Anda di halaman 1dari 35

Kejahatan Seksual Terhadap Anak di Bawah Umur

Kelompok PBL E5

102012150 Abi Mayu

102013352 Manggala Senapati

102014233 Muhammad Imran Amin Bin MD Jelani

102012185 Riama Sihombing

102013165 Gabriel Cahyani Harefa

102013553 Anisa Aulia Reffida

102014036 Vivian Chau

102014084 Maria Andriana Neno

102014168 Benita Rosalie

102014228 Nur Amira Amalina Binti Mohammad Zulkifli

Falkutas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510

Tahun Ajaran 2017/2018

1
Pendahuluan

Kekerasan seksual salah satu kekerasan fisik yang termasuk tindakan krimal. Pelaku tindak
kekerasan seksual melakukan untuk memuaskan hasratnya secara paksa. Tindakan kekerasan
seksual tidak hanya berupa tindakan hubungan seksual secara paksa, namun aktivitas lain seperti
meraba, bahkan jika hanya memandangi, hal ini sesuai dengan penuturan Orange dan Brodwin
dalam Jurnal Psikologi Early Prevention Toward Sexual Abuse on Children yang menjelaskan
bahwa kekerasan seksual pada anak adalah pemaksaan, ancaman atau keterperdayaan seorang
anak dalam aktivitas seksual. Aktivitas seksual tersebut meliputi melihat, meraba, penetrasi
(tekanan), pencabulandan pemerkosaan. Dampak kekerasan seksual pada anak dapat berupa
fisik, psikologis, maupun sosial. Dampak secara fisik dapat berupa luka atau robek pada selaput
dara. Dampak psikologi meliputi trauma mental, ketakutan, malu, kecemasan bahkan keinginan
atau percobaan bunuh diri. Dampak sosial misalnya perlakuan sinis dari masyarakat di
sekelilingnya, ketakutan terlibat dalam pergaulan dan sebagainya.

Skenario 4

Seorang ibu muda bersama dengan seorang anak perempuannya yang baru berusia 11 tahun
datang ke poliklinik anak di sebuah Rumah Sakit. Setelah berada di dalam ruang periksa. Dokter,
si ibu menjelaskan bahwa anaknya mengeluh sakit bila ingin kencing sejak dua hari lalu. Dalam
wawancara berikutnya dokter tidak memperoleh keterangan lain, maka dokter pun memulai
melakukan pemeriksaan fisik pada si anak.

Pada pemeriksan fisik dokter menemukan robekan lama selaput dara disertai dengan erosi dan
peradangan jaringan vulva sisi kanan. Dokter berkesimpulan bahwa sangat besar kemungkinan
telah terjadi “persetubuhan” beberapa hari sebelumnya. Dokterpun lebih intensif mengorek
keterangan dari si anak dan si ibu. Akhirnya terungkaplah fakta bahwa si anak telah disetubuhi
oleh seorang laki-laki yang telah lama dikenalnya sebagai pacar si ibu. Si ibu telah bercerai 3
tahun dengan suaminya (ayah dari si anak) dan saat ini sedang menjalin hubungan dengan laki-
laki lain sebagai pacarnya. Si ibu meminta kepada dokter agar jangan membawa kasus ini ke
polisi karena ia akan malu dibuatnya. Ia berjanji untuk memutuskan hubungan dengan laki-laki
tersebut agar kejadian serupa tidak terulang lagi. Dokter menilai bahwa pasien perlu
dikonsultasikan kepada ahlinya.

2
Pendahuluan

Pengertian Anak, Konsep dan Batasan Anak di Bawah Umur

 Pengertian Anak
Dalam hukum positif di Indonesia anak diartikan sebagai orang yang belum dewasa
(miderjarig/person undr age), orang yang dibawah umur/keadaan dibawah umur
(minderjarig heid/inferiority) atau biasa disebut juga sebagai anak yang berada dibawah
pengawasan wali (minderjarig under voordij).
 Konsep dan Batasan Anak di Bawah Umur
Konsep dan batasan anak di bawah umur bertolak pada KUHP dan konvensi Hak-Hak
Anak (KHA), dimana KUHP memberikan batasan anak di bawah umur adalah lima belas
tahun, sedangkan dalam KHA memberikan batasan anak di bawah umur adalah delapan
belas tahun. Secara fakta psikologi anak usia 17 tahun masih labil sehingga batasan umur
dalam KHA dirasa lebih tepat.
Dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang kesejahteraan anak disebutkan
bahwa anak sampai batas usia sebelum mencapai umur 21 tahun dan belum pernah kawin
masih tergolong anak di bawah umur. sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974 tentang perkawinan memberikan batasan usia anak di bawah kekuasaan orang tua
atau dibawah perwalian sebelum mencapai 18 tahun masih tergolong anak di bawah
umur. dalam Undang-Undang pemilu yang dikatakan anak di bawah umur adalah belum
mencapai usia 17 tahun, sedangkan dalam konvensi PBB tentang Hak-Hak Anak
memberikan batasan anak di bawah umur adalah di bawah umur 18 tahun.

Kejahatan Asusila Terhadap Anak di Bawah Umur

Dari hasil penelitian oleh Lembaga Perlindunga Anak (LPA) jenis-jenis kekerasan yang dialami
oleh anak-anak dibedakan menjadi tiga, yakni kekerasan mental (mental abuse), kekerasan fisik
(physical abuse), dan kekerasan seksual (sexual abuse). Jenis kekerasan fisik atau physical abuse
adalah jenis kekerasan yang paling banyak dialami oleh anak-anak, disusul kemudian dengan
kekerasan mental dan kekerasan seksual, tetapi yang menjadi pokok pembahasan penulis adalah
kekerasan seksual terhadap anak-anak. Bentuk-bentuk kekerasan dan kejahatan yang terjadi pada

3
anak-anak dan si pelaku banyak tergantung pada kontek atau setting tempat yang memungkinkan
terjadinya tindak kekerasan dan kejahatan terhadap anak-anak di bawah umur.

Tindak kekerasan dan kejahatan yang dimaksud adalah setiap perilaku yang dapat menyebabkan
keadaan perasaan atau tubuh/fisik menjadi tindak nyaman. Perasaan tidak nyaman ini biasanya
berupa kekhawatiran, ketakutan, kesedihan, ketersinggungan, kejengkelan, atau kemarahan.
Keadaan fisik tidak nyaman bisa berupa lecet, luka, memar, patah tulang, dan sebagainya.

Setiap jenis kekerasan terdiri dari berbagai macam bentuk kekerasan dan kejahatan, dan bentuk-
bentuk kekerasan dan kejahatan yang pernah dialami oleh para korban berbeda-bedasa seperti
perlakuan tidak senonoh, perayuan, pencolekan, pemaksaan onani, oral seks, anal seks dan
pemerkosaan adalah bentuk kekerasan dan kejahatan yang sering dialami oleh anak-anak di
bawah umur.

Tindak kekerasan di sini diartikan sebagai setiap perilaku yang dapat menyebabkan keadaan
perasaan atau tubuh (fisik) menjadi tidak nyaman. Perasaan tidak nyaman ini bisa berupa:
kekhawatiran, ketakutan, kesedihan, ketersinggungan, kejengkelan, atau kemarahan, sedangkan
keadaan fisik tidak nyaman bisa berupa: lecet, luka, memar, patah tulang, dan sebagainya.

Aspek Hukum

Pemeriksaan kasus-kasus persetubuhan yang merupakan tindak pidana, hendaknya dilakukan


dengan teliti dan waspada. Pemeriksa harus yakin akan semua bukti-bukti yang ditemukannya
karena berbeda dengan di klinik ia tidak lagi mempunyai kesempatan untuk melakukan
pemeriksaan ulang guna memperoleh lebih banyak bukti. Tetapi dalam melaksanakan kewajiban
itu dokter jangan sampai meletakkan kepentingan sikorban di bawah kepentingan pemeriksaan.
Terutama bila korban masih anak-anak hendaknya pemeriksaan itu tidak sampai menambah
trauma psikis yang sudah dideritanya.1

Kejahatan Terhadap Kesusilaan

 Pasal 285 KUHP


Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman memaksa seorang wanita bersetubuh
dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan, dengan pidana
penjara paling lama dua belas tahun.

4
 Pasal 287 KUHP
(1) Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan, padahal
diketahui atau sepatutnya harus diduga, bahwa uurnya belum lima belas tahun, atau
kalau umurnya tidak ternyata, belum mampu kawin, diancam dengan pidana penjara
paling lama sembilan tahun.
(2) Penuntutan hanya dilakukan ata pengaduan, kecuali jika umurnya wanita beum
sampai dua belas tahun atau jika ada salah suatu hal tersebut pasal 291 dan pasal 294.
 Pasal 288 KUHP
(1) Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di dalam perkawinan, yang diketahui
atau sepatutnya harus diduga bahwa belum mampu dikawin, diancam, apabila
perbuatan mengakibatkan luka-luka dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka berat, dijatuhkan pidana penjara paling lama 8
tahun.
(3) (3) Jika mengakibatkan mati, dijatuhkan pudana penjara paling lama 12 tahun.
 Pasal 289 KUHP
Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang untuk
melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, diancam karena melakukan
perbuatan yang menyerang kehormatan kesusilaan, dengan pidana penjara paling lama 9
tahun.
 Pasal 290 KUHP
Diancam dengan pidana paling lama tujuh tahun:
(1) Barang siapa melakukan perbuatan cabul, dengan seorang pada hal diketahui, bahwa
orang itu pingsan atau tidak berdaya.
(2) Barang siapa melakukan perbuatan cabul, dengan seorang padahal diketahui atau
sepatutnya harus diduga, bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya
tidak ternyata, bahwa belum mampu dikawin;
(3) Barang siapa membujuk seorang yang diketahio atau sepatutnya haru diduga, bahwa
umurnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya tidak ternyata, bahwa belum
mampu dikawin, untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, atau
bersetubuh di luar perkawinan dengan orang lain.
 Pasal 291 KUHP

5
(1) Jika salah satu kejahatan yang diterangkan dalam paal 286, 287, 289 dan 290
mengakibatkan luka-luka berat, dijatuhkan pidana penjara paling lama 12 tahun.
(2) Jika salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 285, 286, 287 dan 290 itu
engakibatkan mati, dijatuhkan pidana penjara paling lama lima bela tahun.

Kekerasan Pada Anak

 Bab IX Pasal 59 UU 23/2002 Tentang Perlindungan Anak


Pemerintah dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan bertanggung jawab untuk
memberikan perlindungan khusus kepada anak dalam situasi darurat, anak yang
berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak
tereksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang
menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya
(napza), anak korban penculikan, penjualan dan perdagangan, anak korban kekerasan
baik fisik dan/atau mental, anak yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan
salah dan penelantaran.2
 Bab IX Pasal 64 UU 23/2002 Tentang Perlindungan Anak
(1) Perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 59 meliputi anak yang berkonflik dengan hukum dan anak
korban tindak pidana, merupakan kewajiban dan tanggung jawab pemerintah dan
masyarakat.2
(2) Perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan melalui:2
a. perlakuan atas anak secara manusiawi sesuai dengan martabat dan hak-hak anak;
b. penyediaan petugas pendamping khusus anak sejak dini;
c. penyediaan sarana dan prasarana khusus;
d. penjatuhan sanksi yang tepat untuk kepentingan yang terbaik bagi anak;
e. pemantauan dan pencatatan terus menerus terhadap perkembangan anak yang
berhadapan dengan hukum;
f. pemberian jaminan untuk mempertahankan hubungan dengan orang tua atau
keluarga; dan

6
g. perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media massa dan untuk menghindari
labelisasi.
(3) Perlindungan khusus bagi anak yang menjadi korban tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan melalui:2
a. upaya rehabilitasi, baik dalam lembaga maupun di luar lembaga;
b. upaya perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media massa dan untuk
menghindari labelisasi;
c. pemberian jaminan keselamatan bagi saksi korban dan saksi ahli, baik fisik,
mental, maupun sosial; dan
d. pemberian aksesibilitas untuk mendapatkan informasi mengenai perkembangan
perkara.
 Bab IX Pasal 68 UU 23/2002 Tentang Perlindungan Anak
(1) Perlindungan khusus bagi anak korban penculikan, penjualan, dan perdagangan anak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 dilakukan melalui upaya pengawasan,
perlindungan, pencegahan, perawatan, dan rehabilitasi oleh pemerintah dan
masyarakat.
(2) Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan,
atau turut serta melakukan penculikan, penjualan, atau perdagangan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1).
 Bab XI Pasal 82 UU 23/2002 Tentang Perlindungan Anak
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan,
memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak
untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan
denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp
60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).
Apabila seorang ibu/ayah ingin memeriksakan anak perempuannya, karena ia merasa
sangsi apakah anaknya masih perawan, atau karena ia merasa curiga kalau-kalau atas
diri anaknya baru terjadi persetubuhan.
Dalam hal ini sebaiknya ditanyakan dahulu maksud pemeriksaan, apakah sekedar
ingin mengetahui saja, atau ada maksud untuk melakukan penuntutan. Bila

7
dimaksudkan akan melakukan penuntutan maka sebaiknya dokter jangan memeriksa
anak itu. Pemeriksaan harus dilakukan berdasarkan permintaan polisi dan biasanya
dilakukan di rumah sakit. Ada baiknya dokter memberikan penerangan pada ibu/ayah
itu, bahwa jika umur anaknya sudah 15 tahun, dan jika persetubuhan terjadi tidak
dengan paksaan maka menurut undang-undang, laki-laki yang bersangkutan tidak
dapat dituntut.

Prosedur Hukum

Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Sebelum Pemeriksaan

1. Memiliki permintaan tertulis dari penyidik


Untuk dapat melakukan pemeriksaan yang berguna untuk peradilan, dokter harus
melakukannya berdasarkan permintaan tertulis dari penyidik yang berwenang. Korban
harus diantar oleh polisi karena tubuh korban merupakan benda bukti. Apabila korban
datang sendiri dengan membawa surat permintaan dari polisi, korban jangan diperiksa
dahulu tetapi diminta untuk kembali kepada polisi dan datang bersama polisi.
Visum et Repertum dibuat hanya berdasarkan atas keadaan yang didapatkan pada tubuh
korban pada saat permintaan Visum et Repertum diterima oleh dokter. Jika dokter telah
memeriksa korban yang datang di rumah sakit, atau di tempat praktek atas inisiatif
korban sendiri tanpa permintaan polisi, lalu beberapa waktu kemudian polisi mengajukan
permintaan untuk dibuatkan Visum et Repertum, maka hasil pemeriksaan sebelumnya
tidak boleh dicantumkan dalam Visum et Repertum karena segala sesuatu yang diketahui
dokter tentang diri korban sebelum ada pemintaan untuk dibuatkan Visum et Repertum
merupakan rahasia kedokteran yang wajib disimpannya (KUHP pasal 322).
Dalam hal demikian, korban harus dibawa kembali untuk diperiksa dan Visum et
Repertum dibuat berdasarkan keadaan yang ditemukan pada waktu permintaan diajukan.
Hasil pemeriksaan yang lalu tidak dicantumkan dalam bentuk Visum et Repertum, tetapi
dalam bentuk surat keterangan.
2. Informed Consent
Sebelum memeriksa, dokter harus mendapatkan surat ijin terlebih dahulu dari pihak
korban, karena meskipun sudah ada surat permintaan dari polisi, belum tentu korban
menyetujui dilakukannya pemeriksaan atas dirinya. Selain itu, bagian yang akan

8
diperiksa meliputi daerah yang bersifat pribadi. Jika korban sudah dewasa dan tidak ada
gangguan jiwa, maka dia berhak memberi persetujuan, saudaranya atau pihak keluarga
tidak berhak memberikan persetujuan. Sedangkan jika korban anak kecil dan jiwanya
terganggu, maka persetujuan diberikan oleh orang tuanya atau saudara terdekatnya, atau
walinya.
Dalam melakukan pemeriksaan, tempat yang digunakan sebaiknya tenang dan dapat
memberikan rasa nyaman bagi korban. Oleh karena itu, perlu dibatasi jumlah orang yang
berada dalam kamar pemeriksaan, hanya dokter, perawat, korban, dan keluarga atau
teman korban apabila korban menghendakinya. Pada saat memeriksa, dokter harus
didampingi oleh seorang perawat atau bidan.
3. Pemeriksaan Sebaiknya Dilakukan Secepat Mungkin
Korban sebaiknya tidak dibiarkan menunggu dengan perasaan was-was dan cemas di
kamar periksa. Pemeriksa harus menjelaskan terlebih dahulu tindakan-tindakan yang
akan dilakukan pada korban dan hasil pemeriksaan akan disampaikan ke
pengadilan.Visum et Repertum diselesaikan secepat mungkin agar perkara dapat cepat
diselesaikan.

Prosedur Medikolegal

Prosedur medikolegal adalah tatacara atau prosedur penatalaksanaan dan berbagai aspek yang
berkaitan pelayanan kedokteran untuk kepentingan hukum. Secara garis besar, prosedur
medikolegal mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, dan
pada beberapa bidang juga mengacu kepada sumpah dokter dan etika kedokteran.

Beberapa pasal yang mengaturnya antara lain:

 Kewajiban Dokter Membantu Peradilan


Pasal 133 KUHAP
(1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik
luka, keracunan ataupun mati yang diduga Karen aperistiwa yang merupakan tindak
pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran
kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.

9
(2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara
tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau
pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.
(3) Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit
harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut
dan diberi label yang memuat identitas mayat, dilak dengan diberi cap jabatan yang
dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat.

Penjelasan Pasal 133 KUHAP

(2)Keterangan yang diberikan oleh ahli kedokteran kehakiman disebut keterangan ahli,
sedangkan keterangan yang diberikan oleh dokter bukan ahli kedokteran kehakiman
disebut keterangan.

Pasal 179 KUHAP

(1) Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau
dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.
(2) Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang
memberikan keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah
atau janji akan memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan sebenar-benarnya
menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya.
 Hak Menolak Menjadi Saksi/Ahli
a. Pasal 120 KUHAP
(1) “Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta pendapat orang ahli atau
orang yang memiliki keahlian khusus.”
(2) “Ahli tersebut mengangkat sumpah atau mengucapkan janji di muka penyidik
bahwa ia akan memberi keterangan menurut pengetahuannya yang sebaik-baiknya
kecuali bila disebabkan karena harkat serta martabat, pekerjaan atau jabatannya
yang mewajibkan ia menyimpan rahasia dapat menolak untuk memberikan
keterangan yang diminta.”
b. Pasal 168 KUHAP

10
“Kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini, maka tidak dapat didengar
keterangannya dan dapat mengundurkan diri sebagai saksi:
(1) Keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai
derajat ketiga dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa.
(2) Saudara dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa, saudara ibu
atau saudara bapak, juga mereka yang mempunyai hubungan karena perkawinan
dan anak-anak saudara terdakwa sampai derajat ketiga.
(3) Suami atau istri terdakwa meskipun sudah bercerai atau yang bersama-sama
sebagai terdakwa.”
c. Pasal 170 KUHAP
(1) “Mereka yang karena pekerjaan, harkat martabat atau jabatannya diwajibkan
menyimpan rahasia, dapat minta dibebaskan dari kewajiban untuk memberi
keterangan sebagai saksi, yaitu tentang hal yang dipercayakan kepada mereka.”
(2) “Hakim menentukan sah atau tidaknya segala alasan untuk permintaan tersebut.”
 Sangsi Bagi Pelanggar Kewajiban Dokter
a. Pasal 216 KUHP
“Barang siapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang
dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasanya mengawasi sesuatu,
atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya, demikian pula yang diberi kuasa untuk
mengusut atau memeriksa tindak pidana; demikian pula barang siapa dengan sengaja
mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan
ketentuan,
(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau denda
paling banyak sembilan ribu rupiah.
(2) Disamakan dengan pejabat tersebut di atas, setiap orang yang menurut undang-
undang terus meneruus atau untuk sementara waktu diserahi tugas menjalankan
jabatan umum.
(3) Jika pada waktu melakukan kejahatan belum lewat dua tahun sejak adanya
pemidanaan yang menjadi tetap karena kejahatan semacam itu juga, maka
pidananya dapat ditambah sepertiga.”
b. Pasal 222 KUHP

11
“Barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan
pemeriksaan mayat untuk pengadilan, diancam dengan pidana penjara paling lama
sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”
 Bentuk Bantuan Dokter
Pasal 183 KUHAP
(1) Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan
sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu
tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah
melakukannya.

Pasal 184 KUHAP

(1) Alat bukti yang sah:


a. Keterangan saksi;
b. Keterangan ahli;
c. Surat;
d. Petunjuk;
e. Keterangan terdakwa.
(2) Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.
 Rahasia Jabatan
Pasal 1 PP No10/1966
Yang dimaksud dengan rahsaia kedokteran ialah segala sesuatu yang diketahui oleh
orang-orang tersebut dalam pasal 3 pada waktu atau selama melakukan pekerjaannya
dalam lapangan kedokteran.
Pasal 3 PP No 10/1966
Yang diwajibkan menyimpan rahsia dalam pasal 1 ialah:
a. Tenaga kesehatan menurut pasal 2 UU tentang tenaga kesehatan.
b. Mahasiswa kedokteran, murid yang bertugas dalam lapangan pemeriksaan,
pengobatan dan atau perawatan, dan orang lain yang ditetapkan oleh menteri
kesehatan.

Pasal 48 KUHP

12
Barang siapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa tidak dipidana.

Pasal 50 KUHP

Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang-undang, tidak


dipidana.

 Keterangan Palsu
Pasal 267 KUHP
(1) Seorang dokter yang dengan sengaja member surat keterangan palsu tentang ada atau
tidaknya penyakit, kelemahan atau cacat, diancam dengan pidana penjara paling lama
empat tahun.
(2) Jika keterangan diberikan dengan maksud untuk memasukkan seorang ke dalam
rumah sakit gila atau menahannya disitu, dijatuhkan pidana penjara paling lama
delapan tahun enam bulan.
(3) Diancam dengan pidana yang sama, barangsiapa dengan sengaja memakai surat
keterangan palsu itu seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran.
Pasal 7 KODEKI
Seorang dokter hanya memberikan keterangan atau pendapat yang dapat dibuktikan
kebenarannya.

Hukum Perlindungan Anak

Dengan dasar Lex specialis derogat legi generalis, yaitu hukum yang lebih spesifik dapat
menggantikan hukum yang lebih umum, maka kasus kejahatan seksual pada anak dibawah 12
tahun tersebut dapat tetap dilaporkan kepada polisi tanpa aduan dari korban maupun walinya.
KUHP pasal 287 di atas dapat digantikan oleh Undang – Undang RI No. 23 tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak.

Hal ini dapat kita lihat pada Pasal 17 yang berbunyi:

(1) Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk:


a. mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan penempatannya dipisahkan dari orang
dewasa;

13
b. memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan
upaya hukum yang berlaku; dan
c. membela diri dan memperoleh keadilan di depan pengadilan anak yang objektif dan
tidak memihak dalam sidang tertutup untuk umum.
(2) Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau yang berhadapan
dengan hukum berhak dirahasiakan.

Dan Pasal 18 yang berbunyi :

Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak mendapatkan bantuan hukum
dan bantuan lainnya.

Selain itu Pasal 78 juga menerangkan mengenai kewajiban setiap orang untuk melapor ke polisi.

“Setiap orang yang mengetahui dan sengaja membiarkan anak dalam situasi darurat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 60, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas
dan terisolasi, anak yang tereksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang
diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika,
dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan, anak korban perdagangan, atau anak
korban kekerasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59, padahal anak tersebut memerlukan
pertolongan dan harus dibantu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah)”.

Pemeriksaan

 Anamnesis
Anamnesis merupakan suatu yang tidak dapat dilihat atau ditemukan oleh dokter
sehingga bukan merupakan pemeriksaan yang obyektif, sehingga seharusnya tidak
dimasukkan dalam Visum et Repertum. Anamnesis dibuat terpisah dan dilampirkan pada
Visum et Repertum dengan judul ”Keterangan yang diperoleh dari korban”. Pada
umumnya anamnesis yang diberikan oleh orang sakit dapat dipercaya, sebaliknya
anamnesis yang diperoleh dari korban tidak selalu benar. Terdorong oleh berbagai
maksud atau perasaan, misalnya maksud untuk memeras, rasa dendam, menyesal, atau

14
karena takut pada ayah / ibu, korban mungkin mengemukakan hal – hal yang tidak
benar.3
Dalam mengambil anamnesis, dokter meminta pada korban untuk menceritakan segala
sesuatu tentang kejadian yang dialaminya dan sebaiknya bersifat terarah. Anamnesis
terdiri dari bagian yang bersifat umum dan khusus.
Anamnesis umum meliputi pengumpulan data tentang umur, tanggal, dan tempat lahir,
status perkawinan, siklus haid untuk anak yang tidak diketahui umurnya, penyakit
kelamin, penyakit kandungan dan penyakit lainnya seperti epilepsi, katalepsi, syncope.
Keterangan pernah atau belum pernah bersetubuh, saat persetubuhan terakhir, adanya
penggunaan kondom.
Hal khusus yang perlu diketahui adalah tanggal dan jam kejadian. Bila antara kejadian
dan pelaporan kepada yang berwajib berselang beberapa hari/minggu, dapat diperkirakan
bahwa peristiwa itu bukan perkosaan tetapi persetubuhan yang pada dasarnya tidak
disetujui oleh wanita yang bersangkutan karena berbagai alasan, misalnya merasa tertipu,
cemas terjadi kehamilan atau karena ketakutan diketahui orangtuanya bahwa dia sudah
pernah bersetubuh maka mengaku disetubuhi secara paksa. Jika korban benar telah
diperkosa biasanya akan segera melapor. Pada pelaporan yang terlambat, ada
kemungkinan pula karena korban diancam untuk tidak melapor ke polisi.
Hal selanjutnya yang ditanyakan adalah tempat kejadian. Adanya rumput, tanah dan
lainnya yang melekat pada pakaian dan tubuh korban dapat dijadikan petunjuk dalam
pencarian trace evidence yang berasal dari tempat kejadian. Perlu diketahui pula apakah
korban melawan. Jika korban melawan maka pada pakaian mungkin ditemukan robekan,
pada tubuh korban akan ditemukan tanda-tanda bekas kekerasan dan pada alat kelamin
mungkin terdapat bekas perlawanan. Kerokan kuku mungkin menunjukkan adanya sel-sel
epitel kulit dan darah yang berasal dari pemerkosa/penyerang. Temukan adanya
kemungkinan korban menjadi pingsan karena ketakutan atau dibuat pingsan dengan
pemberian obat tidur/bius. Dalam hal ini diperlukan sampel pengambilan urin dan darah
untuk pemeriksaan toksikologik. Tanyakan apakah setelah kejadian korban mencuci,
mandi, dan mengganti pakaian.
 Pemeriksaan Pakaian

15
Pakaian diteliti helai demi helai, apakah terdapat, robekan lama atau baru sepanjang
jahitan atau melintang pada pakaian, kancing terputus akibat tarikan, bercak darah, air
mani, Lumpur dsb. yang berasal dari tempat kejadian. Catat apakah pakaian dalam
keadaan rapi atau tidak, benda-benda yang melekat dan pakaian yang mengandung trace
evidence dikirim ke laboratorium kriminologi untuk pemeriksaan lebih lanjut.3
 Pemeriksaan Tubuh Korban
Pemeriksaan tubuh meliputi pemeriksaan umum; lukiskan penampilannya (rambut dan
wajah), rapi atau kusut, keadaan emosional, tenang atau sedih dsb. Adakah tanda-tanda
bekas kehilangan kesadaran atau diberikan obat tidur/bius. Dicatat pula pupil, refleks
cahaya, pupil pinpoint, tinggi dan berat badan, tekanan darah, keadaan jantung, paru dan
abdomen.
 Pemeriksaan Genital
Pada vulva, teliti adanya tanda-tanda bekas kekerasan, seperti hiperemi, edema, memar,
dan luka lecet (goresan kuku). Introitus vagina apakah hiperemi/edema. Dengan kapas
lidi mengambil bahan untuk pemeriksaan sperma dari vestibulum.
Periksa jenis selaput dara, adakah rupture atau tidak. Bila ada tentukan rupture baru atau
lama dan catat lokasi rupture tersebut, teliti apakah sampai ke insertion atau tidak.
Tentukan besar orifisium, sebesar ujung jari kelingking, jari telunjuk atau 2 jari. Sebagai
gantinya juga boleh ditentukan ukuran lingkaran orifisium, dengan cara ujung kelingking
atau telunjuk dimasukkan dengan hati-hati ke dalam orifisium sampai terasa tepi selaput
dara menjepit ujung jari, beri tanda pada sarung tangan dan lingkaran pada titik itu
diukur. Ukuran pada serang perawan kira-kira 2.5 cm. Lingkaran yang memungkinkan
persetubuhan dapat terjadi menurut Voight adalah minimal 9 cm.
Harus diingat bahwa pada persetubuhan tidak selalu disertai dengan deflorasi. Pada
ruptur lama, robekan menjalar sampai ke insertio disertai adanya parut pada jaringan di
bawahnya. Ruptur yang tidak sampai ke insertio, bila sudah sembuh tidak dapat dikenal
lagi.
Periksa pula apakah frenulum labiorum pudendi dan commisura labiorum posterior utuh
atau tidak. Periksa vagina dan serviks dengan speculum bila keadaan alat genital
mengijinkan. Adakah tanda penyakit kelamin.

16
Pada daerah genitalia juga diperiksa ada/ tidaknya rambut kemaluan yang saling melekat
menjadi satu karena air mani yang mengering, gunting untuk pemeriksaan laboratorium.
Selain itu juga dapat dilakukan penyisiran rambut kemaluan dan kemudian
mengumpulkan rambut kemaluan yang terlepas, untuk diperiksa lebih lanjut di
laboratorium,apakah benar milik korban atau kemungkinan milik pelaku.3
 Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Swab Vagina, Oral, dan Anal (Anus)
Cairan mani merupakan cairan agak putih kekuningan, keruh dan berbau khas. Cairan
mani pada saat ejakulasi kental kemudian akibat enzim proteolitik menjadi cair dalam
waktu yang singkat (10 – 20 menit). Dalam keadaan normal, volume cairan mani 3 – 5 ml
pada 1 kali ejakulasi dengan pH 7,2 – 7,6.
Cairan mani mengandung spermatozoa, sel-sel epitel dan sel-sel lain yang tersuspensi
dalam cairan yang disebut plasma seminal yang mengandung spermion dan beberapa
enzim sepertri fosfatase asam. Spermatozoa mempunyai bentuk yang khas untuk spesies
tertentu dengan jumlah yang bervariasi, biasanya antara 60 sampai 120 juta per ml.
Sperma itu sendiri didalam liang vagina masih dapat bergerak dalam waktu 4 – 5 jam
post-coitus; sperma masih dapat ditemukan tidak bergerak sampai sekitar 24-36 jam post
coital dan bila wanitanya mati masih akan dapat ditemukan 7-8 hari.4
 Identifikasi Spermatozoa
1. Vaginal dan cervic swab
Merupakan cara yang terbaik untuk mendapatkan bukti telah terjadinya persetubuhan
yang masih baru.Akan tetapi, terkadang pada beberapa kasus sperma bisa tidak
diketemukan, misalnya pada orang yang sudah vasektomi atau cairan maninya sendiri
tidak mengandung sperma.
2. Oral / anal swab
Swab pada bagian rectum rectum/bukal/palatum dengan lidi yang dililiti kapas lalu
diolesi ke kaca objek untuk diperiksa apakah sperma +/-
Teknik Pengambilan bahan untuk pemeriksaan laboratorium untuk pemeriksaan cairan
mani dan sel mani dalam lendir vagina, yaitu dengan mengambil lendir vagina
menggunakan pipet pasteur atau diambil dengan ose batang gelas, atau swab. Bahan

17
diambil dari forniks posterior, bila mungkin dengan spekulum. Pada anak-anak atau bila
selaput darah masih utuh, pengambilan bahan sebaiknya dibatasi dari vestibulum saja.4
Pemeriksaan yang dapat dilakukan meliputi:
1. Penentuan Spermatozoa (mikroskopis)
Tujuan: Menentukan adanya sperma
Bahan pemeriksaan: cairan vagina, oral atau anal
Metode pemeriksaan:
Tanpa Pewarnaan
Untuk melihat motilitas spermatozoa. Pemeriksaan ini paling bermakna untuk
memperkirakan saat terjadinya persetubuhan
Cara pemeriksaan: Letakkan satu tetes cairan vagina pada kaca objek kemudian
ditutup. Periksa dibawah mikroskop dengan pembesaran 500 kali. Perhatikan
pergerakkan spermatozoa
Hasil: Umumnya disepakati dalam 2 – 3 jam setelah persetubuhan masih dapat
ditemukan spermatozoa yang bergerak dalam vagina. Haid akan memperpanjang
waktu ini sampai 3 – 4 jam. Berdasarkan beberapa penelitian, dapat disimpulkan
bahwa spermatozoa masih dapat ditemukan 3 hari, kadang – kadang sampai 6 hari
pasca persetubuhan. Pada orang mati, spermatozoa masih dapat ditemukan hingga 2
minggu pasca persetubuhan, bahkan mungkin lebih lama lagi.
Dengan Pewarnaan
Cara pemeriksaan :
Buat sediaan apus dan fiksasi dengan melewatkan gelas sediaan apus tersebut pada
nyala api. Pulas dengan HE, biru metilen atau hijau malakit
Cara pewarnaan yang mudah dan baik untuk kepentingan forensik adalah pulasan
dengan hijau malakit dengan prosedur sebagian berikut:
Buat sediaan apus dari cairan vaginal pada gelas objek, keringkan diudara, dan fiksasi
dengan melewatkan gelas sediaan apus tersebut pada nyala api, warnai dengan
Malachite-green 1% dalam air, tunggu 10-15 menit, cuci dengan air, warnai dengan
larutan Eosin Yellowish 1 % dalam air, tunggu selama 1 menit, cuci lagi dengan air,
keringkan dan periksa dibawah mikroskop.

18
Hasil: Keuntungan dengan pulasan ini adalah inti sel epitel dan leukosit tidak
terdiferensiasi, sel epitel berwarna merah muda merata dan leukosit tidak terwarnai.
Kepala spermatozoa tampak merah dan lehernya merah muda, ekornya berwarna
hijau. Bila persetubuhan tidak ditemukan, belum tentu dalam vagina tidak ada
ejakulat karena kemungkinan azoosperma atau pascavasektomi. Bila hal ini terjadi,
maka perlu dilakukan penentuan cairan mani dalam cairan vagina.
2. Penentuan Cairan Mani (kimiawi)
Untuk membuktikan terjadinya ejakulasi pada persetubuhan dari ditemukan cairan
mani dalam sekret vagina, perlu dideteksi adanya zat-zat yang banyak terdapat dalam
cairan mani, yaitu dengan pemeriksaan laboratorium:
a. Reaksi Fosfatase Asam
Merupakan tes penyaring adanya cairan mani, menentukan apakah bercak tersebut
adalah bercak mani atau bukan, sehingga harus selalu dilakukan pada setiap sampel
yang diduga cairan mani sebelum dilakukan pemeriksaan lain. Reaksi fosfatase asam
dilakukan bila pada pemeriksaan tidak ditemukan sel spermatozoa. Tes ini tidak
spesifik, hasil positif semu dapat terjadi pada feses, air teh, kontrasepsi, sari buah dan
tumbuh-tumbuhan.
Dasar reaksi (prinsip):
Adanya enzim fosfatase asam dalam kadar tinggi yang dihasilkan oleh kelenjar
prostat. Enzim fosfatase asam menghidrolisis natrium alfa naftil fosfat. Alfa naftol
yang telah dibebaskan akan bereaksi dengan brentamin menghasilkan zat warna azo
yang berwarna biru ungu. Bahan pemeriksaan yang digunakan adalah cairan vaginal.
Reagen :
Larutan A
Brentamin Fast Blue B 1 g (1)
Natrium asetat trihidrat 20 g (2)
Asam asetat glasial 10 ml (3)
Askuades 100 ml (4)
(2) dan (3) dilarutkan dalam (4) untuk menghasilkan larutan penyangga dengan pH 5,
kemudian (1) dilarutkan dalam larutan peyangga tersebut.
Larutan B

19
Natrium alfa naftil fosfat 800 mg + aquades 10 ml.
89 ml Larutan A ditambah 1 ml larutan B, lalu saring cepat ke dalam botol yang
berwarna gelap. Jika disimpan dilemari es, reagen ini dapat bertahan berminggu-
minggu dan adanya endapan tidak akan mengganggu reaksi.
Cara pemeriksaan:
Bahan yang dicurigai ditempelkan pada kertas saring yang terlebih dahulu dibasahi
dengan aquades selama beberapa menit. Kemudian kertas saring diangkat dan
disemprotkan / diteteskan dengan reagen. Ditentukan waktu reaksi dari saat
penyemprotan sampai timbul warna ungu, karena intensitas warna maksimal tercapai
secara berangsur-angsur.
Hasil:
Bercak yang tidak mengandung enzim fosfatase memberikan warna serentak dengan
intensitas tetap, sedangkan bercak yang mengandung enzim tersebut memberikan
intensitas warna secara berangsur-angsur.
Waktu reaksi 30 detik merupakan indikasi kuat adanya cairan mani. Bila 30 – 65
detik, masih perlu dikuatkan dengan pemeriksaan elektroforesis. Waktu reaksi > 65
detik, belum dapat menyatakan sepenuhnya tidak terdapat cairan mani karena pernah
ditemukan waktu reaksi > 65 detik tetapi spermatozoa positif.
Enzim fosfatase asam yang terdapat di dalam vagina memberikan waktu reaksi rata-
rata 90 – 100 detik. Kehamilan, adanya bakteri-bakteri dan jamur, dapat mempercepat
waktu reaksi.
b. Reaksi Florence
Reaksi ini dilakukan bila terdapat azoospermia/tidak ditemukan spermatozoa atau
cara lain untuk menentukan semen tidak dapat dilakukan.
Dasar: Menentukan adanya kolin.
Reagen (larutan lugol) dapat dibuat dari:
Kalium yodida 1,5 g
Yodium 2,5 g
Akuades 30 ml
Cara pemeriksaan:
Cairan vaginal ditetesi larutan reagen, kemudian lihat dibawah mikroskop.

20
Hasil:
Bila terdapat mani, tampak kristal kolin periodida coklat berbentuk jarum dengan
ujung sering terbelah.
Test ini tidak khas untuk cairan mani karena bahan yang berasal dari tumbuhan atau
binatang akan memperlihatkan kristal yang serupa tetapi hasil postif pada test ini
dapat menentukan kemungkinan terdapat cairan mani dan hasil negative menentukan
kemungkinan lain selain cairan mani.
c. Reaksi Berberio
Reaksi ini dilakukan dan mempunyai arti bila mikroskopik tidak ditemukan
spermatozoa.
Dasar reaksi: Menentukan adanya spermin dalam semen.
Reagen: Larutan asam pikrat jenuh.
Cara pemeriksaan (sama seperti pada reaksi Florence):
Bercak diekstraksi dengan sedikit akuades. Ekstrak diletakkan pada kaca objek,
biarkan mengering, tutup dengan kaca penutup. Reagen dialirkan dengan pipet
dibawah kaca penutup.
Hasil:
Hasil positif bila, didapatkan kristal spermin pikrat kekuningan berbentuk jarum
dengan ujung tumpul. Kadang-kadang terdapat garis refraksi yang terletak
longitudinal. Kristal mungkin pula berbentuk ovoid.
3. Penentuan Golongan Darah ABO Pada Cairan Mani
Pada individu yang termasuk golongan sekretor (85% dari populasi), substansi
golongan darah dapat dideteksi dalam cairan tubuhnya seperti air liur, sekret vagina,
cairan mani, dan lain-lain. Substansi golongan darah dalam cairan mani jauh lebih
banyak dari pada air liur (2-100 kali). Hanya golongan sekretor saja yang golongan
darahnya dapat ditentukan dalam semen yaitu dilakukan dengan cara absorpsi
inhibisi.

21
Table. Gambaran substansi golongan darah dalam bahan pemeriksaan yang berasal
dari forniks posterior vagina.
Hasil: Adanya substansi ‘asing’ menunjukkan di dalam vagina wanita tersebut
terdapat cairan mani.
 Pemeriksaan Kerokan Kuku
Sample pemeriksaan diambil dari jaringan epidermis dan darah (bila ada) dari bawah
kuku korban. Terkadang bisa ditemukan adanya epitel jaringan kulit di bawah kuku si
korban atau bercak darah untuk mekanisme pertahanan.
 Pemeriksaan Trace Evidence
Pada pakaian yang dipakai ketika terjadi persetubuhan harus diperiksa. Bila fasilitas
untuk pemeriksaan tidak ada, kirim ke laboratorium forensik di kepolian atau bagian ilmu
kedokteran Forensik, dibungkus, segel serta membuat berita acara pembungkusan dan
penyegelan.
 Pemeriksaan Bercak Mani Pada Pakaian
Secara visual
Bercak mani berbatas tegas dan warnanya lebih gelap daripada sekitarnya. Bercak yang
sudah agak tua berwarna kekuningan.
Pada bahan sutera / nilon, batas sering tidak jelas, tetapi selalu lebih gelap daripada
sekitarnya.
Pada tekstil yang tidak menyerap, bercak segar menunjukkan permukaan mengkilat dan
translusen kemudian mengering. Dalam waktu kira-kira 1 bulan akan berwarna kuning
sampai coklat.

22
Pada tekstil yang menyerap, bercak segar tidak berwarna atau bertepi kelabu yang
berangsur-angsur menguning sampai coklat dalam waktu 1 bulan.
Dibawah sinar ultraviolet, bercak semen menunjukkan flouresensi putih. Bercak pada
sutera buatan atau nilon mungkin tidak berflouresensi. Flouresensi terlihat jelas pada
bercak mani pada bahan yang terbuat dari serabut katun. Bahan makanan, urin, sekret
vagina, dan serbuk deterjen yang tersisa pada pakaian sering berflouresensi juga.
Secara taktil (perabaan)
Bercak mani teraba kaku seperti kanji. Pada tekstil yang tidak menyerap, bila tidak teraba
kaku, masih dapat dikenali dari permukaan bercak yang teraba kasar.
Uji pewarnaan Baecchi
Reagen dapat dibuat dari:
Asam fukhsin 1 % 1 ml
Biru metilen 1 % 1 ml
Asam klorida 1 % 40 ml
Cara Pemeriksaan:
Gunting bercak yang dicurigai sebesar 5 mm x 5 mm pada bagian pusat bercak. Bahan
dipulas dengan reagen Baecchi selama 2 – 5 menit, dicuci dalam HCL 1 % dan dilakukan
dehidrasi berturut-turut dalam alkohol 70 %, 80 % dan 95 – 100 % (absolut). Lalu
dijernihkan dalam xylol (2x)dan keringkan di antara kertas saring.
Ambillah 1 – 2 helai benang dengan jarum.Letakkan pada gelas objek dan uraikan sampai
serabut-serabut saling terpisah. Tutup dengan kaca penutup dan balsem Kanada. Periksa
dengan mikroskop pembesaran 400 x.
Hasil: Serabut pakaian tidak berwarna, spermatozoa dengan kepala berwarna merah dan
ekor berwarna merah muda terlihat banyak menempel pada serabut benang.
 Pemeriksaan rambut kelamin
Pemeriksaan rambut maupun rambut kelamin dapat memakai identifikasi pada manusia.
Rambut manusia dapat dibedakan denga serat-serat yang mirip rambut, bahkan masih
dapat dibedakan dari rambut (bulu) hewan. Dari rambut dapat ditentukan golongan darah
sipemilik rambut. Bahkan masih dapat ditentukan jenis kelamin, meskipun secara teknis
agak sulit dikerjakan. Namun demikian, pemeriksaan rambut ini masih dapat
dipergunakan untuk membantu identifikasi seseorang.

23
 Pemeriksaan Golongan Darah Rambut
Cara penentuan golongan darah rambut
- Ambil sehelai rambut, dicuci dengan aquadest dan kemudian dengan aceton.
- Setelah dikeringkan, lalu dipotong-potong kira-kira dalam ukuran 1-2 cm.
- Semua potongan dimasukkan dalam mortir, laludigurus, supaya lapisan luarnya
rusak.
- Gurusan rambut tersebut dimasukkan dalam 3 tabung reaksi.
Tabung pertama ditambah dengan anti serum A
Tabung kedua ditambah dengan anti serum B
Tabung ketiga ditambah dengan anti serum H (O).
Ketiga tabung tersebut didiamkan di dalam es (tempetatur 40c) selama satu
malam.
- Anti serum dibuang, lalu dicuci dengan Nacl dan ditempatkan pada suhu 560c,
selama 10 menit.
- Cairan dipindahkan ke tabung lian dan pada masing-masing tabung dimasukkan
suspensi erithrosit yang sesuai.
- Tunggu lima menit, lalu dipusign dalam sentrifuge dengan kecepatan 1.000
putaran permenit, selama satu menit.
- Lihatlah apakah ada aglunitasi.

Pemeriksaan Pada Pria Tersangka

Pemeriksaan yang dapat dilakukan meliputi:

1. Pakaian
2. Rambut kemaluan
- Diambil sebagai bahan pembanding sekiranya terdapat rambut yang ditemukan di
kemaluan korban.
3. Bercak semen
- Dicatat apakah adanya bercak semen.
- Tidak mempunyai arti dalam pembuktian sehingga tidak perlu ditentukan
4. Darah
- Kemungkinan darah dari deflorasi.

24
- Dilakukan pemeriksaan golongan darah yang ditemukan.
5. Tanda bekas kekerasan
- Akibat perlawanan oleh korban
6. Pemeriksaan sel epitel vagina pada glans penis
- Untuk menentukan apakah pria baru melakukan persetubuhan.
- Dilakukan dengan menekan kaca objek pada glans penis, daerah corona atau
frenulum. Kemudian diletakkan terbalik di atas cawan berisi lugol sehingga uap
yodium mewarnai lapisan kaca objek tersebut.
- Sitoplasma sel epitel vgina akan berwarna coklat tua karena mengandungi glikogen.
Dilakukan pemeriksaan secret urethra untuk menetukan apakah ada atau tidak penyakit kelamin.

Tanda Kekerasan

Yang dimaksud dengan kekerasan pada delik susila adalah kekerasan yang menunjukkan adanya
unsur pemaksaan, seperti jejas bekapan pada hidung, mulut dan bibir, jejas cekik pada leher,
kekerasan pada kepala, luka lecet pada punggung atau bokong akibat penekanan, memar pada
lengan atas dan paha akibat pembukaan secara paksa, luka lecet pada pergelangan tangan akibat
pencekalan dsb.

Adanya luka-luka ini harus dibedakan dengan luka-luka akibat "foreplay" pada persetubuhan
yang "biasa" seperti luka isap (cupang) pada leher, daerah payudara atau sekitar kemaluan,
cakaran pada punggung (yang sering -terjadi saat orgasme) dsb.

Luka-luka yang terakhir ini memang merupakan kekerasan tetapi bukan kekerasan yang
dimaksud pada delik perkosaan. Adanya luka-luka jenis ini harus dinyatakan secara jelas dalam
kesimpulan visum et repertum untuk menghindari kesalahan interpretasi oleh aparat penegak
hukum.

Tanpa adanya kejelasan ini suatu kasus persetubuhan biasa bisa disalahtafsirkan sebagai
perkosaan yang berakibat hukumannya menjadi lebih berat.

Pemeriksaan toksikologi untuk beberapa jenis obat-obatan yang umum digunakan untuk
membuat orang mabuk atau pingsan perlu pula dilakukan, karena tindakan membuat orang
mabuk atau pingsan secara sengaja dikategorikan juga sebagai kekerasan. Obat-obatan yang

25
perlu diperiksa adalah obat penenang, alkohol, obat tidur, obat perangsang (termasuk ecstasy)
dsb.

Tanda Persetubuhan

Tanda persetubuhan secara garis besar dapat dibagi dalam tanda penetrasi dan tanda ejakulasi.

Tanda penetrasi biasanya hanya jelas ditemukan pada korban yang masih kecil atau belum
pernah melahirkan atau nullipara. Pada korban-korban ini penetrasi dapat menyebabkan
terjadinya robekan selaput dara sampai ke dasar pada lokasi pukul 5 sampai 7, luka lecet, memar
sampai luka robek baik di daerah liang vagina, bibir kemaluan maupun daerah perineum. Adanya
penyakit keputihan akibat jamur Candida misalnya dapat menunjukkan adanya erosi yang dapat
disalah artikan sebagai luka lecet oleh pemeriksa yang kurang berpengalaman. Tidak
ditemukannya luka-luka tersebut pada korban yang bukan nulipara tidak menyingkirkan
kemungkinan adanya penetrasi.

Tanda ejakulasi bukanlah tanda yang harus ditemukan pada persetubuhan, meskipun adanya
ejakulasi memudahkan kita secara pasti menyatakan bahwa telah terjadi persetubuhan. Ejakulasi
dibuktikan dengan pemeriksaan ada tidaknya sperma dan komponen cairan mani.

Usapan lidi kapas diambil dari daerah labia minora, liang vagina dan kulit yang menunjukkan
adanya kerak. Adanya rambut kemaluan yang menggumpal harus diambil dengan cara digunting,
karena umumnya merupakan akibat ejakulasi di daerah luar vagina.

Untuk mendeteksi ada tidaknya sel mani dari bahan swab dapat dilakukan pemeriksaan
mikroskopik secara langsung terhadap ekstrak atau dengan Pembuatan preparat tipis yang
diwarnai dengan pewarnaan malachite green atau christmas tree.

Adanya cairan mani dicari dengan pemeriksaan terhadap beberapa komponen sekret kelenjar
kelamin pria (khususnya kelenjar prostat) yaitu spermin (dengan uji Florence), cholin (dengan uji
Berberio) dan zink (dengan uji PAN). Suatu temuan berupa sel sperma negatif tapi komponen
cairan mani positip menunjukkan kemungkinan ejakulasi oleh pria yang tak memiliki sel sperma
(azoospermi) atau telah menjalani sterilisasi atau vasektomi.5

Aspek Psikososial

26
Perubahan Psikologis pada Korban Penganiayaan Seksual:6

1. Fase pertama atau akut (beberapa hari setelah kejadian):


Anak sering menangis atau diam sama sekali.
Anak merasa tegang, takut, khawatir, malu, terhina, dendam dan sebagainya.
2. Fase kedua atau adaptasi:
Rasa takut atau marah dapat dikendalikan dengan represi atau rasionalisasi.
3. Fase ketiga atau fase reoganisasi
Depresi yang dapat berlangsung lama
Sering sulit tidur, mimpi buruk dan sulit melupakan kejadian yang telah menimpanya
Takut melihat orang banyak atau orang yang berada dibelakangnya
Takut terhadap hubungan seksual

Dampak Penganiayaan Seksual terhadap Anak:6

Gangguan/masalah kejiwaan yang dapat timbul

 Pelbagai gejala kecemasan seperti misalnya fobia, insomnia dan sebagainya dan dapat
juga berupa Gangguan Stres Pasca Trauma.
 Gejala diosiatif dan histerik.
 Rasa rendah diri dan kecenderungan untuk bunuh diri yang menunjukkan terdapatnya
depresi.
 Keluhan somatik seperti enuresis, enkoporesis serta keluhan somatik lainnya.
 Gangguan perilaku seksual : masturbasi, sexual hyeraousal.

Peranan LSM

Lembaga Swadaya Masyarakat (disingkat LSM) adalah sebuah organisasi yang didirikan oleh
perorangan ataupun sekelompok orang yang secara sukarela yang memberikan pelayanan kepada
masyarakat umum tanpa bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari kegiatannya. Organisasi
ini dalam terjemahan harfiahnya dari Bahasa Inggris dikenal juga sebagai Organisasi non
pemerintah (disingkat ornop atau ONP). Organisasi tersebut bukan menjadi bagian dari
pemerintah, birokrasi ataupun negara.Maka secara garis besar organisasi non pemerintah dapat di
lihat dengan ciri sbb:

27
 Organisasi ini bukan bagian dari pemerintah, birokrasi ataupun negara
 Dalam melakukan kegiatan tidak bertujuan untuk memperoleh keuntungan (nirlaba)
 Kegiatan dilakukan untuk kepentingan masyarakat umum, tidak hanya untuk kepentingan
para anggota seperti yang di lakukan koperasi ataupun organisasi profesi

Berdasarkan Undang-undang No.16 tahun 2001 tentang Yayasan, maka secara umum organisasi
non pemerintah di indonesia berbentuk yayasan.

PERAN LSM DALAM PENANGAN MASALAH KEJAHATAN SEKSUAL

KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia)

Peran (Pasal 76) :Melakukan sosialisasi Perundangan, mengumpulkan data dan informasi,
menerima pengaduan masyarakat, melakukan penelaahan, pemantauan, evaluasi dan pengawasan
terhadap penyelenggaraan perlindungan anak.Memberikan laporan, saran, masukan dan
pertimbangan kepada presiden dalam rangka perlindungan anak.

KOMNAS ( Komisi Nasional Perlindungan Anak)

Prinsip organisasi :Memiliki prinsip sebagai organisasi yang independen dan memegang teguh
prinsip pertanggungjawaban publik serta mengedepankan peluang dan kesempatan pada anak
dan partisipasi anak serta menghargai dan memihak pada prinsip dasar anak. Menjamin hak anak
untuk menyatakan pendapatnya secara bebas dalam semua hal yang menyangkut dirinya dan
pandangan anak selalu dipertimbangkan sesuai kematangan anak. Secara khusus akan
mengupayakan dan membela hak untuk berpartisipasi dan didengar pendapatnya dalam setiap
kegiatan, proses peradilan dan administrasi yang mempengaruhi hidup anak.

Komisi Nasional Perlindungan Anak memiliki peran:

1. Pemantauan dan Pengembangan Perlindungan Anak


2. Advokasi dan Pendampingan pelaksanaan Hak-Hak Anak
3. Kajian strategis terhadap berbagai kebijakan yang menyangkut Kepentingan Terbaik
Anak
4. Kordinasi antar Lembaga, baik tingkat Regional, Nasional maupun Internasional

Komisi Nasional Perlindungan Anak memiliki fungsi:

28
1. Melakukan pengumpulan data, informasi dan investigasi terhadap pelanggaran hak-hak
anak di Indonesia.
2. Melakukan kajian hukum dan Kebijakan Regional dan Nasional yang tidak memihak
pada kepentingan terbaik anak.
3. Memberikan penilaian dan pendapat kepada pemerintah dalam rangka mengintegrasikan
hak-hak anak dalam setiap kebijakan.
4. Memberikan pendapat dan laporan independen tentang hukum dan kebijakan berkaitan
dengan anak.
5. Menyebarluaskan, publikasi dan sosialisasi informasi tentang hak-hak anak dan situasi
anak di Indonesia.
6. Menyampaikan pendapat dan usulan tentang pemantauan, (pemajuan atau kemajuan), dan
perlindungan hak-hak anak kepada parlemen, pemerintah dan lembaga terkait.
7. Mempunyai mandat untuk membuat laporan alternative kemajuan perlindungan anak di
tingkat nasional.
8. Melakukan perlindungan khusus.

Intepretasi Hasil dan Kesimpulan

PEMBUKTIAN ADANYA PERSETUBUHAN

Persetubuhan adalah suatu peristiwa dimana terjadi penetrasi penis ke dalam vagina, penetrasi
tersebut dapat lengkap atau tidak lengkap dan dengan atau tanpa disertai ejakulasi. Dengan
demikian hasil dari upaya pembuktian persetubuhan dipengaruhi berbagai faktor, diantaranya:

a. besarnya penis dan derajat penetrasinya


b. bentuk dan elastisitas hymen
c. ada tidaknya ejakulasi dan keadaan ejakulat itu sndiri
d. posisi persetubuhan
e. keaslian barang bukti serta waktu pemeriksaan

Dengan demikian, tidak terdapatnya robekan pada hymen, tidak dapat dipastikan bahwa pada
wanita tidak terjadi penetrasi; sebaliknya adanya robekan pada hymen hanya merupakan adanya
suatu benda (penis atau benda lain), yang masuk ke dalam vagina Apabila pada persetubuhan
tersebut disertai dengan ejakulasi dan ejakulat tersebut mengandung sperma, maka adanya

29
sperma di dalam liang vagina merupakan tanda pasti adanya persetubuhan. Apabila ejakulat
tidak mengandung sperma maka pembuktian adanya persetubuhan dapat diketahui dengan
melakukan pemeriksaan terhadap ejakulat tersebut. Komponen yang terdapat di dalam ejakulat
dan dapat diperiksa adalah enzim asam fosfatase, kholin, dan spermin.

Apabila pada kejahatan seksual yang disertai dengan persetubuhan itu tidak sampai berakhir
dengan ejakulasi, dengan sendirinya pembuktian adanya persetubuhan secara kedokteran
forensik tidak mungkin dapat dilakukan secara pasti. Maksimal dokter dapat mengatakan bahwa
pada diri wanita yang diperiksanya tidak ditemukan tanda-tanda persetubuhan, yang mencakup
dua kemungkinan:

1. Memang tidak ada persetubuhan


2. Persetubuhan ada tetapi tanda-tandanya tidak dapat ditemukan.

Apabila persetubuhan telah dapat dibuktikan secara pasti, maka perkiraan saat terjadinya
persetubuhan, harus ditentukan; hal ini menyangkut masalah alibi yang sangat penting di dalam
proses penyidikan. Sperma di dalam vagina masih dapat bergerak dalam waktu 4-5 jam post-
coital, sperma masih dapat ditemukan tidak bergerak sampai 24-36 jam post-coital, dan bila
wanitanya masih akan dapat ditemukan sampai 7-8 hari. Perkiraan saat terjadinya persetubuhan
juga dapat ditentukan dari proses penyembuhan dari selaput dara yang robek. Pada umumnya
penyembuhan tersebut akan tercapai dalam waktu 7-10 hari post-coital.

Hal lain yang dapat diperiksa untuk menentukan terjadinya persetubuhan adalah pemeriksaan
adanya kehamilan dan adanya penyakit kelamin. Terjadinya kehamilan jelas merupakan tanda
adanya persetubuhan, akan tetapi oleh karena waktu yang dibutuhkan untuk itu cukup lama,
dengan demikian nilai bukti ini menjadi kurang.

Terjangkitnya penyakit kelamin pada wanita hanya merupakan petunjuk bahwa wanita itu telah
mengalami persetubuhan dengan laki-laki yang menderita penyakit kelamin sejenis. Penyakit
kelamin yang masa inkubasinya singkat lebih bermakna di dalam upaya pembuktian bila
dibandingkan dengan penyakit kelamin yang masa inkubasinya lama.

Tanda-tanda persetubuhan dengan berlangsungnya waktu akan menghilang dengan sendirinya,


luka-luka akan sembuh dan mayat akan menjadi hancur. Dengan demikian pemeriksaan sedini

30
mungkin merupakan keharusan, bila dari pemeriksaan diharapkan hasil yang maksimal. Pakaian
korban yang telah diganti, tubuh wanita yang telah dibersihkan akan menyulitkan pemeriksaan
oleh karena keadaannya sudah tidak asli.8

PEMBUKTIAN ADANYA KEKERASAN

Seorang dokter dapat menentukan apakah tanda-tanda kekerasan. Tetapi ia tidak dapat
menentukan apakah terdapat unsur paksaan pada tindakan ini.

Ditemukannya tanda kekerasan pada tubuh korban tidak selalu merupakan akibat paksaan,
mungkin juga disebabkan oleh hal-hal lain yang tidak ada hubungannya dengan paksaan.
Demikian pula jika dokter tidak menemukan tanda kekerasan, maka hal itu belum merupakan
bukti bahwa paksaan tidak terjadi. Oleh karena hal ini pada bagian kesimpulan suatu visum et
repertum hanya dituliskan ada tidaknya tanda-tanda kekerasan serta jenis kekerasan yang
menyebabkan.

Pada pemeriksaan perlu diperhatikan apakah korban menunjukkan tanda-tanda bekas kehilangan
kesadaran, atau tanda-tanda telah berada di bawah pengaruh alkohol, hipnotik, narkotik. Apabila
ada petunjuk bahwa alkonol, hipnotik, atau narkotik telah dipergunakan, maka dokter perlu
mengambil urin dan darah untuk pemeriksaan toksikologi.

PERKIRAAN UMUR

Dokter perlu menyimpulkan apakah wajah dan bentuk badan korban sesuai dengan umur yang
dikatakannya. Keadaan perkembangan payudara dan pertumbuhan rambut kemaluan perlu
dikemukakan. Ditentukan apakah gigi geraham belakang ke-2 sudah tumbuh atau belum;yang
terjadi pada usia kira-kira 12 tahun, sedangkan gigi geraham ke- 3 akan muncul pada usia 17-21
tahun atau lebih. Untuk wanita yang telah tumbuh gigi geraham 2-nya, perlu dilakukan foto
ronsen gigi. Jika setengah sampai seluruh mahkota geraham 3 sudah mengalami mineralisasi
(terbentuk), tapi akarnya belum maka usianya kurang dari 15 tahun. Kriteria sudah tidaknya
wanita mengalami haid pertama atau menarche tak dapat dipakai untuk menentukan umur karena
usia menarch saat ini tidak lagi pada usia 15 tahun tetapi seringkali jauh lebih muda.

Visum et Repertum

31
Visum et Repertum adalah keterangan yang dibuat dokter atas permintaan penyidik yang
berwenang mengenai hasil pemeriksaan medis terhadap manusia atau bagian dari tubuh manusia,
baik hidup maupun mati, atas permintaan tertulis (resmi) dan penyidik yang berwenang (atau
hakim untuk visum et repertum psikiatrik) yang dibuat atas sumpah atau dikuatkan dengan
sumpah, untuk kepentingan peradilan. Ada beberapa jenis Visum et Repertum, yaitu:

 Visum et Repertum Perlukaan atau Keracunan


 Visum et Repertum Kejahatan Susila
 Visum et Repertum Psikiatrik
 Visum et Repertum Jenazah

Visum et repertum adalah salah satu alat bukti yang sah sebagaimana tertulis dalam pasal 184
KUHP. Visum et Repertum turut berperan dalam proses pembuktian suatu perkara pidana
terhadap kesehatan dan jiwa manusia, dimana ia menguraikan segala sesuatu tentang hasil
pemeriksaan medik yang tertuang di dalam bagian pemberitaan, yang karenanya dapat dianggap
sebagai pengganti barang bukti. Visum et repertum juga memuat keterangan atau pendapat
dokter mengenai hasil pemeriksaan medik tersebut yang tertuang di dalam bagian kesimpulan.
Dengan demikian visum et repertum secara utuh telah menjembatani ilmu kedokteran dengan
ilmu hukum sehingga dengan membaca visum et repertum, dapat diketahui dengan jelas apa
yang telah terjadi pada seseorang, dan para praktisi hukum dapat menerapkan norma-norma
hukum pada perkara pidana yang menyangkut tubuh dan jiwa manusia.7

Ketentuan umum pembuatan visum et repertum adalah:

 Diketik di atas kertas berkepala surat instansi pemeriksa.


 Bernomor, bertanggal dan bagian kiri atasnya dicantumkan kata “Pro Justitia”.
 Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, tanpa singkatan dan tidak
menggunakan istilah asing.
 Ditandatangani dan diberi nama jelas pembuatannya serta dibubuhi stempel instansi
tersebut.

CONTOH VISUM ET REPERTUM

32
DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK&MEDIKOLEGAL

RUMAH SAKIT Dr. CIPTO MANGUNKUSUMO

Jl. Salemba Raya No.6, Jakarta 10430, telp:021-3106976

Jakarta, 3 Januari 2018

VISUM ET REPERTUM

No. : 11/FKU/I/2011.

Yang bertanda tangan dibawah ini: Winda, Dokter pada Rumah Sakit Umum Pusat
Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo, atas permintaan dari RESORT JAKARTA BARAT dengan
Nomor 11/VeR/1/2011/Res tertanggal: 3 Januari tahun 2018,dengan ini menerangkan bahwa:
pada tanggal 3 Januari tahun 2018 pukul 14.00 WIB, bertempat di RSUP Nasional Dr.Cipto
Mangunkusumo, telah melakukan pemeriksaan terhadap korban dengan nomor registrasi
09907668 yang menurut surat tersebut adalah.-------------------------------------------------------------

Nama : Risa Sarikurnia--------------------------------------------------------------------------

Umur : 11 Tahun--------------------------------------------------------------------------------------

Jenis kelamin : Perempuan------------------------------------------------------------------------------------

Warga Negara : Indonesia-------------------------------------------------------------------------------------

Pekerjaan : Pelajar-----------------------------------------------------------------------------------------

Agama : Katholik.--------------------------------------------------------------------------------------

Alamat : Taman Apel No.23, Jakarta Barat-------------------------------------

HASIL PEMERIKSAAN

1. Korban datang dalam keadaan sadar, dengan keadaan umum tampak sakit ringan.--------

Korban mengaku: dua hari sebelum pemeriksaan sekitar pukul 10.00 WIB, mengeluh sakit
bila ingin kencing --------------------------

33
Saat ini korban merasa pusing dan didaerah kemaluannya terasa nyeri.---------

2. Pada korban ditemukan : -------------------------------------------------------------------------------

a. Pada dahi kanan terdapat lima sentimeter dari garis pertengahan depan, tiga sentimeter
diatas sudut mata, terdapat mamar warna ungu kebiruan dengan ukuran lima sentimeter
kali tiga sentimeter.----------------------------------------------------------------------------------
b. Pada pipi kanan terdapat lima sentimeter dari sudut hidung kanan, memar warna ungu
kebiruan dengan ukuran lima sentimeter kali 2 sentimeter-------------------------------------
c. Pada kemaluan terjadinya robekan selaput dara sampai ke dasar pada lokasi pukul lima
sampai tujuh.------------------------------------------------------------------------------------------
d. Pada daerah liang vagina terdapat luka lecet dua sentimeter kali dua sentimeter, pada
bibir kemaluan terdapat memar berwarna biru kehitaman dengan ukuran dua sentimeter
kali tiga sentimeter.----------------------------------------------------------------------------------

3. Terhadap korban dilakukan: membersihkan dan mengobati luka, memberikan propilaksis


tetanus dan vaksinasi. Pemberian obat pencegah Infeksi Menular Seksual, pemberian obat
pencegah kehamilan.------------------------------------------------------------------------------------

4. Korban dirujuk pada pelayanan tingkat yang lebih tinggi.-----------------------------------------

KESIMPULAN

Pada pemeriksaan korban perempuan berusia sebelas tahun ini, ditemukan memar pada
dahi kanan dan pada daerah pipi kanan memar. Pada kemaluan terjadinya robekan selaput dara.
Pada daerah liang vagina terdapat luka lecet. Pada bibir kemaluan terdapat memar akibat
kekerasan tumpul yang dapat menimbulkan penyakit/halangan dalam melaksanakan pekerjaan
atau jabatan atau pencarian sementara-----------------------------------------------------------------------

Demikianlah visum et repertum ini dibuat dengan sebenarnya dengan menggunakan


keilmuan sebaik-baiknya, mengingat sumpah sesuai dengan Kitab Undang-undang Hukum Acara
Pidana.------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Mengetahui,

Dokter pemeriksa

34
Daftar Pustaka

1. Staff Pengajar bagian Kedokteran Forensik FKUI. Peraturan perundangan di bidang


kesehatan. Peraturan perundang-undangan bidang kedokteran. Edisi pertama, Cetakan
kedua, Jakarta: FKUI, 1994.p.32 – 6.
2. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Unicef, Indonesia.
3. Budiyanto, A., Widiatmaka, W., Sudiono, S., Winardi, T., Idries, AM., Sidhi, dkk.
Pemeriksaan medik pada kasus kejahatan seksual. Ilmu kedokteran forensik. Edisi I.
Jakarta: FKUI, 1997.p.184 – 96.
4. Budiyanto, A., Widiatmaka, W., Sudiono, S., Winardi, T., Idries, AM., Sidhi, dkk.
Pemeriksaan laboratorium forensic sederhana. Ilmu kedokteran forensik. Edisi I. Jakarta:
FKUI, 1997.p.184 – 96.
5. Anonym. Issues in Human and Animal Bite Mark Analysis. 2009. Diunduh dari:
http://www.forensic.to/webhome/bitemarks/. 4 Januari 2018.
6. Dampak Psikososial Korban Perkosaan. Diunduh dari
www.depkes.go.id/downloads/Psikososial.PDF. 4 Januari 2018.
7. Mansjoer, Arief [et al.]. Ilmu Kedokteran Forensik - Visum et Repertum. Kapita Selekta
Kedokteran. Ed 3, Vol 2, cetakan ke-8. Media Aesculapius FKUI. 2009:171-81.
8. Medikolegal. Diunduh dari http://www.scribd.com/doc/17330455/MEDIKOLEGAL, 04
Januari 2018.

35

Anda mungkin juga menyukai