Anda di halaman 1dari 8

DEMAM THYFOID : PENYEBAB, GEJALA DAN PATOFISIOLOGI TIFUS

DEMAM THYFOID
Definisi

 Demam Tifoid, juga dikenal hanya sebagai tipus, adalah penyakit bakteri umum di
seluruh dunia, ditularkan oleh konsumsi makanan atau air yang terkontaminasi dengan
tinja dari orang yang terinfeksi, yang mengandung bakteri Salmonella typhi , serotipe
Typhi. Penyakit ini telah menerima berbagai nama, seperti demam lambung, tifus perut,
demam remittant infantil, demam lambat, demam gugup atau demam pythogenic. Nama
"tifoid" berarti "menyerupai tifus "dan berasal dari gejala neuropsikiatri umum untuk
tifus dan tifus. Meskipun kesamaan nama mereka, demam tifoid dan tifus adalah penyakit
yang berbeda dan disebabkan oleh berbagai jenis bakteri
 Demam Typoid merupakan penyakit endemis diindonesia yang disebabkan oleh infeksi
sistemik dimana 90 % disebabkan oleh Salmonella Typhi, Sisanya disebabkan oleh
Salmonella Paratyphi. Prevalensi 91 % terjadi pada umur 3-19 tahun, kejadiannya
meningkat setelah 5 tahun.
 Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella Thypi.
Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh
faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella. (Bruner and Sudart,1994)
 Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella
thypi dan salmonella para thypi A,B,C. sinonim dari penyakit ini adalah Typhoid dan
paratyphoid abdominalis. (Syaifullah Noer, 1996).
 Typhoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-gejala sistemik yang
disebabkan oleh salmonella typhosa, salmonella type A.B.C. penularan terjadi secara
pecal, oral melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi (Mansoer Orief.M.
1999).
 Febris typhoid adalah merupakan salah satu penyakit infeksi akut usus halus yang
menyerang saluran pencernaan disebabkan oleh kuman salmonella typhi dari
terkontaminasinya air / makanan yang biasa menyebabkan enteritis akut disertai
gangguan kesadaran (Suriadi dan Yuliani, R., 2001).

Penyebab atau etiologi

 Etiologi typhoid disebabkan oleh jenis salmonella tertentu yaitu salmonella typhi dan
Salmonella para typhi A. B dan C. ada dua sumber penularan salmonella typhi yaitu
pasien dengan demam typhoid dan pasien dengan carier. Carier adalah orang yang
sembuh dari demam typhoid dan masih terus mengekresi salmonella typhi dalam tinja
dan air kemih selama lebih dari 1 tahun. Sebenarnya sumber utama dari penyakit ini
adalah lingkungan yang kotor dan tidak sehat.
 Salmonella typosa merupakan basil gram negatif yang bergerak dengan bulu getar, tidak
berspora, dan tidak berkapsul. Kebanyakkan strain meragikan glukosa, manosa dan
manitol untuk menghasilkan asam dan gas, tetapi tidak meragikan laktosa dan sukrosa.
Organisme salmonella tumbuh secara aerob dan mampu tumbuh secara anaerob
fakultatif. Kebanyakan spesies resistent terhadap agen fisik namun dapat dibunuh dengan
pemanasan sampai 54,4º C (130º F) selama 1 jam atau 60 º C (140 º F) selama 15 menit.
Salmonella tetap dapat hidup pada suhu ruang dan suhu yang rendah selama beberapa
hari dan dapat bertahan hidup selama berminggu-minggu dalam sampah, bahan
makannan kering, agfen farmakeutika an bahan tinja.
 Salmonella typosa mempunyai sekurang-kurangnya 3 macam antigen, yaitu antigen
O,antigen somatik yang tidak menyebar, terdiri dari zat komplek lipopolisakarida,antigen
Vi (kapsul) yang meliputi tubuh kuman dan melindungi O antigen terhadap fagositosis
dan antigen H (flagella). Antigen O adlah komponen lipopolisakarida dinding sel yang
stabil terhadap panas sedangkan antigen H adalah protein labil panas. Ketiga jenis
antigen tersebut dalam tubuh manusia akan menimbulkan pembentukkan tiga macam
antibody yang biasa disebut agglutinin (Arif Mansjoer, 2000).

Patofisologi

 Kuman S. typhi masuk ketubuh manusia melalui mulut dengan makanan dan air yang
tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung. Sebagian lagi masuk ke
usus halus dan selanjutnya berkembang biak. Bila respon imunitas humoral mukosa (IgA)
usus kurang baik, maka kuman akan menembus sel-sel epitel (terutama sel M) dan
selanjutnya ke lamina propria.
 Di lamina propria kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama
oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan
selanjutnya dibawa ke plak Peyeri ileum distal dan mencapai jaringan limfoid plaque
Peyeri di ileum terminalis yang mengalami hipertropi. Ditempat ini komplikasi
perdarahan dan perforasi intestinal dapat terjadi. Kuman S. typhi kemudian menembus ke
lamina propina, masuk aliran limfe dan mencapai kelenjar limfe messenterial yang juga
mengalami hipertropi. Setelah melewati kelenjar-kelenjar limfeini S. typhi masuk
kealiran darah melalui duktus thoracicus (mengakibatkan bakterimia pertama yang
asimptomatik). Kuman-kuman S. typhi lain mencapai hati melalui sirkulasi portal dari
usus. S. typhi bersarang di plaque Peyeri, limpa, hati dan bagian-bagian lain organ system
retikuloendotial.
 Di organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak di luar
sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi sehingga
mengakibatkan bakterimia kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda dan gejala penyakit
infeksi sistemik. Di dalam hati, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang
biak, dan bersama cairan empedu diekskresikan secara intermiten ke lumen usus.
Sebagian kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi ke dalam sirkulasi
setelah menembus usus. Proses yang sama terulang kembali, berhubung makrofag telah
teraktivasi dan hiperaktif maka saat fagositosis kuman Salmonella terjadi pelepasan
beberapa mediator inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi
sistemik seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, instabilitas vaskuler,
gangguan mental, dan koagulasi.
 Di dalam plak Peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hiperplasia jaringan.
Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar plak Peyeri
yang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuklear di
dinding usus. Proses patologi jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga ke lapisan
otot, serosa usus, dan dapat menghasilkan perforasi. Endotoksin dapat menempel di
reseptor sel endotel kapiler dengan akibat timbulnya komplikasi seperti gangguan
neuropsikiatrik, kardiovaskular, pernafasan, dan gangguan organ lainnya.
 Semula disangka demam dan gejala-gejala toksemia pada demam tifoid disebabkan oleh
endotoksemia. Tapi kemudian berdasarkan penelitian-eksperimental disimpulkan bahwa
endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam dan gejala-gejala toksemia pada
demam tifoid. Endotoksin S. typhi berperan pada patogenesis demam tifoid, karena
membantu terjadinya proses inflamasi lokal pada jaringan setempat S. typhi berkembang
biak. Demam pada tifoid disebabkan karena S. typhi dan endotoksinnya merangsang
sintesis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang.
 Banyak orang yang tidak terlihat sakit tapi berpotensi menyebarkan penyakit tifus. Inilah
yang disebut dengan pembawa penyakit tifus. Meski sudah dinyatakan sembuh, bukan
tidak mungkin mantan penderita masih menyimpan bakteri tifus dalam tubuhnya. Bakteri
bisa bertahan berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Sebagian bakteri penyebab tifus ada
yang bersembunyi di kantong empedu. Bisa saja bakteri ini keluar dan bercampur dengan
tinja. Bakteri ini dapat menyebar lewat air seni atau tinja penderita.

Patofisiologi thyfoid
Epidemiologi

 Karena cara infeksi yang menyebar, demam tifoid paling umum terdapat di bagian dunia
yang memiliki tingkat sanitasi yang buruk dan akses terbatas terhadap air bersih. Demam
tifoid dapat ditemukan di seluruh dunia berkembang, khususnya di Asia Selatan dan Asia
Tenggara.
 Anak-anak dan orang dewasa muda yang dianggap paling berisiko terkena demam tifoid.
Hal ini mungkin karena sistem kekebalan tubuh mereka (pertahanan alami tubuh terhadap
infeksi dan penyakit) masih berkembang.
 Demam typhoid ditularkan atau ditransmisikan kebanyakan melalui jalur fecal-oral.
Penyebaran demam typhoid dari orang ke orang sering terjadi pada lingkungan yang
tidak higienis dan pada lingkungan dengan jumlah penduduk yang padat, hal ini
dikarenakan pola penyebaran kuman S.typhi melalui makanan dan minuman yang
terkontaminasi biasanya melalui feses penderita. Penyebarannya juga dapat terjadi
dari Tangan-ke-mulut terutama jika kurangnya kebersihan tangan setelah menggunakan
toilet yang terkontaminasi kuman penyebab. Transmisi di negara berkembang terjadi
secara water- borne dan food-borne.
 Demam typhoid bisa terjadi pada setiap orang, namun lebih banyak diderita oleh anak-
anak dan orang muda. Demam tifoid pada umumnya menyerang penderita kelompok
umur 5 – 30 tahun, laki – laki sama dengan wanita resikonya terinfeksi. Jarang pada umur
dibawah 2 tahun maupun diatas 60. Pada anak-anak hal ini dikarenakan antibodi yang
belum terbentuk sempurna dan dari segi sosial, pola makanan anakanak tidak baik yang
didapat di lingkungan. Pada populasi orang muda, penyebaran demam typhoid dapat
disebabkan oleh kebiasaan makan yang tidak mempertimbangkan faktor kebersihan dan
tidak terbiasanya mencuci tangan sebelum makan. Faktor resiko lainnya adalah orang
dengan status imunocompromised dan orang dengan produksi asam lambung yang
terdepresi baik dibuat, misalnya pada pengguna antasida, H2 blocker, PPI, maupun
didapat, misalnya orang dengan achlorhydia akibat proses penuaan.

Manifestasi Klinis

 Menifestasi klinis demam tifoid sangat luas dan bervariasi, dari manifestasi yang atipikal
hingga klasik, dari yang ringan hingga complicated. Penyakit ini memiliki kesamaan
dengan penyakit demam yang lainnya terutama pada minggu pertama sehingga sulit
dibedakan, maka untuk menegakkan diagnosa demam tifoid perlu ditunjang pemeriksaan
laboratorium penunjang.
 Manifestasi klinis secara umum bekaitan dengan perjalanan infeksi kuman.Demam Tifoid
dimulai 7-14 hari setelah kuman S typhi masuk kedalam tubuh penderita. Pola demam
bertahap, yang khas adalah tipe step ladder pattern dimana peningkatan panas terjadi
secara perlahan-lahan, terutama pada sore hingga malam hari. Biasanya pada saat masuk
rumah sakit didapatkan keluhan utama demam yang diderita kurang lebih 5-7 hari yang
tidak berhasil diobati dengan antipiretika.
 Selain demam, Selama minggu pertama penyebaran penyakit, manifestasi gastrointestinal
dapat terjadi. Ini termasuk perasaan tidak enak atau nyeri perut sedang atau bisa juga
kolik pada kuadaran kanan atas. Adanya Infiltrasi monocytic pada patch Peyer akan
mempersempit lumen usus, menyebabkan sembelit, kadang penderita juga mengeluhkan
adanya diare. Adanya ganguan pencernaan juga dapat menyebabkan bibir pecah-pecah,
dan nafas yang tidak sedap. Selain itu juga pada minggu pertamanya penderita juga
merasakan nyeri otot, nyeri kepala, anorexia dan mual,serta batuk.
 Pada sekitar akhir minggu pertama sakit, demam tetap tinggi secara konsisten demam
pada 103-104 ° F (39-40 ° C). Rose bintik-kulit letusan terlihat di perut, dada, punggung
juga akan terlihat. Rose spot (Bintik kulit) pada anak sangat jarang ditemukan malahan
lebih sering epitaksis. Selama minggu kedua penyakit, tanda-tanda dan gejala yang
tercantum di atas mengalami kemajuan. Perut menjadi buncit, dan terjadi splenomegali
umum. Pada pemeriksaan fisik, lidah tifoid digambarkan sebagai lidah yang kotor pada
pertengahan, sementara hiperemi pada tepinya, dan tremor apabila dijulurkan. Bradikardi
relatif dapat terjadi. Pada penderita tifoid peningkatan denyut nadi tidak sesuai dengan
peningkatan suhu, dimana seharusnya peningkatan 1derajat Celcius diikuti oleh
peningkatan denyut nadi sebanyak 8 kali/menit. Bradikardi relatif adalah keadaan dimana
peningkatan suhu 1derajat Celcius diikuti oleh peningkatan nadi 8 kali/menit.
 Pada minggu ketiga, individu masih demam tumbuh lebih beracun atau toksik dan
anoreksia dengan penurunan berat badan yang signifikan. Perut mengalami distensi,
hepatomegali, splenomegali, meteorismus, gangguan mental berupa somnolen, stupor,
koma, delirium atau psikosis. Patch Peyer nekrotik dapat menyebabkan perforasi usus
dan peritonitis.

Langkah Diagnostik

 Anamnesa
o Demam naik secara berkala tiap hari, mencapai suhu tertinggi pada minggu
pertama, minggu kedua demam terus menerus tinggi. Pada Anak sering mengigau
(delirium), malaise, letargi, anoreksia, nyeri kepala, diare, konstipasi, muntah dan
perut kembung. Pada demam thypoid berat dapat dijumpai penurunan kesadaran,
kejang dan ikterus.
 Pemeriksaan fisik
o Gejala klinis bervariasidari yang ringan sampai berat dengan komplikasi.
Kesadaran menurun, delirium, sebagian besar anak mempunyai lidah thypoid (
bagian tengah kotor dan bagian pinggir hiperemis ), meteorismus, hepatomegali,
kadang-kadang disertai splenomegali.
 Pemeriksaan penunjang
o Darah tepi perifer
 Anemia ( oleh karena sepresi sumsu tulang, defisiensi FE atau perdarahan
usus )
 Leukopenia, biasanya jarang kurang dari 3000/µl.
 Limfositosis relatif
 Trombositopenia, terutama pada demam thypoid berat.
o Pemeriksaan Serologi
 Serologi Widal : kenaikan titer S. Thypi titer O 1/200 atau kenaikan 4 kali
titer fase akut ke fase kovalesens.
 Kadar IgM da IgG ( Typhoid Dot )
 Pemeriksaan biakan Salmonella
o Biakan darah terutama pada minggu 1-2 dari perjalanan penyakit.
o Biakan sumsum tulang masih positif sampai minggu ke 4.
 Pemeriksaan Radiologik
o Foto Thorak : bila dicurigai ada komplikasi Pneumonia
o Foto Abdomen : Bila diduga terjadi komplikasi Intraintestinal ( Perforasi atau
perdarahan saluran cerna ), gambaran fluid level dan udara bebas pada Abdomen.
Penyulit

 Intraintestinal : Perforasi usus atau perdarahan saluran cerna ; Suhu menurun, nyeri
abdomen, muntah nyeri tekan, bising usus menurun sampai menghilang, defense
muscular positif, pekak hati menghilang.
 Ekstraintestinal : Thypoid encephalopati, hepatitis thyposa, meningitis, pneumonia, syok
septik, Pielonefritis, endekarditis, osteomielitis, Dll.

Therapi

 Supportif
o Cairan dan Kalori
 Terutama pada demam tinggi, muntah atau diare, bila perlu asupan cairan
dan kalori diberikan melalui sonde lambung
 Pada encephalopati, jumlah kebutuhan cairan dikurangi menjadi 4/5
kebutuhan dengan kadar Natrium rendah
 Penuhi kebutuhan volume cairan intravaskuler dan jaringan dengan
pemberian oral/parenteral
 Pertahankan fugsi sirkulasi dengan baik
 Pertahankan oksigenasi jaringan bila perlu berikan oksigen
 Pelihara keadaan nutrisi
 Pengobatan gangguan asam basa dan elektrolit
o Antipiretik
o Diet
 Makanan tidak berserat dan mudah dicerna dan diet bubur saring pada
penderita dengan meteorismus. Hal ini dilakukan untuk menghindari
komplikasi perdarahan saluran cerna dan perforasi usus.
 Setelah demam reda, dapat segera diberikan makanan yang lebih padat
dengan kalori cukup
o Transfusi darah
 Kadang-kadang diperlukan pada perdarahan saluran cerna dan perforasi
usus
o Bedah : Tindakan bedah diperlukan pada penyulit perforasi usus
 Antibiotik
o Pada pasien dewasa
 Pada demam typhoid, obat pilihan yang digunakan adalah
chloramphenicol dengan dosis 4 x 500 mg per hari dapat diberikan secara
oral maupun intravena, diberikan sampai dengan 7 hari bebas panas.
Chloramphenicol bekerja dengan mengikat unit ribosom dari kuman
salmonella, menghambat pertumbuhannya dengan menghambat sintesis
protein. Chloramphenicol memiliki spectrum gram negative dan positif.
Efek samping penggunaan klorampenikol adalah terjadi agranulositosis.
Sementara kerugian penggunaan klorampenikol adalah angka kekambuhan
yang tinggi (5-7%), penggunaan jangka panjang (14 hari), dan seringkali
menyebabkan timbulnya karier.
 Tiamfenikol, dosis dan efektifitasnya pada demam tofoid sama dengan
kloramfenikol yaitu 4 x 500 mg, dan demam rata-rata menurun pada hari
ke-5 sampai ke-6. Komplikasi hematologi seperti kemungkinan terjadinya
anemia aplastik lebih rendah dibandingkan dengan kloramfenikol.
 Ampisillin dan Amoksisilin, kemampuan untuk menurunkan demam lebih
rendah dibandingkan kloramfenikol, dengan dosis 50-150 mg/kgBB
selama 2 minggu.
 Trimetroprim-sulfamethoxazole, (TMP-SMZ) dapat digunakan secara oral
atau intravena pada dewasa pada dosis 160 mg TMP ditambah 800 mg
SMZ dua kali tiap hari pada dewasa.
 Sefalosforin Generasi Ketiga, yaitu ceftriaxon dengan dosis 3-4 gram
dalam dekstrosa 100 cc diberikan selama ½ jam perinfus sekali sehari,
diberikan selama 3-5 hari.
 Kombinasi 2 antibiotik atau lebih diindikasikan pada keadaan tertentu
seperti toksik tifoid, peritonitis atau perforasi, serta syok septik.
o Pada wanita hamil
 Pada wanita hamil, tidak dianjurkan pada trimester ke-3 karena
menyebabkan partus prematur, kematian fetus intrauterin, dan grey
syndrome pada neonatus. Tiamfenikol tidak dianjurkan pada trimester
pertama karena memiliki efek teratogenik. Obat yang dianjurkan adalah
ampisilin, amoksisilin, dan ceftriaxon.
o Pada pasien Anak
 Khloramphenicol ( Drug of choice ) 50-100 mg/kgbb/hari, oral/iv dibagi 4
dosis selama 10-14 hari.
 Amoksisilin 100 mg/kgbb/hr, oral/av selama 10 hari
 Kotrimoksazol 6mg/kgbb/hr, oral selama 10 hari
 Seftriakson 80 mg/kgbb/hari im/iv 1x/hari selama 5hari
 Sefiksim 10 mg/kgbb/hari, oral dibagi 2 dosis selama 10 hari
 Kortikosteroid : diberikan pada kasus berat dengan gangguan kesadaan. Deksametason
1-3 mg/kgbb/hari iv, dibagi 3 dosis hingga kesadaran membaik

Monitoring Therapi

 Evaluasi demam reda dengan memonitoring suhu. Apabila pada hari ke 4-5 setelah
pengobatan dema tidak reda, maka harus segera kembali di evaluasi, adakah komplikasi,
sumber infeksi lain, resisten S. Thypi terhadap antibiotik, atau kemungkina salah
menegakan diagnosis
 Pasien dapat dipulangkan apabila tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik, nafsu
makan membaik, klinis perbaikan dan tidak dijumpai komplikasi, pengobatan dapat
dilanjutkan dirumah
 Pada anak Infeksi demam thypoid merupakan infeksi yang akut sehingga relatif tidak
mengganggu tumbuh kembang anak

Langkah promoitif dan Preventif


 Higien perorangan dan lingkungan ; demam thypoid ditularkan melalui oro-fekal, maka
pencegahan utama memutuskan rantai tersebut dengan meningkatkan higien perorangan
dan lingkungan, seperti mencuci tangan sebelum makan, dan pengamanan pembuangan
limbah feses
 Imunisasi
o Imunisasi aktif terutama diberikan apabila terjadi kontak dengan pasien demam
thypoid, terjadi kejadian luar biasa dan untuk turis yang berpergian ke daerah
endemik
o Vaksin polisakarida ( Capsulari polisakarida), pada usia 2 tahun lebih, diberikan
secara intramusculer dan diulang setiap 3 tahun
o Vaksin thypoid oral ( ty 2i-a ) diberikan pada usia > 6 tahun dengan interval
selang sehari ( hari 1,3 dan 5 ), ulangan setiap 3-5 tahun. Vaksin ini belum
beredar di indonesia, terutama direkomendasikan untuk turis yang berpergian
kedaerah endemik.

Anda mungkin juga menyukai