Anda di halaman 1dari 21

BAB I

KONSEP DASAR MEDIS

A. Definisi
Hipospadia berasal dari dua kata yaitu “hypo” yang berarti “dibawah”
dan “spadon” yang berarti keratan yang panjang. Hipospadia merupakan suatu
kelainan bawaan dimana meatus uretra eksternus (lubang kencing) terletak di
bagian bawah dari penis dan letaknya lebih kearah pangkal penis dibandingkan
normal. Menurut Corwin (2009), Hipospadia adalah kelainan kongenital
berupa kelainan letak lubang uretra pada pria dari ujung penis ke sisi ventral.
Hipospadia adalah suatu keadaan dengan lubang uretra terdapat pada
penis bagian bawah, bukan diujung penis. Beratnya hipospadia bervariasi,
kebanyakan lubang uretra terletak didekat ujung penis yaitu pada glans penis.
Bentuk hipospadia yang lebih berat terjadi jika luubang uretra terdapat
ditengah batang penis atau pada pangkal penis, dan kadang pada skrotum atau
dibawah skrotum. Kelainan ini sering berhubungan kordi, yaitu suatu jaringan
vibrosa yang kencang yang menyebabkan penis melengkung kebawah saat
ereksi (Muslihatum, 2010).
Hipospadia adalah congenital anomali yang mana uretra bermuara pada
sisi bawah penis atau perineum (Suriadi, 2010).

B. Etiologi
Penyebab sebenarnya sangat multifaktor dan sampai sekarang belum
diketahui penyebab pasti dari hipospadia. Namun ada beberapa faktor yang
oleh para ahli dianggap paling berpengaruh antara lain :
1. Secara embriologis, hipospadia disebabkan oleh kegagalan penutupan yang
sempurna pada bagian ventral lekuk uretra (Heffiner, 2005).
2. Diferensiasi uretra pada penis bergantung androgen dihidrotestoteron
(DHT). Defisiensi produksi testoteron (T), konversi T menjadi DHT yang
tidak adekuat atau defisiensi lokal pada pengenalan androgen (kekurangan
jumlah atau fungsi reseptor androgen) (Heffiner, 2005).
3. Terdapat presdisposisi genetik non-Mendelian pada hipospadia, jika salah
satu saudara kandung mengalami hipospadia, resiko kejadian berulang pada
keluarga tersebut adalah 12%, jika bapak dan anak laki-lakinya terkena,
maka resiko untuk anak laki-laki berikutnya adalah 25% (Heffiner, 2005).
4. Kriptorkismus (cacat perkembangan yang ditandai dengan kegagalan buah
zakar untuk turun ke dalam kandung buah zakar) terdapat pada 16% anak
laki-laki dengan hipospadia (Heffiner, 2005).
5. Dihubungkan dengan penurunan sifat genetik (Muscari, 2005).
6. Faktor eksogen antara lain pajanan pranatal terhadap kokain, alkohol,
fenitoin, progestin, rubela, atau diabetes gestasional (Muscari, 2005).

C. Klasifikasi
Terdapat berbagai tipe hipospadia berdasarkan letak orifisium atau posisi
meatus uretra, yaitu:
1. Hipospadia tipe Perenial, lubang kencing berada di antara anus dan buah
zakar.
2. Hipospadia tipe Scrotal, lubang kencing berada tepat di bagian depan buah
zakar.
3. Hipospadia tipe Peno Scrotal, lubang kencing terletak di antara buah zakar
(skrotum) dan batang penis.
4. Hipospadia tipe Peneana Proximal, lubang kencing berada di bawah pangkal
penis.
5. Hipospadia tipe Mediana, lubang kencing berada di bawah bagian tengah
batang penis.
6. Hipospadia tipe Distal Peneana, lubang kencing berada di bawah ujung
batang penis.
7. Hipospadia tipe Sub Coronal, lubang kencing berada pada sulcus coronarius
penis (cekungan kepala penis).
8. Hipospadia tipe Granular, lubang kencing sudah berada pada kepala penis
hanya letaknya masih berada di bawah kepala penisnya.
Berbagai tipe hipospadia di atas dapat digolongkan menjadi tiga golongan,
yaitu:
1. Tipe sederhana atau tipe anterior
Terletak di anterior yang terdiri dari tipe glandular (hipospadia glanduler)
dan coronal (hipospadia koronal). Pada tipe ini, meatus terletak pada
pangkal glans penis. Secara klinis, kelainan ini bersifat asimtomatik dan
tidak memerlukan suatu tindakan. Bila meatus agak sempit dapat dilakukan
dilatasi atau meatotomi.
2. Tipe penil atau tipe middel
Tipe middle terdiri dari distal penile, mediana, dan proksimal penile. Pada
tipe ini, meatus terletak antara glans penis dan skrotum (hipospadia
penoskrotal). Biasanya disertai dengan kelainan penyerta, yaitu tidak adanya
kulit prepusium bagian ventral, sehingga penis terlihat melengkung
kebawah atau glans penis menjadi pipih. Pada kelainan tipe ini, diperlukan
intervensi tindakan bedah secara bertahap, mengingat kulit dibagian ventral
preposium tidak ada maka sebaiknya sirkumisi karena sisa kulit yang ada
dapat berguna untuk tindakan bedah selanjutnya.
3. Tipe posterior
Tipe posterior terdiri dari pene-escrontal, tipe scrotal, dan perineal. Pada
tipe ini umumnya pertumbuhan penis akan terganggu, kadang disertai
dengan skrotum befida, meatus uretra terbuka lebar, dan umumnya testis
tidak turun. Hipospadia perineal dapat menunjukkan kemungkinan letak
lubang kencing pada pasien hipospadia.
Gambar : Jenis-jenis hipospadia berdasarkan letak lubang saluran kemih
beserta persentasi kejadiannya

D. Tanda dan Gejala


1. Kesulitan atau ketidakmampuan berkemih secara adekuat dengan posisi
berdiri
2. Chordee (melengkungnya penis) dapat menyertai hipospadia
3. Hernia inguinalis (testis tidak turun) dapat menyertai hipospadia (Corwin,
2009).
4. Lokasi meatus urine yang tidak tepat dapat terlihat pada saat lahir (Muscari,
2005).

E. Komplikasi
1. Komplikasi dari hipospadia antara lain:
a. Dapat terjadi disfungsi ejakulasi pada pria dewasa. Apabila chordee nya
parah, maka penetrasi selama berhubungan intim tidak dapat dilakukan
(Corwin, 2009)
b. Pseudohermatroditisme (keadaan yang ditandai dengan alat-alat kelamin
dalam 1 jenis kelamin tetapi dengan satu beberapa ciri seksual tertentu)
(Ramali, 2005)
c. Psikis (malu) karena perubahan posisi BAK
d. Kesukaran saat berhubungan, bila tidak segera dioperasi saat dewasa
(Anak-hipospadia)
2. Komplikasi pascaoperasi yang terjadi:
a. Edema/pembengkakan yang terjadi akibat reaksi jaringan besarnya dapat
bervariasi, juga terbentuknya hematom/kumpulan darah di bawah kulit,
yang biasanya dicegah dengan balutan ditekan selama 2 sampai 3 hari
pascaoperasi
b. Striktur, pada proksimal anastomis yang kemungkinan disebabkan oleh
angulasi dari anastomis
c. Rambut dalam uretra, yang dapat mengakibatkan infeksi saluran kencing
berulang atau pembentukan batu saat pubertas
d. Fitula uretrokutan, merupakan komplikasi yang sering dan digunakan
sebagai parameter untuk menilai keberhasilan operasi. Pada prosedur satu
tahap saat ini angka kejadian yang dapat diterima adalah 5-10%
e. Residual chordee/rekuren chrodee, akibat dari chordee yang tidak
sempurna, dimana tidak melakukan ereksi artifisial saat operasi atau
pembentukan scar yang berlebihan di ventral penis walaupun sangat
jarang
f. Divertikulum (kantung abnormal yang menonjol ke luar dari saluran atau
alat berongga) terjadi pada pembentukan neouretra yang terlalu lebar atau
adanya stenosis meatal yang mengakibatkan dilatasi yang berlanjut.
F. Patofisiologi
Perkembangan uretra in utero dimulai sekitar usia 8 minggu dan selesai
dalam 15 minggu. Uretra terbentuk dari penyatuan lipatan uretra sepanjang
permukaan ventral penis. Glandula uretra terbentuk dari kanalisasi funikulus
ectoderm yang tumbuh melalui glens untuk menyatu dengan lipatan uretra
yang menyatu. Hipospadia terjadi bila penyatuan di garis tengah lipatan uretra
tidak lengkap sehingga meatus uretra terbuka pada sisi ventra penis (Niwang,
2016).

G. Anatomi Sistem Perkemihan


Sistem perkemihan merupakan suatu sistem dimana terjadinya proses
penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan
oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat
yang tidak dipergunakan oleh tubuh larut dalam air dan dikeluarkan berupa
urin (air kemih) (Speakman, 2008). Susunan sistem perkemihan terdiri dari: a)
dua ginjal (ren) yang menghasilkan urin, b) dua ureter yang membawa urin dari
ginjal ke vesika urinaria (kandung kemih), c) satu vesika urinaria tempat urin
dikumpulkan, dan d) satu uretra urin dikeluarkan dari vesika urinaria (Panahi,
2010).

1. Ginjal (Ren)
Ginjal terletak pada dinding posterior di belakang peritoneum pada kedua
sisi vertebra torakalis ke-12 sampai vertebra lumbalis ke-3. Bentuk ginjal
seperti biji kacang. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri, karena
adanya lobus hepatis dextra yang besar.
2. Fungsi ginjal
Fungsi ginjal adalah memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat
toksis atau racun, mempertahankan suasana keseimbangan cairan,
mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh, dan
mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein ureum, kreatinin dan
amoniak.
3. Fascia renalis
Fascia renalis terdiri dari: a) fascia (fascia renalis), b) jaringan lemak
perirenal, dan c) kapsula yang sebenarnya (kapsula fibrosa), meliputi dan
melekat dengan erat pada permukaan luar ginjal.
4. Stuktur ginjal
Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula fibrosa,
terdapat korteks renalis di bagian luar, yang berwarna cokelat gelap,
medulla renalis di bagian dalam yang berwarna cokelat lebih terang
dibandingkan korteks. Bagian medulla berbentuk kerucut yang disebut
piramides renalis, puncak kerucut tadi menghadap kaliks yang terdiri dari
lubang-lubang kecil yang disebut papilla renalis (Panahi, 2010).
5. Proses pembentukan urin
Tahap pembentukan urin:
a. Proses filtrasi, di glomerulus
Terjadi penyerapan darah yang tersaring adalah bagian cairan darah
kecuali protein. Cairan yang tersaring ditampung oleh simpai bowmen
yang terdiri dari glukosa, air, sodium, klorida, sulfat, bikarbonat
diteruskan ke tubulus ginjal. Cairan yang disaring disebut filtrat
glomerulus.
b. Proses reabsorbsi
Pada proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari glukosa,
sodium, klorida fosfat dan beberapa ion bikarbonat. Prosesnya terjadi
secara pasif (obligator reabsorbsi) di tubulus proximal. Sedangkan pada
tubulus distal terjadi kembali penyerapan sodium dan ion bikarbonat bila
diperlukan tubuh. Penyerapan terjadi secara aktif (reabsorbsi fakultatif)
dan sisanya dialirkan pada papilla renalis.
c. Proses sekresi
Sisa dari penyerapan kembali yang terjadi di tubulus distal dialirkan ke
papilla renalis selanjutnya diteruskan ke luar (Rodrigues, 2008).
6. Pendarahan
Ginjal mendapatkan darah dari aorta abdominalis yang mempunyai
percabangan arteri renalis, arteri ini berpasangan kiri dan kanan. Arteri
renalis bercabang menjadi arteri interlobularis kemudian menjadi arteri
akuarta. Arteri interlobularis yang berada di tepi ginjal bercabang manjadi
arteriole aferen glomerulus yang masuk ke gromerulus. Kapiler darah yang
meninggalkan gromerulus disebut arteriole eferen gromerulus yang
kemudian menjadi vena renalis masuk ke vena cava inferior (Barry, 201l).
7. Persarafan ginjal
Ginjal mendapatkan persarafan dari fleksus renalis (vasomotor). Saraf ini
berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk ke dalam ginjal, saraf
ini berjalan bersamaan dengan pembuluh darah yang masuk ke ginjal
(Barry, 2011).
8. Ureter
Terdiri dari 2 saluran pipa masing-masing bersambung dari ginjal ke vesika
urinaria. Panjangnya ±25-34 cm, dengan penampang 0,5 cm. Ureter
sebagian terletakpada rongga abdomen dan sebagian lagi terletak pada
rongga pelvis. Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan-gerakan
peristaltik yang mendorong urin masuk ke dalam kandung kemih. Lapisan
dinding ureter terdiri dari:
a. Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)
b. Lapisan tengah lapisan otot polos
c. Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa
9. Vesika urinaria (kandung kemih)
Vesika urinaria bekerja sebagai penampung urin. Organ ini berbentuk
seperti buah pir (kendi). Letaknya di belakang simfisis pubis di dalam
rongga panggul. Vesika urinaria dapat mengembang dan mengempis seperti
balon karet.
10. Uretra
Merupakan saluran sempit yang berpangkal pada vesika urinaria yang
berfungsi menyalurkan air kemih ke luar. Pada laki-laki panjangnya kira-
kira 13,7-16,2 cm, terdiri dari:
a. Uretra pars prostatika
b. Uretra pars membranosa
c. Uretra pars spongiosa.
Uretra pada wanita panjangnya kira-kira 3,7-6,2 cm. sphincter uretra terletak
di sebelah atas vagina (antara clitoris dan vagina) dan uretra disini hanya
sebagai saluran ekskresi (Panahi, 2010).
11. Urin
Sifat fisis air kemih, terdiri dari:
a. Jumlah ekskresi dalam 24 jam ±1.500 cc tergantung dari pemasukan
(intake) cairan dan faktor lainnya.
b. Warna bening kuning muda dan bila dibiarkan akan menjadi keruh.
c. Warna kuning tergantung dari kepekatan, diet, obat-obatan dan
sebagainya.
d. Bau, bau khas air kemih bila dibiarkan lama akan berbau amoniak.
e. Berat jenis 1,015-1,020.
f. Reaksi asam, bila lama-lama menjadi alkalis, juga tergantung daripada
diet (sayur menyebabkan reaksi alkalis dan protein member reaksi asam).

Komposisi air kemih, terdiri dari:


a. Air kemih terdiri dari kira-kira 95% air.
b. Zat-zat sisa nitrogen dari hasil metabolisme protein, asam urea, amoniak
dan kreatinin.
c. Elektrolit natrium, kalsium, NH3, bikarbonat, fosfat dan sulfat.
d. Pigmen (bilirubin dan urobilin).
e. Toksin
f. Hormon (Velho, 2013).
12. Mikturisi
Mikturisi ialah proses pengosongan kandung kemih setelah terisi dengan
urin. Mikturisi melibatkan 2 tahap utama, yaitu:
a. Kandung kemih terisi secara progesif hingga tegangan pada dindingnya
meningkat melampaui nilai ambang batas, keadaan ini akan mencetuskan
tahap ke-2.
b. Adanya refleks saraf (disebut refleks mikturisi) yang akan
mengosongkan kandung kemih. Pusat saraf miksi berada pada otak dan
spinal cord (tulang belakang). Sebagian besar pengosongan diluar kendali
tetapi pengontrolan dapat dipelajari “latih”. Sistem saraf simpatis: impuls
menghambat vesika urinaria dan gerak spinchter interna, sehingga otot
detrusor relax dan spinchter interna konstriksi. Sistem saraf parasimpatis
: impuls menyebabkan otot detrusor berkontriksi, sebaliknya spinchter
relaksasi terjadi mikturisi (Roehrborn, 2009).
13. Ciri-ciri urin normal
a. Rata-rata dalam satu hari l-2 liter tapi berbeda-beda sesuai dengan jumlah
cairan yang masuk.
b. Warnanya bening tanpa ada endapan.
c. Baunya tajam.
d. Reaksinya sedikit asam terhadap lakmus dengan pH rata-rata 6 (Velho,
2013).
H. Pathway
Repair Hipopadia

- Usia Tekhnik operasi


- Tipe Hipospadia
- Chorde
Hasil
- Ukuran penis Satu tahap
Dua tahap

Malformasi congenital

Hipospadia

Grandular distal penile penile penoscrotal scrotal perineal

Pengelolaan

Pembedahan eksia Pembedahan


Chordee Uretheroplasty Radio
diagnosis

Proses Pembedahan Efek anestesi Pemasangan kateter


inwhelling

Kecemasan Nyeri Hipersalivan entry


Gangguan
aktivitas
Gangguan rasa Penumpukan secret
Nyaman

Obstruksi jalan nafas Resiko tinggi infeksi

Inefektif bersihan jalan nafas


I. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis dilakukan dengan dengan pemeriksaan fisik pada bayi baru
lahir atau bayi. Karena kelainan lain dapat menyertai hipospadia, dianjurkan
pemeriksaan yang menyeluruh, termasuk pemeriksaan kromososm (Corwin,
2009).
1. Rontgen
2. USG sistem kemih kelamin
3. BNO – IVP karena biasanya pada hipospadia juga disertai dengan kelainan
kongenital ginjal
4. Kultur urine (Anak-hipospadia)

J. Penatalaksanaan Medis
Tujuan utama dari penatalaksanaan bedah hipospadia adalah
merekomendasikan penis menjadi lurus dengan meatus uretra ditempat yang
normal atau dekat normal sehingga aliran kencing arahnya ke depan dan dapat
melakukan coitus dengan normal (Anak-hipospadia):
1. Koreksi bedah mungkin perlu dilakukan sebelum usia anak 1 atau 2 tahun.
Sirkumsisi harus dihindari pada bayi baru lahir agar kulup dapat dapat
digunakan untuk perbaikan dimasa mendatang (Corwin, 2009).
2. Informasikan orang tua bahwa pengenalan lebih dini adalah penting
sehingga sirkumsisi dapat dihindari, kulit prepusium digunakan untuk bedah
perbaikan (Muscari, 2005).
3. Dikenal banyak teknik operasi hipospadia yang umumnya terdiri dari :
Operasi hipospadia satu tahap (One stage urethroplasty) adalah teknik
operasi sederhana yang sering digunakan, terutama untuk hipospadia tipe
distal. Tipe distal inimeatusnya letak anterior atau yang middle. Meskipun
sering hasilnya kurang begitu bagus untuk kelainan yang berat. Sehingga
banyak dokter lebih memilih untuk melakukan 2 tahap. Untuk tipe
hipospadia proksimal yang disertai dengan kelainan yang lebih berat, maka
one stage urethroplasty nyaris dapat dilakukan. Tipe annghipospadia
proksimal seringkali di ikuti dengan kelainan-kelainan yang berat seperti
chordee yang berat, globuler glands yang bengkok ke arah ventral (bawah)
dengan dorsal skin hood dan propenil bifid scrotum. Intinya tipe hipospadia
yang letak lubang air seninya lebih ke arah proksimal (jauh dari tempat
semestinya) biasanya diikuti dengan penis yang bengkok dan kelainan lain
di scrotum.

K. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agn cidera fisik (prosedur post op)
2. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh primer tidak adekuat
(integritas kulit tidak utuh atau insisi bedah)
BAB II
Konsep Tindakan Uretroplasty
A. Definisi
Urethoplasti adalah tehnik untuk membuat lurus penis agar dapat berdiri
tegak. Penis yang terjerat oleh chorde yang banyak dan lama dapat
mengakibatkan penis tetap menunduk meskipun chorde telah dilepaskan.
Untuk meluruskan perlu dibuat jahitan tambahan. Uretroplasti adalah tindakan
membuat saluran kencing sehingga lubang kencing berada di ujung penis.

B. Tujuan
Tujuan tindakan ini adalah membuat saluran urethra baru dengan ukuran
yang adekuat sesuai umur pasien, dengan ujung distalnya hingga glan penis,
sehingga didapatkan hasil yang optimal untuk fungsi berkemih, reproduksi dan
kosmetis.

C. Indikasi
1. Pasien dengan hypospadia tipe anterior
2. Pasien dengan hypospadia tipe middle
3. Pasien dengan hypospadia tipe posterior

D. Klasifikai Urethroplasty
Urethroplasty dapat dibedakan menjadi empat jenis:
1. Urethroplasty anastomotik, yaitu bedah rekonstruksi uretra jika terjadi
penyempitan di uretra bulbar, yang ada di antara perineum dan skrotum.
Prosedur ini dilakukan jika panjang striktur tidak melebihi 3 cm. Prosedur
ini dilakukan dengan memutus uretra dari kavernosum, memperlebar uretra,
lalu menghubungkan kedua ujung uretra.
2. Island flap atau cangkok penis, yaitu pembedahan yang melibatkan skrotum
dan penis yang sangat mirip dengan cangkok mukosa bukal. Perbedaan
utamanya adalah sumber cangkok. Pada prosedur ini, cangkok kulit diambil
dari penis dan/atau skrotum. Karena itu, teknik ini sebaiknya dilakukan pada
pasien yang belum disunat.
3. Urethroplasty Johansen adalah proses dua tahap yang ideal bagi pasien yang
menderita penyempitan uretra kompleks.
4. Cangkok onlay mukosa bukal, di mana dua prosedur dilakukan pada saat
yang bersamaan. Saat dokter bedah urologi memulai urethroplasty, spesialis
bedah mulut (misalnya dokter bedah maksilofasial atau dokter bedah THT)
akan mengambil suatu bagian pipi untuk dicangkok. Cangkok ini dapat
mengalihkan aliran urin dari striktur, sehingga urin dapat mengalir dengan
lancar. Cangkok akan dijahit dan dilem untuk mencegah kebocoran.
Bedah rekonstruksi uretra merupakan operasi besar yang membutuhkan 3-4
jam. Pasien akan diberi bius total dan dibaringkan di punggungnya dengan kaki
diletakkan di pijakan kaki. Dokter bedah akan membuat sayatan untuk
mengakses uretra, lalu bagian yang menyempit dan jaringan yang terluka akan
diangkat. Kemudian, kateter akan dipasang. Setelah 3 minggu - 1 bulan, kateter
dapat dilepas.

E. Tehnik yang Digunakan untuk Uretroplasty


1. Teknik MAGPI ini dapat digunakan untuk pasien dengan hipospadia
glanular distal. Setelah penis terlihat lurus pada tesereksi artifisial, insisi
sirkumsis dilakukan. Skin hook diletakkan pada tepi ujung dari saluran
uretra glanular lalu kemudian ditarik ke arah lateral. Gerakan ini dapat
meningkatkan transverse band dari mukosa yang nantinya akan diinsisi
longitudinal pada garis tengah.
2. Insisi pada dinding dorsal glanular uretra ini nantinya akan ditutup dengan
jahitan transversal dengan chromic catgut 6-0. Skin hook ditempatkan pada
tepi kulit dari korona pada garis tengah ventral.
3. Dengan traksi distal, ujung glans ditarik ke depan dan dijahitkan pada garis
tengah dengan jahitan subkutikuler. Epitel glans ditutup dengan jahitan
interrupted. Kelebihan kulit dari prepusium dorsal dapat dijahitkan untuk
penutupan kulit.
F. Prosedur Tindakan Uretroplasti
1. Tim Medis
a. Tindakan urethroplasty dilakukan oleh tim yang terdiri dari dokter
spesialis urologi yang melakukan tindakan dan dokter spesialis anestesi
yang melakukan pembiusan.
b. Dokter spesialis urologi melakukan penilaian letak ostium urethra
eksternum dan chordae.
c. Dokter spesialis anestesi sebelumnya melakukan pembiusan umum.
2. Alat
a. Set operasi urethroplasty
b. Lampu operasi yang memadai
c. NaCl 0,9%
d. Povidon iodin 10%
e. Draping steril
f. Benang vicryl 4/0
g. Cilastic stent
h. Cystofix set
3. Cara
a. Pasien dilakukan anestesi umum.
b. Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik didaerah operasi dan
sekitarnya.
c. Identifikasi OUE, pasang Cilastic stent.
d. Dilakukan insisi melingkar, + 1 cm dibawah sulcus coronarius.Kemudian
dilakukan degloving hingga pangkal penis.
e. Chordae dieksisi hingga bebas dari jaringan fibrosis
f. Dilakukan penilaian letak OUE sehingga dapat menentukan tehnik
urethroplasty yang akan digunakan.
g. Bila letak OUE berada pada mid shaft penis dapat dilakukan dengan
Tubularized Incision Plate (TIP), Onlay Island Flap.
h. Dilakukan prosedur diversi urine dengan cystostomi.
G. Komplikasi Operasi
1. Jangka pendek
a. Edema local dan bintik-bintk perdarahan dapat terjadi segera setelah
operasi dan biasanya tidak menimbulkan masalah yang berarti.
b. Perdarahan post operasi jarang terjadi dan biasanya dapat dikontrol
dengna balut tekan. Tidak jarang hal ini membutuhkan eksplorasi ulang
untuk mengeluarkan hematoma dan untuk mengidentifikasi dan
mengatasi sumber perdarahan.
c. Infeksi merupakan komplikasi yang cukup jarang dari hipospadia.
Dengan persiapan kulit dan pemberian antibiotika perioperative hal ini
dapat dicegah.
2. Jangka panjang
a. Fistula: Fistula uretrokutan merupakan masala utama yang sering muncul
pada operasi hipospadia. Fistula jarang menutup spontan dan dapat
diperbaiki dengan penutupan berlapis dari flap kulitlokal.
b. Stenosis meatus: Stenosis atau menyempitnya meatus uretra dapat terjadi.
Adanya aliran air seni yang mengecil dapat menimbulkan kewaspadaan
atas adanya stenosis meatus.
c. Striktur: Keadaan ini dapat berkembang sebagai komplikasi jangka
panjang dari operasi hipospadia. Keadaan ini dapat diatasi dengan
pembedahan, dan dapat membutuhkan insisi, eksisi atau reanastomosis.
d. Divertikula: Divertikula uretra dapat juga terbentuk ditandai dengan
adanya pengembangan uretra saat berkemih. Striktur pada distal dapat
mengakibatkan obstruksi aliran dan berakhir pada diverticula uretra.
Divertikula dapat terbentuk walaupun tidak terdapat obstruksi pada
bagian distal. Hal ini dapat terjadi berhubungan dengan adanya graft
atau flap pada operasi hipospadia, yang disangga dari otot maupun
subkutan dari jaringan uretra asal.
H. Penatalaksanaan Post Urethroplasty
1. Antibiotik intra vena diberikan mulai satu jam pre operasi sampai tiga hari
pasca operasi, dilanjutkan antibiotik oral selama lima hari.
2. Cilastic stent dipertahankan 5 hari dan cystostomy dipertahankan 10 hari
3. Perawatan terbuka dengan pemberian antibiotika topikal dimulai pada hari
ke 5
4. Hari ke-3 pasca operasi splint dilepas sambil dilakukan rawat luka
5. Pertahankan kateter urine ± 10-14 hari pasca operasi.
6. Setelah operasi pasien diberi kompres dingin pada area operasi selama 2
hari pertama. Cara ini dapat mengurangi edema dan nyeri serta menjaga
daerah operasi tetap bersih. Pasien yang menggunakan kateter suprapubik,
dapat juga memerlukan sten uretra yang kecil dan dapat dicabut pada hari ke
lima postoperasi. Pada pasien yang menggunakan graft tube atau flap
prepusium, proses miksi dilakukan melalui kateter suprapubik perkutan.
Tergantung dari proses penyembuhan luka, kateter ini ditutup pada hari ke
10 untuk percobaan miksi. Bila terdapat kesulitan metode ini diulang 3-4
hari kemudian Bila hingga 3 minggu fistula tetap ada, proses miksi
diteruskan seperti biasanya kemudian pasien disarankkan untuk
memperbaiki hasil operasi 6 bulan kemudian bila proses inflamasi sudah
menghilang. Biasanya fistula yang kecil dapat menutup dengan spontan.
Setelah percobaan miksi, pasien dapat mandi seperti biasanya. Balutan
dapat lepas dengan spontan. Setelah pelepasan dari sten, orang tua diminta
untuk menjaga meatus tetap terbuka dengan menggunakan tutup tabung
salep mata Neosporin sehingga krusta pada meatus tidak mengakibatkan
obstruksi distal yang berkembang menjadi fistula.

I. Pemeriksaan Diagnostik
1. Foto polos abdomen atau KUB (Kidney Ureter Bladder) adalah foto
screaning untuk pemeriksaan kelainan-kelainan urologi.
2. Pyelografi Intravena (PIV) atau Intra Venous Pyelografi (IVP) atau dikenal
dengan Intravenous Urografi melalui bahan-bahan kontras radio opak.
3. USG Sistem Kemih Kelamin, Prinsip pemeriksaan ultrasonografi adalah
menangkap gelombang bunyi ultra yang dipantulkan oleh organ-organ yang
berbeda kepadatannya, ultrasonografi banyak dipakai untuk mencari
kelainan-kelainan pada ginjal, buli-buli, prostat, testis dan pemeriksaan
pada kasus keganasan.

J. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi


Pre Operasi
1. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai urethroplasty.
Intervensi:
a. Kaji tingkat ansietas pasien
b. Observasi tanda-tanda vital
c. Kaji orang terdekat dengan pasien
d. Beri kesempatan pasien untk mengungkapkan perasaannya.
e. Dengarkan keluhan pasien
f. Berikan penjelasan tentang hal-hal yang ingin diketahui tentang pasien.

Intra Operasi
1. Resiko Perdarahan
Intervensi:
a. Pencegahan pendarahan
b. Pengurangan pendarahan
c. Perawatan sirkulasi
d. Kewaspadaan sirkulasi
e. Perawatan kedaruratan
f. Pendidikan: proses penyakit
g. Pendidikan: prosedur/pengobatan
h. Monitor tanda-tanda vital

Post Operasi
1. Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan
Intervensi:
a. Kaji lokasi dan karakteristik nyeri
b. Lakukan tindakan manajemen nyeri relaksasi dan distraksi
c. Beri aktifitas yang tepat untuk klien
d. Berikan lingkungan yang aman dan nyaman
e. Berikan posisi senyaman mungkin
f. Berikan analgetika (kolaborasi medik)
2. Gangguan integritas jaringan kulit dan jaringan berhubungan dengan adanya
tindakan invasif, bedah perbaikan
Intervensi:
a. Kaji integritas kulit pasien.
b. Kaji kulit untuk luka terbuka, benda asing, kemerahan, perdarahan,
perubahan warna.
c. Ubah posisi dengan sering.
d. Tempatkan balutan pada area fraktur.
e. Kaji posisi pada alat traksi.
f. Observasi untuk potensial area yang tertekan.
g. Kaji jumlah dan karakteristik cairan luka.
h. Lakukan perawatan luka.
3. Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan primer,
trauma jaringan, tindakan invasif
Intervensi:
a. Kaji adanya tanda-tanda infeksi.
b. Monitor tanda-tanda vital.
c. Lakukan perawatan luka dengan prinsip steril.
d. Kolaborasi pemberian antibiotik.
e. Kolaborasi pengecekan darah rutin.
DAFTAR PUSTAKA
Ayu, Niwang TD. 2016. Patologi dan Patofisiologi Kebidanan. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Bulechek Gloria M, dkk. 2016. Nursing Interventions Classification (NIC) Edisi
Bahasa Indonesia, Edisi Keenam. Indonesia: Mocomedia
Corwin, E. J. 2009. Buku Saku : Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Heffiner, L. J. 2005. At a Glans Sistem Reproduksi Ed. 2. Boston: EMS.

John Wiley & Sons. 2015. Nanda International Inc. Diagnosis Keperawatan:
Definisi & Klasifikasi 2015-2017, Edisi 10. Jakarta: EGC

Moorhead Sue, dkk. 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC) Edisi Bahasa
Indonesia, Edisi Kelima. Indonesia: Mocomedia

Muscari, M. E. 2005. Panduan Belajar: Keperawatan Pediatrik Ed. 3 hal : 357.


Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai