Anda di halaman 1dari 21

DIMENSI STUDI PENDEKATAN KONSELING LOGOTERAPI

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Praktik Konseling dan Psikoterapi
Dosen Pengampu
Dra. Tri Esti Budiningsih, S.psi., M.a.
Fatma Kusuma Mahanani, S.psi., M.psi.

oleh

Ilham Abdul Malik 1511415082

Abhijata Kartika Silananda 1511415095

Erika Sulistianingrum 1511415103

Desy Permata Sari Nugroho 1511415111

JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

TAHUN 2017
1. Konsep Dasar Logoterapi

Kata “Logos” berasal dari bahasa Yunani berarti makna/meaning. Logoterapi beranggapan
bahwa makna hidup (the meaning of life) dan hasrat untuk hidup bermakna (the will to
meaning) merupakan motivasi utama guna meraih taraf kehidupan bermakna (the meaningful
life). Kebermaknaan hidup dapat diartikan sebagai kualitas penghayatan individu terhadap
seberapa besar dirinya dapat mengembangkan dan mengaktualisasikan potensi-potensi serta
kapasitas yang dimilikinya dan terhadap seberapa jauh dirinya telah mencapai tujuan-tujuan
hidupnya dalam memberi makna kepada kehidupannya.

Logoterapi mengajarkan bahwa manusia harus dipandang sebagai kesatuan raga, jiwa, dan
rohani yang tak terpisahkan. Selain itu, logoterapi memusatkan perhatian pada kualitas-
kualitas insani seperti hasrat untuk hidup bermakna, hati nurani, kreativitas, rasa humor dan
memanfaatkan kualitas itu dalam bidang pendidikan, terapi dan pengembangan kesehatan
mental.

Inti ajaran logoterapi :

1) Hidup itu bermakna dalam kondisi apapun sekalipun dalam kesedihan.


2) Manusia memiliki kehendak hidup bermakna yang menjadi motivasi utama dalam menjadi
manusia dan tercipta rasa bahagia bila telah memenuhinya.
3) Kita memiliki kebebasan untuk menemukan makna hidup kita.

Konsep utama yang menjadi dasar filosofis untuk meraih kebermaknaan hidup ada 3, yaitu
kebebasan berkehendak (freedom of will), keinginan akan makna (will to meaning) dan makna
hidup (meaning of life). Ketiga konsep tersebut saling mengikat datu sama lainnya sebagai
suatu rangkaian mendasar.

1) Kebebasan berkehendak (Freedom of Will)


Dalam pandangan logoterapi, manusia adalah mahluk yang istimewa karena
mempunyai kebebasan. Kebebasan yang dimaksud dalam freedom of will seperti:
a. Kebebasan yang bertanggungjawab.
b. Kebebasan untuk mengambil sikap (freedom to take a stand) atas kondisi - kondisi
tersebut.
c. Kebebasan untuk menentukan sendiri apa yang dianggap penting dalam hidupnya.

2) Kehendak Hidup Bermakna (The Will to Meaning)


Konsep keinginan kepada makna (the will to meaning) inilah menjadi motivasi
utama kepribadian manusia (Frankl, 1977). Dalam psikoanalisa memandang manusia
adalah pencari kesenangan. Pandangan psikologi individual bahwa manusia adalah pencari
kekuasaan. Menurut logoterapi bahwa kesenangan merupakan efek dari pemenuhan
makna, sedangkan kekuasaan merupakan prasyarat bagi pemenuhan makna. Mengenal
makna, menurut Frankl bersifat menarik dan menawari bukannya mendorong. Karena
sifatnya menarik maka individu termotivasi untuk memenuhinya. Agar individu menjadi
individu yang bermakna, maka melakukan berbagai kegiatan yang syarat dengan makna.

3) Makna Hidup (The Meaning Of Life)


Makna yaitu suatu hal yang didapat dari pengalaman hidupnya baik dalam keadaan
senang maupun dalam penderitaan. Makna hidup dianggap identik dengan tujuan hidup.
Makna hidup bisa berbeda antara satu dengan yang lainya dan berbeda setiap hari, bahkan
setiap jam. Karena itu, yang penting secara umum bukan makna hidup, melainkan makna
khusus dari hidup pada suatu saat tertentu. Setiap individu memiliki pekerjaan dan misi
untuk menyelesaikan tugas khusus. Dalam kaitan dengan tugas tersebut dia tidak bisa
digantikan dan hidupnya tidak bisa diulang. Karena itu, manusia memiliki tugas yang unik
dan kesempatan unik untuk menyelesaikan tugasnya (Frankl, 2004).

2. Tujuan Konseling
Tujuan dari konseling dalam pendekatan logoterapi ini diantaranya ialah mengajarkan
bahwa setiap kehidupan individu mempunyai maksud, tujuan, makna yang harus diupayakan
untuk ditemukan dan dipenuhi. Hidup kita tidak lagi kosong jika kita menemukan suatu sebab
dan sesuatu yang dapat mendedikasikan eksistensi kita. Namun kalaulah hidup diisi
dengan penderitaaan pun, itu adalah kehidupan yang bermakna, karena
keberanian menanggung tragedi yang tak tertanggungkan merupakan pencapaian atau prestasi
dan kemenangan. Diharapkan agar klien bisa menemukan dan memenuhi makna serta tujuan
hidupnya dengan jalan lebih menyadari sumber-sumber makna hidup, mengaktualisasi potensi
diri, meningkatkan keakraban hubungan antarpribadi, berpikir dan bertindak positif,
menunjukkan prestasi dan kualitas kerja optimal, mendalami nilai-nilai kehidupan, mengambil
sikap tepat atas musibah yang dialami, serta memantabkan ibadah kepada tuhan.Logoterapi
membantu klien agar lebih sehat secara emosional, dan salah satu cara untuk mencapainya
adalah memperkenalkan filsafat hidup yang lebih sehat, yaitu mengajak untuk menemukan
makna hidupnya.

3. Asas Logoterapi
Pada hakikatnya merupakan inti dari setiap perjuangan hidup, yakni mengusahakan agar
kehidupan senantiasa berguna bagi diri sendiri, keluarga, masyarakat, dan agama. Ada tiga
asas utama logoterapi yang menjadi dari inti dari terapi ini, yaitu :

1) Hidup itu memiliki makna (arti) dalam setiap situasi, bahkan dalam penderitaan dan
kepedihan sekalipun. Makna adalah sesuatu yang dirasakan penting, benar, berharga, dan
didambakan serta memberikan nilai khusus bagi seseorang dan layak dijadikan tujuan
hidup.
2) Setiap manusia memiliki kebebasan yang hampir tidak terbatas untuk menentukan sendiri
makna hidupnya. Dari sini individu dapat memilih makna atas setiap peristiwa yang terjadi
dalam diri individu, apakah itu makna positif ataupun makna yang negatif. Makna positif
ini lah yang dimaksud dengan hidup bermakna.
3) Setiap manusia memiliki kemampuan untuk mengambil sikap terhadap peristiwa tragis yang
tidak dapat dihindari lagi yang menimpa dirinya sendiri dan lingkungan sekitar.

Ketiga asas tersebut tercakup dalam ajaran logoterapi mengenai eksistensi dan makna hidup,
sebagai berikut :

1) Dalam setiap keadaan termasuk dalam penderitaan sekalipun hidup ini selalu memberi atau
mempunyai makna.
2) Kehendak untuk hidup bermakna merupakan motivasi utama setiap orang.
3) Dalam batas-batas tertentu manusia memiliki kebebasan dan tanggung jawab pribadi untuk
memilih, menentukan, dan memenuhi makna dan tujuan hidupnya.
Hidup yang bermakna diperoleh dengan jalan merealisasikan tiga nilai kehidupan (nilai-
nilai kreatif (creative values), nilai-nilai penghayatan (experiental values), dan nilai-nilai
bersikap (attitudinal values).

4. Pandangan Logoterapi terhadap Masalah


Dalam ilmu psikologi Eksistensial, masalah makna hidup banyak dibahas. Salah seorang
tokohnya yang banyak membahas masalah makna hdsup adalah Victor Frankl seorang
psikiater dari Austria dengan teorinya yang disebut logoterapi. Menurut Frankl pada dasarnya
manusia selalu menginginkan hidupnya selalu bermakna. Hidup yang tidak berarti membuat
orang mengalami kehampaan eksistensial dan selanjutnya akan menimbulkan frustasi
eksistensial (frustasi kerena tidak bisa memenuhi keinginanya kepada makna).
Konseling logoterapi merupakan konseling untuk membantu individu mengatasi masalah
ketidakjelasan makna dan tujuan hidup, yang sering menimbulkan kehampaan dan hilangnya
gairah hidup. Dalam logoterapi masalah adalah ujian hidup yang menurut Frankl harus
dihadapi dengan keberanian dan kesabaran. Yakni keberanian untuk membiarkan masalah ini
untuk sementara waktu tak terpecahkan, dan kesabaran untuk tidak menyerah dan
mengupayakan penyelesaian.
Logoterapi dapat digambarkan sebagai corak psikologi yang mengakui adanya dimensi
kerohanian pada manusia di samping dimensi ragawi dan kejiwaan, serta beranggapan bahwa
makna hidup (the meaning of life) dan hasrat untuk hidup bermakna (the will of meaning)
merupakan motivasi utama manusia guna meraih taraf kehidupan bermakna (the meaningful
life) yang didambakannya.
Hidup akan memiliki makna dalam setiap situasi selama kita mampu mengambil hikmah,
bahkan dalam penderitaan dan kepedihan sekalipun. Makna adalah sesuatu yang dirasakan
penting, benar, berharga dan didambakan serta memberikan nilai khusus bagi seseorang dan
layak dijadikan tujuan hidup. Setiap manusia memiliki kemampuan untuk mengambil sikap
terhadap peristiwa tragis yang tidak dapat dielakkan lagi yang menimpa dirinya sendiri dan
lingkungan sekitar (penderitaan dan kepedihan).
Makna hidup setiap manusia dapat ditentukan sendiri olehnya, karena manusia memiliki
kebebasan - yang hampir tidak terbatas –. Dari kebebasannya manusia dapat memilih makna
atas setiap peristiwa yang terjadi dalam diri, apakah itu makna positif atupun makna yang
negatif. Dan makna positif ini lah yang dimaksud dengan hidup bermakna.

5. Konseling Logoterapi

Proses konseling pada umumnya mencakup tahap-tahap seperti perkenalan,


pengungkapan, dan penjajakan masalah, pembahasan bersama, evaluasi, dan penyimpulan,
serta pengubahan sikap dan perilaku. Biasanya setelah masa konseling berakhir masih
dilanjutkan pemantauan atas upaya perubahan perilaku pada klien dapat melakukan konsultasi
lanjutan jika diperlukan.

Konseling logoterapi berorientasi pada masa depan (future oriented) dan berorientasi pada
makna hidup (meaning oriented). Relasi yang dibangun antara konselor dengan konseli adalah
encounter, yaitu hubungan antar pribadi yang ditandai oleh keakraban dan keterbukaan, serta
sikap dan kesediaan untuk saling menghargai, memahami, dan menerima sepenuhnya satu
sama lain.

Ada empat tahap utama di dalam proses konseling logoterapi diantaranya adalah sebagai
berikut :

1) Tahap perkenalan dan pembinaan rapport


Pada tahap ini diawali dengan menciptakan suasana nyama untuk konsultasi dengan
pembinaan rapport yang makin lama makin membuka peluang untuk sebuah encounter. Ini
sebuah encounter adalah penghargaan kepada sesama manusia, ketulusan hati, dan
pelayanan. Percakapan dalam tahap ini tak jarang memberikan efek terapi bagi konseli.
2) Tahap pengungkapan dan penjajahan masalah
Pada tahap ini konselor mulai membuka dialog mengenai masalah yang dihadapi konseli.
Berbeda dengan konseling lain yang cenderung membiarkan konseli “sepuasnya”
mengungkapkan masalah, dalam logoterapi konseli sejak awal diarahkan untuk
menghadapi masalah itu sebagai kenyataan.
3) Tahap pembahasan
Pada tahap ini konselor dan konseli bersama-sama membahas dan menyamakan persepsi
atas masalah yang dihadapinya. Tujuannya untuk menemukan arti hidup sekalipun dalam
penderitaan.
4) Tahap evaluasi dan penyimpulan
Pada tahap ini mencoba memberi interpretasi atas informasi yang diperoleh sebagai bahan
untuk tahap selanjutnya, yaitu perubahan sikap dan perilaku konseli. Pada tahap-tahap ini
tercakup modifikasi sikap, orientasi terhadap makna hidup, penemuan dan pemenuhan
makna, dan pengurangan symptom.

6. Hubungan Konselor dan Konseli dalam Logoterapi

Dalam logoterapi, konseli mampu mengalami secara subjektif persepsi persepsi tentang
dunianya. Dia harus aktif dalam proses terapeutik, sebab dia harus memutuskan ketakutan-
ketakutan, perasaan-perasaan berdosa dan kecemasan-kecemasan apa yang akan dieksplorasi.
Memutuskan untuk menjalani terapi saja sering merupakan tindakan yang menakutkan.
Konseli dalam terapi ini, terlibat dalam pembukaan pintu diri sendiri. Pengalaman sering
menakutkan atau menyenangkan dan mendepresikan atau gabungan dari semua perasaan
tersebut. Dengan membuka pintu yang tertutup, konseli mampu melonggarkan belenggu
deterministic yang telah menyebabkan dia terpenjara secara psikologis. Lambat laun konseli
mulai sadar, apa dia tadinya dan siapa dia sekarang serta klien lebih mampu menetapkan masa
depan macam apa yang diinginkannya. Melalui prosesterapi, konseli bisa mengeksplorasi
alternative-alternatif guna membuat pandangan-pandangan menjadi nyata.

Menurut Frankl (1959), pencarian makna dalam hidup adalah salah satu ciri manusia.
Dalam pandangan para eksistensialis, tugas utama konselor adalah mengeksplorasi persoalan-
persoalan yang berkaitan dengan ketidakberdayaan, keputusasaan, ketidakbermaknaan, dan
kekosongan eksistensial. Tugas proses terapeutik adalah menghadapi masalah
ketidakbermaknaan dan membantu Konseli dalam membuat makna dari dunia yang kacau.

Frankl menandaskan bahwa fungsi Konselor bukanlah menyampaikan kepada Konseli apa
makna hidup yang harus diciptakannya, melainkan mengungkapkan bahwa Konseli bisa
menemukan makna, bahkan juga dari penderitaan, karena penderitaan manusia bisa diubah
menjadi prestasi melalui sikap yang diambilnya dalam menghadapi penderitaan itu. Buhler dan
Allen (1972) sepakat bahwa psikoterapi difokuskan pada pendekatan terhadap hubungan
manusia alih-alih sistem teknik. Para ahli psikologi humanistik memiliki orientasi bersama
yang mencakup hal-hal berikut :
1) Mengakui pentingya pendekatan dari pribadi ke konselor
2) Menyadari peran dari tanggung jawab Konselor.
3) Mengakui sifat timbal balik dari hubungan terapeutik.
4) Berorientasi pada pertumbuhan.
5) Menekankan keharusan Konselor terlibat dengan Konseli sebagai suatu pribadi yang
menyeluruh .
6) Mengakui bahwa putusan-putusan dan pilihan-pilihan akhir terletak di tangan konseli.
7) Memandang Konselor sebagai model, dalam arti bahwa Konselor dengan gaya hidup dan
pandangan humanistiknya tentang manusia bisa secara implisit menunjukkan potensi
Konseli bagi tindakan kreatif dan positif.
8) Mengakui kebebasan Konseli untuk mengungkapkan pandangan dan untuk
mengembangkan tujuan-tujuan dan nilainya sendiri.
9) Bekerja ke arah mengurangi ketergantungan Konseli serta meningkatkan kebebasan
konseli.
10) May (1961) memandang tugas Konselor diantaranya adalah membantu konseli agar
menyadari keberadaannya dalam dunia “ini adalah ketika pasien melihat dirinya sebagai
orang yang terancam, yang hadir di dunia yang mengancam dan sebagai subjek yang
memiliki dunia”. Frankl (1959) menjabarkan peran Konselor sebagai “spesialis mata
daripada sebagai pelukis”, yang bertugas “memperluas dan memperlebar lapangan visual
pasien sehingga spektrum keseluruhan dari makna dan nilai-nilai menjadi disadari dan
dapat diamati oleh pasien”.
7. Teknik Konseling

Victor Frankl dikenal sebagai terapis yang memiliki pendekatan klinis yang detail.
Diantara teknik-teknik tersebut adalah yang dikenal dengan intensi paradoksal, yang mampu
menyelesaikan lingkaran neurotis yang disebabkan kecemasan anti sipatori dan hiper-intensi.
Intensi paradoksal adalah keinginan terhadap sesuatu yang ditakuti.

Seorang pemuda yang selalu gugup ketika bergaul dengan banyak disuruh Frankl untuk
menginginkan kegugupan itu. Contoh lain adalah masalah tidur.

Menurut Frankl, kalau anda menderita insomnia, anda seharusnya tidak mencoba berbaring
ditempat tidur, memejamkan mata, mengosongkan pikiran dan sebagainya. Anda justru harus
berusaha terjaga selama mungkin. Setelah itu baru anda akan merasakan adanya kekuatan yang
mendorong anda untuk melangkah ke kasur.

Teknik terapi Frankl yang kedua adalah de-refleksi. Frankl percaya bahwa sebagian besar
persoalan kejiwaan berawal dari perhatian yang terlalu terfokus pada diri sendiri. Dengan
mengalihkan perhatian dari diri sendiri dan mengarahkannya pada orang lain, persoalan-
persoalan itu akan hilang dengan sendirinya. Misalnya, kalau mengalami masalah seksual,
cobalah memuaskan pasangan anda tanpa memperdulikan kepuasan diri anda sendiri. Atau
cobalah untuk tidak memuaskan siapa saja, tidak diri anda, tidak juga diri pasangan anda.

Beberapa Teknik logoterapi yang sering digunakan adalah sebagai berikut

1) Persuasif
Salah satu teknik yang digunakan dalam logoterapi adalah teknik persuasif, yaitu
membantu klien untuk mengambil sikap yang lebih konstruktif dalam menghadapi
kesulitannya.Frankl, menggambarkan hal ini dalam satu kasus tentang seorang perawat
yang menderita tumor yang tidak dapat dioperasi dan mengalami keputusasaan karena
ketidakmampuannya untuk bekerja dalam profesinya yang sangat terhormat.
2) Paradoxical-intention
Paradoxical intention pada dasarnya memanfaatkan kemampuan mengambil jarak (self-
detachment) dan kemampuan mengambil sikap terhadap kondisi diri sendiri dan
lingkungan.Paradoxical intention terutama cocok untuk pengobatan jangka pendek pasien
fobia (ketakutan irrasional). Dengan teknik ini, konselor mengupayakan agar klien yang
mengalami fobia mengubah sikap dari ‘takut’ menjadi ‘akrab’ dengan objek fobianya.
Selain itu, teknik paradoxical intention sangat bermanfaat untuk menolong klien dengan
obsesif kompulsif (tindakan yang terus-menerus dilakukan walaupun sadar hal itu tidak
rasional).Antisipasi yang menakutkan terhadap suatu kejadian sering menyebabkan reaksi-
reaksi yang berkembang dari peristiwa tersebut, misalnya pasien dengan obsesi yang kuat
cenderung untuk menghindari obsesif-kompulsifnya. Dengan teknik paradoxical intention,
mereka diajak untuk ‘berhenti melawan’, tetapi bahkan mencoba untuk ‘bercanda’ tentang
gejala yang ada pada mereka, ternyata hasilnya adalah gejala tersebut akan berkurang dan
menghilang. Klien diminta untuk berpikir atau membayangkan hal-hal yang tidak
menyenangkan, menakutkan, atau memalukan baginya. Dengan cara ini klein
mengembangkan kemampuan untuk melawan ketakutannya, seperti yang terdapat juga
dalam terapi perilaku (behaviour therapy).
3) De-reflection
Teknik logoterapi lain adalah “de-reflection”, yaitu memanfaatkan kemampuan
transendensi diri (self-transcendence) yang dimiliki setiap manusia dewasa. Setiap manusia
dewasa memiliki kemampuan untuk membebaskan diri dan tidak lagi memperhatikan
kondisi yang tidak nyaman, tetapi mampu mengalihkan dan mencurahkan perhatiannya
kepada hal-hal yang positif dan bermanfaat.Di sini klien pertama-tama dibantu untuk
menyadari kemampuan atau potensinya yang tidak digunakan atau terlupakan.Ini
merupakan suatu jenis daya penarik terhadap nilai-nilai pasien yang terpendam. Sekali
kemampuan tersebut dapat diungkapkan dalam proses konseling maka akan muncul suatu
perasaan unik, berguna dan berharga dari dalam diri klien. De-reflection tampaknya sangat
bermanfaat dalam konseling bagi klien dengan pre-okupasi somatik, gangguan tidur, dan
beberapa gangguan seksual, seperti impotensi dan frigiditas

8. Pengalaman Konseli dalam Proses Konseling.


Kondisi Subjek Sebelum Konseling
1) Subjek sering mencari pelayanan medis karena merasakan berbagai keluhan fisik: sakit
kepala (pusing), punggung kaku, nyeri di persendian tangan & kaki, dada sesak, perut
kembung, lambung perih, lemah pada bagian kaki, suara serak
2) Subjek tidak dapat menerima kenyataan bahwa keadaan keluarga tidak tercukupi secara
finansial karena subjek tidak mampu memberikan nafkah bagi keluarganya
3) Subjek menjadi mudah marah dan merasa tidak dihormati sebagai kepala keluarga karena
istri dan anak-anaknya sering tidak menuruti perkataan subjek.
4) Permasalahan yang dihadapi subjek membuatnya merasa tidak berharga, merasa tujuan
hidupnya tidak terpenuhi dan merasa hidupnya tidak bermakna
Pemberian intervensi
Konseling logoterapi diberikan dalam 4 langkah, yaitu:
1) Mengambil jarak atas gejala (distance from symptoms) dimana konselor membantu
menyadarkan subjek bahwa gejala sama sekali tidak identik dan mewakili diri subjek,
namun semata-mata merupakan kondisi yang dialami dan dapat dikendalikan.
2) Modifikasi sikap (modification of attitude) dimana konselor membantu subjek untuk
mendapatkan pandangan baru atas diri dan kondisinya, selanjutnya subjek menentukan
sikap baru untuk menentukan arah dan tujuan hidupnya.
3) Pengurangan gejala (reducing symptoms) dimana konselor menggunakan teknik logoterapi
berupa dereflection untuk menghilangkan atau mengurangi dan mengendalikan gejala pada
subjek.
4) Orientasi terhadap makna (orientation toward meaning) dimana konselor bersama subjek
membahas bersama nilai-nilai dan makna hidup yang secara potensial ada dalam kehidupan
subjek, memperdalam dan menjabarkannya menjadi tujuan- tujuan yang lebih konkrit.

Setelah konseling
1) Keluhan yang dirasakan subjek telah berkurang dan mampu diabaikan oleh subjek
sehingga tidak memenuhi kriteria diagnosa untuk gangguan psikologis.
2) Subjek telah mampu menerima kondisi bahwa ia tidak mampu memberikan nafkah bagi
keluarganya dan lebih memperhatikan hal-hal yang dapat dilakukannya untuk
membahagiakan keluarganya.
3) Subjek dapat mempertahankan pengendalian emosi yang telah berhasil dilakukannya agar
dapat terus dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.
4) Pernyataan dari anggota keluarga bahwa terdapat perubahan subjek ke arah yang lebih baik
berkaitan dengan sikapnya terhadap anggota keluarga.
5) Subjek telah memiliki tujuan hidup, yaitu membahagiakan dan mensejahterakan keluarga
meski tidak berupa materi, dapat bermanfaat bagi orang lain, dan lebih dekat dengan
Tuhan.
Beberapa hal yang menjadi focus konseli dalam konseling logoterapi yaitu klien memiliki
kembali kebermaknaan hidupnya.
9. Peran Konseling
Dalam ilmu psikologi Eksistensial, masalah makna hidup banyak dibahas. Salah seorang
tokohnya yang banyak membahas masalah makna hdsup adalah Victor Frankl seorang
psikiater dari Austria dengan teorinya yang disebut logoterapi. Menurut Frankl pada dasarnya
manusia selalu menginginkan hidupnya selalu bermakna. Hidup yang tidak berarti membuat
orang mengalami kehampaan eksistensial dan selanjutnya akan menimbulkan frustasi
eksistensial (frustasi kerena tidak bisa memenuhi keinginanya kepada makna). Konseling
logoterapi merupakan konseling untuk membantu individu mengatasi masalah ketidakjelasan
makna dan tujuan hidup, yang sering menimbulkan kehampaan dan hilangnya gairah hidup..
Dalam logoterapi masalah adalah ujian hidup yang menurut Frankl harus dihadapi dengan
keberanian dan kesabaran. Yakni keberanian untuk membiarkan masalah ini untuk sementara
waktu tak terpecahkan, dan kesabaran untuk tidak menyerah dan mengupayakan penyelesaian.
Logoterapi dapat digambarkan sebagai corak psikologi yang mengakui adanya dimensi
kerohanian pada manusia di samping dimensi ragawi dan kejiwaan, serta beranggapan bahwa
makna hidup (the meaning of life) dan hasrat untuk hidup bermakna (the will of meaning)
merupakan motivasi utama manusia guna meraih taraf kehidupan bermakna (the meaningful
life) yang didambakannya.
Hidup akan memiliki makna dalam setiap situasi selama kita mampu mengambil hikmah,
bahkan dalam penderitaan dan kepedihan sekalipun. Makna adalah sesuatu yang dirasakan
penting, benar, berharga dan didambakan serta memberikan nilai khusus bagi seseorang dan
layak dijadikan tujuan hidup. Setiap manusia memiliki kemampuan untuk mengambil sikap
terhadap peristiwa tragis yang tidak dapat dielakkan lagi yang menimpa dirinya sendiri dan
lingkungan sekitar (penderitaan dan kepedihan).
Makna hidup setiap manusia dapat ditentukan sendiri olehnya, karena manusia memiliki
kebebasan - yang hampir tidak terbatas –. Dari kebebasannya manusia dapat memilih makna
atas setiap peristiwa yang terjadi dalam diri, apakah itu makna positif atupun makna yang
negatif. Dan makna positif ini lah yang dimaksud dengan hidup bermakna.

10. Syarat Konseling


Proses konseling pada umumnya mencakup tahap-tahap perkenalan, pengungkapan dan
penjajakan masalah, pembahasan bersama, evaluasi dan penyimpulan, serta pengubahan sikap
dan perilaku. Biasnya setelah masa konseling berakhir masih dilanjutkan pemantauan atas
upaya perubahan perilaku dan klien dapan mlakukan konsultasi lanjutan jika diperlukan.

Konseling logoterapi berorientasi pada masa depan (future oriented) dan berorientasi pada
makna hidup (meaning oriented). Relasi yang dibangun antara konselor dengan konseli adalah
encounter, yaitu hubungan antar pribadi yang ditandai oleh keakraban dan keterbukaan, serta
sikap dan kesediaan untuk saling menghargai, memahami dan menerima sepenuhnya satu sama
lain.

Ada empat tahap utama didalam proses konseling logterapi diantaranya adalah:

1) Tahap perkenalan dan pembinaan rapport. Pada tahap ini diawali dengan menciptakan
suasana nyaman untuk konsultasi dengan pembina rapport yang makin lama makin
membuka peluang untuk sebuah encounter. Inti sebuah encounter adalah penghargaan
kepada sesama manusia, ketulusan hati, dan pelayanan. Percakapan dalam tahap ini tak
jarang memberikan efek terapi bagi konseli.
2) Tahap pengungkapan dan penjajagan masalah. Pada tahap ini konselor mulai membuka
dialog mengenai masalah yang dihadapi konseli. Berbeda dengan konseling lain yang
cenderung membeiarkan konseli “sepuasnya” mengungkapkan masalahnya, dalam
logoterapi konseli sejak awal diarahkan untuk menghadapi masalah itu sebagai kenyataan.
3) Pada tahap pembahasan bersama, konselor dan konseli bersama-sama membahas dan
menyamakan persepsi atas masalah yang dihadapi. Tujuannya untuk menemukan arti
hidup sekalipun dalam penderitaan.
4) Tahap evaluasi dan penyimpulan mencoba memberi interpretasi atas informasi yang
diperoleh sebagai bahan untuk tahap selanjutnya, yaitu perubahan sikap dan perilaku
konseli. Pada tahap-tahap ini tercakup modifikasi sikap, orientasi terhadap makna hidup,
penemuan dan pemenuhan makna, dan pengurangan symptom.

11. Karakter Konseling

Pendekatan eksistensial telah memberikan banyak manfaat pada seseorang untuk bisa
fokus terhadap dirinya sendiri. Pendekatan ini berfokus pada fakta eksistensi manusia yakni
kesadaran diri manusia dan konsekuensi kebebasan manusia. Eksistensial memberikan
pandangan yang berbeda tentang kematian, pendekatan eksistensial memandang kematian
sebagai kekuatan positif pada diri manusia dimana manusia tidak perlu takut akan kematian
karena kematian memberikan makna pada kehidupan. Eksistensialis telah berkontribusi pada
suatu pandangan baru mengenai kecemasan (anxiety), rasa bersalah (guilty), frustasi, kesepian
(loneliness), dan alienation. Salah satu kontribusi besar dari pendekatan eksistensial adalah
mengembangkan serta memunculkan kualitas manusia pada hubungan terapis. Aspek ini
memperlihatkan bahwa manusia memiliki potensi, kelebihan, kemampuan atau kemampuan
positif lainnya sehingga tidak selalu harus dengan cara yang ‘mekanis’ dalam proses terapi.
Konselor eksistensial menolak gagasan dari therapy objective dan jarak profesional, karena
mereka memandang itu tidak menolong/ kurang menolong. Eksistensial menunjukkan
kebebasan dan kemampuan serta kapasitas seseorang untuk menyusun kembali hidupnya
dengan cara memilih segala pilihan dengan penuh kesadaran (awareness). Adapun kontribusi
yang telah diberikan ekistensial pada terapi yakni adanya integhrasi dalam terapi, berikut
penjelasannya:

a. Subjektivitas pada klien adalah kunci untuk memahami perubahan yang signifikan pada
hidupnya.
b. Kehadiran yang rutin dan komitmen dari kedua belah pihak (klien dan terapis) dalah hal yang
penting dalam life-changing therapy
c. Tujuan utama dari terapi adalah untuk menolong klien mengenali dirinya sendiri dalam hal
menemukan berbagai macam cara untuk menyusun kesadaran dan perilakunya• Kunci dari
terapi adalah bagaimana klien menggunakan kesempatan dalam terapi untuk introspeksi dan
merubah hidupnya.
d. Klien akan menjadi lebih sadar akan segala pilihan- pilihan hidupnya dan dengan dunianya,
mereka juga bisa melihat berbagai alternatif baru untuk pilihan dan perilakunya.
e. Pada situasi yang melibatkan transference dan countertransference, terapis memiliki
kesempatan atau peluang untuk memberikan model/ contoh yang dibutuhkan klien dengan
pertanggung jawaban dari terapis ketika terapis menyuruh klien untuk melakukan hal yang
sama.

Dattilio mengintegrasikan terapi eksistensial dengan pendekatan kognitif behavioral.


Terapi ini adalah untuk menolong klien untuk mendalami eksistensi dirinya dan menemukan
cara baru untuk memahami dunia. Dia menggunakan teknik seperti menyusun kembali struktur
dari sistem keyakinan diri seseorang, metode relaksasi, dan varietas strategi dari kognitif
behavior tetapi ia juga melakukan ini dalam kerangka eksistensial untuk bisa memulai
transformasi kehidupan nyata si klien.

12. Terapan Konseling Logoterapi


a. Contoh Kasus penerapan teknik Bimbingan Rohani
Harold seorang warga Australia berusia paruh baya yang kehidupannya dengan
cepat berubah carut-marut diluar kontrol seperti seorang pemabuk. Masalah
keuangan/ekonomi tidak didukung oleh sejumlah biaya yang dihabiskan untuk minum dan
pengaruh beban pekerjaan (stress). Simpati istrinya berkurang disamping ia juga punya
masalah tidur tengah malam. Dia pulang untuk menemui Chris Wurm, seorang GP ahli
Logotherapi. Wurm mengkombinasikan pendekatan medis sebagai contoh pemberian
informasi terhadap bahaya minuman-minuman juga dilakukan dengan logotherapi. Roda
kehidupan Harol kembali bergulir, liku-liku sisi alkohol dari kehidupannya dan tak bisa
dihindari. Werm berkata “ bahwa memungkin untuk memikirkan apayang dia ketahui dan
dapat menentukan pilihan dan menjalani kehidupan dengan berbagai cara (penekanan
logotherapi dapat dipertanggung jawabkan). Cerminan dari suatu pilihan yang membawa
perubahan baginya (ini adalah orientasi terhadap makna penghayatan dan nilai - nilai
terakhir yang bisa ditemuinya, nilai – nilai bersikap), dan terdapat gambaran masa masa
mendatang. Perannya sangat menentukan dan menjadi efektif, setiap kali ia memandang
betapa akal piciknya menjadi bumerang (api dalam sekam).
b. Contoh kasus penerapan teknik Intensi Paradoksial
1. Kasus hidrofobia yang dialami seorang klien selama 4 tahun, dimana ia selalu merasa
gemetar dan keluar keringat tiap kali berjabat tangan dengan atasannya. Frankl
mengajukan saran kepada kliennya supaya jika ia bertemu kembali dengan atasannya
berusaha secara sengaja mengatakan pada dirinya bahwa ia akan mengeluarkan
keringat sebanyak-banyaknya jika bersalaman dengan atasannya yang sebelumnya
hanya sedikit. Dan hasilnya ternyata klien tidak berkeringat sedikitpun saat bersalaman
dengan atasannya.
2. Kasus bakterofobia dan kompulsi mencuci yang dialami ibu rumah tangga ditangani
Frankl dengan mengajak ibu tersebut menirukan apa yang dilakukannya dengan
menggosok-gosokkan tangan ke lantai dan kemudian berkata, ‘’Lihat, tangan saya
menjadi kotor, tetapi saya tidak bisa menemukan banyak bakteri !’’ dan kemudian ibu
tersebut mau menirukannya dan selama 5 hari berikutnya gejala-gejala bakterfobia
mulai menyusut dan akhirnya hilang sama sekali.
3. Kasus alkoholisme neurosis yang dialami D.F yang mana dengan minum secara eksesif
untuk mengatasi ketidakbermaknaan hidup sekaligus untuk mengatasi gejala
gemetaran tangan jika berada di depan orang lain. Dan tidak bisa mengangkat piring
atau gelas tanpa menumpahkan isinya jika makan atau minum di depan umum. Gerz
menganjurkan D.F agar secara sengaja berhumor menunjukkan gejala-gejala itu di
hadapan orang lain dengan mengatakan ‘’ Lihat, betapa ajaib getaran tanganku.’’ Dan
ternyata dia tidak bisa menggetarkan tangannya ketika berhadapan dengan orang lain.
Dari contoh kasus diatas, dapat disimpulkan bahwa dengan intensi paradoksial individu
didorong untuk melakukan sesuatu yang paradoks yakni mendekati sesuatu yang justru ditakutinya
dan yang selalu ingin dihindarinya.
c. Contoh kasus penerapan teknik De- reflection
Contoh kasus berikutnya dikutip dari hasil penelitian oleh Suprapto (2013) yang berjudul
“konseling logoterapi untuk meningkatkan kebermaknaan hidup lansia.
Menjadi tua adalah suatu hal yang tidak dapat dihindari. Saat memasuki periode
lansia, menjadi seseorang yang lebih berarti dalam hidup tampaknya sangat penting. Lansia
akan menghadapi berbagai persoalan yang terkait dengan beberapa perubahan yang
dialami lansia, yaitu perubahan dalam aspek fisik, kognitif, dan psikososial. Hal tersebut
akan menimbulkan berbagai dampak bagi lansia, salah satunya ialah perasaan tidak
bermakna dalam hidup yang dapat menyebabkan terjadinya gejala fisik. Subjek ialah lansia
yang mengalami ketidakbermaknaan hidup dan berdampak pada gejala fisik.
Berdasarkan hasil analisis dari kasus diatas menunjukkan bahwa konseling
logoterapi dapat meningkatkan kebermaknaan hidup pada lansia. Konseling logoterapi
diberikan pada subjek karena konseling ini merupakan konseling yang diberikan pada
individu yang mengalami ketidakjelasan makna dan tujuan hidup. Hal tersebut
menyebabkan subjek mengalami kehampaan dan kehilangan gairah hidup. Konseling
logoterapi juga diberikan pada subjek karena konseling ini tidak diterapkan untuk kasus
patologis berat yang membutuhkan psikoterapi. Selain itu, konseling logoterapi memiliki
karakteristik jangka pendek, berorientasi masa depan dan berorientasi pada makna hidup
(Bastaman, 2007).
Dalam pendekatan humanistik eksistensial, subjek mengalami neurosis noogenik
yaitu gangguan yang disebabkan tidak terpenuhinya keinginan subjek untuk hidup
bermakna, gangguan tersebut berupa beberapa keluhan fisik yang dialami subjek.
Penanganan yang diberikan pada subjek ialah konseling logoterapi dengan menggunakan
metode dereflection. Metode ini memanfaatkan kemampuan transendensi diri yang
terdapat pada setiap individu dewasa seperti subjek dimana subjek diarahkan untuk tidak
memperhatikan kondisi yang menimbulkan ketidaknyamanan (Bastaman, 2007). Melalui
metode tersebut subjek lebih memperhatikan hal-hal yang positif dan bermanfaat dan
mengalami perubahan sikap, yaitu dari sikap yang terlalu memperhatikan diri menjadi
sikap yang memiliki komitmen terhadap suatu yang penting bagi subjek. Dalam kasus ini,
hal yang penting bagi subjek ialah menentukan tujuan hidup dan menemukan makna
hidupnya kembali. Metode dereflection lebih adaptif untuk dilakukan, dimana subjek lebih
mudah menerima kondisi dirinya, karena metode tersebut tidak membutuhkan banyak hal
yang berkaitan dengan kontrol terhadap pribadinya sebagai seorang lansia. Melalui metode
dereflection, subjek dapat melihat hal yang berarti dalam kehidupan mereka dan dapat
mengatasi kehampaan eksistensial yang dialaminya. Konseling logoterapi membantu
subjek untuk menemukan sendiri makna hidupnya, menyadari bahwa mereka memiliki
kebebasan dalam menentukan pilihan hidup dan bertanggung jawab terhadap pilihan hidup
tersebut (Sugioka, 2011).
Hasil dari konseling logoterapi ini didukung oleh kemauan dan motivasi subjek
untuk meningkatkan kebermaknaan hidupnya serta dukungan dari anggota keluarga
subjek. Istri subjek menyatakan bahwa terdapat perubahan subjek ke arah yang lebih baik
berkaitan dengan sikapnya terhadap istri dan anak-anak subjek. Istri subjek tidak lagi
menemui kebiasaan subjek untuk memeriksakan kondisi fisiknya secara berlebihan ke
puskesmas.
Istri subjek juga menyatakan bahwa subjek kini lebih dapat mengendalikan emosi
daripada sebelumnya. Selain dari proses konseling logoterapi, peningkatan kondisi subjek
tersebut dipengaruhi oleh pihak lain, yaitu penjelasan dari saudara subjek yang berprofesi
dokter yang dapat meyakinkan subjek bahwa gejala fisik yang dikeluhkannya bukan
merupakan gejala dari penyakit kronis tertentu. Serta percakapan yang sering dilakukan
subjek dengan temannya dimana subjek diajarkan untuk mengubah sikapnya dalam
menjalani hidup dan dalam menyikapi orang lain. Subjek menyadari bahwa masukan dari
dua pihak tersebut serta proses konseling yang telah dilakukan memiliki manfaat yang
besar terhadap dirinya untuk menjadi lebih baik di waktu yang akan datang.
Selanjutnya berdasarkan Kuesioner Kebermaknaan Hidup yang diisi oleh subjek,
terdapat perbedaan yang signifikan pada beberapa poin di awal konseling dengan di akhir
konseling. Hal tersebut menunjukkan bahwa subjek belum menemukan tujuan hidupnya
sebelum diberikan konseling dan telah mampu menentukan tujuan hidupnya secara jelas
setelah diberikan konseling, yaitu dapat membahagiakan keluarga, dapat bermanfaat bagi
orang lain, serta lebih dekat dengan Tuhan. Pada poin lain juga terdapat perbedaan yang
signifikan, dimana hasil pengisian kuesioner menunjukkan bahwa pada awal konseling
subjek belum menemukan makna hidupnya dan pada akhir konseling subjek telah
menemukan makna hidupnya. Sedangkan hasil pengisian kuesioner secara keseluruhan,
kondisi subjek menunjukkan adanya perubahan pada awal dan akhir konseling. Subjek
telah mampu menentukan tujuan hidupnya secara jelas dan telah menemukan makna
hidupnya kembali.
Selama proses konseling logoterapi, peneliti dan subjek memiliki hubungan yang
akrab, terbuka, saling menghargai, memahami dan menerima, sehingga proses konseling
dapat dilakukan secara fleksibel. Konseling bersifat direktif dimana peneliti memberikan
pengarahan pada subjek mengenai hal-hal yang dapat dilakukan subjek sebagai proses
untuk menemukan makna hidupnya. Peneliti berperan sebagai participating partner yang
menarik keterlibatan dengan subjek sedikit demi sedikit setelah subjek mulai menyadari
dan menemukan makna hidupnya (Bastaman, 2007).
Keterbatasan dalam penelitian ini ialah faktor eksternal yang tidak dapat dikontrol
oleh peneliti, yang kemungkinan dapat mempengaruhi hasil konseling. Faktor eksternal
tersebut ialah pengaruh dari keluarga, saudara, serta sahabat subjek. Keluarga, terutama
istri subjek, memberikan dukungan setiap saat agar subjek dapat menerima kondisi fisiknya
dan menjalani hidup dengan lebih tenang. Selama proses konseling, keluarga mendukung
subjek untuk melakukan hal-hal yang positif dan bermanfaat sehingga kebermaknaan
hidup subjek meningkat. Saudara subjek yang berprofesi dokter juga memberikan
pengaruh terhadap hasil konseling. Saudara subjek tersebut melakukan pemeriksaan
terhadap kondisi fisik subjek dan tidak menemukan kemungkinan yang mengarah pada
penyakit kronis tertentu. Saudara subjek menjelaskan bahwa gejala fisik yang dialami
subjek akibat kondisi fisik subjek yang mengalami penurunan karena memasuki masa
lansia, dan meyakinkan bahwa subjek tidak perlu mengkhawatirkan gejala-gejala tersebut.
Selanjutnya sahabat subjek yang sering melakukan percakapan dengan subjek juga
memberikan dukungan pada subjek. Ia meyakinkan bahwa subjek dapat memiliki
kehidupan yang lebih tenang dengan menerima kondisi fisiknya yang menurun. Sahabat
subjek yang mengalami kelumpuhan tersebut menyampaikan bahwa ia dapat menjalani
hidupnya dengan melakukan hal-hal yang bermanfaat, sehingga ia berharap subjek dengan
kondisi fisik yang lebih baik juga dapat melakukan hal-hal yang bermanfaat.
Diharapkan setelah konseling dihentikan, subjek dapat mempertahankan atau
meningkatkan kebermaknaan hidupnya sehingga menjadi pribadi yang lebih terbuka dan
menyenangkan, bersedia melakukan pengalaman baru (Reker & Woo, 2011), selalu
memiliki harapan menjadi lebih baik dan bersedia untuk memperbaiki diri, berguna dan
bermanfaat bagi lingkungan sekitar (Bastaman, 2007). Selain itu, sebagai proses
meningkatkan kebermaknaan hidupnya, subjek diharapkan dapat mempertahankan
ketertarikan, aktivitas, dan interaksi sosial selama periode lansia (Feldman, 2003) serta
mampu menemukan makna yang positif dari kehidupan dan kematian, bahkan dalam
kondisi fisik yang tidak baik, seperti penurunan fungsi tubuh (Wong, 2007).

13. Kelebihan dan Kelemahan Konseling Logoterapi


a. Kelebihan Logoterapi

Logoterapi mengajarkan bahwa setiap kehidupan individu mempunyai maksud, tujuan,


makna yang harus diupayakan untuk ditemukan dan dipenuhi. Hidup kita tidak lagi kosong
jika kita menemukan suatu sebab dan sesuatu yang dapat mendedikasikan eksistensi kita

b. Kekurangan Logoterapi

Ada beberapa klien yang tidak dapat menunjukan makna hidupnya sehingga timbul suatu
kebosanan merupakan ketidakmampuan seseorang untuk membangkitkan minat apatis,
perasaan tanpa makna, hampa, gersang, merasa kehilangan tujuan hidup, meragukan
kehidupan. Sehingga enyulitkan konselor untuk melakukan terapi kepada klien tersebut.
Daftar pustaka

Bastaman, H.D. (2007). Logoterapi “Psikologi untuk Menemukan Makna Hidup dan Meraih
Hidup Bermakna”. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Frankl, Emil. (2004). On The Theory and Theraphy of Mental Disorders : An Introduction To
Logotheraphy and Existential Analysis. New York : Brunner-Routledge 270 Madison
Avenue.

Gerald Corey. (2007). Teori dan Praktek Konseling. Bandung: PT Refika Aditama.

Anda mungkin juga menyukai