Anda di halaman 1dari 14

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berdasarkan UU Keseahatan No 36 Tahun 2009, kesehatan adalah keadaan


sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun social yang memungkinkan
setiap orang untuk hidup produktif secara social dan ekonomi (Tunggal, 2010).
Kesehatan gigi dan mulut merupakan salah satu aspek dari kesehatan secara
keseluruhan. Dengan demikian, status kesehatan gigi juga merupakan hasil
interaksi antara kondisi fisik, mental dan social. Walaupun telah dilakukan
berbagai upaya pelayanan kesehatan gigi dan mulut, angka kesakitan penyakit gigi
dan mulut cenderung terus meningkat (Herijulianti, 2001).
Untuk mengetahui besarnya masalah kesehatan pada satu titik waktu tertentu
maka diperlukan pengukuran prevalensi. Dari pengukuran prevalensi dapat
diperoleh informasi yang dapat menjadi petunjuk lanjut penyebab masalah
kesehatan (Busatan, 2006).
Masalah kesehatan gigi, khususnya di Negara yang sedang berkambang,
penyakit gigi dan mulut belum menjadi prioritas untuk mendapat perhatian yang
serius. Penyakit gigi dan mulut yang paling banyak ditemukan baik di Negara
maju maupun di Negara yang sedang berkembang adalah karies gigi dan penyakit
periodontal. Demikian juga di Indonesia, prevalensi penyakit karies gigi dan
penyakit periodontal masih tinggi (Bahar, 2011).
Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), karies gigi dapat diartikan
sebagai proses patologis pasca erupsi yang terlokalisasi dan disebabkan oleh
factor luar, proses ini dimulai dengan kerusakan jaringan email yang menjadi
lunak dan akhirnya menyebabkan terjadinya kavitas (Bahar 2011).
Hasil riset kesehatan dasar (RISKESDAS) Indonesua tahun 2013 menunjukan
bahwa prevalensi penduduk Indonesia yang bermasalah gigi dan mulut 12 bulan
terakhir mencapai 25,9% dan prevalensi karies gigi yang dialami penduduk umur
lebih dari 12 tahun mencapai indeks DMF-T 4,5%. Indeks DMF-T pada tahun
2013 mengalami penurunan, hal ini dapat dilihat pada hasil RISKESDAS 2007
dengan indeks DMF-T mencapai 5,4%. Di Provensi Gorontalo prevalensi karies
gigi dengan indeks DMF-T mencapai 4,1% (Depkes, 2013).

1
Karies gigi pada wanita lebih tinggi dibandingkan dengan pria (Taringan,
1990). Dan karies gigi lebih sering terjadi pada umur yang spesifik terutama anak-
anak namun juga pada orang dewasa (Margareta, 2012),
Berdasarkan data yang diperoleh dari laporan Poli Gigi Puskesmas Marisa
Kabupaten Pohuwato selang tahun 2009 – 2013 menunjukan bahwa total
kunjungan di poliklinik gigi berjumlah 5892 orang dengan penderita karies gigi
sebanyak 5397 kasus. Jumlah penderita karies gigi di Puskesmas Marisa
meningkat setiap tahun, hal ini di tunjukan dengan meningkatnya jumlah
penderita karies gigi pada tahun 2013 sebanyak 1588 kasus. Masalah kesehatan
khususnya masalah kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian yang tidak dapat
dipisahkan dari beberapa aspek yang biasa digunakan agar dapat menggambarkan
dan menginterprestasikan masalah kesehatan gigi dan mulut itu sendiri antara lain,
jumlah kunjungan, jenis kelamin, umur, keturunan, geografi, serta demografi yang
pada akhirnya akan dapat memberikan kemudahan dalam setiap perencanaan dan
penanganannya. Dengan jumlah karies gigi pada jenis kelamin perempuan
sebanyak 970 kasus dan laki-laki sebanyak 614 kasus yang terjadi pada umur 01
sampai dengan umur lebih dari 50 tahun.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan
penelitian tentang “Gambaran Prevalensi Karies Gigi pada Tahun 2013 di
Puskesmas Marisa Kabupaten Pohuwato”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan pada latar belakang diatas, maka penulis merumuskan
masalah : “Bagaimanakah gambaran prevalensi karies gigi pada tahun 2013 di
Puskesmas Marisa Kabupaten Pohuwato?”.

2
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tentang prevalensi
karies gigi tahun 2013 di Puskesmas Marisa Kabupaten Pohuwato.
2. Tujuan Khusus
a. Memberikan gambaran tentang distribusi frekuensi karies gigi
berdasarkan umur dan jenis kelamin.
b. Memberikan gambaran tentang distribusi frekuensi karies gigi
berdasarkan tempat.
c. Memberikan gambaran tentang distribusi frekuensi karies gigi
berdasarkan waktu.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan manfaat bagi
perkembangan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan gigi dan mulut yang
berkaitan dengan gambaran prevalensi karies gigi tahun 2013 di
Puskesmas Marisa Kabupaten Pohuwato.
2. Manfaat praktis
a. Bagi Puskesmas Marisa diharapkan dapat memberikan informasi
mengenai prevalensi karies gigi tahun 2013 sehingga informasi
tersebut dapat digunakan sebagai acuan untuk meningkatkan pelayanan
kesehatan gigi dan mulut.
b. Diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan
dibidang kesehatan gigi dan mulut serta untuk menambah literature
perpustakaan.
c. Sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya.

3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Epideomiologi Karies Gigi


Karies gigi dan penyakit periodontal merupakan dua penyakit utama yang
menyerang penduduk dunia. Di Indonesia karies gigi menyerang 90,90%
penduduk (Sriyono, 2005).
Menurut Sutrisna (2010), Variabel epidemiologis dikelompokan menurut Orang
(person), Tempat (place) dan Waktu (Time).
1. Orang (Person)
Variabel orang meliputi: umur, jenis kelamin, kelas social, pekerjaan,
golongan etnik, status perkawinan, besar keluarga struktur keluarga dan
peritas.
2. Tempat (Place)
Perbandingan pola penyakit sering dilakukan antara:
a. Batas daerah pemerintah,
b. Kota dan pedesaan,
c. Daerah atau tempat berdasarkan batas alam (pegunungan, sungai, laut
atau padang pasir),
d. Negara dan,
e. Regional.
3. Waktu (Time)
Panjangnya waktu dikaitkan dengan terjadinya perubahan angka kesakitan
meliputi:
a. Fluktuasi jangka pendek merupakan angka kesakitan berlangsung
beberapa jam, hari, minggu dan bulan.
b. Perubahan secara siklis merupakan angka kesakitan terjadi secara
berulang dengan antara beberapa hari, beberapa bulan (musiman),
tahunan, beberapa tahun dan perubahan angka kesakitan yang
berlangsung dengan periode waktu panjang, bertahun atau puluh tahun,
yang disebut “secular trends”.

4
B. Prevalensi
Prevalensi merupakan ukuran tentang jumlah atau proporsi dari kasus atau
masalah kesehatan pada suatu populasi tertentu. Prevalensi rate menunjukan
proporsi person yang mempunyai penyakit tertentu pada suatu titik waktu tertentu
atau suatu periode waktu tertentu pada populasi yang di amati (Bustan, 2006).
Prevalensi adalah jumlah kasus penyakit, orang terinfeksi atau kondisi pada satu
waktu tertentu, dihubungkan dengan besar populasi dari mana kasus itu berada
(Timmreck, 2004).
Kasus total kasus penyakit pada waktu tertentu
Angka prevalensi = x1000
Total populasi pada waktu tertentu

Menurut Budiarto dan Anggreani (2003) : Ukuran prevalensi suatu penyakit


digunakan untuk:
1. Menggambarkan tingkat keberhasilan program pemberantas penyakit.
2. Penyusunan perencanaan pelayanan kesehatan, misalnya penyediaan
sarana obat-obatan, tenaga kesehatan dan ruangan.
3. Menyatakan banyaknya kasus yang didiagnosis.

Pada hakikatnya suatu penyakit dapat menyerang setiap orang pada semua
golongan umur, tetapi ada penyakit-penyakit tertentu yang lebih banyak
menyerang golongan umur tertentu. Penyakit kronis mempunyai kecenderungan
meningkat dengan bertambahnya umur sedangkan penyakit-penyakit akut tidak
mempunyai kecenderungan yang jelas.
Hubungan antara umur dan penyakit tidak hanya pada frekuensinya saja, tetapi
pada tingkat beratnya penyakit (Budiarto dan Anggreani, 2003).

C. Pengertian Karies Gigi


Karies gigi adalah hasil interaksi dari bakteri dipermukaan gigi, plak atau
biofilm, diet (khususnya komponen karbohidrat yang dapat di permentasikan oleh
bakteri plak yang menjadi asam terutama asam latat dan asetat)sehingga terjadi
demineralisasi jaringan keras gigi dan memerlukan cukup waktu untuk kejadian
(Megananda dkk, 2011).

5
Menurut Herwan (2010), karies gigi adalah kerusakan yang terbatas pada
jaringan gigi mulai dari email gigi hingga menjalar ke dentin (tulang gigi).
Struktur email sangat menentukan proses terjadinya karies gigi. Permukaan email
luar lebih tahan terhadap karies di banding lapisan di bawahnya, karena lebih
padat dan lebih keras.
Seorang yang mengalami karies mungkin tidak menyadari penyakitnya. Tanda
awal dari lesi karies yang baru adalah muncul bercak putih kapur pada permukaan
gigi, ini merupakan area demineralisasi anamel. Sebagai lesi demineralize, dapat
berubah menjadi cokelat dan akhirnya menjadi sebuah kavitas/rongga (Hongini
dan Aditiawarman, 2012).

D. Penyebab Karies Gigi


Menurut Bahar (2011), penyebab terjadinya karies gigi meliputi empat factor
yaitu: host (pejamu), agent (bakteri) dan environment (substrat), serta waktu.
1. Host (pejamu)
Gigi sebagai host tuan rumah terhadap karies gigi (ukuran dan bentuk
gigi), struktur Enamel (email), factor kimia dan kristalografi, saliva
(Margareta, 2012).
Bentuk gigi yang tidak beraturan dan air ludah yang banyak lagi kental,
mempermudah terjadinya karies (Kusumawardani, 2011).
Menurut Megananda dkk (2011), Saliva berperan penting pada proses
karies. Fungsi saliva penting dalam pertahanan melawan serangan karies.
Mekanisme fungsi perlindungan saliva, meliputi:
a. Sebagai pembersih bakteri
b. Sebagai buffer
c. Sebagai anti mikroba dan
d. Remineralisasi
Gigi yang mudah sekali terserang karies adalah gigi sulung. Hal ini
disebabkan karena struktur giginya lebih tipis dan lebih kecil
dibandingkan dengan gigi tetap (Hermawan, 2010).
2. Agent (bakteri)

6
Plak adalah suatu lapisan lunak yang terdiri atas kumpulan
mikroorganisme yang berkembang biak diatas suatu matriks yang
terbentuk dan melekat erat pada permukaan gigi yang tidak dibersihkan.
Plak gigi memegang peranan penting dalam menyebabkan terjadinya
karies (Margareta, 2012).
Menurut Megananda dkk (2009) Stertococcus Mutans adalah penyebab
penyakit utama karies pada mahkota karena sifatnya : menempel pada
email, menghasilkan dan dapat hidup di lingkungan asam, berkembang
pesat di lingkungan yang kaya sukrosa dan menghasilkan bakteriosin.
Bakteri yang menyebabkan karies adalah dari jenis stertococcus dan
lactobacillus (Kusumawardani, 2011).
3. Environment (substrat)
Karbohidrat menyediakan substrat untuk pembuatan asam bagi bakteri dan
sintesa polisakarida ekstra sel. Orang yang banyak mengkonsumsi
karbohidrat terutama sukrosa cenderung mengalami kerusakan gigi.
Sukrosa merupakan gula yang paling kariogenik (makanan yang dapat
menimbulkan timbulnya kerusakan karies gigi atau makanan yang kaya
akan gula). Makanan dan minuman yang mengandung gula akan
menurunkan pH plak dengan cepat sampai pada level yang dapat
menyebabkan demineralisasi email (Margareta, 2012).
Menurut Kusumawardani (2011), hubungan antara diet dan karies erat
sekali kaitannya dengan jumlah konsumsi pemanis atau gula yang
dikonsumsi tubuh kita. Makanan yang mudah lengket dan menempel di
gigi seperti permen dan cokelat memudahkan terjadinya karies.
4. Waktu
Siklus proses karies membutuhkan waktu yang cukup lama untuk
menyebabkan kavitasi, perkembangan melalui email seringkali lambat 3-4
tahun. Perkembangan dari dentin juga lambat sehingga proses berjalan
panjang, memberi kesempatan untuk remineralisasi (Megananda dkk,
2011).
Menurut Margareta (2012), adanya kemampuan saliva mendepositkan
kembali mineral selama proses karies menandakan proses karies terdiri

7
dari perusakan dan perbaikan yang silih berganti. Adanya saliva
mengakibatkan karies tidak menghancurkan gigi dalam hitungan hari atau
minggu melainkan bulan atau tahun. Sehingga terdapat kesempatan yang
baik untuk menghentikan penyakit ini.
Selain empat faktir diatas, ada beberapa factor yang turut mempengaruhi
terjadinya karies gigi pada manusia:
a. Keturunan
Orang tua dapat menurunkan keadaaan giginya kepada anak mereka, bila
orang tua memiliki gigi yang kuat serta tidak berlubang, maka keadaan ini
juga dialami anak-anaknya. Jika orang tua rapuh, maka gigi anaknya
cenderung rapuh. Namun keadaan ini hanya terjadi kecenderungan saja
(Tarigan, 1995).
b. Umur
Karies gigi tidak mengenal usia, semua orang akan mengalaminya jika
tidak memperhatikan kebersihan mulutnya. Karies dimulai lebih sering
pada umur yang spesifik, terutama pada anak-anak namun juga pada orang
dewasa (Margareta, 2012).
Menurut Tarigan (1990), prosentase karies gigi paling tinggi pada masa
gigi campuran prosentase akan menurun dengan bertambahnya umur.
Untuk keperluan perbandingan WHO (World Health Organitation)
menganjurkan pembagian umur sebagai berikut:
1. Menurut tingkat kedewasaan
0 – 4 tahun : bayi dan anak-anak
15 – 49 tahun : orang muda dan dewasa
50 tahun keatas : orang tua
2. Interval 5 tahun
Kurang dari 1 tahun,
1 – 4, 5 – 9, 10 – 14, . . . . 60 keatas
3. Untuk mempelajari penyakit anak
0 – 4 bulan
5 – 10 bulan
11 – 23 bulan

8
2 – 4 tahun
5 – 9 tahun
9 – 14 tahun (Sutrisna, 2010).
c. Jenis Kelamin
Menurut Budiarto dan Anggraeni (2003), secara umum setiap penyakit
dapat menyerang manusia baik laki-laki maupun perempuan, tetapi pada
beberapa penyakit terdapat frekuensi antara laki-laki dan perempuan. Hal
ini disebabkan perbedaan pekerjaan, kebiasaan hidup, genetika atau
kondisi fisiologis.
Prevalensi karies gigi pada perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki,
hal ini disebabkan karena erupsi gigi pada perempuan lebih cepat
dibandingkan dengan laki-laki, sehingga gigi perempuan berada lebih lama
dalam mulut. Akibatnya pada gigi perempuan akan lebih lama
berhubungan dengan factor resiko terjadinya karies (Suwelo, 1992).
d. Hormonal
Pada masa pubertas atau pada masa kehamilan dapat terjadi
pembengkakan gusi karena perubahan hormonal, pembengkakan gusi ini
mengakibatkan sisa makanan sukar dibersihkan sehingga presentsi karies
meninggi pada periode ini (Tarigan, 1995).
e. Geografis
Di daerah-daerah tertentu sukar mendapatkan air tawar yang cukup
mengandung unsur fluor, sehingga anak yang lahir di daerah ini
mempunyai gigi yang rapuh (Tarigan, 1995).
Pada komunitas yang air minum di fluoridasi, kerentanan karies proksima
akan berkurang (Megananda dkk, 2011).
Menurut Suwelo (1992), perbedaan prevalensi karies ditemukan pada
penduduk yang geografis letak kediamannya berbeda serta lamanya
matahari bersinar, suhu, cuaca, air, keadaan tanah dan jarak dari laut.
Kandungan flour 1ppm dalam air akan berpengaruh terhadap penurunan
karies.

9
Factor lain adalah tingkat kebersihan mulut, frekuensi makanan, penyakit
yang diderita seperti kencing manis dan Tubercolosis, serta sikap /
perilaku terhadap pemeliharaan kesehatan gigi (Hermawan, 2010).

E. Proses Terjadinya Karies Gigi


Kries adalah penyakit infeksi yang disebabkan pembentukan plak kariogenik
pada permukaan gigi yang menyebabkan demineralisasi pada gigi (demineralisasi
email terjadi pada pH 5,5 atau lebih). Streptococcus mutans merupakan organisme
plak menyabakan karies. Transfer ion secara terus menerus terjadi antara email
yang berhadapan dengannya. Dekalsifikasi awal terjadi di subsurface dan
mungkin terjadi 1-2 tahun sebelum menjadi kavitas. Dengan terpaparnya plak
terhadap nutrient ( terutama sukrosa), metabolisme dalam plak menghasilkan
asam yang menyebabkan demineralisasi struktur gigi (Megananda dkk, 2011).
Menurut Margareta (2012) salah satu penyebab karies gigi adalah adanya
kabohidrat yang tinggal di dalam mulut dan mikroorganisme. Gigi dan fissure
yang dalam mengakibatkan sisa-sisa makanan mudah melekat dan bertahan,
sehingga produksi asam oleh bakteri akan berlangsung dengan cepat dan
meimbulkan karies.

F. Klasifikasi Karies Gigi


Karies gigi dapat di kelompokan berdasarkan stadium karies / dalamnya karies
terdiri dari:
1. Karies Superfisialis
Karies jenis ini berarti adanya karies baru mengenai enamel saja,
sedangkan dentin belum terkena.
2. Karies Media
Karies sudah mengenai dentin, tetapi belum melebihi setengah dentin.
3. Karies Profunda
Karies sudah mengenai lebih dari setengan dentin dan kadang-kadang
sudah mengenai pulpa (Margareta, 2012).

10
Menurut Machfoedz dan Zein (2005), tingkat karies gigi yaitu:
a. Karies Email
Karies Email karena karies tersebut baru pada lapisan email. Pada karies
ini orang yang menderita belum merasakan sakit, belum merasakan ngilu,
belum merasakan apa-apa akibat lubang ini. Pada orang peka kadang-
kadang merasa ngilu bila kena dingin. Pada karies ini penyembuhannya
ialah dibawa ke klinik gigi untuk ditambal atau ditumpat.
b. Karies dentin
Karies dentin berarti lubang gigi sampai di dentin. Orang yang menderita
karies ini akan merasa ngilu bila lubangnya kemasukan makanan yang
agak keras ataupun kena rangsangan dingin seperti es. Dentin bisa
merasakan rangsangan, karena didalam dentin sudah ada saluran-saluran
kecil sekali yang bersifat urat saraf, darah dan limfe. Pengobatan karies ini
ditumpat seperti karies email.
c. Radang pulpa gigi / pulpitis
Pulpitis adalah peradangan pada pulpa gigi yang menimbulakn rasa nyeri.
Pulpa merupakan bagian gigi yang paling dalam, yang mengandung syaraf
dan pembulu darah (Kusumawardani, 2011).
Menurut Machfoedz dan Zein (2005), apabila setelah karies dentin belum
juga dibawa ke klinik gigi untuk dirawat, maka akan berlanjut sehingga
lubang tersebut menembus atap pulpa atau atap benak gigi / sumsum gigi
atau pulpa gigi. Kuman-kuman yang menyerbu pulpa sehingga terjadilah
radang pulpa atau infeksi pulpa atau pulpitis.
Orang yang menderita pulpitis akan sakit sekali bila kena rangsangan
dingin, bila kemasukan makanan, bila lubang gigitnya tersinggung sesuatu
yang keras. Pada malam hari menjelang tidur timbul sakit yang luar biasa,
demikian sakitnya sehingga tidak bisa merasakan atau menunjukan gigi
mana yang sakit. Timbulnya sakit yang luar biasa ini oleh kuman-kuman
yang menyerbu syaraf gigi didalam kamar pulpa (Machfoedz dan Zein,
2005).

11
G. Pencegahan Karies Gigi
Margareta (2012), tindakan pencegahan berkaitan dengan kesehatan gigi adalah
sebagai berikut:
1. Pencegahan Tahap Pertama
a. Meningkatkan kesehatan
Upaya promosi kesehatan meliputi pengajaran tentang cara
menyingkirkan plak yang efektif atau cara menyikat gigi dengan pasta
gigi yang mengandung flour dan menggunakan benang gigi.
b. Memberikan perlindungan khusus
Upaya perlindungan khusus yaitu untuk melindungi host dari serangan
penyakit dengan pembangunan penghalang untuk melawan
mikroorganisme. Aplikasi pit dan fissure silent upaya perlindungan
khusus untuk mencegah karies.
2. Pencegahan Tahap Kedua
Menghambat atau mencegah penyakit tidak berkembang atau kambuh lagi,
dengan melakukan diagnose dini dan pengobatan yang tepat seperti
penambalan gigi dengan karies yang kecildan mencegah kehilangan
struktur gigi yang luas.
3. Pencegahan Tahap Tiga
Adalah tahap pelayanan yang ditujukan terhadap akhir dari patogenitas
penyakit yang dilakukan untuk mencegah kehilangan fungsi yang
meliputi:
a. Disability Limitation : pembatasan cacat
Tindakan pengobatan yang parah, misalnya pulp capping, pengobatan
urat syaraf (perawatan saluran akar), pencabutan gigi dan sebaliknya.
b. Rehabilitation : Rehabilitasi
Upaya pemulihan atau pengembalian fungsi dan bentuk sesuai dengan
aslinya, misalnya pembuatan gigi tiruan / protesa.

12
H. Kerangka Konsep

Prevalensi karies gigi

Umur

Orang

Jenis Kelamin

Desa di Wilayah kerja


Tempat Puskesmas Marisa

Januari – Desember
Waktu
Tahun 2013

13
Daftar Pustaka

Bahar, Armasastra. 2011. Paradigma Baru Pencegahan Karies Gigi. Fakultas


Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta

Budiarto, Eko., Anggraeni, Dewi. 2003. Pengantar Epidemiologi Edisi II. EGC.
Jakarta.

Bustan. 2006. Pengantar Epidemiologi Edisi II. Rineka Cipta. Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. 2003. RISKESDAS Indonesia 2013. Jakarta.

Herijulianti, E.,Hidriani, T.S.,Artini, S. 2001. Pendidikan Kesehatan Gigi. EGC.


Jakarta.

Hermawan, Rudi. 2010. Menyehatkan Daerah Mulut. BUKUBIRU. Jogjakarta.

Hongini, Yundali. 2012. Kesehatan Gigi Dan Mulut Buku Lanjutan Dental
Terminology. Pustaka Raka Cipta. Bandung Jawa Barat.

Kusumawardani, Endah. 2011. Buruknya Kesehatan Gigi Dan Mulut Memicu


Penyakit Diabetes, Stroke Dan Jantung. SIKLUS. Yogyakarta.

Machfoedz, Ircham., Zein, A.Y. 2005. Menjaga Kesehatan Gigi dan Mulut Anak-
Anak Dan Ibu Hamil. Fitramaya. Yogyakarta.

Margareta, Shinta. 2012. 101 Tips Dan Terapi Alami Gigi Putih Dan Sehat.
Pustaka Cerdas. Yogyakarta.

Putri, Megananda dkk. 2009. Ilmu Pencegahan Penyakit Jaringan Keras Dan
Jaringan Pendukung Gigi. EGC. Jakarta.

Sriyono, Niken. 2005. Pengantar Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan. Medika.


Yogyakarta.

Sutrisna, Bambang. 2010. Pengantar Metode Epidemiologi. Dian Rakyat. Jakarta.

Suwelo, I.S. 1992. Karies Gigi Pada Anak Dengan Berbagai Faktor Etikologi.
EGC. Jakarta.

Tarigan, Rarasinta. 1990. Karies Gigi. Hipokrates. Jakarta.

Tunggal, Hadi. 2010. Undang – Undang Kesehatan. HARVARINDO.

14

Anda mungkin juga menyukai