih memungkinkan
identifikasi benda penyebab yang mempunyai bentuk khas misalnya kisi-kisi
radiator mobil, jejas gigitan dan sebagainya. Luka akibat gigitan (bite-mark)
sering juga diklasifikasikan sebagai luka akibat kekerasan benda setengah
tajam. Gambaran luka lecet tekan yang ditemukan pada mayat adalah daerah kulit
yang kaku dengan warna lebih gelap dari sekitarnya akibat menjadi lebih padatnya
jaringan yang tertekan serta terjadinya pengeringan yang berlangsung pasca mati.
d) Luka lecet geser
Luka lecet geser disebabkan oleh tekanan linier pada kulit disertai gerakan
bergeser, misalnya pada kasus gantung atau jerat serta pada korban pecut. Luka

12
lecet geser yang terjadi semasa hidup mungkin sulit dibedakan dari luka lecet
geser yang terjadi segera pasca mati.
c. Luka robek
Merupakan luka terbuka akibat trauma benda tumpul, yang menyebabkan kulit
teregang ke satu arah dan bila batas elastisitas kulit terlampaui, maka akan terjadi
robekan pada kulit.7 Luka ini mempunyai ciri:
Bentuk luka yang umumnya tidak beraturan
Tepi atau dinding tidak rata
Tampak jembatan jaringan antara kedua tepi luka
Bentuk dasar luka tidak beraturan
Sering tampak luka lecet atau luka memar di sekitar luka.

Luka akibat trauma listrik

Sengatan oleh benda bermuatan listrik dapat menimbulkan luka bakar sebagai akibat
berubahnya energi listrik menjadi energi panas. Besarnya pengaruh listrik pada jaringan
tubuh tersebut tergantung dari besarnya tegangan (voltase), kuatnya arus (ampere), besarnya
tahanan (keadaan kulit kering atau basah), lamanya kontak serta luasnya daerah terkena
kontak. Bentuk luka pada daerah kontak (tempat masuknya arus) berupa kerusakan lapisan
kulti dengan tepi agak menonjol dan disekitarnya terdapat daerah pucat dikelilingi daerah
hiperemis. Sering ditemukan adanya metalisasi.5,7

Pada tempat keluarnya arus dari tubuh juga sering ditemukannya luka. Bahkan kadang-
kadang bagian dari baju atau sepatu yang dilalui oleh arus listrik ketika meninggalkan tubuh
juga ikut terbakar. Tegangan arus kurang dari 65 voltase biasanya tidak membahayakan,
tetapi tegangan antara 65-1000 volt dapat mematikan. Sedangkan kuat arus (ampere) yang
dapat mematikan adalah 100 mA. Kematian tersebut terjadi akibat fibrilasi ventrikel,
kelumpuhan otot pernapasan atau pusat pernapasan. Sedang faktor yang sering
memperngaruhi kefatalan adalah kesadaran seseorang akan adanya arus listrik pada benda
yang dipegangnya. Bagi orang-orang tidak menyadari adanya arus listrik pada benda yang
dipegangnya biasanya pengaruhnya lebih berat dibanding orang-orang yang pekerjaannya
setiap hari berhubungan dengan listrik.5

Luka bakar akibat suhu tinggi

13
Kekerasan oleh benda bersuhu tinggi akan dapat menimbulkan luka bakar yang cirinya amat
tergantung dari jenis bendanya, ketinggian suhu serta lamanya kontak dengan kulit. Api,
benda padat panas atau membara dapat mengakibatkan luka bakar derajat 1, 2A, 2B, dan 3.
Zat cair panas dapat mengakibatkan luka bakar tingkat1, 2A dan 2B. Gas panas dapat
mengakibatkan luka bakar tingkat 1, 2A, 2B atau 3. Luka bakar adalah kerusakan jaringan
permukaan tubuh disebabkan oleh panas pada suhu tinggi yang menimbulkan reaksi pada
seluruh sistem metabolisme. 5,7

Klasifikasi luka bakar

Luka bakar diklasifikasikan berdasarkan penyebab dan kedalaman luka, yakni:5-7


a. Berdasarkan penyebab
Luka bakar karena api
Luka bakar karena air panas
Luka bakar karena bahan kimia
Luka bakar karena listrik
Luka bakar karena radiasi
Luka bakar karena suhu rendah (frost bite)
b. Berdasarkan kedalaman luka bakar
Luka bakar derajat I
Kerusakan terjadi pada lapisan epidermis, tampak merah dan kering seperti
luka bakar matahari, tidak dijumpai bullae, nyeri karena ujung-ujung saraf
sensorik teriritasi, penyembuhan terjadi spontan dalam waktu 5-10 hari.
Luka bakar derajat II dangkal
Kerusakan mengenai bagian superfisial dari dermis. Organ-organ kulit seperti
folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea masih utuh dan
penyembuhan terjadi spontan dalam waktu 10-14 hari.
Luka bakar derajat II dalam (deep)
Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis. Organ-organ kulit seperti
folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea sebagian besar masih utuh.
Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung epitel yang tersisa biasanya
penyembuhan terjadi lebih dari sebulan.
Luka bakar derajat III
Kerusakan meliputi seluruh lapisan dermis dan lapisan yang lebih dalam.

14
Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea
mengalami kerusakan namun tidak dijumpai bulae. Kulit yang terbakar
berwarna putih hingga merah, coklat atau hitam dan bisa terjadi koagulasi
protein pada epidermis dan dermis yang dikenal sebagai eskar. Luka bakar
derajat ini biasanya tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi, oleh karena
ujung-ujung saraf sensorik mengalami kerusakan/kematian. Penyembuhan
terjadi lama karena tidak terjadi proses epitelisasi spontan dari dasar luka.
Interpretasi Temuan
Pembengkakan dan memar pada wajah, marginal hemorrage pada punggung, resapan darah
pada kulit kepala, perdarahan di bawah selaput lunak otak serta patahnya rawan gondok
menunjukkan bahwa adanya kekerasa tumpul pada bagian-bagian tubuh yang disebutkan.
Luka bakar pada paha sekitar kemaluan dan jejas listrik pada penis mengindikasikan adanya
kekerasan tumpul, uhu dan listrik pada tubuh mayat.
Tidak ditemukannya resapan darah pada kulit leher bagian dalam dan otot-otot leher
menunjukkan bahwa saat korban hidup tidak ada kekerasan yang ditemukan pada kasus
gantung. Busa halus pada saluran nafas, bintik perdarahan pada permukaan paru dan jantung
serta sembab otak disebabkan oleh peran asfiksia sebagai mekanisme kematian, namun tidak
disebabkan oleh jejas jerat atau gantung pada leher.
- Resapan darah yang luas di daerah kepala : bisa di karenakan cedera kepala oleh
benda tumpul.
- Wajah mayat terdapat bengkak dan memar (hematom) : suatu perdarahan dalam
jaringan bawah kulit/kutis akibat pecahnya kapiler dan vena, yang disebabkan oleh
kekerasan benda tumpul.
- Jejas jerat yang melingkari leher dengan simpul di daerah kiri belakang yang
membentuk sudut ke atas : penekanan benda asing berupa tali, ikat pinggang kain dan
sebagainya yg dapat melingkari leher yang bisa menyababkan kematian akibat
asfiksia atau refleks vagal. Beda dengan gantung diri, semua arteri leher mngkn
tertekan. Sedangkan pada kasus jerat arteri vertebralis tetap paten. Sedangkan simpul
bisa di karenakan di gantung oleh pelaku penjeratan terhadap korban.
- Patah ujung rawan gondok : bisa dikarena penjeratan atau karena simpul.
- Punggung terdapat memar berbentuk dua garis sejajar (railway hematome) : bisa
menggambarkan benda yang di pakai untuk memukul seperti kayu, gagang rotan dan
gagang sapu.
- Daerah paha di sekitar kemaluannya terdapat beberapa luka bakarberbentuk bundar

15
berukuran diameter 1 cm : bisa dikarenakan luka sundutan rokok.
- Di ujung penisnya terdapat luka bakar yang sesuai jejas listrik : gambaran
makroskopis jejas listrik pada daerah kontak berupa kerusakan lapisan tanduk kulit
sebagai luka bakar dengan tepi yang menonjol, disekitarnya terdapat daerah yang
pucatdikelilingi oleh kulit yang hiperemi. Bentuknya sering sesuai dengan benda
penyebab.
- Busa halus di dalam saluran napas dan bintik perdarahan di ke dua paru dan jantung :
merupakan tanda-tanda terjadinya asfiksia yang kemungkinan disebabkan oleh karena
penjeratan. Busa halus timbul akibat peningkatana akitivitas pernapasan pada fase
dispnea yang di sertai sekresi selaput lendir saluran napas bagian atas. Keluar
masuknya udara yang cepat dalam saluran sempit akan menimbulkan busa yang
kadang-kadang bercampur darah akibat pecahnya kapiler.
Sebab, Mekanisme, dan Cara Kematian

Sebab kematian adalah segala sesuatu yang menjadi penyebab atau yang menyebabkan
kematian seseorang dengan cara merubah fisiologi tubuh. Contoh: Luka tusuk di dada, luka
tembak di perut, dsb. Mekanisme kematian adalah bagaimana penyebab kematian itu
menghasilkan perubahan fungsi fisiologis dari tubuh. Lebih menitik beratkan pada bagaimana
cara kerja biologis, fisiologis dan patofisiologis ilmiah kok bisa menyebabkan kematian.
Contoh: Perdarahan, multiorgan failure, dsb. Cara kematian adalah bagaimana cara seseorang
itu memperoleh sebab kematian. Cara kematian ini lebih menitik beratkan pada cara mekanis
maupun nonmekanis secara nonbiologis dan non fisiologis. Contoh: Mati alamiah, mati
kecelakaan, dsb.

Kematian sendiri memiliki berbagai definisi, antara lain mati somatis, mati seluler, mati suri,
mati serebral, dan mati otak. Mati somatis dinyatakan ketika ketiga sistem penunjang
kehidupan, yaitu sistem kardiovaskuler, sistem respirasi, dan sistem susunan saraf pusat telah
berhenti secara menetap. Mati seluler adalah ketika terjadi kematian jaringan tubuh beberapa
saat setelah terjadi mati somatik. Mati suri atau suspended animation atau apparent death
adalah terhentinya ketiga sistem penunjang kehidupan yang kemudian kembali disangkal oleh
alat kedokteran yang lebih canggih. Mati serebral adalah kerusakan kedua hemisfer otak yang
ireversibel kecuali batang otak dan serebelum, namun sistem kardiovaskuler dan sistem
respirasi masih berfungsi dengan bantuan alat. Mati otak atau mati batang otak adalah
keadaan dimana terjadi kerusakan seluruh neuron intrakranial yang ireversibel.

16
Pada skenario ini, sebab kematian adalah kekerasan tumpul yang menginisiasi adanya edema
cerebral yang menyebabkan gangguan pernapasan. Gangguan pernapasan ini menyebabkan
terjadinya asfiksia dan kerusakan dari organ dalam serta otak, sehingga menimbulkan
perdarahan kecil di seluruh organ tubuh yang mengalami asfiksia. Asfiksia menjadi
mekanisme kematian dari korban tersebut.

Visum et Repertum

Visum et repertum adalah keterangan yang dibuat dokter atas permintaan penyidik yang
berwewenang mengenai hasil pemeriksaan medis terhadap manusia, hidup maupun mati
ataupun bagian/diduga bagian tubuh manusia, berdasarkan keilmuan dan di bawah sumpah
untuk kepentingan peradilan.

Visum et tepertum didasari oleh dasar hukum, yaitu:

 Pasal 120 KUHAP


Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta pendapat orang ahli atau orang
yang memiliki keahlian khusus
 Pasal 133 KUHAP
(1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik
luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak
pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran
kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya
(2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan
secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka
atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat

Visum et repertum dibuat dengan dibagi menjadi lima bagian. Bagian pertama memuat
pembukaan yang pada bagian ini dituliskan kata-kata “pro Justitia” yang berarti untuk
kepentingan peradilan. Kata-kata ini menggantikan kertas bermeterai sebagai alat bukti yang
sah di peradilan. Bagian kedua merupakan bagian identitas, yang memuat seluruh identitas
yang dibutuhkan antara lain identitas korban, identitas pemeriksa, identitas penyidik, identitas
TKP, identitas waktu dan tempat pemeriksaan, dsb. Bagian ketiga berisi tentang hasil
pemeriksaan yang melaporkan segala hal yang ditemukan pada pemeriksaan yang bersifat
objektif. Bagian keempat memuat pendapat dan interpretasi dari pemeriksa yang bersifat

17
subjektif dan ilmiah. Bagian kelima memuat bagian penutup yang terdiri dari landasan
hukum, sumpah jabatan, dan tanda tangan.

Visum et repertum dibagi menjadi beberapa jenis:

1. Visum et repertum psikiatri

2. Visum et repertum ragawi / fisik

A. Visum et repertum jenazah

B. Visum et repertum korban hidup

1. Visum et repertum perlukaan

2. Visum et repertum keracunan

3. Visum et repertum kejahatan seksual

Ketentuan umum dari pembuatan visum et repertum adalah:

a. Diketik di atas kertas berkepala surat instansi pemeriksa.

b. Bernomor dan bertanggal.

c. Mencantumka nama “Pro justitia” dibagian atas (kiri atau tengah)

d. Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.

e. Tidak menggunakan singkatan terutama pada waktu mendeskripsikan temuan


pemeriksaan.

f. Tidak menggunakan istilah asing atau istilah kedokteran.

g. Berstempel instansi pemeriksa tersebut.

h. Diperlakukan sebagai surat yang harus dirahasiakan.

i. Hanya diberikan kepada penyidik peminta Visum et Repertum (instansi).

Berdasarkan pada Permenkes no. 749A tahun 1989 tentang rekam medis, visum et repertum
wajib disimpan minimal selama 10 tahun sejak tanggal disahkannya, sedangkan menurut
sistem arsip nasional visum et repertum wajib disimpan selama 30 tahun sejak tanggal
disahkannya. Visum et repertum dapat dibuat oleh dokter spesialis forensik, dokter spesialis
lainnya, dan dokter umum.

18
Aspek Asuransi Jiwa

Definisi Klaim
Klaim adalah tuntutan yang diajukan Pemegang Polis atau Ahli Waris terhadap pelayanan
atau janji yang diberikan penanggung pada saat kontrak asuransi jiwa dibuat.Ketika klaim
muncul, penanggung harus melaksanakan kewajibannya sebagaimana yang tertera dalam
polis yaitu, membayar klaim, setelah merasa puas bahwa seluruh syarat dan ketentuan untuk
penyelesaian klaim telah dilengkapi.8
Tata Cara Pengajuan Klaim
 Secara Umum
Klaim adalah suatu tuntutan atas suatu hak, yang timbul karena persyaratan dalam
perjanjian yang ditentukan sebelumnya telah dipenuhi.
 Secara Khusus
Klaim Asuransi Jiwa adalah suatu tuntutan dari pihak Pemegang polis/ yang ditunjuk
kepada pihak Asuransi, atas sejumlah pembayaran Uang Pertanggungan (UP) atau
Nilai Tunai yang timbul karena syarat-syarat dalam perjanjian asuransinya telah
dipenuhi.

Penyebab Terjadinya Klaim

a. Tertanggung meninggal dunia


b. Pemegang polis menghentikan pembayaran preminya dan memutuskan perjanjian
asuransinya pada saat polisnya sudah mempunyai nilai tunai.
c. Perjanjian asuransi sudah berakhir sesuai dengan jangka waktu yang tercantum
dalam polis dan kewajiban pemegang polis telah terpenuhi atau polis dalam
keadaan lapse tetapi telah mempunyai nilai tunai (habis kontrak bebas premi)
d. Tertanggung mendapat kecelakaan
e. Tertanggung karena suatu penyakit perlu diopname atau rawat jalan.

Jenis Klaim

 Klaim Meninggal Dunia


Timbul jika tertanggung atau peserta yang tercantum dalam polis meninggal dunia,
sedang polisnya dalam keadaan berlaku (inforce).
 Klaim Penebusan

19
Timbul jika polis sudah mempunyai nilai tunai, sedang pemegang polis memutuskan
perjanjian asuransinya.
 Klaim Habis Kontrak
Timbul jika jangka waktu perjanjian asuransi sudah berakhir, sedang polisnya dalam
keadaan inforce (premi telah dibayar sampai jangka waktu kontrak).
 Klaim Kecelakaan
Timbul akibat peserta mendapatkan kecelakaan dan polisnya masih inforce.
 Klaim (Asuransi Rawat Inap dan Pembedahan) + Rawat jalan
Timbul akibat peserta menderita suatu penyakit dan perlu diopname atau cukup hanya
dengan rawat jalan saja.

Pemberitahuan Klaim Kematian

Klaim kematian dapat dibayarkan hanya ketika tertanggung meninggal dalam jangka waktu
kontrak polis. Karena hak untuk melakukan klaim muncul hanya setelah kematian
tertanggung, kematiannya harus diberitahukan kepada penanggung oleh ahli waris yang
ditunjuk, keluarga atau atasannya didukung dengan data-data.

Pemberitahuan tersebut harus mencakup data-data pendukung sebagai berikut:

 Nomor polis
 Nama
 Tanggal kematian
 Penyebab kematian
 Hubungan dengan tertanggung
 Keterangan kematian dari instansi yang terkait, misalnya KBRI, Rumah Sakit dan
Polisi

Persyaratan Klaim Meninggal:

 Polis asli atau duplikat jika polis asli hilang atau surat keterangan pengganti polis/
pengakuan hutang jika polis asli dijadikan sebagai jaminan pinjaman.
 Tanda terima pembayaran asli dari premi terakhir.
 Surat keterangan kematian dari Lurah/ Kepala Desa yang dilegalisir oleh Camat, atau
Sertifikat Kematian.
 Surat Keterangan dari Kepolisian atau pihak berwenang jika penerima manfaat

20
meninggal dunia karena kecelakaan.
 Pengajuan klaim atas kematian.
 Kuesioner klaim.
 Surat keterangan kesehatan dari Dokter/ Rumah Sakit jika penerima manfaat
meninggal dunia ketika dalam perawatan oleh Dokter/Rumah Sakit.
 Fotokopi kartu keluarga (jika berlaku).
 Surat kuasa dari penerima pengalihan hak jika terdapat beberapa penerima pengalihan
hak dan untuk sementara terdapat hambatan.
 Surat keputusan mengenai perwalian dari Pengadilan Negeri jika penerima pengalihan
ha usianya belum memenuhi syarat menurut hukum, sementara orang tuanya
meninggal dunia.
 Surat keputusan mengenai ahli waris dari Pengadilan Negeri jika Pemegang Polis
yang ditunjuk untuk menerima manfaat telah meninggal dunia.8
Bahkan pada waktu tertentu, penanggung dapat mengambil inisiatif untuk memproses klaim
atas informasi yang diterima dari:

- Berita Kematian
- Agen Asuransi

21
RS UKRIDA
Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat.

Telp: 021-12345678

Jakarta, 12 Desember 2017

PRO JUSTITIA

Visum et Repertum

Yang bertangan tangan dibawah ini, dr. …………., SpF menerangkan bahwa atas permintaan
tertulis dari Kepolisian Sektor Tanjung Duren pada tanggal 11 Desember tahun 2017 dengan
no surat 123/456/789 yang ditandatangani oleh Budi, AKP.NRP : 12345678, maka pada hari
Selasa tanggal 12 bulan Desember tahun 2017 mulai pukul satu lewat tiga puluh menit Waktu
Indonesia Bagian Barat di RSP UKRIDA, Jakarta Barat telah dilakukan pemeriksaan
menyeluruh terhadap:

Nama : Tommy

Tempat, tanggal lahir : Jakarta, 16 Oktober 1992

Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia : 25 tahun

Agama : Katholik

Pekerjaan : Karyawan

Alamat : Jalan Way Seputih no.45

Hasil Pemeriksaan

1. Korban datang dalam keadaan mati


2. Pada tubuh korban ditemukan:
a. Wajah mayat terdapat pembengkakan dan memar
b. Punggung mayat terdapat beberapa memar berbentuk dua garis sejajar
(railway hematome)
c. Di daerah paha di sekitar kemaluan mayat terdapat beberapa luka bakar
berbentuk bundar berukuran diameter kira-kira satu sentimeter
d. Di ujung penis mayat terdapat luka bakar yang sesuai dengan jejas listrik

22
e. Terdapat pula jejas jerat yang melingkari leher dengan simpul di daerah kiri
belakang yang membentuk sudut ke atas
f. Resapan darah yang luas di kulit kepala
g. Perdarahan yang tipis di bawah selaput keras otak
h. Sembab otak besar
i. Tidak terdapat resapan darah di kulit leher tetapi sedikit resapan darah di otot
leher sisi kiri dan patah ujung rawan gondok (os cricoid) sisi kiri
j. Sedikit busa halus di dalam saluran napas
k. Sedikit bintik-bintik perdarahan di permukaan kedua paru dan jantung
l. Tidak terdapat patah tulang.

Kesimpulan

Telah dilakukan pemeriksaan terhadap sesosok jenazah yang dikenal dengan nama Tommy
berjenis kelamin laki-laki berusia 25 tahun. Lama kematian diperkirakan satu hari sebelum
pemeriksaan. Dari hasil pemeriksaan disimpulkan bahwa penyebab kematian adalah asfiksia
yang disebabkan oleh edema otak yang menyebabkan gangguan pernapasan.

Penutup

Demikian Visum et Repertum ini saya perbuat dengan sesungguhnya dan menggunakan
pengetahuan saya sebaik-baiknya berdasarkan sumpah dokter sesuai dengan lembaran negara
No. 350 tahun 1937 untuk dipergunakan bilamana perlu.

Jakarta. 12 Desember 2017

Dokter pemeriksa

dr. ………, SpF

NIP: 12345678

23
Daftar Pustaka

1. Sampurna B, Syamsu Z, Siswaja TD. Bioetik dan hukum kedokteran pengantar bagi
mahasiswa kedokteran dan hukum. Pustaka Dwipar, Jakarta, 2007.
2. Staf Pengajar Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Peraturan perundang-undangan bidang kedokteran. Bagian Kedokteran
Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 1994.
3. Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi Pertama.Bagian Kedokteran Forensik FK Uni.
Indonesia. Jakarta:2001.
4. Tanda pasti kematian mayat..2002 (Online). [11 November 2011]. Available from
URL: http://medicine.uii.ac.id/upload/23-SAP-blok-medikolegal-kedokteran-uii.pdf
5. Bagian Kedokteran Forensik FKUI. 1997. Ilmu Kedokteran Forensik. Hal. 37-43
6. Achmad, Djumadi. 2010. Bahan Kuliah Forensik dan Medikolegal FK Unhas 2010
7. Di Maio, Vincent J, Dominick Di Maio. 2001. Forensic Pathology Second Edition.
CRC Press: New York p. 89-224.
8. Tata Cara Pengaduan Klaim. Di unduh dari
http://www.bumiputera.com/content.php?id=36. 12 Desember 2017

24

Anda mungkin juga menyukai