Anda di halaman 1dari 7

Nama : Cesilia Minda Karawanep

Nim : 14111101115
Kelas : AKK 5
Mata Kulian : Ekonomin Kesehatan

5 Artikel Pelanggaran kesehatan

1.Harga rokok mahal turunkan angka kemiskinan


Minggu, 21 Agustus 2016 17:33 WIB | 14.890 Views
Pewarta: Aubrey Kandelila Fanani

(ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho)


karena 70 persen konsumsi rokok justru menjerat rumah tangga miskin
Jakarta (ANTARA News) - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) memuji rencana
menaikkan harga rokok Rp50 ribu karena langkah ini disebutnya sebagai langkah bermanfaat
yang salah satunya menurunkan angka kemiskinan.

"Harga rokok yang mahal dapat menurunkan tingkat konsumsi rokok di rumah tangga miskin.
Ini hal yang sangat logis karena 70 persen konsumsi rokok justru menjerat rumah tangga
miskin," kata Ketua Pengurus Harian YLKI dan Pengurus Komnas Pengendalian Tembakau
Tulus Abdi melalui pesan singkat kepada Antara, Minggu.

Data BPS setiap tahun menunjukkan, pemicu kemiskinan pada rumah tangga miskin adalah
beras dan rokok. Oleh karena itu, Tulus menilai dengan harga rokok mahal, keterjangkauan
warga miskin kepada rokok akan turun.

"PHK buruh rokok karena pabrik melakukan mekanisasi, mengganti buruh dengan mesin," kata
Tulus.
Editor: Jafar M Sidik
COPYRIGHT © ANTARA 2016

2. Bayi Tewas Akibat Malpraktek, Orang Tua Lapor Polisi


JUM'AT, 13 NOVEMBER 2015 | 04:49 WIB

Ilustrasi kesehatan/Berobat/Dokter/Perawat. triarc.co.za

TEMPO.CO, Jakarta - Seorang dokter yang bertugas di Rumah Sakit Awal Bros Bekasi
dilaporkan ke Polda Metro Jaya atas dugaan malpraktek. Laporan itu dibuat oleh Ibrahim Blegur,
orang tua dari balita bernama Falya Raafan Blegur yang meninggal saat dirawat di rumah sakit
itu pada 1 November lalu. "Laporan ini terkait dugaan kelalaian yang mengakibatkan orang lain
meninggal," kata Mohammad Ihsan, pengacara Ibrahim, Kamis, 12 November 2015.
Falya dibawa ke RS Awal Bros karena mengalami gangguan pencernaan. Setelah mendapat
perawatan, kondisinya membaik. Namun, sehari kemudian, setelah mendapat suntikan antibiotik,
kesehatannya menurun drastis. "Badannya dingin dan bengkak," kata Ibrahim. Selain itu, perut
bocah itu terlihat buncit dan terdapat bercak merah. "Mulutnya keluar busa."

Pada 1 November kondisi Falya bertambah parah sampai akhirnya meninggal. "Sampai sekarang
kami belum mendapat penjelasan penyebab meninggalnya Falya," ujar Ibrahim.

Ibrahim sudah melayangkan somasi kepada manajemen rumah sakit. Dalam somasi itu Ibrahim
menuntut kepada manajemen untuk memberi penjelasan kepada keluarga. "Karena tidak
mendapat tanggapan, kami laporkan ke polisi," katanya.

Ihsan mengatakan, karena masalah ini sudah dilaporkan ke polisi, keluarga menyerahkan
sepenuhnya kepada kepolisian untuk menyelidiki. "Kami hanya melaporkan dan memberikan
bukti-bukti yang ada, nanti polisi yang meneruskan," ujar Ihsan.

3. Korban Malpraktek RS Siloam Desak Polisi Gelar Perkara


MINGGU, 09 AGUSTUS 2015 | 10:34 WIB

Ilustrasi kedokteran

TEMPO.CO, Tangerang - Kuasa hukum Dasril Ramadhan, 15 tahun, korban dugaan


malpraktek Rumah Sakit Siloam Karawaci, Tangerang, mendesak pihak kepolisian segera
melakukan gelar perkara pidana kasus tersebut. Desakan ini dilakukan tim pengacara Dasril.
Sebab, sejak dilaporkan April lalu hingga saat ini, sama sekali tidak ada progres.

”Kami mempertanyakan, kenapa polisi tidak segera menyelidiki kasus ini,” kata pengacara
korban, Leo Purba, kepada Tempo, Jumat, 9 Agustus 2015

Sekitar satu bulan lalu, Leo mengaku mendapat undangan gelar perkara dari Polda Metro Jaya.
”Tapi gelar perkara itu batal dan hingga kini belum ada kabarnya,” ujar Leo.

Untuk itu, tim pengacara Dasril akan mendatangi Polda Metro Jaya dan meminta polisi
menyampaikan alasan. ”Kami minta polisi segera menggelar perkara agar kasus ini bisa
ditingkatkan ke penyelidikan dan penyidikan,” tutur Leo Purba.

Pada 9 April lalu, tim kuasa hukum Dasril melaporkan empat dokter Rumah Sakit Siloam
Karawaci, Tangerang, ke Polda Metro Jaya dengan tuduhan melakukan kelalaian. Sejumlah
dokter RS Siloam yang dilaporkan adalah para dokter yang melakukan tindakan medis dan
menangani Dasril saat dirawat di rumah sakit itu pada Juni 2014.

Para dokter itu, kata Leo, telah melanggar Pasal 360 KUHP, yaitu melakukan kelalaian yang
mengakibatkan seseorang luka/cacat atau kematian.

JONIANSYAH

4. Kasus RS Harapan Kita terkait kode etik


Sabtu, 29 Desember 2012 19:08 WIB | 13.390 Views

Ilustrasi-RS Harapan kita. (hospitalnow.net)


Kalau kami baca Kode Etik dan Pasal 32 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit, misi utama lembaga itu adalah memberikan pelayanan kesehatan kepada orang
yang sakit atau pasien,"

Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) dr
Zainal Abidin mengatakan, kasus yang berkaitan dengan gangguan kenyamanan pasien di
Rumah Sakit Harapan Kita terkait erat dengan kode etik.

"Kalau kami baca Kode Etik dan Pasal 32 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit, misi utama lembaga itu adalah memberikan pelayanan kesehatan kepada orang
yang sakit atau pasien. Ada fungsi sosial di dalamnya," kata Zainal usai konferensi pers tentang
persiapan Tim Tanggap Bencana (TTB) IDI menghadapi bencana banjir di Kantor PB IDI,
Jakarta Pusat, Sabtu.

Berdasarkan kode etik dan undang-undang itu, Zainal mengatakan semua sarana dan prasarana
rumah sakit harus difungsikan untuk mendukung kegiatan utamanya, yakni pelayanan kesehatan.

"Mempromosikan pelayanan kesehatan di Indonesia adalah hal yg baik, tapi tidak boleh
mengganggu pelayanan kesehatan," kata dia.

Tanggapan PB IDI tersebut ditujukan pada kasus kematian Ayu Tria Desiani (9), penderita
leukimia (kanker darah), di Intensive Critical Care Unit (ICCU) Rumah Sakit Anak dan Ibu
Harapan Kita Jakarta, Rabu (26/12) yang pada saat itu, sinetron "Love in Paris" juga tengah
melakukan pengambilan gambar di sana.

"Tetapi yang saya tahu, tuntutan pihak keluarga pasien tidak menyinggung tentang pelayanan
rumah sakit, tapi lebih ke soal gangguan kenyamanan," kata Zainal.

Meskipun demikian, Zainal menambahkan sikap IDI adalah tegas agar kasus serupa tidak terjadi
lagi dengan menghimbau para produser film maupun sinetron untuk membuat prosedur yang
baik mengenai adegan mengenai rumah sakit, dokter, maupun yang berkaitan dengan kesehatan.

"IDI berkali-kali mengimbau pembuat film maupun sinetron untuk membuat karya yang
berkualitas. Jangan mengganggu pelayanan rumah sakit dan tidak menggambarkan kebodohan
dokter di Indonesia yang hanya dengan stetoskop bisa memvonis kanker," kata dia.

"Kalau perlu buatlah studio semirip mungkin dengan rumah sakit kalau memang ingin
menghasilkan karya yang berkualitas," tambahnya.
Terkait pelanggaran kode etik yang dilakukan RS Harapan Kita, Zainal mengatakan IDI tidak
memiliki wewenang untuk menindak lebih lanjut karena rumah sakit berada di bawah
Kementerian Kesehatan.

"Kalau yang bermasalah adalah dokter, maka kami memiliki wewenang untuk menindak lebih
lanjut. Karena itu, tanggapan ini merupakan pendapat kami dari IDI dan semoga bisa menjadi
pelajaran berharga bagi para dokter agar jangan sampai terulang," kata dia.

(A060/Z002)
Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2012

5.Tak Mampu Bayar Persalinan, Bayi Kembar Ditahan Rumah Sakit


RABU, 02 SEPTEMBER 2015 | 04:24 WIB

DOK/TEMPO/Sahrul

TEMPO.CO , Malang — Pasangan Wahyu Herwanto dan Iis Juana Indah kelabakan karena
bayi kembar mereka ditahan pihak Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kanjuruhan di
Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Warga Desa Sumberpetung, Kecamatan
Kalipare, itu tidak bisa membawa pulang anak mereka karena tidak bisa melunasi biaya
persalinan. “Kata pihak rumah sakit, kalau sudah bayar Rp 5 juta baru anak saya boleh pulang.
Padahal kami sudah serahkan surat keterangan tidak mampu dari kantor desa saat masuk ke
rumah sakit, tapi ditolak,” kata Wahyu, Selasa 1 September 2015.

Wahyu mengatakan bahwa saat ini ia hanya punya Rp 500 ribu. Hingga hari ini rumah sakit
milik Pemerintah Kabupaten Malang itu baru memperbolehkan Lis Juana untuk pulang.
Sementar kedua bayi kembarnya yang lahir dua hari lalu itu tetap berada di rumah sakit.

Kejadian itu dikritik Anggota Komisi B (Bidang Ekonomi dan Kesejahteraan Rakyat) DPRD
Kabupaten Malang Hadi Mustofa. Menurutnya pihak rumah sakit tidak boleh menahan kedua
bayi itu hanya karena kendala biaya. Apalagi kedua bayi itu sangat membutuhkan asupan air
susu ibu. “Miris hati saya karena pihak rumah sakit tega tidak memberikan keringanan biaya
persalinan pada warga miskin dan malah menahan bayi,” kata Hadi.
Menurut Hadi, peristiwa tersebut takkan terjadi bila pemerintah daerah setempat melakukan
pendataan warga miskin dengan benar untuk kemudian didaftarkan sebagai peserta Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Saat ini Wahyu dan Lis memang belum
menjadi peserta BPJS.
Direktur RSUD Kanjuruhan Harry Hartanto membantah tudingan bahwa pihak rumah sakit
menahan kedua bayi itu karena persoalan pembiayaan. Menurutnya, bayi kembari itu belum
boleh pulang karena mengalami sakit kuning. Namun, saat ditanya lebih rinci bagaimana kondisi
bayi itu, Harry menolak. Begitu pula saat ditanya bagaimana langkah rumah sakit membantu
meringankan biaya persalinan, Harry tutup mulut dan buru-buru pergi.

ABDI PURMONO

Anda mungkin juga menyukai