Anda di halaman 1dari 42

JURUS PEMERINTAH DALAM

PERCEPATAN PEMBANGUNAN
INFRASTRUKTUR INDONESIA
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kedudukan PPIP dan PSN ......................................................................... 12
Gambar 2. Program Nawacita ....................................................................................... 13
Gambar 3. Paket Kebijakan Ekonomi .......................................................................... 15
Gambar 4. Struktur Organisasi KPPIP ........................................................................ 18
Gambar 5. Indikatif Kebutuhan Infrastruktur Tahun 2015-2019 ............................. 20
Gambar 6. Kriteria Skema Pembiayaan Berdasarkan Kelayakan Proyek ............... 21
Gambar 7. Nilai Investasi Pembangunan Infrastruktur ............................................. 23
Gambar 8. Skema Usaha Pemerintah dalam Pendanaan Pembangunan
Infrastruktur ................................................................................................................... 25
Gambar 9. ........................................................................................................................ 28
Gambar 10. Peta Pembangunan Infrastruktur ............................................................ 33
Gambar 11. Peta Pertumbuhan Ekonomi Daerah Triwulan IV 2015 (%yoy) .......... 35
Gambar 12. Peta Pertumbuhan Ekonomi Daerah Triwulan IV 2016 (%yoy) .......... 36
Gambar 13. Peta Pertumbuhan Ekonomi Daerah Triwulan III 2017 (%yoy).......... 38
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Perkembangan Irigasi di Sumatera Tahun 2016........................................... 37
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1. Angka Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2015-2017 ......................................... 6
Grafik 2. Proyeksi Pertumbuhan Penduduk Indonesia 2010-2017 .............................. 8
Grafik 3. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Berdasarkan Sektor Usaha Tahun
2015-2017 ......................................................................................................................... 32
JURUS PEMERINTAH DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN
INFRASTRUKTUR PRIORITAS INDONESIA

Abstraksi

Pendahuluan

Pertumbuhan ekonomi nasional tinggi dan meningkat merupakan cita-cita


setiap negara di Dunia, tak terkecuali Indonesia sebagai negara anggota G-20.
Adanya pertumbuhan ekonomi membawa dampak terhadap kesejahteraan
masyarakat suatu negara (Suradi, 2012). Indonesia memiliki angka pertumbuhan
ekonomi sebesar 5,07 persen pada tahun 2017 (Badan Pusat Statistik, 2018).
Angka pertumbuhan ekonomi tersebut mengalami peningkatan sejak tahun 2015
yang dapat digambarkan pada grafik 1.

5.07
5.03

4.88

2015 2016 2017

Grafik 1. Angka Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2015-2017


Sumber: Badan Pusat Statistik, 2018

Berdasarkan grafik 1, selama tahun 2015 hingga tahun 2017 terdapat


peningkatan angka pertumbuhan ekonomi. Peningkatan angka pertumbuhan
ekonomi ini menjadi hal positif yang membawa dampak bagi kesejahteraan
rakyat. Namun meskipun angka pertumbuhan ekonomi mengalami peningkatan
secara tahun ke tahun (yoy), terdapat perlambatan angka pertumbuhan ekonomi
dari triwulan III tahun 2017 ke triwulan IV pada tahun yang sama (q-to-q) yakni
sebesar 1,7 persen. Selain itu, peningkatan angka pertumbuhan ekonomi tersebut
ternyata masih belum dapat mencapai target pertumbuhan ekonomi pemerintah
era Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla (Jokowi-JK), yakni angka
pertumbuhan sebesar 7 persen (Hidayat, 2018). Angka pertumbuhan ekonomi
tersebut disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya pelemahan daya beli
masyarakat dan kondisi ekonomi dunia (Kristianus & Kania, 2018). Laju
pertumbuhan ekonomi menurut Kuznet pada dasarnya terkait dengan enam faktor
yang saling berhubungan sebab-akibat, yaitu: (1) laju pertumbuhan penduduk dan
produk per kapita; (2) peningkatan produktivitas; (3) laju perubahan stuktural
yang tinggi; (4) urbanisasi; (5) ekspansi negara maju; dan (6) arus barang, modal,
dan orang antarbangsa (Jhingan, 2000).

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di Dunia. Luas wilayah


Negara Kesatuan Republik Indonesia 5.180.053 km2 yang merupakan negara
terluas di Asia Tenggara memiliki jumlah pulau 17.504 (tidak terverifikasi)
(Central Intelligence Agency, n/A) atau 13.449 pulau (terverifikasi) (Satu Data
Indonesia, 2016). Luasnya wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia serta
banyaknya jumlah pulau menjadikan Indonesia terlihat sebagai negara yang
sangat besar dan memiliki potensi sebagai poros maritim dunia. Namun di
samping itu, sebagai negara kepulauan terbesar, Indonesia juga memiliki
tantangan tersendiri untuk menyatukan pulau-pulau tersebut menjadi saling
terhubung satu sama lain demi mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim
dunia. Poros maritim pada dasarnya adalah sebuah gagasan strategis yang
diwujudkan untuk menjamin konektivitas antarpulau, perbaikan infrastruktur
maritim, pengembangan industri maritim, serta ketahanan dan keamanan maritim
(Rachmadi, 2017).

Indonesia juga merupakan negara yang dikaruniai jumlah penduduk yang


sangat besar. Jumlah penduduk Indonesia saat ini adalah yang terbesar keempat di
Dunia yakni sebesar 260.580.739 jiwa (Juli 2017) (Central Intelligence Agency,
n/A). Jumlah penduduk Indonesia selalu mengalami peningkatan dari tahun ke
tahun berdasarkan pada data proyeksi pertumbuhan penduduk Indonesia yang
akan digambarkan pada grafik 2.
Grafik 2. Proyeksi Pertumbuhan Penduduk Indonesia 2010-2017
Sumber: (Badan Pusat Statistik, 2013)

Berdasarkan data pada grafik 2, dapat digambarkan bahwa jumlah penduduk


Indonesia mengalami peningkatan. Hal ini berarti bahwa pertumbuhan penduduk
adalah sebuah keniscayaan yang akan dihadapi setiap negara di belahan dunia
khususnya Indonesia.

Berkaca pada masih belum tercapainya target pertumbuhan ekonomi


Indonesia sebesar tujuh persen. Pemerintah masih memiliki banyak pekerjaan
besar yang secara sungguh-sungguh harus segera diwujudkan dalam rangka
mencapai angka pertumbuhan tujuh persen tersebut yang pada akhirnya akan
meningkatkan kesejahteraan rakyat. Selain itu, bentuk Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang merupakan negara kepulauan terbesar di Dunia menjadi tantangan
tersendiri dalam pola pembangunan dalam rangka menyatukan seluruh kepulauan
yang ada menjadi sebuah bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia sehingga
mimpi sebagai poros maritim dunia akan segera dapat diwujudkan.

Selanjutnya, besarnya jumlah penduduk Indonesia serta peningkatan jumlah


penduduk di Indonesia dari tahun ke tahun merupakan peluang sekaligus
tantangan besar yang dihadapi pemerintah. Peluang menjadi bangsa besar yang
produktif yang akan meningkatkan perekonomian bangsa ditunjukkan dengan
tingginya jumlah penduduk dengan usia produktif (Farhan, 2017). Namun
besarnya jumlah penduduk dan selalu meningkat setiap tahunnya juga menjadi
tantangan dalam penyediaan kebutuhan dasar yang tentu akan selalu meningkat
setiap tahunnya. Pada akhirnya, untuk menghadapi tantangan yang sudah
dijelaskan diperlukan sebuah percepatan pembangunan untuk dapat mengatasi isu
besar tersebut.

Dalam rangka menjawab tantangan yang ada, Pemerintah melalui


kepemimpinan Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla (Jokowi-JK) menghadirkan
program “Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas” yang diwujudkan
melalui Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2014 tentang Percepatan Penyediaan
Infrastruktur Prioritas. Program Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas
yang dicanangkan pemerintah ini pada dasarnya berperan strategis dalam
mewujudkan akselerasi pertumbuhan ekonomi dalam rangka mewujudkan
kesejahteraan rakyat. Dalam mewujudkan program Percepatan Penyediaan
Infrastruktur Prioritas, pemerintah melalui Perpres Nomor 75 Tahun 2014 juga
membentuk Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP).
Infrastruktur menjadi faktor penentu daya saing nasional yang memudahkan
pergerakan barang, jasa dan manusia, sehingga transportasi dan logistik menjadi
efisien. Konektivitas yang terbangun memberi jaminan keamanan dan ruang akses
yang lebih baik bagi masyarakat untuk memperoleh kebutuhan dasar sekaligus
menciptakan multiplier effect bagi perekonomian. Ketersediaan infrastruktur yang
baik mampu mempengaruhi pertumbuhan ekonomi melalui penciptaan hubungan
inter-regional dan memfasilitasi alokasi sumber daya. Hubungan inter-regional
yang dicapai dengan peningkatan kualitas pada faktor-faktor mobilitas, informasi
dan teknologi, sehingga menciptakan pemerataan pembangunan dan
menghasilkan mobilitas tenaga kerja antar daerah menjadi lebih baik. Peningkatan
pada infrastruktur energi, transportasi dan telekomunikasi dapat secara langsung
mengurangi biaya produksi dan waktu yang diperlukan dalam melakukan aktifitas
perekonomian, sehingga mampu meningkatkan produktivitas dan kapasitas
produksi para pelaku ekonomi suatu negara. (Pusat Penelitian Badan Keahlian
DPR RI, 2017)

Pemerataan pembangunan akan mendorong terbentuknya investasi baru,


lapangan kerja baru dan mampu menciptakan peningkatan pada pendapatan
masyarakat. Lebih lanjut, peningkatan pada infrastruktur bidang energi dan
transportasi dapat menyalurkan sumber daya alam dari daerah yang memiliki
kelebihan sumber daya (SDA) kepada daerah yang kekurangan SDA. Pemerataan
sumber daya infrastruktur mampu mengurangi kemiskinan dan mempengaruhi
distribusi pendapatan yaitu ketika terjadi peningkatan produktivitas dan perluasan
dana investasi yang dilakukan oleh pelaku perekonomian Negara. (Serven, 2014)

Pada akhirnya, tulisan ini bertujuan untuk mengetahui lebih jauh mengenai
pembangunan infrastruktur di Indonesia, program Percepatan Penyediaan
Infrastruktur Prioritas, strategi dalam pendanaan pembangunan infrastruktur,
peranan KPPIP dalam mewujudkan pembangunan infrastruktur di Indonesia, serta
kaitan pembangunan infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Pembahasan
Pembangunan Infrastruktur di Indonesia
Pembangunan merupakan suatu proses yang mengarah pada kemajuan,
sejatinya pembangunan mencakup jauh lebih banyak dari segala aspek.
Pembangunan seringkali diartikan sebagai kemajuan yang dicapai oleh satu
masyarakat di bidang ekonomi; bahkan dalam beberapa situasi yang sangat umum
pembangunan diartikan sebagai suatu bentuk kehidupan yang kurang diharapkan
bagi ‘sebagian orang tersingkir’ dan sebagai ideologi politik yang memberikan
keabsahan bagi pemerintah yang berkuasa untuk membatasi orang-orang yang
mengkritiknya (Budiman, 1995).

Pembangunan nasional Indonesia adalah sebuah bentuk amanah Undang-


Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Dalam
pembukaan UUD 1945, pembangunan nasional dimaksudkan dalam rangka
mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Dalam mewujudkan masyarakat adil
dan makmur, pemerintah berupaya mewujudkan hal tersebut melalui
pembangunan infrastruktur yang diwujudkan dalam sebuah Program Percepatan
Penyediaan Infrastruktur Prioritas (PPIP) yang diwujudkan melalui Peraturan
Presiden Nomor 75 Tahun 2014 tentang Percepatan Penyediaan Infrastruktur
Prioritas yang diperbarui dalam Perpres Nomor 122 Tahun 2016 tentang
Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2014 tentang Percepatan
Penyediaan Infrastruktur Prioritas. Dalam Perpres Nomor 75 Tahun 2014
Infrastruktur Prioritas disebutkan sebagai infrastruktur yang memiliki dampak
signifikan terhadap perekonomian baik di tingkat pusat maupun daerah, sehingga
penyediaannya diprioritaskan. Adapun tujuan dari program PPIP ini, yaitu (1)
mempercepat Penyediaan Infrastruktur Prioritas sehingga lebih efektif, efisien,
tepat sasaran, dan tepat waktu; (2) penyelesaian hambatan-hambatan yang timbul
dalam Penyediaan Infrastruktur Prioritas; dan (3) pencapaian target Penyediaan
Infrastruktur Prioritas melalui persiapan yang cermat dan koordinasi yang efektif
antar para stakeholders. Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai oleh pemerintah
tersebut, dapat dilihat bahwa permasalahan pembangunan infrastruktur yang
selama ini dihadapi adalah kurang efektifnya koordinasi antar para pemangku
kepentingan yang sangat beragam antara pemerintah pusat itu sendiri
(Kementerian dan Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK)) dengan
pemerintah daerah, dan dengan BUMN/BUMD serta pihak swasta. Beragamnya
stakeholders yang ada tentu memiliki kepentingan dan tujuan yang berbeda pula
mengakibatkan implementasi pembangunan proyek infrastruktur seringkali
tertunda (KPPIP, n/A).

Program PPIP pada dasarnya merupakan program baru yang diperkenalkan


pada masa pemerintahan Jokowi-JK. PPIP merupakan bagian dari Proyek
Strategis Nasional (PSN). Proyek Strategis Nasional adalah proyek yang
dilaksanakan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau badan usaha yang
memiliki sifat strategis dalam rangka peningkatan pertumbuhan dan pemerataan
pembangunan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan
pembangunan daerah. Kedudukan antara PPIP dengan PSN dijelaskan pada
gambar 1.
Gambar 1. Kedudukan PPIP dan PSN
Sumber: KPPIP, n/A

Proyek Prioritas berdasarkan gambar 1 merupakan Proyek Strategis


Nasional yang dipilih melalui beberapa kriteria tertentu. Pemilihan PSN sehingga
menjadi Proyek Prioritas dipilih melalui Komite Percepatan Penyediaan
Infrastruktur Prioritas (KPPIP), komite yang ditunjuk berdasarkan Perpres Nomor
75 Tahun 2014 untuk mengimplementasikan Percepatan Infrastruktur Prioritas.
Adapun kriteria sebuah PSN menjadi Proyek Prioritas adalah sebagai berikut:

a. Memiliki kesesuaian dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah


Nasional/Daerah (RPJMN/D) dan Rencana Strategis (Renstra) sektor
infrastruktur;
b. Memiliki kesesuaian dengan Rancangan Tata Ruang dan Wilayah (RTRW);
c. Memiliki keterkaitan antar sektor infrastruktur dan antar wilayah;
d. Memiliki peran strategis terhadap perekonomian, kesejahteraan sosial,
pertahanan, dan keamanan nasional; dan/atau
e. Membutuhkan dukungan pemerintah dan/atau jaminan pemerintah, dalam
Penyediaan Infrastruktur Prioritas kerja sama pemerintah dan swasta.

Program Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas ini selain memiliki


kesesuaian dengan PSN dan RPJMN/D serta Renstra, juga terkait dengan program
Nawacita yang merupakan cita-cita bangsa yang digagas oleh pemerintahan Joko
Widodo-Jusuf Kalla.

Gambar 2. Program Nawacita


Sumber: (Kantor Staf Presiden, 2016)

Berdasarkan gambar 2 tentang Nawacita, program PPIP pada dasarnya


berkaitan dengan Nawacita ketiga yang berbunyi: Membangun Indonesia dari
Pinggiran dengan Memperkuat Daerah-Daerah dan Desa dalam Kerangka Negara
Kesatuan. Daerah perbatasan selama ini seringkali dikesampingkan karena
pembangunan infrastruktur sebagian besar hanya terfokus di daerah Jawa dan
sebagian wilayah Sumatera. Dengan adanya mimpi membangun daerah pinggiran,
daerah terpencil, dan daerah perbatasan maka diharapkan akan menciptakan
konektivitas antarwilayah sehingga akan memperkuat Negara Kesatuan Republik
Indonesia (Agustinus, 2016).

Program PPIP selain berkaitan dengan Nawacita, juga berkaitan dengan


dikeluarkannya Paket Kebijakan Ekonomi Jilid I. Paket Kebijakan Ekonomi
merupakan serangkaian paket kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam
rangka memperbaiki kondisi perekonomian yang sedang melambat. Hingga
Agustus 2017, pemerintah telah mengeluarkan sebanyak 16 paket kebijakan
ekonomi (Fajriah, 2017). Pada Paket Kebijakan Ekonomi Jilid I disebutkan salah
satu langkah pemerintah dalam rangka menggerakkan ekonomi nasional adalah
dengan percepatan Proyek Strategis Nasional dengan menghilangkan berbagai
hambatan yang ada melalui langkah sebagai berikut: (1) penyederhanaan
perijinan; (2) penyelesaian tata ruang dan penyediaan lahan; (3) percepatan
pengadaan barang dan jasa pemerintah; (4) diskresi dalam penyelesaian hambatan
dan perlindungan hukum; dan (5) mendukung kepala daerah melaksanakan
percepatan PSN (Bappenas, 2015). Selain berkaitan dengan Paket Kebijakan
Ekonomi Jilid 1, program percepatan penyediaan infrastruktur ini juga terkait
dengan delapan paket kebijakan ekonomi lain seperti yang dijelaskan pada
gambar berikut.
Gambar 3. Paket Kebijakan Ekonomi
Sumber: (Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas, 2017)

Berdasarkan gambar 3, dapat dilihat bahwa program PPIP berkaitan dengan


sembilan Paket Kebijakan Ekonomi, yaitu paket kebijakan ekonomi jilid pertama
hingga ketiga, jilid kelima dan keenam, jilid delapan dan sembilan, jilid 12, dan
jilid 15. Sehingga penjelasan tersebut, dikeluarkannya Paket Kebijakan Ekonomi
tersebut merupakan upaya untuk mempermudah implementasi daripada Perpres
Nomor 75 Tahun 2014. Kemudian produk kebijakan dari Paket Kebijakan
Ekonomi Jilid I ini adalah Perpres Nomor 3 Tahun 2016 yang kemudian diubah
menjadi Perpres Nomor 58 Tahun 2017.

Pembentukan KPPIP dalam rangka Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas


1. Urgensi pembentukan KPPIP
Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas atau KPPIP
merupakan komite yang dibentuk berdasarkan dikeluarkannya Perpres Nomor 75
Tahun 2014 tentang Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas. Pembentukan
KPPIP ini dilatarbelakangi oleh kendala yang kerap dihadapi dalam hal
pembangunan infrastruktur dari penyiapan hingga tahapan implementasi. Pada
tahap penyiapan, permasalahan muncul akibat buruknya kualitas penyiapan
proyek serta alokasi pendanaan yang terbatas. Selain itu, proyek infrastruktur
kerap terkendala permasalahan pengadaan lahan yang mengakibatkan tertundanya
pencapaian pemenuhan pembiayaan (financial close) untuk proyek Kerja Sama
Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU). KPBU menurut Peraturan Presiden
Nomor 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam
Penyediaan Infrastruktur adalah kerja sama antara pemerintah dengan Badan
Usaha dalam penyediaan infrastruktur untuk kepentingan umum dengan mengacu
kepada spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya oleh Menteri/Kepala
Lembaga/Kepala Daerah/BUMN/BUMN, yang sebagian atau seluruhnya
menggunakan sumber daya Badan Usaha dengan memerhatikan pembagian risiko
antara para pihak.

Permasalahan lain adalah dari sisi pendanaan proyek. Pendanaan seringkali


muncul persoalan terkait tidak tersedianya dukungan fiskal dari pemerintah akibat
ketidaksesuaian dan tidak ada kata sepakat atas pembagian risiko antara
pemerintah dengan Badan Usaha. Keterbatasan jaminan pemerintah yang dapat
diberikan terhadap proyek infrastruktur yang masih terbatas juga menurunkan
minat investasi di Indonesia. Secara keseluruhan, lemahnya koordinasi antar
stakeholders seringkali mengakibatkan mundurnya pengambilan keputusan,
sehingga tidak ada kampiun atau pucuk pengambil keputusan terhadap isu-isu
strategis (KPPIP, n/A).

Berdasarkan beragam permasalahan tersebut, maka pemerintah pada era


kepemimpinan Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla membentuk KPPIP yang
merupakan amanah dari Perpres Nomor 75 Tahun 2014 yang kemudian diubah
menjadi Perpres Nomor 122 Tahun 2016. Pada awalnya, KPPIP ini diketuai oleh
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Perekonomian) dengan tiga
anggota yaitu Menteri Keuangan, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional (Bappenas), dan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN). Kemudian
pada Perpres Nomor 122 Tahun 2016 susunannya ditambahkan seorang Wakil
Ketua yaitu Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman (Kemenkomar) dan satu
anggota yakni Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Menteri LHK).

2. Tugas KPPIP
Dalam melaksanakan program PPIP, KPPIP memiliki tugas sebagai
berikut:

a. Menetapkan strategi dan kebijakan dalam rangka PPIP;


b. Memantau dan mengendalikan pelaksanaan strategi dan kebijakan dalam
rangka PPIP;
c. Memfasilitasi peningkatan kapasitas aparatur dan kelembagaan terkait
dengan Penyediaan Infrastruktur Prioritas;
d. Menetapkan standar kualitas Prastudi Kelayakan dan tata cara evaluasinya;
e. Memfasilitasi Penyiapan Infrastruktur Prioritas; dan
f. Melakukan penyelesaian terhadap permasalahan yang timbul dari
pelaksanaan Penyediaan Infrastruktur Prioritas.

Dalam melaksanakan tugas tersebut, KPPIP juga turut melibatkan


Kementerian, Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK), Pemerintah
Daerah, Badan Usaha, serta pihak-pihak lain yang ruang lingkup tugas dan
fungsinya berkaitan dengan upaya PPIP. Kemudian dalam menunjang kinerja
KPPIP juga dapat melakukan rekrutmen tenaga ahli perseorangan, institusi
dan/atau badan usaha, hingga membentuk panel konsultan. Selain itu, KPPIP juga
turut dibantu oleh Tim Pelaksana dan Tim Kerja yang pembentukannya ditetapkan
oleh Menko Perekonomian. Sehingga secara garis besar, struktur organisasi
KPPIP menjadi seperti pada gambar 4 berikut.
Gambar 4. Struktur Organisasi KPPIP
Sumber: KPPIP, 2015, hal.18

Tim Pelaksana ditetapkan pembentukannya melalui Keputusan Menteri


Koordinator Bidang Perekonomian (Kepmenko Ekon) Nomor 127 Tahun 2015
tentang Tim Pelaksana KPPIP dan memiliki tugas sebagai berikut:

a. Membantu KPPIP dalam:


1) menyusun rancangan strategi dan kebijakan dalam rangka percepatan
penyediaan infrastruktur prioritas;
2) melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan strategi dan kebijakan
dalam rangka PPIP;
3) melakukan fasilitasi peningkatan kapasitas aparatur dan kelembagaan
terkait dengan penyediaan infrastruktur prioritas;
4) menyusun standar kualitas prastudi kelayakan dan tata cara
evaluasinya;
5) melakukan fasilitasi terhadap penyiapan infrastruktur prioritas; dan
6) melakukan inventarisasi permasalahan dan hambatan serta
menyampaikan rekomendasi dalam penyelesaian permasalahan yang
timbul dari pelaksanaan penyediaan infrastruktur prioritas; dan
b. Melaksanakan tugas terkait lain yang diberikan oleh Menko Perekonomian
selaku ketua KPPIP.

Selain dibentuknya Tim Pelaksana, Menko Perekonomian juga


membentuk Tim Kerja yang sifatnya lebih spesifik terhadap satu aspek proyek
infrastruktur. Seperti diatur dalam Kepmenko Ekon Nomor 129 Tahun 2015
tentang Tim Kerja Percepatan Penyediaan Infrastruktur Ketenagalistrikan,
Kepmenko Ekon Nomor 159 Tahun 2015 tentang Tim Kerja Percepatan
Pembangunan Kilang Minyak Bontang, dan Kepmenko Ekon Nomor 4 Tahun
2016 tentang Tim Kerja Percepatan Pengadaan Tanah untuk Infrastruktur
Prioritas. Meskipun berbeda fokus pekerjaannya, secara garis besar tugas Tim
Kerja ini adalah: (1) melakukan koordinasi dan sinkronisasi dalam rangka PPIP
dengan Kementerian/Lembaga, dan Pemerintah Daerah terkait; (2) menyusun
pedoman atau rencana aksi percepatan penyediaan infrastruktur; (3) melakukan
pemantauan, evaluasi, dan pengendalian percepatan pembangunan infrastruktur;
(4) melakukan inventarisasi permasalahan dan hambatan serta menyampaikan
rekomendasi atas penyelesaian permasalahan yang timbul dalam PPIP; dan (5)
melakukan fasilitasi peningkatan kapasitas aparatur dan kelembagaan terkait
dengan PPIP.

Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur


Salah satu komponen penting pada pembangunan infrastruktur negara yang
baik didukung oleh pendanaan yang layak dalam tahap perencanaan (planning),
proses pembangunan (construction), hingga tahap operasi dan pemeliharaan
infrastruktur (operational and maintenance). Namun, pembiayaan pembangunan
infrastruktur ini memerlukan dana yang tidak sedikit jumlahnya. Kebutuhan dana
pembangunan infrastruktur ini selalu meningkat, sedangkan sumber dana dari
pemerintah jumlahnya semakin terbatas. Dengan kondisi seperti inilah diperlukan
perancangan format pendanaan pembangunan infrastruktur Indonesia.
Gambar 5. Indikatif Kebutuhan Infrastruktur Tahun 2015-2019
Sumber: (Sarana Multi Infrastruktur, 2016)

Berdasarkan gambar 5, kebutuhan biaya untuk membangun infrastruktur di


Indonesia dari tahun 2015-2019 dalam RPJMN mencapai 5.519 Triliun rupiah.
Masih besarnya anggaran yang dibutuhkan untuk pembiayaan infrastruktur di
tengah sempitnya ruang fiskal Pemerintah saat ini, maka diperlukan skema
pembiayaan lain untuk memastikan proyek infrastruktur prioritas tidak terhambat.
Kriteria Skema Pembiayaan Berdasarkan Kelayakan Proyek

Gambar 6. Kriteria Skema Pembiayaan Berdasarkan Kelayakan Proyek


Sumber: (Sarana Multi Infrastruktur, 2016)

Sebelum melangkah ke cara-cara pendanaan pembangunan infrastruktur,


pemerintah melalui Bappenas lebih dulu menetapkan kriteria pembiayaan yang
dapat dipilih berdasarkan kelayakan proyek. Karena melalui program pendanaan
infrastruktur yang dananya terbatas ini, muncul paradigma baru bahwa pendanaan
infrastruktur diutamakan melalui skema Pembiayaan Investasi Non Anggaran
Pemerintah (PINA) serta Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU)
sebagaimana diatur di dalam Perpres Nomor 38/2015

Pertama Layak secara ekonomi dan finansial, untuk infrastruktur yang


layak secara finansial dan akan menghasilkan keuntungan yang menarik bagi
swasta akan diserahkan pembangunannya kepada swasta dengan skema Build
Operate Transfer (BOT). Kedua, untuk infrastruktur yang tidak layak secara
finansial tapi dibangun untuk meningkatkan daya saing di kawasan tersebut, maka
swasta diberikan subsidi berupa Viability Gap Funding (VGF). Misalnya di
wilayah tengah di Kalimantan ataupun Sulawesi, perlu dibangun jalan tol dari
Balikpapan menuju Samarinda untuk mendukung pengembangan wilayah di
Maloy sebagai pusat kawasan industri untuk memberi nilai tambah terkait produk
di sana. Dukungan dari pemerintah berupa VGF atau berupa pembangunan fisik
untuk ruas tertentu oleh pemerintah karena jika 100% swasta tentunya tidak akan
menarik karena secara finansial tidak layak. Kepala Badan Pengembangan
Infrastruktur Wilayah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
(PUPR) menyebutkan proyek pembangunan jalan tol yang menggunakan skema
ini adalah Balikpapan-Samarinda, Manado-Bitung, Medan-Tebing Tinggi,
Cileunyi Sumedang, Solo-Ngawi, Ngawi-Kertosono, Manado-Bitung, Kayu
Agung-Palembang-Betung.

Model ketiga, yaitu untuk proyek yang perlu dibangun untuk mendukung
pembangunan di kawasan tersebut, namun pemerintah tidak punya dana yang
mencukupi untuk membangun jalan tersebut sendiri atau tidak dialokasikan dalam
APBN sehingga diberikan penugasan kepada BUMN. Contohnya di Sumatera ada
ruas-ruas yang secara finansial tidak layak yang diberikan penugasan kepada
BUMN yang 100% milik pemerintah, yaitu Hutama Karya didukung dengan
Pepres, contohnya adalah tol di Medan – Binjai. Keempat, khusus untuk proyek
yang 100% dibangun pemerintah, yaitu untuk jalan tol yang secara ekonomi layak
namun tidak layak secara finansial karena berada di lokasi yang sudah tergolong
maju. Model keempat yang digambarkan untuk di wilayah tengah atau sebetulnya
di wilayah yang paling maju, namun finansialnya marjinal, misalnya akses
Tanjung Priok yang biayanya cukup mahal. Sehingga pemerintah yang
membangun. Empat strategi pengkategorian itulah yang dapat membantu
mempercepat proses pembangunan infrastruktur di Indonesia. Untuk
mengimplementasikan strategi tersebut, dibutuhkan kerja sama yang sinergis
antara pemerintah, swasta, dan BUMN. (Ramdhini, 2015)
Sumber Pendanaan Infrastruktur Proyek Strategis Nasional

Gambar 7. Nilai Investasi Pembangunan Infrastruktur


Sumber: (Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2017)

Gambar di atas menggambarkan total dana yang dibutuhkan untuk


merampungkan Proyek Strategis Nasional (PSN). Keterbatasan APBN dalam
pembiayaan pembangunan infrastruktur yang ditetapkan dalam RPJMN 2015-
2019 menyebabkan adanya selisih pendanaan (funding gap) yang harus dipenuhi.
Dapat terlihat dari data yang penulis dapatkan dari KPPIP, dalam rangka
menggenjot pembangunan infrastruktur menjadi lebih masif agar seluruh proyek
dapat selesai, pemerintah terus melakukan inovasi untuk merancang skema
pembiayaan yang lebih luwes. Inovasi itu adalah dengan tidak hanya
mengandalkan kantong APBN untuk membangun infrastruktur, melainkan juga
badan usaha milik negara (BUMN) dan pihak swasta pun diajak terlibat aktif
mendanai infrastruktur. Bahu-membahu itu diharapkan mempercepat
pembangunan sehingga dampak kehadiran infrastruktur bisa segera dirasakan
publik. Dengan demikian, penghalang pada pembiayaan infrastruktur sebenarnya
berasal dari bagaimana menyelaraskan penawaran pembiayaan dari para investor
dengan proyek yang dianggap layak untuk dibiayai dengan investasi mereka.
Pembiayaan dari private investors diperlukan karena berdasarkan data keuangan
proyek pembangunan infrastruktur menunjukkan bahwa terdapat financial gap
pada dana yang disediakan oleh pemerintah dengan total biaya yang diperlukan
untuk proyek pembangunan.
Peran private investor (swasta) tidak hanya meliputi penyediaan dana untuk
kebutuhan pembiayaan proyek pembangunan infrastruktur, namun juga meliputi
peran dalam menjamin bahwa proyek berjalan dengan efisien. Jika kontrak
dirancang dengan baik, maka pihak swasta sebagai investor memiliki dorongan
untuk mengawasi bahwa proyek pembangunan dijalankan dan dikelola dengan
baik. Hal ini disebabkan karena untuk memastikan keamanan atas dana yang
mereka investasikan untuk pembiayaan proyek infrastruktur dan mampu
menghasilkan expected return yang sesuai. Tantangan bagi perusahaan pelaksana
proyek dan sektor public untuk mendesain kontrak yang menyediakan informasi
mengenai distribusi pembagian risiko dan pendapatan dengan cara yang dapat
meningkatkan insentif private investors untuk menginvestasikan dananya pada
proyek pembangunan infrastruktur.

Peran pemerintah dalam proyek pembangunan infrastruktur juga tidak kalah


penting, yaitu menyediakan kondisi yang mendukung investasi dengan cara
menyusun kerangka kerja atas regulasi yang berkaitan dengan proyek
pembangunan infrastruktur. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kepercayaan
dan komitmen para investor dalam menginvestasikan dananya dalam jangka
panjang meskipun proyek infrastruktur memiliki karakteristik berupa risiko politik
dan proyek dengan horizon jangka panjang.

Inovasi Meningkatkan Pendanaan Infrastruktur Non APBN


Kebutuhan infrastruktur yang signifikan perannya ini diterjemahkan di
dalam studi World Bank dengan pemenuhan besaran kebutuhan pembangunan
infrastruktur minimal sebesar 5% dari PDB (Produk Domestik Bruto). Sedangkan
di Indonesia, berdasarkan data yang dirilis Bappenas, Indonesia mencatat
kebutuhan investasi di bidang pembangunan infrastruktur mencapai 4,51%, masih
jauh dari India yang mencatat investasi 7% dari PDB dan China yang berinvestasi
11% dari PDB guna membangun sarana infrastruktur di negara masing-masing
(Connecting East Asia, A New Framework for Infrastructure, 2005). Dari data
kebutuhan investasi tersebut, masih terdapat selisih kebutuhan pembiayaan
pembangunan infrastruktur di Indonesia yang berjumlah Rp324 triliun atau 17%
dari total kebutuhan sebesar Rp1.924 triliun yang tidak bisa disediakan oleh
APBN/APBD, maupun belanja modal (capital expenditure) oleh BUMN . Guna
mengisi gap pembiayaan tersebut, pemerintah memperkenalkan inovasi skema
kerjasama pembangunan infrastruktur dengan melibatkan berbagai pihak.
(Surachman, 2015)

Gambar 8. Skema Usaha Pemerintah dalam Pendanaan Pembangunan


Infrastruktur
Sumber: (Sarana Multi Infrastruktur, 2016)

Secara garis besar, usaha pemerintah dalam mempercepat proses


pembangunan infrastruktur Proyek Strategi Nasional melalui skema inovasi
pendanaan dibagi ke dalam 3 bidang utama (digambarkan pada tabel di atas) yaitu
(1) Reformasi di Bidang Kebijakan Fiskal; (2) Pembaharuan pada Struktur dan
Jenis Institusi Pendukung Pembangunan Infrastruktur; dan (3) Pembuatan
Peraturan-Peraturan terkait untuk memperjelas dan mempermudah proses
pembangunan infrastruktur. Seluruh kesatuan ini merupakan cara inovatif
pemerintah untuk mendukung percepatan pencapaian RJPMN 2015 – 2019.
Penjelasan detail untuk setiap paket reformasi akan dijelaskan di bawah ini:

1. Reformasi di Bidang Kebijakan Fiskal


a. Viability Gap Funding (VGF)
Dukungan Kelayakan atau Viability Gap Fund (VGF) adalah Dukungan
Pemerintah dalam bentuk kontribusi sebagian biaya konstruksi yang
diberikan secara tunai pada proyek KPBU yang sudah memiliki
kelayakan ekonomi namun belum memiliki kelayakan finansial.
Dukungan Kelayakan dapat diberikan setelah tidak terdapat lagi alternatif
lain untuk membuat Proyek Kerja Sama layak secara finansial.
Pemerintah Daerah dapat berkontribusi atas pemberian dukungan ini
setelah memperoleh persetujuan dari DPRD, sebagaimana diatur di
dalam PMK Nomor 223 /PMK.011/2012 tentang Pemberian
Dukungan Kelayakan atas Sebagian Biaya Konstruksi Pada Proyek
Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan
Infrastruktur. PMK Nomor 223Tahun 2012ini merupakan aturan
pelaksanaan dari Pasal 17A Perpres Nomor 56 Tahun 2011 tentang
Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 67 Tahun 2005 (Surachman,
2015).
Proyek KPBU yang dapat diberikan Dukungan Kelayakan harus
memiliki kriteria sebagai berikut:
1. Sudah memenuhi kelayakan ekonomi namun belum memenuhi
kelayakan finansial.
2. Menerapkan prinsip pengguna membayar (user pay principle).
3. Memiliki total biaya investasi tidak kurang dari Rp100 miliar rupiah.
4. Proyek dilaksanakan oleh Badan Usaha yang diperoleh melalui
proses lelang yang terbuka dan kompetitif.
5. Memiliki skema pengalihan aset dan/atau pengelolaannya dari Badan
Usaha kepada PJPK pada akhir periode kerja sama.
6. Sudah menyusun prastudi kelayakan yang komprehensif:
 Mencantumkan pembagian risiko yang optimal;
 Menyimpulkan bahwa proyek layak secara teknis, hukum,
lingkungan, dan sosial; dan
 Menunjukkan bahwa Proyek Kerja Sama menjadi layak secara
finansial dengan diberikan Dukungan Kelayakan

Manfaat:

1. Menurunkan biaya proyek yang harus ditanggung pihak swasta


2. Meningkatkan kepastian pengadaan badan usaha pada proyek KPBU
sesuai dengan kualitas dan waktu yang direncanakan.
3. Meningkatkan kelayakan finansial proyek KPBU sehingga
menimbulkan minat dan partisipasi pihak swasta.
4. Mewujudkan layanan publik yang tersedia melalui infrastruktur
dengan tarif yang terjangkau oleh masyarakat.
b. Availability Payment (AP)
Pembayaran Ketersediaan Layanan (Availability Payment) adalah
pembayaran secara berkala oleh Menteri/Kepala Lembaga/Kepala
Daerah kepada Badan Usaha Pelaksana atas tersedianya layanan
infrastruktur yang sesuai dengan kualitas dan/atau kriteria sebagaimana
ditentukan dalam perjanjian KPBU (Kerjasama Pemerintah dengan
Badan Usaha). Penerapan skema pembayaran secara berkala untuk
proyek pembangunan infrastruktur ini dinilai dapat lebih efisien dan
mengoptimalkan dana APBN setiap tahunnya untuk mendanai program-
program pemerintah lainnya tanpa harus mengurangi porsi belanja
infrastruktur.
Proyek infrastruktur dengan pengembalian investasi melalui availability
payment (ketersediaan layanan) berarti yang pihak swasta yang
berkewajiban mengerjakan proyek sampai dengan selesai, kemudian
melakukan pemeliharaannya. Pemerintah akan memberikan pembayaran
jasa setelah proyek tersebut beroperasi, berdasarkan availability of
services (Suheriadi, 2017).
c. Risk Sharing Guidelines
Gambar 9.
Sumber: (PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia Persero, 2015)
PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero), atau PT PII, adalah
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang didirikan oleh Pemerintah
sebagai upaya melakukan percepatan pembangunan infrastruktur di
Indonesia. Sebagai instrumen fiskal Pemerintah, PT PII berada di bawah
pembinaan serta pengawasan Kementerian Keuangan. PT PII ini
mempunyai tugas salah satunya sebagai penjamin proses pembangunan
dan mitigasi risiko bagi sektor swasta yang tidak dapat dicakup dari
pasar. Berikut Proses Penjaminan / Sharing Resiko yang diberikan oleh
PT PII kepada skaholdersnya (swasta), prosesnya seperti yang dijelaskan
pada gambar 8.
2. Reformasi di Bidang Institusi Pendukung Pembangunan Infrastruktur
a. KPPIP
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, Komite Percepatan
Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) dibentuk dengan tujuan utama
sebagai unit koordinasi dalam pengambilan keputusan untuk mendorong
penyelesaian masalah yang muncul akibat kurang efektifnya koordinasi
beragam pemangku kepentingan, baik itu dari pihak pemerintahan
(kementerian, lembaga, pemerintah daerah, BUMN/D), dan pihak swasta.
KPPIP merupakan point of contact dalam implementasi koordinasi untuk
debottlenecking Proyek Strategis Nasional dan Proyek Prioritas.
b. PT. Sarana Multi Infrastruktur (PT. SMI)
PT SMI memiliki peran aktif dalam pembiayaan infrastruktur Indonesia
dan membantu persiapan proyek infrastruktur, baik yang dilakukan
melalui layanan konsultasi maupun pengembangan proyek bagi proyek-
proyek infrastruktur di Indonesia. Dalam melaksanakan tugasnya, PT
SMI bertindak sebagai Katalis dan/atau Fasilitator bagi Pemilik Proyek
dan Penyandang Dana/Investor.
c. Indonesia Infrastructure Guarantee Fund (IIGF)
Pemerintah juga membentuk Penjamin Infrastruktur Indonesia (Indonesia
Infrastructure Guarantee Fund, atau IIGF). berdiri pada tanggal 30
Desember 2009 untuk menjadi Single Window Process untuk
Government Guarantee. Ini memiliki mandat untuk memberikan jaminan
bagi kewajiban kontrak Kontraktor Pemerintah (Kementerian,
Pemerintah Daerah, BUMN) dalam Perjanjian Kerjasama proyek
infrastruktur KPS. Tujuan didirikannya IIGF ini adalah: (1)
meningkatkan tata kelola, transparansi, dan konsistensi proses
penjaminan; (2) memberikan jaminan kepada PPP yang terstruktur
dengan baik; dan (3) meningkatkan kelayakan kredit proyek PPP.
d. Public Private Partnership (PPP)
PPP merupakan bentuk perjanjian antara sektor publik (Pemerintah)
dengan sektor privat (Swasta) untuk mengadakan sarana layanan publik
yang diikat dengan perjanjian, terbagi menjadi beberapa bentuk
tergantung kontrak dan pembagian risiko. Di Indonesia PPP dikenal
sebagai Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU), KPBU
didefinisikan sebagai kerjasama antara Pemerintah dan Badan Usaha
dalam Penyediaan Infrastruktur bertujuan untuk kepentingan umum
dengan mengacu pada spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya oleh
Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah/BUMN/BUMD, yang sebagian
atau seluruhnya menggunakan sumber daya Badan Usaha dengan
memperhatikan pembagian risiko di antara para pihak.
e. Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN)
Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) dibentuk untuk mendukung
optimalisasi manajemen aset negara guna meningkatkan manfaat
ekonomi dan sosial sekaligus menggali potensi return on assets dan
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berasal dari barang milik
negara. Awalnya LMAN bertugas untuk mengelola aset negara, kini
LMAN mendapatkan tugas baru yaitu perencanaan pendanaan dan
pendayagunaan lahan landbank serta pembayaran ganti rugi pengadaan
tanah. Pembentukan LMAN ini didasarkan pada Peraturan Menteri
Keuangan nomor 112 tahun 2015 tentang penerapan pengelolaan
keuangan Badan Layanan Umum, berdasarkan KMK nomor 919 tahun
2015. Diharapkan, lembaga ini bisa memberi layanan kepada masyarakat
didasarkan pada prinsip efisiensi dan efektivitas tanpa utamakan
pencapaian keuntungan.
f. PT. Indonesia Infrastructure Finance
PT Indonesia Infrastructure Finance (IIF) merupakan perusahaan swasta
nasional yang bergerak dalam bidang pembiayaan infrastruktur, yang
dikelola secara profesional dengan fokus investasi pada proyek-proyek
infrastruktur yang layak secara komersial.
IIF didirikan atas prakarsa dan inisiatif Pemerintah Republik Indonesia
c.q. Kementerian Keuangan Republik Indonesia bersama Bank Dunia
(World Bank), Bank Pembangunan Asia (ADB) dan lembaga multilateral
lainnya, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia
(PMK) No. 100 Tahun 2009 tentang Perusahaan Pembiayaan
Infrastruktur. IIF resmi berdiri pada 6 Agustus 2010 melalui Keputusan
Menteri Keuangan (KMK) No. 439/KM.10/2010.
IIF bertujuan untuk menjadi katalisator dalam percepatan pembangunan
infrastruktur di Indonesia di samping tujuan lainnya yakni meningkatkan
partisipasi swasta dalam pembiayaan pembangunan infrastruktur di
Indonesia. IIF menyediakan produk fund based seperti pinjaman jangka
panjang, produk non-fund based seperti penjaminan serta layanan lainnya
yang berkaitan dengan proyek infrastruktur.
3. Reformasi di Bidang Regulasi
a. Direct Lending
Pemerintah Izinkan penyaluran pinjaman langsung kepada BUMN untuk
mempercepat proses penutupan keuangan proyek infrastruktur.
(Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 82/2015). Pinjaman
langsung yang merupakan inisiatif beberapa lender multilateral di
antaranya Bank Dunia merupakan salah satu terobosan yang langsung
menyalurkan pinjamannya kepada BUMN tanpa melalui rentetan
birokrasi anggaran Pemerintah.
b. Land Acquisition
Penyelenggaraan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan
umum. Pengadaan Tanah adalah kegiatan menyediakan tanah dengan
cara memberi Ganti Kerugian yang layak dan adil kepada Pihak yang
Berhak. Pengadaan tanah tersebut sudah diatur dalam Peraturan Presiden
Republik Indonesia Nomor 148 Tahun 2015.
c. Economy Packages
Pemerintah membuat paket – paket ekonomi yang dikenal sebagai Paket
Kebijakan Ekonomi/Economic Policy Package (PKE) terkait
pembangunan infrastruktur untuk memudahkan isu-isu yang
menghambat pengiriman infrastruktur dan mengembangkan satuan tugas
di bawah CMEA (Coordinating Ministry of Economic Affairs / Kemenko
Perekonomian). Sampai dengan saat ini, pemerintah sudah menerbitkan
15 Paket Kebijakan, dan 9 di antaranya merupakan kebijakan ekonomi
yang berkaitan langsung dengan upaya percepatan pembangunan
infrastruktur. Ke – 9 paket tersebut adalah paket ekonomi yang diberi
warna biru tua pada gambar 9 di bawah ini:

Keterkaitan Program PPIP dengan Pertumbuhan Ekonomi


Berkaca terhadap pembangunan infrastruktur yang telah dilakukan hingga
hari ini, dapat digambarkan bahwa program PPIP yang sejatinya digagas oleh
pemerintah pada era kepemimpinan presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla dapat
menjadi stimulus terhadap proses produksi di berbagai sektor. Pembangunan
infrastruktur seperti halnya jalan dan jembatan dapat mempercepat proses
distribusi beragam komoditas dari satu tempat ke tempat lainnya. Pembangunan
infrastruktur ketenagalistrikan seperti waduk, bendungan, Pembangkit Listrik juga
menjadi sangat penting bagi produktivitas di sektor perdagangan dan industri,
juga pembangunan irigasi yang dapat memengaruhi produksi pertanian. Sehingga,
pembangunan infrastruktur menjadi hal yang sangat vital sebagai fondasi bagi
pertumbuhan ekonomi, hal ini dapat dijelaskan seperti pada grafik 3 berikut.

Grafik 3. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Berdasarkan Sektor Usaha


Tahun 2015-2017
Sumber: (Badan Pusat Statistik, 2018)

Berdasarkan grafik 3 di atas, pertumbuhan ekonomi Indonesia menurut


lapangan usaha terus meningkat dari tahun 2015 hingga 2017. Pada tahun 2017
perekonomin Indonesia naik sebesar sebesar 0,04 persen dari tahun 2016
meskipun tidak sebaik pertumbuhan dari tahun 2015 ke 2016 yaitu sebesar 0,15
persen. Bila dilihat dari penciptaan sumber pertumbuhan ekonomi pada tahun
2017, industri pengolahan memiliki pertumbuhan yang cukup tinggi yaitu sebesar
0,91 persen dibandingkan dengan yang lainnya. Lalu diikuti oleh konstruksi
sebesar 0,67 persen, perdagangan 0,59 persen, pertanian 0,49 persen dan lainya
sebesar 2,41 persen.
Pembangunan infrastruktur sebesar 0,67 persen turut berkontribusi dalam
pertumbuhan ekonomi. Dengan adanya pembangunan infrastruktur maka
distribusi barang atau orang akan berjalan dengan baik serta mendorong
pemerataan barang dan orang di setiap wilayah. Pembangunan infrastruktur selain
telah menggerakkan ekonomi riil, turut menyumbang pada pertumbuhan ekonomi
negara kita, juga telah menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang cukup besar.
Ekonomi yang produktif tidak mungkin dapat dicapai apabila tidak didukung oleh
ketersediaan infrastruktur yang cukup memadai, oleh sebab itu infrastruktur
merupakan salah satu kunci bagi pertumbuhan ekonomi, termasuk pemerataan
pembangunan di setiap daerah.

Gambar 10. Peta Pembangunan Infrastruktur


Sumber: (Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2017)

Berdasarkan gambar 10 di atas, melalui program pembangunan infrastruktur


2015-2019 di seluruh wilayah Indonesia. Sebanyak 26 Proyek Strategis
Nasional (PSN) telah selesai dibangun oleh pemerintah hingga 19 Desember 2017
dengan rincian 20 proyek telah diselesaikan pada tahun 2016 dan 6 proyek
diselesaikan pada tahun 2017. Sebanyak 26 proyek yang sudah selesai menelan
dana investasi sebesar Rp 46,5 triliun. Selain itu, ada juga program 35.000
megawatt (MW) yang sudah beroperasi sebanyak 998 MW sebesar Rp 26,96
triliun, maka itu total 26 proyek ditambah dengan satu program ketenagalistrikan
yang sudah beroperasi mencapai sekitar Rp 73 triliun. Adapun 6 proyek yang
telah selesai di 2017 adalah Jalan Akses Tanjung Priok, PLBN Nanga Badau,
PLBN Aruk, PLBN Wini, termasuk tambahan dua proyek yang baru rampung
beberapa waktu lalu yakni Jalan Tol Soreang-Pasirkoja (Soroja), dan Jalan Tol
Surabaya-Mojokerto dengan nilai proyek keseluruhan mencapai Rp 13,1
triliun. Sementara capaian untuk 35.000 MW hingga Desember 2017 sebanyak
998 MW beroperasi, 15.676 MW tahap konstruksi, 13.782 MW telah
mendapatkan Power Purchase Agreement (PPA) namun belum financial close,
3.163 MW dalam tahap pengadaan, dan 2.228 MW dalam tahap perencanaan.
Selain itu, terdapat 145 proyek dan satu program yang sudah masuk tahap
konstruksi, 9 proyek dalam tahap transaksi, 86 proyek dan 1 program dalam tahap
penyiapan. Dari 145 proyek tersebut, 37 di antaranya sudah beroperasi sebagian,
seperti Jalan Tol Medan-Kualanamu-Tebing Tinggi, Jalan Tol (Bekasi-Cawang-
Kampung Melayu) Becakayu, KEK Tanjung Lesung, dan KEK
Mandalika. Sedangkan untuk 37 proyek yang masuk kategori proyek prioritas,
hingga Desember 2017, 20 proyek di antaranya telah memasuki tahap konstruksi,
5 proyek dalam proses transaksi, dan 12 proyek dalam tahap penyiapan. Beberapa
contoh proyek prioritas yang telah mencapai tahap konstruksi, antara lain Jalan
Tol Balikpapan-Samarinda, MRT Jakarta fase I, Palapa Ring Broadband, PLTU
Batang, dan Tangguh LNG Train 3. Proyeksi kemajuan PSN sampai dengan 2020,
total proyek yang akan beroperasi sebanyak 170 proyek baik parsial maupun
keseluruhan. Hal tersebut dengan tambahan proyek yang mulai beroperasi pada
2018 sebanyak 50 proyek, 2019 56 proyek, dan 2020 sebanyak 23 proyek
(Chandra, 2017).
Gambar 11. Peta Pertumbuhan Ekonomi Daerah Triwulan IV 2015 (%yoy)
Sumber: (Bank Indonesia, 2016, hal. 1)

Berdasarkan gambar 11 mengenai pertumbuhan ekonomi daerah pada


triwulan IV 2015, realisasi pertumbuhan ekonomi secara nasional tercatat sebesar
5,04%, jauh lebih tinggi meningkat dibandingkan pertumbuhan pada triwulan
sebelumnya yang sebesar 4,74%. Perbaikan ekonomi terutama didorong oleh
meningkatnya pertumbuhan ekonomi di wilayah Sumatera dan Jawa. Seluruh
wilayah mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi pada 2015 terkecuali KTI
yang mencatatkan peningkatan pertumbuhan signifikan dengan adanya
perpanjangan ijin ekspor. Beberapa daerah yang menunjukkan perlambatan
ekonomi cukup dalam yaitu Aceh, Riau, dan Jambi. Sementara, perlambatan
perekonomian terdalam terjadi di Kalimantan Timur yang memiliki
ketergantungan tertinggi terhadap kinerja komoditas SDA batu bara dan migas.
Membaiknya perekonomian secara nasional terutama didorong oleh
meningkatnya pertumbuhan ekonomi Jawa dan Sumatera. Perekonomian Jawa
secara agregat tumbuh sebesar 5,87%, lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya
yang sebesar 5,51%. Meningkatnya pertumbuhan ekonomi Jawa terutama
didorong oleh percepatan realisasi berbagai proyek infrastruktur pemerintah.
Demikian halnya dengan perbaikan ekonomi Sumatera dari 3,13% pada triwulan
sebelumnya menjadi 4,56% pada triwulan IV 2015 banyak ditopang oleh
pembangunan infrastruktur berskala besar seperti pembangunan trans Sumatera,
pembangkit tenaga listrik dan pembangunan dalam rangka persiapan Asian
Games 2018.

Gambar 12. Peta Pertumbuhan Ekonomi Daerah Triwulan IV 2016 (%yoy)


Sumber: (Bank Indonesia, 2017, hal. 2)

Berdasarkan gambar 12, menunjukkan bahwa perekonomian nasional pada


triwulan IV 2016 tumbuh 4,94%, lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya
yang tumbuh 5,01%. Dari sisi kewilayahan, pertumbuhan tersebut dipengaruhi
oleh melambatnya perekonomian Jawa, yang memiliki pangsa ekonomi sebesar
58%. Meski demikian, pertumbuhan Sumatera dan Kawasan Timur Indonesia
(KTI) yang lebih tinggi dari triwulan sebelumnya mampu menahan perlambatan
ekonomi nasional lebih dalam. Perekonomian Jawa pada triwulan IV 2016
tumbuh cukup kuat 5,45%; meskipun melambat dari triwulan sebelumnya,
didorong konsumsi rumah tangga dan perdagangan. Wilayah Jawa, sebagai
penopang utama ekonomi nasional, masih mencatat pertumbuhan ekonomi yang
cukup kuat, kedua setelah KTI, yang didorong baik dari sisi permintaan maupun
pengeluaran (lapangan usaha). Perekonomian Sumatera pada triwulan IV 2016
tumbuh 4,49%, lebih tinggi dari triwulan sebelumnya, didukung oleh ekspor serta
industri pengolahan. Wilayah Sumatera, yang memiliki pangsa ekonomi kedua
terbesar terhadap nasional, mencatat pertumbuhan yang lebih tinggi dari triwulan
III 2016 yang tumbuh 4,03%.

Perekonomian nasional pada tahun 2016, berhasil tumbuh 5,02%, lebih


tinggi dibandingkan tahun 2015 yang tumbuh 4,88%. Lebih tingginya
pertumbuhan ekonomi 2016 tersebut didorong oleh akselerasi Jawa dan Sumatera;
sementara KTI masih tumbuh melambat. Perekonomian Jawa tumbuh dari 5,47%
menjadi 5,59%; sementara Sumatera tumbuh dari 3,53% menjadi 4,29%.
Pencapaian upaya pemerintah mengakselerasi pembangunan infrastruktur
pertanian masih sangat terbatas akibat terkendala masalah lahan dan sosial
masyarakat. Pemerintah telah berupaya mengakselerasi berbagai pembangunan
infrastruktur pertanian termasuk waduk/bendungan dan irigasi. Di Sumatera,
sampai dengan tahun 2019, pembangunan irigasi ditargetkan mencapai 362.182
ha lahan irigasi baru dan 846.000 ha rehabilitasi lahan irigasi. Namun, hingga
akhir tahun 2016, realisasi pembangunan masih sangat terbatas yaitu hanya
71.643 ha pembangunan irigasi baru atau hanya 19,78% dari target dan 247.992
ha rehabilitasi lahan irigasi atau 29,31% dari target. Pembangunan infrastruktur
pertanian di Sumatera akan berdampak positif terhadap ekonomi Sumatera
melalui peningkatan produktivitas dan kesinambungan produksi pertanian.
Pembangunan infrastruktur pertanian akan mampu meningkatkan produktivitas.
pertanian melalui penurunan biaya produksi dan ekspansi lahan seiring perluasan
wilayah teririgasi.

Tabel 1. Perkembangan Irigasi di Sumatera Tahun 2016

Efek
No Provinsi
PDRB Inflasi Tenaga Kerja

1 Aceh 0,08 -0.06 0.18

2 Sumut 0.15 -0.01 0.18

3 Sumbar 0.04 -0.02 0.02

4 Bengkulu 0.07 0.00 0.09


5 Riau 0.05 -0.01 0.09

6 Kepri 0.02 -0.02 0.09

7 Jambi 0.04 -0.02 0.02

8 Babel 0.02 -0.01 0.02

9 Sumsel 0.03 -0.02 0.00

10 Lampung 0.14 -0.02 0.07

Sumatera 0.08 -0.02 0.09

Sumber: (Bank Indonesia, 2017, hal. 24)

Berdasarkan tabel 1, simulasi dampak terhadap pembangunan infrastruktur


pertanian yang setengah berjalan yaitu sejumlah sejumlah 7 (tujuh) proyek
pembangunan waduk/bendungan dan irigasi mengindikasikan adanya dampak
positif bagi PDRB dan inflasi yang signifikan. Pembangunan infrastruktur
pertanian akan berdampak pada peningkatan PDRB Sumatera sebesar 0,08% per
tahun atau sekitar Rp223 T dan penambahan serapan angkatan kerja sebesar
0,09% per tahun atau sekitar 21.295 total tenaga kerja tambahan. Selain itu, inflasi
Sumatera diperkirakan akan mengalami penurunan sebesar 0,02% per tahun.

Gambar 13. Peta Pertumbuhan Ekonomi Daerah Triwulan III 2017 (%yoy)
Sumber: (Bank Indonesia, 2017, hal. 2)
Perekonomian nasional pada triwulan III 2017 tumbuh 5,06%; membaik
dibanding triwulan lalu yang tumbuh 5,01% (Tabel X). Untuk pertama kalinya
sejak awal 2014, seluruh provinsi mencatatkan pertumbuhan positif. Sebanyak 23
dari 34 provinsi di Indonesia tumbuh lebih tinggi dibanding triwulan lalu dan
sebagian besar daerah dapat tumbuh di atas pertumbuhan ekonomi nasional.
Sepanjang 2017, ekonomi berbagai wilayah secara agregat diprakirakan tumbuh
di batas bawah kisaran 5,0%-5,4%; namun tetap lebih tinggi dibandingkan 2016
yang tumbuh 5,02%. Ekonomi Sumatera diprakirakan tumbuh membaik terbatas,
Jawa tumbuh sedikit melambat, sementara ekonomi berbagai wilayah di KTI
tumbuh membaik. Perekonomian nasional pada triwulan III 2017 tumbuh
membaik dibanding triwulan lalu. Perbaikan pertumbuhan ekonomi terjadi di
hampir seluruh wilayah, kecuali Maluku-Papua (Mapua). Pertumbuhan ekonomi
tertinggi terjadi di Sulawesi (6,69%), sementara yang terendah dialami Mapua
(3,98%). Nusa Tenggara Barat yang pada dua triwulan terakhir tumbuh negatif,
mulai tercatat tumbuh positif (4,09%). Sebanyak 23 dari 34 provinsi di Indonesia
tumbuh lebih tinggi dibanding triwulan lalu. Sebagian besar daerah juga tumbuh
di atas pertumbuhan ekonomi nasional. Pertumbuhan tertinggi terjadi di Maluku
Utara (7,78%), sementara terendah di Kepulauan Riau (2,41%). Dari sisi lapangan
usaha (LU), peningkatan ekonomi Jawa didorong LU konstruksi, perdagangan,
dan industri pengolahan. Kenaikan LU konstruksi di Jawa didukung akselerasi
pembangunan 55 proyek pemerintah serta pembangunan properti oleh swasta.
Dari sisi LU utama, meningkatnya kinerja Sumatera didorong LU konstruksi dan
industri pengolahan. Sejalan dengan peningkatan investasi bangunan, LU
konstruksi Sumatera tumbuh lebih tinggi karena pembangunan berbagai proyek
strategis nasional. Proyek dimaksud antara lain Tol Trans Sumatera, LRT
Sumatera Selatan, terminal Kuala Tanjung, serta revitalisasi Pelabuhan Belawan.
DAFTAR PUSTAKA
Agustinus, M. (2016, April 16). Pemerintah Genjot Pembangunan di Wilayah Perbatasan
RI-Malaysia. Diambil kembali dari Detikcom: https://finance.detik.com/berita-
ekonomi-bisnis/3189472/pemerintah-genjot-pembangunan-di-wilayah-
perbatasan-ri-malaysia

Badan Pusat Statistik. (2013). Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035. Jakarta: Badan
Pusat Statistik.

Badan Pusat Statistik. (2017, November 21). Luas Daerah dan Jumlah Pulau Menurut
Provinsi, 2002-2016. Diambil kembali dari Badan Pusat Statistik:
https://www.bps.go.id/statictable/2014/09/05/1366/luas-daerah-dan-jumlah-
pulau-menurut-provinsi-2002-2016.html

Badan Pusat Statistik. (2018). Berita Resmi Statistik : Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Triwulan IV-2017. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

Bank Indonesia. (2016). Laporan Nusantara: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional,
vol. 11, no.1. Jakarta: Bank Indonesia.

Bank Indonesia. (2017). Laporan Nusantara: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional,
vol.12, no.1. Jakarta: Bank Indonesia.

Bank Indonesia. (2017). Laporan Nusantara: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional,
vol.12, no.4. Jakarta: Bank Indonesia.

Bappenas. (2015, Oktober 9). Paket Kebijakan Ekonomi Jilid 1. Diambil kembali dari
Kementerian PPN/Bappenas: https://www.bappenas.go.id/id/berita-dan-siaran-
pers/paket-kebijakan-ekonomi-jilid-1/

Budiman, A. (1995). Teori Pembangunan Dunia Ketiga. Jakarta: PT Gramedia Pustaka.

Central Intelligence Agency. (n/A). The World Factbook : Indonesia. Diambil kembali dari
Central Intelligence Agency:
https://www.cia.gov/library/publications/resources/the-world-
factbook/geos/id.html

Chandra, A. A. (2017, Desember 20). Tambah 2, Proyek Strategis Jokowi yang Rampung
Jadi 26. Diambil kembali dari detikcom:
https://finance.detik.com/infrastruktur/3778342/tambah-2-proyek-strategis-
jokowi-yang-rampung-jadi-26

Fajriah, L. R. (2017, Agustus 31). Jokowi Luncurkan Paket Kebijakan Ekonomi Jilid XVI.
Diambil kembali dari Sindonews:
https://ekbis.sindonews.com/read/1235549/33/jokowi-luncurkan-paket-
kebijakan-ekonomi-jilid-xvi-1504158454

Farhan. (2017, Mei 5). Bonus Demografi dan Peluang Pertumbuhan Ekonomi Indonesia.
Diambil kembali dari Medium: https://medium.com/@farhanshar/bonus-
demografi-dan-peluang-pertumbuhan-ekonomi-c2e2cf4e1902
Hidayat, A. A. (2018, Februari 7). Chatib Basri Sebutkan Kunci Pertumbuhan Ekonomi 7
Persen. Diambil kembali dari Tempo.co:
https://bisnis.tempo.co/read/1058226/chatib-basri-sebutkan-kunci-
pertumbuhan-ekonomi-7-persen

Jhingan, M. (2000). Ekonomi Perencanaan & Pembangunan (1st ed.). Jakarta: CV.
Rajawali.

Kantor Staf Presiden. (2016). Capaian 2 Tahun Pemerintahan Jokowi-JK. Jakarta,


Indonesia.

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. (2017, November 10). Akselerasi


Pembangunan Infrastruktur Daerah Melalui Skema Pembiayaan Inovatif. Jakarta,
Indonesia.

Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas. (2017, August). Key


Improvements in Infrastructure Delivery in Indonesia. Jakarta, Indonesia.

KPPIP. (n/A). Perkembangan Pembangunan Infrastruktur di Indonesia. Diambil kembali


dari KPPIP: https://kppip.go.id/tentang-kppip/perkembangan-pembangunan-
infrastruktur-di-indonesia/

KPPIP. (n/A). Tentang KPPIP. Diambil kembali dari Komite Percepatan Infrastruktur
Prioritas: https://kppip.go.id/tentang-kppip/

Kristianus, A., & Kania, D. (2018, Februari 6). Ekonomi Indonesia 2018 Belum Akan Naik
Signifikan. Diambil kembali dari BeritaSatu:
http://id.beritasatu.com/macroeconomics/ekonomi-indonesia-2018-belum-
akan-naik-signifikan/171627

PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia Persero. (2015). Panduan Penyediaan


Penjaminan Infrastruktur. Dipetik february 2018, dari www.iigf.co.id:
http://www.iigf.co.id/media/kcfinder/docs/publikasi/guarantee-provision-
guideline-2012-ind.pdf

Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI. (2017, 12). Dilema Skema Pembiyaan
Percepatan Pembangunan Infrastruktur Indonesia. Jakarta, Jakarta, Indonesia.

Rachmadi, T. (2017, Juni 12). Tantangan Indonesia sebagai Negara Maritim. Diambil
kembali dari Supply Chain Indonesia:
http://supplychainindonesia.com/new/tantangan-indonesia-sebagai-negara-
maritim/

Ramdhini, L. (2015, April 1). 4 Strategi Pemerintah Percepat Pembangunan Infrastruktur.


Dipetik February 22, 2018, dari Beritasatu: http://id.beritasatu.com/home/4-
strategi-pemerintah-percepat-pembangunan-infrastruktur/112212

Sarana Multi Infrastruktur. (2016, Juni). Skema Pembiayaan dana Percepatan


Pembangunan Infrastruktur Indonesia. Dipetik February 2018, dari PT Sarana
Multi Infrastruktur.
Satu Data Indonesia. (2016, Februari 29). Jumlah Pulau Kecil, Pulau Terverifikasi, dan
Total Pulau Berdasarkan Provinsi. Diambil kembali dari Satu Data Indonesia:
http://data.go.id/dataset/jumlah-pulau/resource/81aa1eb6-93ab-4c21-ae16-
98d25d6561f5

Serven, C. &. (2014). Infrastructure, Growth, and Inequality : an Overview. Policy


Research Working Paper Series, The World Bank.

Suheriadi. (2017, May). 4 Skema KPBU jadi Opsi Pembiyaan Infrastruktur. Dipetik
February 2018, dari Infobanknews: http://infobanknews.com/4-skema-kpbu-
jadi-opsi-pembiayaan-infrastruktur/3/

Surachman, E. N. (2015). Dana Dukungan Tunai Infrastruktur : Harapan Baru


Pembangunan Infrastruktur di Indonesia. Dipetik February 22, 2018, dari
kemenkeu.g.id: https://www.kemenkeu.go.id/media/4483/dana-dukungan-
tunai-infrastruktur-vgf-harapan-baru-pembangunan-infrastruktur-di-
indonesia.pdf

Suradi. (2012). Pertumbuhan Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial. Informasi


Permasalahan dan Usaha Kesejahteraan Sosial, 17, 144-157.

Anda mungkin juga menyukai