Syapril Janizar
Direktur
i
DAFTAR ISI
ii
DAFTAR TABEL
Tabel Hal
2.1 Peralatan yang digunakan .......................................................................... 5
3.1 Resume Kondisi Klimatologi Daerah Cilegon 2016-2017 ........................... 15
4.2 Data statistik hasil survey ........................................................................... 17
4.2 Koordinat titik geolistrik............................................................................... 22
4.3 Contoh interpretasi litologi dan unit hidrologi hasil survei geolistrik ............ 24
4.4 Kualitas air tanah sumur P1 (kawasan) ...................................................... 32
4.5 Kualitas air tanah sumur P2 (hulu) ............................................................. 33
5.1 Rancangan Anggaran Biaya WTP sebesar 9 l/detik ................................... 45
5.2 Rancangan Anggaran Biaya WTP sebesar 18 l/detik ................................. 46
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Hal
1.1 Lokasi Penelitian ...................................................................................... 3
2.1 Ilustrasi perhitungan head airtanah di sumur ........................................... 6
2.2 Metode Tiga Titik Triangulasi ................................................................... 7
2.3 Susunan Elektroda Menurut Aturan Schlumberger .................................. 8
3.1 Peta Fisiografi Regional Lokasi Penelitian ............................................... 11
3.2 Peta Geologi Regional Lokasi Penelitian ................................................. 12
3.3 Peta Hidrogeologi Regional Lokasi Penelitian .......................................... 12
3.4 Grafik Curah Hujan Bulanan Regional Lokasi Penelitian ......................... 14
3.5 Temperatur Udara & Kecepatan Angin Lokasi Penelitian ........................ 14
4.1 Lokasi penyebaran titik-titik survey dan pengujian ................................... 16
4.2 Peta aliran air tanah ................................................................................. 18
4.3 Peta sebaran nilai keasaman ................................................................... 19
4.4 Peta sebaran nilai TDS ............................................................................ 20
4.5 Peta sebaran nilai salinitas ....................................................................... 21
4.6 Sebaran nilai DHL .................................................................................... 22
4.7 Penampang hasil geolistrik Utara-Selatan (lintasan 7 dan 9) ................... 25
4.8 Penampang hasil geolistrik Barat-Timur (lintasan 4a dan 4b) .................. 26
4.9 Penampang hasil geolistrik daerah hulu (lintasan 13) .............................. 27
4.10 Peta distribusi ketebalan akifer .............................................................. 27
4.11 Peta lokasi sumur uji pemompaan ......................................................... 28
4.12 Pencocokan kurva Sumur P1 ................................................................. 29
4.13 Metoda Jacob-Cooper pada Sumur P1 .................................................. 30
4.14 Pencocokan kurva Sumur P2 ................................................................. 30
4.15 Metoda Jacob-Cooper pada Sumur P2 .................................................. 31
5.1 Sistem Pengolahan Air Secara Umum .................................................... 35
5.2 Gambar Peta Hasil TDS di Lapangan ...................................................... 38
5.3 Gambar Peta Hasil Salinitas di Lapangan ................................................ 39
5.4 Hubungan Nilai TDS dan Salinitas ........................................................... 39
5.5 Gambar Peta Hasil pH di Lapangan ......................................................... 40
5.6 PerMenkes 492 Tahun 2010 .................................................................... 40
5.7 Prediksi Pemilihan Unit-Unit Pengolahan Air Minum ................................ 41
5.8 Skema Alternatif Perbaikan Perairan Tawar menjadi Air Bersih .............. 42
5.9 Skema Alternatif Perbaikan Perairan Tawar menjadi Air Minum .............. 42
5.10 Konsep Desain WTP atau IPA pengairan air tawar menjadi air minum . 43
5.11 Skema Alternatif Perbaikan Perairan Payau menjadi Air Bersih ............ 44
5.12 Konsep Desain WTP atau IPA pengairan air payau menjadi air bersih dan
Air Minum............................................................................................... 44
6.1 Peta distribusi ketebalan akifer ................................................................ 49
6.2 Peta rekomendasi lokasi sumur air tanah ................................................ 41
6.3 Rekomendasi konsep WTP konvesional .................................................. 51
6.4 Contoh desain WTP ................................................................................. 52
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Dengan semakin meningkatnya produksi PT. Krakatau Tirta Industri maka
kebutuhan akan air semakin meningkat. Untuk memenuhi permintaan pelanggan
maka diperlukan kajian mengenai potensi air baku selain air permukaan salah
satunya air tanah. Air tanah merupakan sumber daya alam yang terbaharui yang
dapat dimanfaatkan, tetapi penggunaan yang tidak terencana dengan baik dapat
mengakibatkan kerusakan.
Hal ini akan berdampak kepada sistem air tanah. Oleh sebab itu diperlukan
rekomendasi teknis suatu kegiatan usaha untuk membahas kondisi hidrogeologi,
potensi air tanah serta rekomendasi konservasi lapisan akifer. Melalui
pengumpulan data yang meliputi peta geologi, hidrogeologi, pumping test, muka air
tanah dan klimatologi.
Berdasarkan data dari Badan Geologi dan Tata Lingkungan Provinsi Banten
mengatakan bahwa daerah Cilegon yang secara geografis terletak diantara
5052’24” – 6004’07” memiliki potensi air tanah dalam cukup tinggi dengan cadangan
air tanah + 75.816.000 m3/tahun. Dengan adanya potensi air tanah dalam yang
cukup tinggi, PT. Krakatau Tirta Industri sebagai produsen air bersih terbesar di
wilayah Cilegon berencana akan melakukan study penyelidikan geolistrik untuk
pemetaan potensi air bawah tanah di wilayah Cilegon agar dapat dimanfaatkan
seefisien mungkin dalam memenuhi kebutuhan industry dan masyarakat.
1
Mengetahui kondisi bawah permukaan dan posisi akifer
Mengetahui potensi dan kesetimbangan air tanah akifer
Mengetahui kualitas air tanah
Menetapkan lokasi dan konsep desain pembangunan
Sumur produksi dan WTP
2
1.4 LOKASI PENELITIAN
Daerah studi berada di kawasan Industri PT. Krakatau Steel, kota Cilegon,
provinsi Banten, Indonesia.
PT. KTI
3
BAB II
METODOLOGI PELAKSAAAN
PEKERJAAN
2.1 TAHAPAN PELAKSANAAN
Sistem hidrogeologi ditentukan dengan melihat akifer dan airnya. Secara umum,
penentuan tipe akifer didapatkan dengan mempelajari sistem akifer yang dapat
dilihat pada peta hidrogeologi dari Badan Geologi. Informasi lebih rinci didapatkan
dengan pengambilan data lapangan. Pengambilan data lapangan terdiri dari kajian
kondisi batuan di bawah permukaan dan kondisi air.
Untuk mencapai tujuan dari pekerjaan ini, tahapan pekerjaan dibagi menjadi
5 (lima) tahap yaitu studi literatur, survey lapangan, pengolahan data, analisis, dan
pelaporan. Gambaran lebih rinci dari tiap tahapan adalah sebagai berikut:
Studi literatur
Pada tahap studi literatur dilakukan pengumpulan data sekunder, laporan, dan
publikasi ilmiah terkait lokasi tersebut. Peta dasar seperti peta geologi dan peta
geoteknik lingkungan dikumpulkan dan dianalisis pada tahap ini. Hasil dari analisis
tersebut menjadi bahan untuk melakukan survey lapangan.
Survey lapangan
Survey lapangan yang dilakukan berupa survey pemetaan dan oengukruan muka
air tanah, pengukuran in-situ, sampling air tanah, survey geolistrik dan pengujian
pumping test pada sumur terpilih. Survey lapangan ini dilakukan di lokasi rencana
kawasan industri Krakatau Steel (KS) dan daerah sekitarnya
Pengolahan data
Hasil pengukuran pada survey lapangan kemudian diolah dengan menggunakan
software, peta dan perhitungan. Untuk hasil geolistrik berupa nilai resistivitas yang
sama kemudian dikelompokkan untuk mengetahui penyebarannya. Nilai resistivitas
tersebut kemudian diinterpretasikan sebagai distribusi dari batuannya dengan
menggunakan tabel resistivitas batuan. Dari hasil pengolahan data ini, dapat
ditentukan distribusi batuan di bawah permukaan dari lokasi survey.
Dari survey muka air tanah dan parameter in-situ akan dinalisan menjadi
peta peta yang berguna untuk mengetahui pola aliran air tanah dan kondisi kualitas
4
air tanahnya. Sedangkan pengujian pumping-test berguna untuk mengetahui
parameter hidraulik akifer yang sangat berguna untuk mengetahui potensi air tanah
di daerah studi.
Analisis
Pada tahap ini dilakukan analisis secara komprehensif untuk menentukan distribusi
akifer di bawah permukaan berikut potensi secara kuantias dan kualitas dari lokasi
survey. Analisis ini dilakukan berdasarkan hasil analisis kondisi geologi,
hidrogeologi, dan hasil pengolahan survey muka air tanah, geolistik dan pengujian
untuk membarikan rekomendasi terbaik dalam pengembangan air tanah untuk air
baku di daerah studi.
Pelaporan
Hasil dari semua tahapan pekerjaan ini akan dituliskan dalam suatu laporan akhir
pekerjaan yang dilengkapi dengan:
peta potensi akifer air tanah
peta aliran air tanah dan kondisi kualitas air tanah
konsep desain pengambangan air tanah untuk air baku (WTP)
5
4. Pengujian pumping-test dan sampling
Survey lapangan
Survey lapangan merupakan bagain awal dalam tahap penyelidikan geoteknik
lingkungan dan dalam rangka penentuan lokasi titik-titik penyelidikan di lapangan
ditetapkan terpilih sedemikian rupa sehingga data yang dihasilkan dapat mewakili
kebutuhan data dalam perencanaan.
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut di atas, maka akan dilakukan survey
sebagai berikut:
Survey pengukuran muka air tanah (MAT), dan insitu test sebanyak 17 titk,
Survey geolistrik sebanyak 50 titik geolistrik
Pengujian pumping-test 2 titik
Sampling air kualitas 2 titik
Pengukuran muka airtanah dilakukan dari sumur sumur gali (sumur penduduk) dan
dari sumur bor. Keberadaan akifer akan mrenunjukan keterdapatan air sebagai
sumber daya yang tersimpan pada suatu media batuan baik yang merupakan
media poros atau rekahan. Air tanah mengalir mengikuti tingkat energi yang
disimpannya. Energi yang tersimpan pada air tanah dinyatakan dalam head (total)
yang merupakan penjumlahan dari head (tekanan) dan head (elavasi). Pada
pengukuran, head pada sistem akifer air tanah tak tertekan dapat dilihat pada
ketinggian muka air sumur terhadap suatu titik acuan tertentu (datum; mean sea
level, msl). Untuk mendapatkan nilai ketinggian air tanah terhadap mean sea level
maka selain data hasil survey posisi muka air tanah yang merupakan kedalaman
muka air sumur terhadap muka tanah setempat, diperlukan elevasi tanah posisi
sumur terhadap mean sea level.
Muka d
Elevasi Head =
6
Data hasil pengukuran kedalaman muka airtanah kemudian dikonversi
menjadi ketinggian (elevasi) muka airtanah. Titik data tersebut kemudian diplot di
atas peta. Selanjutnya kontur muka airtanah dibuat dengan prinsip tiga titik
menghubungkan nilai-nilai ketinggian muka airtanah yang sama. Garis-garis
tersebut kemudian dihubungkan hingga menutup seluruh daerah survey. Garis-
garis aliran airtanah ditarik dengan sudut 90o dari garis kontur muka airtanah.
150 (2)
Peta kontur ketinggian
BM B
(2)
50 125 • Garis penampang X-
100 Y melewati titik A dan
75 Garis penampang titik P pada
ketinggian 700 mdpl
BM A 125 • Nilai ketinggian titik A
diproyeksikan secara
tegak lurus pada
grafik ketinggian.
• Jika seluruh nilai
telah diproyeksikan,
maka dapat ditarik
garis yang
100 menghubungkan titik-
titik tersebut.
75
BM C
Survey Geolistrik
Penyelidikan dengan suvey geolistrik dilakukan atas dasar sifat fisika batuan
terhadap arus listrik, dimana setiap jenis batuan yang berbeda akan mempunyai
harga tahanan jenis (nilai resitivity) yang berbeda pula. Hal ini tergantung pada
beberapa faktor, diantaranya umur batuan, kandungan elektrolit, kepadatan batuan,
jumlah mineral yang dikandungnya, porositas, permeabilitas dan lain sebagainya.
Berdasarkan hal tersebut di atas apabila arus listrik searah (Direct Current)
dialirkan ke dalam tanah melalui 2 (dua) elektroda arus A dan B, maka akan timbul
beda potensial antara kedua elektroda arus tersebut. Beda potensial ini kemudian
diukur oleh pesawat penerima (receiver) dalam satuan miliVolt.
7
Dalam penyelidikan survey geolistrik ini telah digunakan susunan elektroda
dengan menggunakan susunan aturan Schlumberger dimana kedua elektroda
potensial MN selalu ditempatkan diantara 2 buah elektroda arus (Gambar 2.3).
Nilai resistivitas dari batuan ini dapat mengindikasikan keberadaan akifer dan
persebarannya di bawah permukaan. Dari survey geolistrik ini dapat diketahui
8
kondisi bawah permukaan mengenai akifer yang mengandung air tanah, secara
stratigrafi, tebal dan kedalaman. Batuan di bawah permukaan atau akifer
diinterpretasi dari nilai resistivitas dan dengan menggunakan data geologi regional
serta batuan yang tersingkap di lapangan. Hasil gambaran akifer bawah permukaan
sangat berguna sebelum dilakukan pengeboran untuk sumur produksi air tanah.
Uji Pumping Test
Uji pemompaan yang dilakukan adalah uji pemompaan menerus dimana sumur uji
akan terus dipompa selama waktu tertentu dengan debit pemompaan yang
konstan. Selama proses pemompaan dilakukan pengukuran penurunan muka
airtanah. Penurunan muka airtanah tiap waktu kemudian diplotkan pada grafik log-
log yang selanjutnya dilakukan pencocokan kurva lapangan terhadap kurva teoritis.
Dari hasil pencocokan kurva dan menggunakan persamaan tertentu dapat
diperoleh parameter akifer berupa transmisivitas (T), konduktivitas hidrolik (K), dan
storativitas (S). Setelah selesai pemompaan, selanjutnya dilakukan recovery test.
Recovery test merupakan uji yang dilakukan dengan mengukur muka airtanah
setelah uji pemompaan. Recovery test dilakukan hingga muka airtanah kembali ke
posisi awal. Pengolahan data recovery test dilakukan menggunakan metode
Cooper-Jacob. Recovery test dilakukan untuk mengetahui parameter akifer berupa
transmisivitas (T) dan koonduktivitas hidrolik (K).
9
BAB III
KONDISI UMUM
3.1 KONDISI GEOGRAFIS
Cilegon memiliki wilayah yang relatif landai di daerah tengah dan pesisir barat
hingga timur kota, tetapi di wilayah utara cilegon topografi menjadi berlereng karena
berbatasan langsung gunung batur, sedangkan di wilayah selatan topografi
menjadi sedikit berbukit-bukit terutama wilayah yang berbatasan langsung dengan
Kecamatan Mancak. Kota ini memiliki wilayah strategis yang berhubungan
langsung dengan selat sunda, dan terhubung dengan jalan tol Jakarta - Merak.
Selain itu rencana pembangunan Jembatan Selat Sunda yang nantinya akan
terkoneksi dengan jalan lingkar selatan Kota Cilegon menambah tingkat
konektivitas Kota ini dengan daerah lain di sekitarnya
Berdasarkan peta fisiografi regional daerah studi mempunyai kondisi fisiografi
daerah pegunungan dengan morfologi pegunungan berkerucut dan litologi batuan
vulkanik muda yang berasal dari kegiatan magmatisma dan pengangkatan.(gambar
3.1)
10
Gambar. 3.1 Peta Fisiografi Regional Lokasi Penelitian
Daerah studi yaitu kawasan industry PT. Krakatau Steel secara umum berada
pada wilayah yang relatif sedikit berbukit bagian tenggara dan cenderung datar di
sekitaran barat laut atau mengarah ke pesisir pantai.
11
Gambar. 3.2 Peta Geologi Regional Lokasi Penelitian
Daerah studi yaitu kawasan industry PT. Krakatau Steel secara geologi
termasuk dalam satuan endapan pantai (Qa) dengan litologi kerakal, kerikil, pasir,
lempung, lumpur dan kerakal batuapung disekitaran pesisir pantai serta satuan
batuan gunung api gede (Qvpb) dengan litologi tufa, tufa batuapung, batupasir
tufaan.
12
Berdasarkan hasil penelitian PT. KTI tahun 2007 mengenai potensi air tanah
di wilayah Cilegon yang mengacu kepada laporan analisa potensi dan kondisi air
bawah tanah Cilegon oleh Pemerintah Daerah Kota Cilegon melalui Badan
Lingkungan Hidup, bahwa cadangan air tanah kota Cilegon diperkirakan mencapai
+ 75.816.000 m3/tahun. Potensi air tanah tersebut terbagi dalam tiga zona potensi
produktivitas sebagai berikut:
a) Zona 1; zona potensi tinggi dengan produktivitas sumur > 5 liter/detik
(sebagian besar terdapat diwilayah kecamatan Citangkil, dan sebagian kecil
berada di kecamatan Ciwandan, kecamatan Grogol dan kecamatan
Purwakarta).
b) Zona 2; zona potensi sedang dengan produktivitas sumur 2-5 liter/detik
(sebagian berada diwilayah kecamatan Cibeber, kecamatan Cilegon,
kecamatan Jombang, kecamatan Citangkil, kecamatan Purwakarta dan
sebagian kecil berada diwilayah kecamatan Grogol dan kecamatan
Pulomerak)
c) Zona 3; zona potensi rendah dengan produktivitas sumur < 2 liter/detik
(sebagian besar berada diwilayah kecamatan Pulomerak, kecamatan Grogol,
kecamatan Purwakarta dan sebagian kecil berada di wilayah kecamatan
Ciwandan).
Kualitas air tanah dilokasi penelitian umumnya memenuhi standar kualitas air
minum (kepmenkes, 2002) tetapi sepanjang pantai umumnya tidak memenuhi
standar air minum yang disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah
nilai daya hantar listrik (DHL) yang cukup tinggi, yaitu berkisar 1.250-26.200
ɱmhos/cm setara dengan total zat padat terlarut (TDS) 1.000-20.960 mg/l (air
tanah payau – asin). Selain itu dibeberapa lokasi di desa Sukmajaya dan desa
Cibeber, kecamatan Cibebera; desa Kotabumi dan desa Mekarsari, kecamatan
Purwakarta mempunyai nilai DHL 1.250-10.000 ɱmhos/cm setara dengan TDS
1.000-10.000 mg/l.
Daerah studi di kawasan industry PT. Krakatau Steel termasuk dalam zona 1
dengan potensi tinggi dengan produktifitas > 5 liter/detik (sebagian besar terdapat
diwilayah kecamatan Citangkil, dan sebagian kecil berada di kecamatan Ciwandan,
kecamatan Grogol dan kecamatan Purwakarta).
13
3.4 KONDISI HIDROKLIMATOLOGI REGIONAL
Banyaknya curah hujan sangat dipengaruhi oleh iklim, kondisi geografis dan
perputaran arus udara. Data curah hujan yang dapat disajikan adalah data curah
hujan bulanan dalam setahun. Data curah hujan daerah penyelidikan seperti
terdapat dalam grafik berikut (Gambar 3.4).
Dengan menggunakan data curah hujan bulanan ini, dengan mengikuti
klasifikasi iklim Oldeman, dimana terdapat curah hujan bulan basah (>200 mm) 3
kali berturut-turut, maka daerah studi kawasan industry PT. Krakatau Steel
termasuk Iklim D (Kering). Nilai curah hujan paling tinggi pada bulan Februari yaitu
> 350 mm dan terendah pada bulan Agustus yaitu < 50 mm.
400
300
200
100
0
Oct-16
Mar-17
Apr-17
Jul-17
Jan-17
Aug-17
Dec-16
Jun-17
Feb-17
May-17
Nov-16
Sep-17
Bulan
35 18
30 15
25
12
KECEPATAN ANGIN
20
TEMPERATUR
9
(KM/JAM)
15
(0C)
6
10
5 3
0 0
Oct-16 Jan-17 Apr-17 Jul-17
Temperatur Rata-rata
14
Tabel 3.1 Resume Kondisi Klimatologi Daerah Cilegon 2016-2017 (Sumber : BMKG)
15
BAB IV
HASIL SURVEY DAN PENGUJIAN
LAPANGAN
4.1 HASIL SURVEI MUKA AIR TANAH
Daerah penelitian dikategorikan daerah potensi air tanahnya pada potensi air tanah
sedang sampai tinggi. Cukup banyak dijumpai sumur-sumur air tanah yang dijumpai
didaerah sekitar kawasan KS oleh penduduk, namun sedikit sumur di dalam
kawasan. Mata air juga tidak ditemukan di daerah penelitian. Penduduk
mengunakan banyak yang yang mengunakan sumur air tanah, berupa sumur gali
atau sumur jet pump untuk kebutuhan air sehari hari. Hal ini menyebabkan muka
air tanah dapat diidentifikasi secara dengan baik, termasuk parameter in situ
kualitas airnya. Hasilnya peta aliran air tanah dapat dihasilkan.
Dari hasil survey di daerah studi didapatkan jumlah data air tanah sebanyak
17 titik dengan penyebaran seperti pada ditampilkan di peta pada Gambar 4.1.
Sedangkan data survey secara statistik disajikan pada Tabel 4.1 dan dapat
digambarkan dalam peta-peta distribusi dan pola aliran air tanah serta kulaitas air
tanah seperti pada Gambar 4.2-4.5.
16
Tabel 4.2 Data statistik hasil survey
Nilai Nilai
Rata- Terendah tertinggi
No Parameter
rata
(Nama Titik) (Nama Titik)
Elevasi MAT 10 35
1 21,05
(meter) (W11) (W7)
6,64 7,83
2 Keasaman 7,2
(W7) (W13)
TDS 124,1 1332
3 588,5
(ppm) (W4) (W1)
Salinitas 0,01 0,11
4 0,05
(%) (W4) (W1)
DHL 0,311 1384
5 267,654
(mS) (W7) (W5)
Dari data survey kedalaman air tanah sekitar 2-18 m, dan dengan
memperhatikan peta-peta hasil distribusi muka air tanah dan parameter kualitas air
in-situ nya, secara umum kondisi hidrogeologinya sebagai berikut:
Air tanah di daerah ini berada akifer tak terkekang pada akifer pasir,
mulai elevasi 20 m an atau kedalaman MAT 2-18 m, dengan arah
aliran air tanah secara umum dari arah TENGARA ke BARAT LAUT
atau dari hulu (atas) ke hilir pantai.
Aliran air tanah cenderung mengikuti kemiringan topografi.
Secara kualtias air tanah, semakin mendekati garis pantai, jenis air
tanahnya mengandung TDS, DHL dan salinitas yang lebih tinggi,
atau termasuk jenis payau.
Sebagian daerah kawasan (barat laut-utara) air tanahnya berjenis
payau dan sebagian kawasan (tenggara-selatan) berjenis kualitas
tawar.
Berdasarkan hasil pengukuran kedalaman muka airtanah (MAT) dari 17
sumur di daerah studi. dapat diperoleh sebaran elevasi muka airtanah yang
digunakan untuk menentukan arah aliran airtanah. Nilai rata-rata elevasi muka
airtanah adalah sebesar 21.05 meter, nilai terendah berada pada titik W11 dengan
nilai 10 m, dan nilai tertinggi berada pada titik W7 dengan nilai 35 m. Arah aliran
airtanah pada daerah studi relatif bergerak dari topografi tinggi ke rendah (Gambar
4.2)
17
Gambar 4.2 Peta aliran air tanah
Keasaman (pH)
Berdasarkan data yang ada, dapat dibuat sebaran nilai pH pada daerah studi. Nilai
rata-rata pH pada daerah studi adalah sebesar 7,2 dengan nilai terendah berada
pada lokasi W7 sebesar 6,64, dan nilai tertinggi berada pada lokasi W13 dengan
nilai sebesar 7,38. Sebaran nilai pH memperlihatkan pola lokal dimana nilai dengan
keasaman tinggi terkonsentrasi di bebebrapa titik (Gambar 4.3).
18
Gambar 4.3 Peta sebaran nilai keasaman
19
Gambar 4.4 Peta sebaran nilai TDS
Salinitas
Berdasarkan data yang ada, dapat dibuat sebaran nilai salinitas pada daerah studi.
Nilai rata-rata salinitas pada daerah studi adalah sebesar 0,05% dengan nilai
terendah berada pada lokasi W4 sebesar 0,01%, dan nilai tertinggi berada pada
lokasi W1 dengan nilai sebesar 0,11%. Airtanah dengan salinitas lebih dari 0,05%
diklasifikasikan sebagai slightly saline water. Seperti halnya sebaran nilai TDS,
sebaran nilai salinitas memperlihatkan kecenderungan salinitas yang sama yaitu
semakin meningkat seiring mendekatnya titik pengamat kearah laut (Gambar 4.5).
20
Gambar 4.5 Peta sebaran nilai salinitas
21
Gambar 4.6 Sebaran nilai DHL
22
13 Gl13 612009 9335700 38 Gl38 615369 9336780
14 Gl14 611991 9335911 39 Gl39 615775 9337275
15 Gl15 611904 9336422 40 Gl40 615032 9337220
16 Gl16 611595 9336868 41 Gl41 614874 9337914
17 Gl17 611541 9337453 42 Gl42 609794 9336809
18 Gl18 611443 9337870 43 Gl43 609794 9336809
19 Gl19 611229 9337646 44 Gl44 609551 9336217
20 Gl20 609524 9337175 45 Gl45 614157 9336331
21 Gl21 609134 9337176 46 Gl46 614293 9336666
22 Gl22 610075 9337173 47 Gl47 614700 9336441
23 Gl23 610723 9337866 48 Gl48 612169 9338565
24 Gl24 610658 9337631 49 Gl49 611516 9339536
25 Gl25 610286 9338260 50 Gl50 611072 9340437
23
Tabel 4.3 Contoh interpretasi litologi dan unit hidrologi hasil survei geolistrik
Titik Tebal (m) Kedalaman (m) Resistivitas (Ohm) Interpretasi Litologi
Gl20 2.051 0-2.05 22-153 Tanah
59.3 2.05-61.3 0.1-1.8 Batulempung
40 61.35-101.3 45.2 Pasirlempungan
Gl21 1.886 0-1.8 79-727 Tanah
93.24 1.8-95.1 0.5-4.0 Batulempung
10 95.1-105.12 315 Tufa, Batupasir tufan
Gl22 3.4 0-3.4 3.2-161 Tanah
59.4 3.4-62.8 10-22.1 Batulempung
17.1 62.8-79.9 44.1 Pasirlempungan
30 79.9-109.9 1058 Tufa, Batupasir tufan, Breksi
Gl27 1.8 0-1.8 335-9396 Tanah
7 1.8-8.8 0.3-25.1 Batulempung
7.5 8.8-16.3 58.2 Pasirlempungan
28.7 16.3-45.2 1-10.2 Batulempung
31.7 45.2-76.7 505 Tufa, Batupasir tufan
30 76.7-106.7 16.9 Batulempung
Gl28 1.6 0-1.6 302-1916 Tanah
12.178 1.6-13.7 72-82 Pasirlempungan
67.706 13.7-81.4 2.5-7.6 Batulempung
20 81.4-101.4 116.5 Tufa, Batupasir tufan
Gl29 1.04 0-1.04 51-106 Tanah
106.75 1.04-1077 1.5-11.9 Batulempung
Gl30 2.6 0-2.26 95-753 Tanah
36.22 2.26-38.48 2.1-17.9 Batulempung
70 38.48-108.4 1504 Tufa, Batupasir tufan
Gl31 7.12 0-7.12 208-4444 Tanah
3.34 7.12-10.46 398 Tufa, Batupasir tufan
9.64 10.46-20.1 60.3 Pasirlempungan
24.8 20.1-44.9 217 Tufa, Batupasir tufan
40.2 44.9-85.1 1.66 Batulempung
20 85.1-105.1 175 Tufa, Batupasir tufan
Gl32 4.9 0-4.9 429-2891 Tanah
10.5 4.9-15.4 93.8 Pasirlempungan
22.9 15.4-38.3 115-250 Tufa, Batupasir tufan
42.3 38.3-80.6 1.12 Batulempung
20 90.6-100.6 237 Tufa, Batupasir tufan
Gl33 5.009 0-5.009 0.7-9322 Tanah
33.8 5.009-38.8 0.53-06 Batulempung
70 38.8-109.8 236 Tufa, Batupasir tufan
: AKIFER
Hasil interpretasi geologi ini cukup memenuhi kondisi geologi yang baik
untuk dijadikan pengembangan air tanah. Secara umum daerah penelitian berada
24
di daerah yang didomniasi oleh lapisan akifer produktifitas sedang dan tinggi
dengan tebal bervariasi. Kedalaman mulai sekitar 30m memiliki akifer berupa
litologi pasir tufaan. Contoh hasil penampang lintasan geolistrik dan interpretasinya
dapat dilihat pada Gambar 4.7 dan 4.9
25
Gambar 4.8 Penampang hasil geolistrik Barat-Timur (lintasan 4a dan 4b)
26
Gambar 4.9 Penampang hasil geolistrik daerah hulu (lintasan 13)
Dari hasil semua penampang dari hasil geolistrik dapat dihasilkan peta
potensi akifer berupa peta isopach atau peta ketebalan akifer. Peta ini merupakan
peta ketebalan akifer yang mengambarkan potensi air tanahnya dalam akifer
(Gambar 4.10). Peta ini sangat bermanfaat dalam menentukan lokasi pemboran air
tanah yang terbaik.
27
4.4 HASIL UJI PUMPING TEST
Uji pemompaan atau pumping test yang dilakukan adalah uji pemompaan menerus
dimana sumur uji akan terus dipompa selama waktu tertentu dengan debit
pemompaan yang konstan. Selama proses pemompaan dilakukan pengukuran
penurunan muka airtanah. Penurunan muka airtanah tiap waktu kemudian diplotkan
pada grafik log-log yang selanjutnya dilakukan pencocokan kurva lapangan
terhadap kurva teoritis.
Dari hasil pencocokan kurva dan menggunakan persamaan tertentu dapat
diperoleh parameter akifer berupa transmisivitas (T), konduktivitas hidrolik (K), dan
storativitas (S). Setelah selesai pemompaan, selanjutnya dilakukan recovery test.
Recovery test merupakan uji yang dilakukan dengan mengukur muka airtanah
setelah uji pemompaan. Recovery test dilakukan hingga muka airtanah kembali ke
posisi awal. Pengolahan data recovery test dilakukan menggunakan metode
Cooper-Jacob. Recovery test dilakukan untuk mengetahui parameter akifer berupa
transmisivitas (T) dan koonduktivitas hidrolik (K). Pada kegiatan kali ini, uji
pemompaan dan recovery test dilakukan pada dua titik sumur, yaitu pada Sumur
P1 dan Sumur P2 (Gambar 4.11).
28
Sumur P1 - Uji Pemompaan Menerus
Debit pemompaan yang digunakan pada sumur ini adalah sebesar 0,167 liter/detik.
Berdasarkan pencocokan kurva (Gambar 4.12) dan persamaan tertentu dapat
diperoleh nilai transmisivitas (T) sebesar 1,11 x 10 -4 m2/detik, konduktivitas hidrolik
(K) sebesar 4,43 x 10-6 m/detik, dan storativitas (S) sebesar 1,24 x 10-6.
Berdasarkan Freeze dan Cherry (1979), nilai K sebesar 4,43 x 10 -6 m/detik
termasuk kedalam kisaran nilai konduktivitas hidrolik untuk batupasir.
1
Penurunan MAT (meter)
0.1
0.01
1 10 100 1000
Waktu (menit)
29
1
0.9
0.8
0.6
Q (Liter/detik)
0.5
0.167
0.4
0.3
0.2
0.1
0
1 10 100 1000
Waktu (menit)
10
0.1
0.01
0.001
1 10 100 1000
30
Sumur P2 - Recovery Test
Berdasarkan Metoda Cooper-Jacob (Gambar 4.15) dapat diperoleh nilai
transmisivitas (T) sebesar 2,05 x 10-4 m2/detik dan konduktivitas hidrolik (K) sebesar
8,21 x 10-6 m/detik. Nilai T dan K pada sumur ini berdasarkan recovery test tidak
jauh berbeda dengan hasil uji pemompaan menerus. Berdasarkan Freeze dan
Cherry (1979), nilai K sebesar 8,21 x 10-6 m/detik termasuk kedalam kisaran nilai
konduktivitas hidrolik untuk batupasir.
0.9
0.8
Penurunan MAT (meter)
0.7
0.6
Q (Liter/detik)
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
1 10 100 1000
Waktu (menit)
31
akifer adalah luas akifer di daerah studi, dimana berdasarkan pengolahan geolistrik,
akifer melampar sepanjang daerah studi dengan ketebalan bervariasi.
Berdasarkan hal tersebut makan nilai Q atau potensi akifer diperkirakan
adalah sebesar 20.865 liter/detik. Untuk kopentingan konservasi pemanfaatan
akifer umumnya sekitar 20% atau sekitar 4.173 liter/detik. Sedangkan potensi per
sumur dengan dengan luas akifer yang disadap umumnya dengan desain dia 4
inchi, dan tebal akifer di kawasan sekitar 70-150 m, maka potensi per sumur sekitar
9.09 liter/detik untuk kedalaman sumur 100 m (kondisi A) atau sekitar 18,18
liter/detik untuk kedalaman sumur sekitar 200 m (kondisi B).
Kemampuan dan kapasitas tiap sumur untuk detail desain sumur, desain
pompa dan desain WTP ditentukan dari pengujian sumur pasca pemboran dengan
metode step drawdwon test. Dari pengujian ini juga dapat diekteui debit maksimal
dan debit optimum yang sebaiknya digunakan tiap sumur.
FISIKA
1 Bau - Tidak Berbau Tidak Berbau Organoleptik
2 Padatan Terlarut Total (TDS) mg/L 1.500 340,00 SNI 06-6989.27-2005
3 Kekeruhan NTU 25 6,44 SNI 06-6989.25-2005
4 Warna TCU 50 5 SNI 06-6989.24-2005
KIMIA
1 Besi (Fe)* mg/L 1 < 0,01693 US EPA Methode No 200.7-2001
2 Kadmium (Cd)* mg/L 0,005 < 0,00159 US EPA Methode No 200.7-2001
3 Kesadahan Total (CaCO3) mg/L 500 424,36 SNI 06-6989.12-2004
4 Klorida (Cl -) mg/L 600 31,36 SNI 6989.19:2009
5 Krom Heksavalen (Cr-VI) mg/L 0,05 0,0838 SNI 6989.71:2009
6 Mangan (Mn)* mg/L 0,5 < 0,01028 US EPA Methode No 200.7-2001
7 Nitrat (NO3-N ) mg/L 10 2,6171 SNI 6989.79:2011
8 Nitrit (NO2-N) mg/L 1 0,0175 SNI 06-6989.9-2004
9 pH - 6,5 - 9,0 8,187 SNI 06-6989.11-2004
10 Seng (Zn)* mg/L 15 0,03200 US EPA Methode No 200.7-2001
32
11 Sianida (CN )
-
mg/L 0,1 < 0,0050 SNI 6989.77:2011
2-
12 mg/L 400 49,4745 SNI 6989.20:2009
13 SulfatPermanganat
Nilai (SO4 ) (KMnO4) mg/L 10 7,63 SNI 06-6989.22-2004
14 Aluminium (Al)* mg/L - 0,42400 US EPA Methode No 200.7-2001
MIKROBIOLOGI
FISIKA
1 Bau - Tidak Berbau Tidak Berbau Organoleptik
2 Padatan Terlarut Total (TDS) mg/L 1.500 395,00 SNI 06-6989.27-2005
3 Kekeruhan NTU 25 6,15 SNI 06-6989.25-2005
4 Warna TCU 50 10 SNI 06-6989.24-2005
KIMIA
1 Besi (Fe)* mg/L 1 < 0,01693 US EPA Methode No 200.7-2001
2 Kadmium (Cd)* mg/L 0,005 < 0,00159 US EPA Methode No 200.7-2001
3 Kesadahan Total (CaCO3) mg/L 500 358,44 SNI 06-6989.12-2004
4 Klorida (Cl -) mg/L 600 76,59 SNI 6989.19:2009
5 Krom Heksavalen (Cr-VI) mg/L 0,05 0,3467 SNI 6989.71:2009
6 Mangan (Mn)* mg/L 0,5 < 0,01028 US EPA Methode No 200.7-2001
7 Nitrat (NO3-N ) mg/L 10 0,6504 SNI 6989.79:2011
8 Nitrit (NO2-N) mg/L 1 0,0478 SNI 06-6989.9-2004
9 pH - 6,5 - 9,0 7,405 SNI 06-6989.11-2004
10 Seng (Zn)* mg/L 15 0,07800 US EPA Methode No 200.7-2001
11 Sianida (CN-) mg/L 0,1 < 0,0050 SNI 6989.77:2011
2-
12 mg/L 400 39,1862 SNI 6989.20:2009
13 Sulfat (SO4 )
Nilai Permanganat (KMnO4) mg/L 10 3,96 SNI 06-6989.22-2004
14 Aluminium (Al)* mg/L - 0,38800 US EPA Methode No 200.7-2001
MIKROBIOLOGI
Secara umum hasil dari kedua sumur tersebut, yang mewakili daerah fresh
water dengan kategori: Air Bersih, yaitu air yang digunakan untuk keperluan
sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum
apabila telah dimasak.
33
BAB V
KONSEP DESAIN WATER TREATMENT
PLANT (WTP)
5.1 PENDAHULUAN
Air merupakan salah satu unsur lingkungan yang dibutuhkan dalam kehidupan
sehari-hari. Tanpa adanya air maka akan sulit dalan mempertahankan kehidupan
ataupun kinerja pekerjaan untuk industri. Dengan adanya kebutuhan mutlak akan
air ini menyebabkan tidak seimbangnya ketersediaan air sekitar, sehingga tak
jarang dengan adanya potensi sumber air lainnya menjadi salah satu solusi untuk
kebutuhan tersebut. Sumber air yang akan dimanfaatkan setidaknya harus diolah
untuk memenuhi persyaratan baku mutu seperti kualitas, kuantitas dan kontinuitas
yang diperlukan. Didalam pengolahan air bersih terdapat 3 bangunan atau
konstruksi yaitu sumber air atau intake, Water Treatment Plant atau Instalasi
Pengolahan Air, dan Reservoir.
Intake merupakan bangunan atau konstruksi pertama untuk masuknya air
dari sumber air, pada bangunan atau konstruksi intake ini biasanya terdapat bar
screen yang berfungsi untuk menyaring air. Sumber air dapat berasal dari air
permukaan atau air tanah. Intake biasanya dibangun untuk sumber air berupa air
permukaan sedangkan untuk air tanah lebih dikenal sebagai sumur.
Water Treatment Plant (WTP) atau Instalasi Pengolahan Air (IPA) adalah
sistem atau sarana yang berfungsi untuk mengolah air dari kualitas air baku
(influent) terkontaminasi untuk mendapatkan perawatan kualitas air yang diinginkan
sesuai standar mutu atau siap untuk di konsumsi. Water Treatment Plant (WTP)
atau Instalasi Pengolahan Air (IPA) merupakan sarana yang penting yang akan
menghasilkan air bersih dan sehat untuk di konsumsi. Biasanya bangunan atau
konstruksi ini terdiri dari 5 proses yaitu koagulasi, flokulasi, sedimentasi, filtrasi, dan
desinfeksi.
34
bersih. Secara umum terdapat beberapa tahapan sistem pada WTP tersebut yaitu
Koagulasi, Flokulasi, Sedimentasi, Filtrasi dan Deinfeksi. Adapun Reservoir yang
merupakan tempat penampungan sementara air bersih sebelum di distribusikan.
Ada beberapa tipe air yang memiliki cara pengolahan yang berbeda-beda, yaitu:
1. Air Tanah yang besi dan mangannya tinggi, dapat dilakukan pengolahan air
dengan menggunakan media manganese.
2. Air Tanah yang kapurnya tinggi, Kadar kapur dapat dihilangkan dengan
menggunakan pertukaran ion kation atau resin kation.
3. Air Tanah yang berbau, berwarna dan berasa, dapat dihilangkan atau dikurangi
dengan media karbon aktif.
4. Air yang tingkat kekeruhannya tinggi, untuk pengolahan air yang kekeruhannya
tinggi dapat digunakan media pasir silika dan sedimen catridge.
35
5. Air Gambut, pengolahan air gambut menjadi air bersih dapat dilakukan dengan
menggunakan resin organik.
6. Air Payau, air payau dapat diubah menjadi air tawar dengan menggunakan
teknologi RO (Reverse Osmosis)
7. Air laut, air laut dapat diubah menjadi air tawar dengan menggunakan teknologi
RO (Reverse Osmosis).
8. Air limbah, menggunakan sistem clarifier, ultrafisasi untuk menjadi air bersih.
9. Air Sungai, menggunakan sistem clarifier, ultrafisasi atau RO (Reverse Osmosis)
untuk menjadi air bersih.
Koagulasi
Pada proses koagulasi dalam Water Treatment Plant (WTP) atau Instalasi
Pengolahan Air (IPA) dilakukan proses destabilisasi partikel koloid, karena pada
dasarnya sumber air (air baku) biasanya berbentuk koloid dengan berbagai koloid
yang terkandung didalamnya. Tujuan proses ini adalah untuk memisahkan air
dengan pengotor yang terlarut didalamnya. Proses destabilisasi ini dapat dilakukan
dengan penambahan bahan kimia maupun dilakukan secara fisik dengan rapid
missing (pengadukan cepat), hidrolis (terjunan atau hydrolic jump), maupun secara
mekanis (menggunakan batang pengaduk).
Flokulasi
Proses flokulasi pada WTP bertujuan untuk membentuk dan memperbesar flok
(Pengotor yang diendapkan). Disini dilakukan pengadukan lambat sehingga aliran
tenang. Untuk meningkatkan efisiensi biasanya ditambah dengan senyawa kimia
yang mampu mengikat flok-flok.
Sedimentasi
Proses sedimentasi menggunakan prinsip berat jenis, dan proses sedimentasi
dalam Water Treatment Plant (WTP) atau Instalasi Pengolahan Air (IPA) berfungsi
untuk mengendapkan partikel-partikel koloid yang sudah didestabilisasi oleh proses
sebelumnya (partikel koloid lebih besar berat jenisnya daripada air). Pada masa kini
proses koagulasi, flokulasi dan sedimentasi dalam Water Treatment Plant (WTP)
36
atau Instalasi Pengolahan Air (IPA) ada yang dibuat tergabung menjadi sebuah
proses yang disebut aselator.
Filtrasi
Proses filtrasi sesuai dengan namanya bertujuan untuk penyaringan. Teknologi
membran bisa dilakukan pada proses ini, selain bisa juga menggunakan media
lainnya seperti pasir dan lainnya. Dalam teknologi membran proses filtrasi membran
ada beberapa jenis, yaitu: Multi Media Filter, UF (Ultrafiltration) Sistem, NF
(Nanofiltration) Sistem, MF (Microfiltration) Sistem, RO (Reverse Osmosis) Sistem.
Desinfeksi
Setelah melewati proses filtrasi dan air bersih dari pengotor, ada kemungkinan
masih terdapat kuman dan bakteri yang masih hidup sehingga diperlukan
penambahan senyawa kimia yang dapat mematikan kuman, biasanya berupa chlor,
ozonisasi, dan UV sebelum air masuk ke konstruksi terakhir yaitu reservoir.
Reservoir
Reservoir berfungsi sebagai tempat penampungan sementara air bersih sebelum
didistribusikan. Rumus volume reservoir secara umum sebagai berikut.
𝑉𝑟𝑒𝑠𝑒𝑟𝑣𝑜𝑖𝑟 = (20% 𝑠. 𝑑 30%) × 𝑄𝑘𝑒𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ𝑎𝑛 𝑎𝑖𝑟 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 1 ℎ𝑎𝑟𝑖 (satuan liter atau m3)
37
karbonat dikonversi menjadi oksida, semua bromida dan iodida digantikan oleh
klorida, semua bahan organik telah dioksidasi.
Konsentrasi TDS
yang melebihi Baku
Mutu Air Minum
(Maks 500 mg/L)
38
Salinitas tinggi.
0,05-3%
dikatakan
perairan payau
39
Gambar 5.5 Gambar Peta Hasil pH di Lapangan
Gambar 5.6 PerMenkes 492 Tahun 2010 Tentang Persyaratan Kualitas Baku Mutu Air
Minum
40
5.4 KONSEP DESIGN
Terdapat dua kondisi perairan dari hasil uji lapangan yaitu perairan tawar dan
perairan payau Terdapat dua alternatif perbaikan perairan baku mutu air minum dan
baku mutu air bersih. Desain WTP atau IPA dipengaruhi oleh kondisi topografi
wilayah pembangunan, untuk mengatisipasi adanya kebocoran ataupun pengaruh
dari pendisitribusian yang cukup jauh sebaiknya kualitas air di desain menjadi mutu
air terbaik atau air minum. Terdapat dua pilihan konstruksi bangunan WTP yaitu
advance yang merupakan pabrikasi dari pabrik atau secara konvensial dimana
konstruksi bangunan didesain dan dirancang tersendiri.
Gambar 5.7 Prediksi Pemilihan Unit-Unit Pengolahan Air Minum Sesuai Kondisi
Kandungan Air.
41
Alternatif Untuk Kondisi Perairan Tawar
Air tanah biasanya mengandung ion-ion seperti besi (Fe2+) dan Mangan (Mn2+) dan
juga mengandung berbagai bakteri/mikroorganisme misalnya bakteri pathogen
seperti E.Coli (jika sumber air tanah yang digunakan berdekatan dengan
pembuangan limbah domestik) yang keberadaannya dalam air minum tidak dapat
ditoleransi. Oleh karena itu dibutuhkan unit pengolahan yang dapat menyisihkan
besi dan mangan serta mampu menghilangkan bakteri dalam air tersebut.
Gambar 5.8 Skema Alternatif Perbaikan Perairan Tawar menjadi Air Bersih
Pompa
Bak pengumpul
Ultra Violet
Gambar 5.9 Skema Alternatif Perbaikan Perairan Tawar menjadi Air Minum
42
Pre Klorinasi dilakukan dengan asumsi bahwa kandungan bahan organik
dalam air tanah tersebut sangat kecil. Jika kandungan zat organik dalam air tanah
tersebut tinggi disarankan untuk tidak menggunakan oksidator klor. Alternatif
lainnya dapat menggunakan oksidator kalium permanganat atau hanya dengan
menggunakan sistem aerasi yang memnfaatkan O2 sebagai oksidator.
Gambar 5.10 Konsep Desain WTP atau IPA pengairan air tawar menjadi air minum
43
Pompa
Ultra Violet/
klorinasi
Bak Penampung 2
Gambar 5.11 Skema Alternatif Perbaikan Perairan Payau menjadi Air Bersih
Gambar 5.12 Konsep Desain WTP atau IPA pengairan air payau menjadi air bersih dan Air Minum
44
Reservoir
Diketahui,
Kondisi A :
Kebutuhan air = 9 l/detik, lain-lain = 20% x 10 = 1.8 l/detik,
Total kebutuhan air = 10.8 l/detik
Total Kebutuhan air dalam 1 hari = 10.8 l/detik x (24x60x60) = 933.120 l/hr
Volume reservoir = 30% x 933.120 = 279.936 l = 279.9 m3
Ukuran Reservoir 10 X 10 x 3.15 m
Kondisi B :
Kebutuhan air = 18 l/detik, lain-lain 20% x 20 = 3.6 l/detik
Total kebutuhan air = 21.6 l/detik
Kebutuhan air dalam 1 hari = 21.6 l/detik x (24x60x60) = 1.866.240 l/hr
Volume reservoir = 30% x 1.866.240 = 559.872 l = 559.8 m3
Ukuran Reservoir 10 x 10 x 6.25 m
Total Rp 1,080,922,929
Pengolahan Air Payau menjadi Air Bersih (Advance)
1 Pekerjaan Instalasi Unit IPA 1 unt Rp 7,800,000,000 1 Rp 7,800,000,000
Total Rp 86,360,922,929
Pengolahan Air Tawar menjadi Mutu Air Minum (Advance)
1 Pekerjaan Instalasi Unit IPA 1 unit Rp 8,200,000,000 1 Rp 8,200,000,000
45
Total Rp 8,760,922,929
Pengolahan Air Payau menjadi Mutu Air Minum (Advance)
1 Pekerjaan Instalasi Unit IPA 1 unit Rp 8,200,000,000 1 Rp 8,200,000,000
Total Rp 86,760,922,929
Total Rp 2,152,942,319
Pengolahan Air Payau menjadi Air Bersih (Advance)
Pekerjaan Instalasi
1 1 unit Rp 16,240,000,000 1 Rp 16,240,000,000
Unit IPA
2 Reverse Osmosis 100 m3 Rp 260,000,000 6 Rp 156,000,000,000
Total Rp 173,352,942,319
Pengolahan Air Tawar menjadi Mutu Air Minum (Advance)
Pekerjaan Instalasi
1 1 unit Rp 18,100,000,000 1 Rp 18,100,000,000
Unit IPA
2 Pekerjaan Reservoir 625 m3 Rp 1,780,708 1 Rp 1,112,942,319
Total Rp 19,212,942,319
Pengolahan Air Payau menjadi Mutu Air Minum (Advance)
Pekerjaan Instalasi
1 1 unit Rp 18,100,000,000 1 Rp 18,100,000,000
Unit IPA
2 Reverse Osmosis 100 m3 Rp 260,000,000 6 Rp 156,000,000,000
Total Rp 175,212,942,319
46
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
REKOMENDASI
6.1 KESIMPULAN
a. PT. Krakatau Tirta Industri sebagai produsen air bersih terbesar di wilayah
Cilegon berencana TELAH melakukan study penyelidikan geolistrik untuk
pemetaan potensi air bawah tanah di Kawasan Industry PT. Krakatau Steel
agar dapat dimanfaatkan seefisien mungkin dalam memenuhi kebutuhan
industrI dan masyarakat.
b. Kondisi umum daerah studi yaitu kawasan industry PT. Krakatau Steel dapat
disimpulkan sebagai berikut :
Secara geografis berada pada wilayah yang relatif sedikit berbukit
bagian tenggara dan cenderung datar di sekitaran barat laut atau
mengarah ke pesisir pantai.
Secara geologi termasuk dalam satuan endapan pantai (Qa) dengan
litologi kerakal, kerikil, pasir, lempung, lumpur dan kerakal batuapung
disekitaran pesisir pantai serta satuan batuan gunung api gede (Qvpb)
dengan litologi tufa, tufa batuapung, batupasir tufaan.
Secara hydrogeologi termasuk dalam zona dengan potensi air tinggi
dengan produktifitas > 5 liter/detik
Secara Hydroklimatologi, dengan mengikuti klasifikasi iklim Oldeman,
dimana terdapat curah hujan bulan basah (>200 mm) 3 kali berturut-
turut, maka daerah studi kawasan industry PT. Krakatau Steel termasuk
Iklim D (Kering).
c. Hasil survey dan pengujian lapangan dikawasan industri PT. Krakatau Stell
dapat disimpulkan sebagai berikut:
Dari data survey kedalaman air tanah sekitar 2-18 m, dan dengan
memperhatikan peta-peta hasil distribusi muka air tanah dan parameter
kualitas air in-situ nya, secara umum kondisi hidrogeologinya sebagai
berikut:
47
a) Air tanah di daerah ini berada akifer tak terkekang pada akifer pasir,
mulai elevasi 20 m an atau kedalaman MAT 2-18 m, dengan arah
aliran air tanah secara umum dari arah TENGARA ke BARAT LAUT
atau dari hulu (atas) ke hilir pantai.
b) Aliran air tanah cenderung mengikuti kemiringan topografi.
c) Secara kualtias air tanah, semakin mendekati garis pantai, jenis air
tanahnya mengandung TDS, DHL dan salinitas yang lebih tinggi,
atau termasuk jenis payau.
d) Sebagian daerah kawasan (barat laut-utara) air tanahnya berjenis
payau dan sebagian kawasan (tenggara-selatan) berjenis kualitas
tawar.
Untuk distribusi kualitas air tanahnya adalah sebagai berikut :
a) Nilai rata-rata pH pada daerah studi adalah sebesar 7,2
b) Nilai TDS pada daerah studi. Nilai rata-rata TDS pada daerah studi
adalah sebesar 588,5 ppm, Sebaran nilai TDS memperlihatkan
kecenderungan TDS yang meningkat seiring mendekatnya titik
pengamat kearah laut
c) Nilai rata-rata salinitas pada daerah studi adalah sebesar 0,05%.
Seperti halnya sebaran nilai TDS, sebaran nilai salinitas
memperlihatkan kecenderungan salinitas yang sama yaitu semakin
meningkat seiring mendekatnya titik pengamat kearah laut
d) Nilai rata-rata daya hantar listrik (DHL) pada daerah studi adalah
sebesar 6 x 10-6 Ms
48
b) Terdapat 4 jenis litologi yang ada di daerah penelitian: tanah penutup,
lempung (akiklud); pasir lempungan (akitar) dan tufa, batupasir tufaan
(akifer).
c) Potensi air tanah terbaik pada satuan batupasir tufaan sebgai akifer
dan cukup bagus ada satuan pasr lempungan (akitar)
Dari hasil semua penampang dari hasil geolistrik dapat dihasilkan peta
potensi akifer berupa peta isopach atau peta ketebalan akifer. Peta ini
merupakan peta ketebalan akifer yang mengambarkan potensi air
tanahnya dalam akifer (Gambar 6.1).
49
keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan
dan dapat diminum apabila telah dimasak.
d. Kesimpulan mengenai konsep desain water treatment plant (WTP) sebagai
berikut :
Didalam pengolahan air bersih diperlukan 3 bangunan atau konstruksi
yaitu sumber air atau intake, Water Treatment Plant atau Instalasi
Pengolahan Air, dan Reservoir.
Terdapat dua pilihan konstruksi bangunan WTP yaitu advance yang
merupakan pabrikasi dari pabrik atau secara konvensial dimana
konstruksi bangunan didesain dan dirancang tersendiri
Untuk perbaikan air bersih dari air payau harus dengan konstruksi secara
advance dengan skema alternatif sebagai berikut. Filter dapat ditambah
dengan ultra filtrasi untuk mengurangi beban RO. Dalam hal ini
perbedaan perbaikan air minum dan air bersih terdapat dari proses
desinfeksi dengan UV atau klorinasi untuk air minum.
50
6.2 SARAN REKOMENDASI
a. Berdasarkan data kimia dan ketebalan akuifer dari titik geolistrik, maka
diperoleh dua area akuifer yang baik untuk dimanfaatkan. Lintasan terbaik
untuk lokasi sumur adalah Line 4, line 12, dan line 13 yang menunjukkan
ketebalan akuifer yang baik yang paling tebal dan kualitas air yang bagus.
b. Berdasarkan potensi dan kualitas air tanahnya yang baik maka untuk skema
pengolahan airnya dapat menggunakan alternative 1A
51
Gambar 6.4 Contoh desain WTP
52