Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN EMPIEMA


DI RUANG PARU RSUP. DR. M. DJAMIL. PADANG

Oleh :

RAHMI RAHAYU PUTRI


1741312052

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2017
LAPORAN PENDAHULUAN EMPIEMA

A. LANDASAN TEORITIS PENYAKIT


1. Defenisi
Empiema adalah keadaan terkumpulnya nanah ( pus ) didalam
ronggga pleura dapat setempat atau mengisi seluruh rongga pleura(
Ngastiyah,1997).
Empiema adalah penumpukan cairan terinfeksi atau pus pada
cavitas pleura ( Diane C. Baughman, 2000 ).
Empiema adalah penumpukan materi purulen pada areal
pleural ( Hudak & Gallo, 1997 )
Jadi, empiema adalah kondisi dimana terdapatnya udara dan
nanah dalam rongga pleura dengan yang dapat timbul sebagai akibat
traumatik maupun proses penyakit lainnya.
Pada awalnya,cairan pleura encer dengan jumlah leukosit
rendah,tetapi sering kali menjadi stadium fibropurulen dan akhirnya
sampai pada keadaan dimana paru-paru tertutup oleh membran
eksudat yang kental.Meskipun empiema sering kali disebabkan oleh
komplikasi dari infeksi pulmonal, namun tidak jarang penyakit ini
terjadi karena pengobatan yang terlambat.
2. Etiologi
1. Infeksi yang berasal dari dalam paru :
a. Pneumonia
b. Abses paru
c. Bronkiektasis
d. TBC paru
e. Aktinomikosis paru
f. Fistel Bronko-Pleura
2. Infeksi yang berasal dari luar paru :
a. Trauma Thoraks
b. Pembedahan thorak
c. Torasentesi pada pleura
d. Sufrenik abses
e. Amoebic liver abses
3. Penyebab lain dari empiema adalah :
a. Stapilococcus
b. Pnemococcu
c. Streptococcus

3. Manifestasi Klinis
Empiema dibagi menjadi dua stadium yaitu :
1. Empiema Akut
Terjadi sekunder akibat infeksi tempat lain, bukan primer dari
pleura. Pada permulaan, gejala-gejalanya mirip dengan pneumonia, yaitu
panas tinggi dan nyeri pada dada pleuritik. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan adanya tanda-tanda cairan dalam rongga pleura. Bila stadium
ini dibiarkan sampai beberapa minggu maka akan timbul toksemia,
anemia, dan clubbing finger. Jika nanah tidak segera dikeluarkan akan
timbul fistel bronkopleura. Adanya fistel ditandai dengan batuk yang
makin produktif, bercampur nanah dan darah masif, serta kadang-kadang
bisa timbul sufokasi (mati lemas). Pada kasus empiema karena
pneumotoraks pneumonia, timbulnya cairan adalah setelah keadaan
pneumonianya membaik. Sebaliknya pada Streptococcus pneumonia,
empiema timbul sewaktu masih akut. Pneumonia karena baksil gram
negatif seperti E. coli atau Bakterioids sering kali menimbulkan
empiema.
2. Empiema Kronis
Batas yang tegas antara empiema akut dan kronis sukar ditentukan.
Disebut kronis jika empiema berlangsung selama lebih dari tiga bulan.
Penderita mengeluh badannya terasa lemas, kesehatan makin menurun,
pucat, clubbing fingers, dada datar, dan adanya tanda-tanda cairan pleura.
Bila terjadi fibrotoraks, trakea , dan jantung akan tertarik ke sisi yang
sakit.
Tanda-tanda empiema :
1. Demam dan keluar keringat malam.
2. Nyeri pleura.
3. Dispnea.
4. Anoreksia dan penurunan berat badan.
5. Pada auskultasi dada ditemukan penurunan suara napas.
6. Pada perkusi dada ditemukan suara flatness.
7. Pada palpasi ditemukan penurunan fremitus.

Tanda dan gejala empiema secara umum adalah :

1. Demam
2. Keringat malam
3. Nyeri pleural
4. Dispnea
5. Anoreksia dan penurunan berat badan
6. Auskultasi dada, ditemukan penurunan suara napas
7. Perkusi dada, suara flatness
8. Palpasi , ditemukan penurunan fremitus
Tanda gejala empiema berdasarkan klasifikasi empiema akut dan
empiema kronis

a. Emphiema akut:
1. Panas tinggi dan nyeri pleuritik.
2. Adanya tanda-tanda cairan dalam rongga pleura.
3. Bila dibiarkan sampai beberapa minggu akan menimbulkan
toksemia, anemia, dan clubbing finger.
4. Nanah yang tidak segera dikeluarkan akan menimbulkan
fistel bronco-pleural.
5. Gejala adanya fistel ditandai dengan batuk produktif
bercampur dengan darah dan nanah banyak sekali.
b. Emphiema kronis:
1. Disebut kronis karena lebih dari 3 bulan.
2. Badan lemah, kesehatan semakin menurun.
3. Pucat, clubbing finger.
4. Dada datar karena adanya tanda-tanda cairan pleura.
5. Terjadi fibrothorak trakea dan jantung tertarik kearah yang
sakit.

4. Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik


Pemeriksaan radiologi menunjukkan cairan. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Radiologi
 Foto thoraks PA dan lateral didapatkan gambaran opacity yang
menunjukan adanya cairan dengan atau tanpa kelaina paru.
Bila terjadi fibrothoraks , trakhea di mediastinum tertarik ke
sisi yang sakit dan juga tampak adanya penebalan.
 Cairan pleura bebas dapat terlihat sebagai gambaran tumpul di
sudut kostofrenikus pada posisi posteroanterior atau lateral.
 Dijumpai gambaran yang homogen pada daerah posterolateral
dengan gambaran opak yang konveks pada bagian anterior
yang disebut dengan D-shaped shadow yang mungkin
disebabkan oleh obliterasi sudut kostofrenikus ipsilateral pada
gambaran posteroanterior.
 Organ-organ mediastinum terlihat terdorong ke sisi yang
berlawanan dengan efusi.
 Air-fluid level dapat dijumpai jika disertai dengan
pneumotoraks, fistula bronkopleural.
2. Pemeriksaan pus
 Aspirasi pleura akan menunjukan adanya pus di dalam
rongga dada(pleura). Pus dipakai sebagai bahan pemeriksaan
sitologi , bakteriologi, jamur dan amoeba. Untuk selanjutnya,
dilakukan jkultur (pembiakan) terhadap kepekaan antobiotik.
3. Pemeriksaan ultrasonografi (USG)
 Pemeriksaan dapat menunjukkan adanya septa atau sekat pada
suatu empiema yang terlokalisir.
 Pemeriksaan ini juga dapat membantu untuk menentukan letak
empiema yang perlu dilakukan aspirasi atau pemasangan pipa
drain.
4. Pemeriksaan CT scan
 Pemeriksaan CT scan dapat menunjukkan adanya suatu
penebalan dari pleura.
 Kadang dijumpai limfadenopati inflamatori intratoraks pada
CT scan.
5. Sinar x
 Mengidentifikasi distribusi stuktural,menyatakan
absesluas/infiltrate,empiema(strafilokokus).infiltrat menyebar
atau terlokalisasi(bacterial).
6. GDA /nadi oksimetri
 Tidak normal mungkin terjadi,tergantung pada luas paru yang
terlibat dan penyakit paru yang ada.
7. Tes fungsi paru.
 Dilakukan untuk menentukan penyebab dipsnea, untuk
menentukan apakah fungsi abnormal adalah obstruksi atau
restriksi,untuk memperkirakan derajat disfungsi.
8. Pemeriksaan Gram/kultur sputum dan darah
 Dapat diambil dengan biopsy jarum,aspirasi
transtrakeal,bronkoskopi fiberoptik atau biopsy pembukaan
paru untuk mengatasi organisme penyebab.Lebih dari satu tipe
organisme ada: bakteri yang umum meliputi diplokokus
pneumonia,strafilokokus aureus,A-hemolitik
streptokokus,haemophilus influenza:CMV.Catatan: kultur
sputum dapat tak mengidentifikasi semua organisme yang
ada,kultur darah dapat menunjukkan bakterimia sementara.
9. EKG latihan,tes stres
 Membantu dalam mengkaji derajat disfungsi paru
perencanaan/evaluasi program latihan.

5. Penatalaksanaan
1. Pengosongan Nanah
Prinsip ini seperti umumnya yang dilakukan pada abses, untuk mencegah
efek toksisnya.
2. Closed drainage – toracostomy water sealed drainage dengan indikasi :
 Nanah sangat kental dan sukar diaspirasi
 Nanah terus terbentuk setelah dua minggu
 Terjadinya piopneumotoraks
Upaya WSD juga dapat dibantu dengan pengisapan negative sebesar 10-
20 cmH2O. Jika setelah 3-4 minggu tidak ada kemajuan, harus ditempuh
cara lain seperti pada empiema kronis.
3. Drainase terbuka (open drainage)
Karena menggunakan kateter karet yang besar, maka perlu disertai juga
dengan reseksi tulang iga. Open drainage ini dikerjakan pada empiema
kronis, hal ini bisa terjadi akibat pengobatan yang terlambat atau tidak
adekuat misalnya aspirasi yang terlambat atau tidak adekuat, drainase
tidak adekuat sehingga harus seing mengganti atau membersihkan drain.
4. Antibiotic
Mengingat kematian sebagai akibat utama dari sepsis, maka antibiotic
memegang peranan penting. Antibiotic harus segera diberikan begitu
diagnosis ditegakkan dan dosisnya harus tepat. Pemilihan antibiotic
didasarkan pada hasil pengecatan gram dan apusan nanah. Pengobatan
selanjutnya tergantung pada hasil kultur dan sensitivitasnya. Antibiotic
dapat diberikan secara sistematik atau tropical. Biasanya diberikan
penisilin.
5. Penutupan Rongga Empiema
Pada empiema menahun sering kali rongga empiema tidak menutup
karena penebalan dan kekakuan pleura. Pada keadaan demikian dilkukan
pembedahan (dekortikasi) atau torakoplasti.
6. Dekortikasi
Tindakan ini termasuk operasi besar, dengan indikasi :
 Drain tidak berjalan baik karena banyak kantung-kantung.
 Letak empiema sukar dicapai oleh drain.
 Empiema totalis yang mengalami organisasi pada pleura
visceralis.
7. Torakoplasti
Jika empiema tidak mau sembuh karena adanya fistel
bronkopleura atau tidak mungkin dilakukan dekortikasi. Pada
pembedahan ini, segmen dari tulang iga dipotong subperiosteal,
dengan demikian dinding toraks jatuh ke dalam rongga pleura
karena tekanan atmosfer.
8. Pengobatan Kausal
Misalnya subfrenik abses dengan drainase subdiafragmatika,
terapi spesifik pada amoeboiasis, dan sebagainya.
9. Pengobatan Tambahan
Perbaiki keadaan umum lalu fisioterapi untuk membebaskan jalan napas.
Penanggulangan empiema tergantung dari fase empiema, yaitu :
1. Fase I (Fase Eksudat)
Dilakukan drainase tertutup (WSD) dan dengan WSD dapat dicapai
tujuan diagnostik terapi dan prevensi, diharapkan dengan pengeluaran
cairan tersebut dapat dicapai pengembangan paru yang sempurna.
2. Fase II (Fase Fibropurulen)
Pada fase ini penanggulangan harus lebih agresif lagi yaitu dilakukan
drainase terbuka (reseksi iga/ “open window”) . Dengan cara ini
nanah yang ada dapat dikeluarkan dan perawatan luka dapat
dipertahankan. Drainase terbuka juga bertujuan untuk menunggu
keadaan pasien lebih baik dan proses infeksi lebih tenang sehingga
intervensi bedah yang lebih besar dapat dilakukan. Pada fase II ini
VATS surgery sangat bermanfaat, dengan cara ini dapat dilakukan
empiemektomi dan/ atau dekortikasi.
3. Fase III (Fase Organisasi)
Dilakukan intervensi bedah berupa dekortikasi agar paru bebas
mengembang atau dilakukan obliterasi rongga empiema dengan cara
dinding dada dikolapskan (Torakoplasti) dengan mengangkat iga-iga
sesuai dengan besarnya rongga empiema, dapat juga rongga empiema
disumpel dengan periosteum tulang iga bagian dalam dan otot
interkostans (air plombage), dan disumpel dengan otot atau omentum
(muscle plombage atau omental plombage).

6. Komplikasi

Kemungkinan komplikasi yang terjadi adalah pengentalan pada pleura.


Jika inflamasi telah berlangsung lama, eksudat dapat terjadi di atas paru yang
menganggu ekspansi normal paru. Dalam keadaan ini diperlukan pembuangan
eksudat melalui tindakan bedah (dekortasi). Selang drainase dibiarkan
ditempatnya sampai pus yang mengisi ruang pleural dipantau melalui rontgen
dada dan pasien harus diberitahu bahwa pengobatan ini dapat membutuhkan
waktu lama.

Komplikasi yang sering terjadi adalah :

 Fibrosis pleura

 Kolaps paru akibat penekanan cairan pada paru-paru

 Panyakit paru restriktif

 Pergeseran organ-organ mediastinum

 Piopneumotorak

7. Patofisiologi
Empiema adalah adanya pus dalam rongga pleura. Penderita dengan
efusi parapneumonia yang tanpa disertai komplikasi ditangani dengan
antibiotika, cairan pleura dan fagosit akan resorbsi melalui sistem limfa di
subpleura, sedangkan membran mesotelial akan mengalami perbaikan. Jika
tidak ditangani dengan antibiotika, respons inflamasi dini tidak cukup untuk
mencegah penyebaran bakteri, dan efusi parapneumonia dapat terus berkembang
menjadi empiema dan berakhir ke stadium kronik. Selama empiema terus
berlanjut, akan terjadi perkembangan fibrosis pada ruang pleura. Adanya fibrosis
dalam ruang pleura menggambarkan suatu keadaan yang paling menyebabkan
kelemahan pada penderita empiema toraks. Bila fibrosis pleura terus berlanjut
akhirnya akan terjadi fibrotoraks. Mekanisme yang pasti terjadinya fibrosis
belum sepenuhnya dimengerti.
Membran pleura menghasilkan cairan pleura yang kemudian diserap
oleh saluran limfa yang terletak pada kedua lapisan pleura. Peningkatan produksi
cairan atau penurunan resorpsi cairan akan menyebabkan akumulasi cairan yang
patologis pada ruang pleura. Cairan pleura dapat berupa transudat, transudat
serofibrin, hemoragik, atau kilosa. Dengan pemeriksaan radiografi mungkin bisa
membedakan jenis-jenis cairan pleura. Pleurosentesis dapat dilakukan dibawah
petunjuk teknik pencitraan. Transudat pleura biasanya berwarna jernih,
kekuningan dan biasanya bilateral. Penyebab tersering adalah gagal jantung.
Penyebab lainnya dapat karena gagal ginjal, hipoproteinemia atau overtransfusi.
Eksudat dapat berwarna kuning kecoklatan atau purulen, dapat disebabkan oleh
tuberkulosis, infeksi paru atau pleura lainnya atau karena abses subfrenikus.
Penyebab lainnya adalah kanker paru dan penyakit jaringan ikat sistemik seperti
lupus eritematous sistemik atau rheumatoid arthritis.
Pada posisi tegak lurus, sedikit cairan akan berkumpul di sudut
kostofrenikus, pertama kali ke arah posterior kemudian ke lateral. Sepanjang
diafragma dan dada terisi dengan gambaran opak. Dimana selama volume cairan
terus bertambah maka secara bertahap akan semakin luas dan paru mengalami
perselubungan. jika tidak ditemukan kepastian antara cairan atau sisa infeksi
pleura yang mengalami pengentalan maka dapat diperjelas dengan pengambilan
film tambahan, yakni penderita dalam posisi dekubitus lateral, bila cairan maka
akan mengalir ke bawah mengikuti gravitasi. Cairan pleura dapat terkumpul
dalam kantong tertutup ( lokuli ) yang dibentuk oleh proses infeksi aktif dan
menghasilkan pus dalam jumlah yang besar, cairan pleura tidak hanya mengalir
secara pasif sepanjang dada pada batas cembung medial tapi juga menuju batas
cekung medial.
Hal ini mengarah kecurigaan pada empiema dimana dapat terjadi
hubungan antara pneumoni dengan abses paru. Empiema dapat menembus
pleura viseral dan terhubung dengan jaringan paru yang mengandung udara dan
cabang bronkial. Hubungan seperti ini dapat juga terjadi ketika suatu infeksi
pada paru menembus pleura.
B. LANDASAN TEORITIS ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
1. Identitas
a. Nama
b. Umur ( Terjadi pada segala umur, sering pada anak umur 2-9 tahun)
c. Suku/ bangsa
d. Agama
e. Alamat
f. Pendidikan
g. Pekerjaan

2. Riwayat kesehatan

a. Keluhan utama : nyeri pada dada pleuritik


b. Riwayat kesehatan sekarang : yaitu panas tinggi dan nyeri pada dada
pleuritik. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya tanda-tanda cairan
dalam rongga pleura. Bila stadium ini dibiarkan sampai beberapa
minggu maka akan timbul toksemia, anemia, dan clubbing finger.
c. Riwayat kesehatan masa lalu : pernah mengalami radang paru-paru
(pneumonia), ,meningitis (radang selaput otak) dan infeksi darah
(sepsis).
d. Riwayat kesehatan keluarga : pernah terinfeksi bakteri Staphylococcus
atau Pneumococcus
e. Riwayat lingkungan : rumah yang kumuh, kotor, dekat dengan sampah,
f. Riwayat psikososial : stres psikologik sehingga menurunkan imunitas
tubuh.

3.Pola Gordon

a) Pola aktivitas : dispnea pada saat beraktivitas


b) Pola nutrisi : anoreksia
c) Pola eliminasi : defekasi berkurang karena asupan nutrisi berkuran
d) Pola istirahat : dispnea pada saat istirahat
e) Pola keyakinan : ketaatan klien terhadap agama
f) Pola seksual : penurunan libido
g) Pola hubungan dan peran : hubungan ketergantungan, kurang sistem
pendukung.
4. Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum : demam, berkeringat, pucat, compos mentis, ketakutan,
gelisah, penurunan BB, dispnea, lemah.
b) Pemeriksaan TTV
RR : >24 x/mnt, Nadi : >100 x/mnt, TD : >120/70 mmHg Suhu
: >36,5 oC
c) Pemeriksaan kepala dan leher : batuk produktif, pernafasan cuping
hidung
d) Pemeriksaan dada : nyeri pleuritik, penggunaan otot bantu pernafasan,
perkusi dada ditemukan suara flatness, palpasi ditemukan penurunan
fremitus, auskultasi dada ditemukan penurunan suara napas, funnel
chest.
e) Pemeriksaan abdomen : peristaltic usus < 8 x/mnt
f) Pemeriksaan ekstremitas : clubbing finger

5. Pemeriksaan penunjang
a) foto thorak
b) kultur darah
c) USG
d) Sampel sputum
e) Torakosenstesis
f) Pemeriksaan cairan Pleura
g) Hitung sel darah dan deferensiasi
h) Protein, LDH, glucose, dan pH
i) Kultur bakteri aerob dan an aerob, mikobakteri, fungi dan mikoplasma
DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Pernfasan. Jakarta : Salemba Medika.
Dr. Ikawati, Zullies,Apt. 2009. Farmakoterapi Penyakit Sistem pernfasan.
Yogyakarta : Pustaka Adipura.
Somantri, Irman.2008.Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem
Pernafasan.Jakarta:Salemba Medika.
http://www.google.com/AsuhanKeperawatanPasienEmpiema.html
http://www.dr-thia.com/2011/01/empiema-paru.html
Brunner & Suddarth.2000.Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta:EGC
Somantri Irman.2009.Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan.Jakarta:Salemba Medika
http://zieshila.wordpress.com/ibu-dan-anak/asuhan-keperawatan-empiema/
http://www.askep-askeb.cz.cc/2010/01/empiema.html

Anda mungkin juga menyukai