Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Bedah atau operasi merupakan tindakan pembedahan untuk mengobati kondisi
yang sulit atau tidak mungkin disembuhkan hanya dengan obat-obatan sederhana (Potter
and Perry, 2006). Pembedahan dapat didefinisikan sebagai seni dan pengetahuan untuk
mengatasi penyakit, injuri, deformitas melalui operasi atau instrumen (Hipkabi, 2010).
Salah satu jenis pembedahan yang banyak dilakukan adalah Sectio Caesarea (SC). SC
adalah prosedur bedah untuk melahirkan janin dengan insisi melalui abdomen dan uterus
(Liu, 2007). Sedangkan menurut Fraser (2009) SC merupakan prosedur operasi yang
dilakukan di bawah anestesia sehingga janin, plasenta dan ketuban dilahirkan melalui
insisi dinding abdomen dan uterus.
Angka kejadian bedah SC berdasarkan data statistik Riskesdas (2013)
menunjukkan kelahiran bedah SC di Indonesia sebesar 9,8% dengan proporsi tertinggi di
DKI Jakarta (19,9%). Data statistik bedah SC di Jawa Tengah sebesar (10,0%) yang
menduduki peringkat ke-10 (Riskesdas, 2013). Berdasarkan data dari rekam medik RS
PKU Muhammadiyah Gombong tentang bedah SC pada tahun 2014 sebanyak 608 orang
dan pada tahun 2015 antara bulan Januari sampai Oktober sebanyak 627 orang.
Angka kejadian SC yang semakin tinggi disebabkan karena beberapa faktor
diantaranya berkaitan dengan perubahan teknologi, sosial dan faktor dari ibu dan janin
yang mempunyai indikasi untuk dilakukan SC ataupun permintaan dari ibu (Fraser,
2009). Indikasi dilakukan tindakan operasi SC antara lain adalah presentasi bokong,
tunggal, letak lintang, gawat janin, kehamilan kembar, HIV, herpes genital primer pada
trimester ketiga, dan plasenta previa derajat 3 dan 4 (Chapman, 2013). Komplikasi atau
risiko pada pasien post SC adalah nyeri abdomen, cedera kandung kemih dan ureter,
penyakit tromboflebitis, kematian ibu,gangguan stress pasca-trauma (Chapman, 2013).
Risiko pada pasien post SC yang paling dirasakan adalah nyeri hebat dan 75%
penderita mempunyai pengalaman yang kurang menyenangkan akibat pengelolaan nyeri
yang tidak adekuat (Potter and Perry, 2006). Asosiasi international untuk penelitian nyeri
(International Association for the Study of Pain, IASP) mendefinisikan nyeri sebagai
suatu sensori subjektif dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan berkaitan
dengan kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau yang dirasakan dalam
kejadian-kejadian dimana terjadi kerusakan (Potter dan Perry, 2006). Nyeri adalah
bentuk ketidaknyamanan baik sensori maupun emosional yang berhubungan dengan
risiko atau aktualnya kerusakan jaringan tubuh, bisa juga karena suatu mekanisme
proteksi bagi tubuh, timbul ketika jaringan sedang rusak dan menyebabkan individu
tersebut bereaksi untuk menghilangkan rasa nyeri (Andarmoyo, 2013).
Nyeri yang dialami pasien post operasi bersifat akut dan harus segera ditangani
(Mubarak, 2008). Strategi penatalaksanaan nyeri mencakup baik pendekatan farmakologi
dan non farmakologi. Manajemen nyeri farmakologi yang digunakan adalah dengan
pemberian obat analgesik (Tamsuri, 2007). Analgesik merupakan metode yang paling
umum untuk mengatasi nyeri. Jenis analgesiknya adalah analgesik golongan non
narkotik, analgesik narkotik, dan adjuvan. Semua jenis analgesik dapat menimbulkan
ketergantungan pada penderitanya (Potter dan Perry, 2006).
Manajemen nyeri non farmakologi merupakan tindakan menurunkan respon nyeri
tanpa menggunakan agen farmakologi melainkan mencakup intervensi perilaku-kognitif
dan penggunaan agen-agen fisik (Potter & Perry, 2006). Pemberian melakukan intervensi
dengan teknik non farmakologi merupakan tindakan independen dari seorang perawat
dalam mengatasi respon nyeri klien (Andarmoyo, 2013). Manajemen nyeri non
farmakologi menurut Tamsuri (2007) yaitu teknik distraksi, teknik massage, teknik
relaksasi, kompres, immobilisasi dan guided imaginary.
Salah satu metode yang sering digunakan untuk mengurangi atau mengatasi nyeri
adalah distraksi. Distraksi merupakan pengalihan dari fokus perhatian terhadap nyeri ke
stimulus yang lain (Tamsuri, 2007). Teknik distraksi bekerja memberi pengaruh paling
baik untuk jangka waktu yang singkat, serta untuk mengatasi nyeri intensif yang hanya
berlangsung beberapa menit. Salah satu teknik distraksi yang efektif adalah terapi
murottal (mendengarkan bacaan ayat-ayat suci Al-Qur’an), yang dapat menurunkan nyeri
fisiologis, stres, dan kecemasan dengan mengalihkan perhatian seseorang dari nyeri
(Potter & Perry, 2006).
Distraksi audio: murottal Al-Qur’an adalah distraksi audio dengan mendengarkan
ayat-ayat suci Al-Qur’an. Al-Qur’an memberikan manfaat dan obat yang mujarab bagi
seseorang yang mengalami kegundahan hati, keputusasaan, dan kecemasan (Syarbini &
Jamhari, 2012). Al-Qur’an memberikan ketenangan kepada sistem dan unsur tubuh
manusia (Syarbini & Jamhari, 2012). Murottal Al-Qur’an merupakan bacaan Al-Qur’an
yang dibacakan oleh Qori’ atau Qori’ah sesuai dengan tartil dan tajwid yang mengalun
indah yang dikemas dalam media audio seperti kaset, CD atau data digital (Syarbini &
Jamhari, 2012). Lantunan Al-Qur’an secara fisik mengandung unsur suara manusia,
suara manusia merupakan instrumen penyembuhan yang menakjubkan dan alat yang
paling mudah dijangkau (Thalbah, 2013). Suara dapat menurunkan hormon-hormon
stres, mengaktifkan hormon endorfin alami, meningkatkan perasaan rileks, dan
mengalihkan perhatian dari rasa takut, cemas, dan tegang, memperbaiki sistem kimia
tubuh sehingga menurunkan tekanan darah serta memperlambat pernafasan, detak
jantung, denyut nadi, dan aktivitas gelombang otak (Basuki, 2008).
penatalaksanaan nyeri nonfarmakologis merupakan alternatif yang banyak menjadi
pilihan dan digalakkan penggunaannya. Hal ini antara lain disebabkan karena hampir
semua teknik penanganan nyeri nonfarmakologis dapat digunakan oleh setiap orang dan
dimana saja, tidak menimbulkan cidera (non invasive), tidak menimbulkan efek samping,
mudah dan murah, dan yang paling penting adalah teknik nonfarmakologis dapat
meningkatkan kenyamanan sekaligus menurunkan kecemasan tingkat nyeri, yang tidak
diperoleh seperti pada penanganan farmakoterapi.

1.2. Rumusan Masalah


Bagaimana pengaruh terapi distraksi audio murottal alqur’an terhadap penurunan tingkat
nyeri pasien post operasi sectio caesarea di ruang MELATI/ NIFAS RSUD M.SALEH
Kota Probolinggo.

1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui adanya pengaruh terapi distraksi audio murottal alqur’an
terhadap penurunan tingkat nyeri.
1.3.2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi tingkat nyeri sebelum dilakukan terapi distraksi audio
murottal alqur’an.
b. Mengidentifikasi tingkat nyeri sesudah dilakukan terapi distraksi audio
murottal alqur’an.
c. Menganalisis pengaruh terapi distraksi audio murottal alqur’an terhadap
penurunan tingkat nyeri di ruang MELATI/ NIFAS RSUD M.SALEH Kota
Probolinggo.
1.4. Manfaat
1.4.1. Manfaat bagi keperawatan
Memberikan sumbangan ilmiah dan sebagai bahan acuan dalam proses
pembelajaran bagi mahasiswa dan institusi pendidikan Program Studi Ilmu
Keperawatan.
1.4.2. Manfaat bagi pasien
Dapat membantu dalam penurunan tingkat nyeri pada pasien sehingga dapat di
terapkan di dalam kehidupan sehari-hari untuk menurunkan tingkat nyeri yang di
alami.

Anda mungkin juga menyukai