Pembahasan 3D Analyst
Pembahasan 3D Analyst
DEM
Digital Elevation Model (DEM) merupakan salah satu model untuk
menggambarkan bentuk topografi permukaan bumi sehingga dapat divisualisasikan
kedalam tampilan 3D (tiga dimensi). Pada praktikum ini data DEM digunakan untuk
memproyeksikan ketinggian topografi dari Gunung St. Hellens. Data DEM mulanya
hanya merupakan sebuah data yang berisi titik-titik yang mengandung nilai z. Agar data
DEM tersebut mampu diolah menjadi data topografi, maka dibutuhkan salah satu
fungsi 3D analyst yakni Kriging. Kriging merupakan prosedur statistik canggih yang
menghasilkan permukaan dari satu set poin yang tersebar dengan nilai z. Berbeda
dengan metode interpolasi lain yang didukung oleh Analyst Spatial, Kriging melibatkan
penyelidikan interaktif perilaku spasial dari fenomena diwakili oleh nilai-nilai z sebelum
pengguna memilih metode estimasi terbaik untuk menghasilkan permukaan output.
Kriging mengasumsikan bahwa jarak atau arah antara titik sampel mencerminkan
korelasi spasial yang dapat digunakan untuk menjelaskan variasi pada permukaan.
Kecepatan dalam pemrosesan Kriging tergantung pada jumlah poin dalam dataset
input dan ukuran jendela pencarian.
Pembuatan Kontur
Selain digunakan untuk pembuatan peta topografi ketinggian, data DEM juga
bisa digunakan untuk membuat peta kontur, dimana dalam praktikum ini fungsi DEM
digunakan untuk membuat peta kontur Gunung St. Helens. Agar data DEM tersebut
dapat diolah menjadi peta kontur, maka dibutuhkan salah satu fungsi 3D Analyst yakni
tools Contour. Prinsip dari fungsi tersebut adalah menginterpolasi titik-titik z pada
DEM dengan ketinggian yg sama sesuai dengan interval kontur yang ditentukan.
Slope
Slope merupakan laju perubahan maksimum dalam nilai z dari setiap sel
raster. Penggunaan nilai z merupakan faktor penting untuk perhitungan kemiringan
ketika unit z permukaan yang dinyatakan dalam satuan yang berbeda dari tanah
dalam unit x, y. Rentang nilai dalam Output Measurements tergantung pada jenis
unit pengukuran. Terdapat dua pilihan yaitu Degrees dan Percent-Rise. Untuk
degrees, kisaran nilai kemiringan 0 sampai 90. Untuk percent-rise, kisaran 0 hingga
dasarnya tak terbatas. Pada praktikum ini fungsi slope digunakan untuk mengetahui
kemiringan lereng dari Gunung St. Helens dengan menggunakan satuan derajat
(degree). Pada peta hasil slope, secara berurutan warna merah menunjukkan
kemiringan lereng curam dan warna hijau menunjukkan topografi yang datar
dengan kemiringan lereng yang tak terlalu curam.
Hillshade
Visibilty
Cut Fill digunakan untuk menghitung perubahan volume antara dua permukaan
pada Kriging dan IDW, Alat ini memungkinkan untuk membuat peta berdasarkan dua
masukan permukaan yaitu input before raster surface menggunakan kriging dan input
after raster surface menggunakan IDW yang kemudian menampilkan daerah dan
volume bahan permukaan yang telah dimodifikasi oleh penghapusan atau penambahan
bahan permukaan. Pada praktikum kali ini digunakan untuk mengetahui laju erosi
Gunng St. Helens dengan mengetahui area mana yang terdeposisi (cut) dan area mana
yang menjadi tempat endapan hasil deposisi (fill).
Pada tabel atribut dari ouput raster menyajikan perubahan dalam volume
permukaan setelah operasi Cut Fill. Nilai positif untuk perbedaan volume yang
menunjukkan daerah sebelum permukaan raster yang telah dipotong (deposisi).
Nilai negatif menunjukkan daerah yang telah diisi (endpan hasil deposisi). Daerah
yang telah dipotong digambarkan dengan warna biru, dan daerah-daerah yang telah
diisi digambarkan dengan warna merah. Daerah yang tidak berubah akan
ditampilkan dalam warna abu-abu. Berarti warna merah (Net Gain) yang telah diisi
pada raster input menunjukkan bahwa daerah tersebut memiliki ketinggian yang
lebih rendah (lahan yang terdeposisi), kemudian warna biru (Net Loss)
menunjukkan bahwa daerah tersebut memiliki elevasi yang lebih tinggi daripada
elevasi pada raster output (tempat endapan material deposisi) dan warna abu-abu
(Unchanged) menunjukkan elevasi yang sama pada raster input dan output.
Aspect
TIN
3D Model