Anda di halaman 1dari 34

Nama: Anggi Pratiwi

Npm: 1102016025

L.I 1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Ginjal dan Saluran Kemih


1.1 Makroskopik

1. Ginjal
Ginjal terletak dibagian belakang (posterior) abdomen atas. Retroperitonium, diliputi
peritoneum pada permukaan depannya (kurang dari 2/3 bagian). Ginjal terletak didepan dua
costa terakhir (11 dan 12) dan tiga otot-otot besar transversus abdominalis, quadratus
lumborum dan psoas major. Memiliki ukuran numeral yaitu 12 x 6 x 2 cm dengan berat
sekitar 130 gram.

Ginjal kanan terletak sedikit lebih rendah (kurang lebih 1 cm) dibanding ginjal kiri, hal ini
disebabkan adanya hati yang mendesak ginjal sebelah kanan. Kutub atas ginjal kiri adalah
tepi atas iga 11 (vertebra T12), sedangkan kutub atas ginjal kanan adalah tepi bawah iga 11
atau iga 12. Adapun kutub bawah ginjal kiri adalah processus transversus vertebra L2 (kira-
kira 5 cm dari krista iliaka) sedangkan kutub bawah ginjal kanan adalah pertengahan vertebra
L3. Dari batas-batas tersebut dapat terlihat bahwa ginjal kanan posisinya lebih rendah
dibandingkan ginjal kiri.
Secara umum, ginjal terdiri dari beberapa bagian:
a. Korteks, yaitu bagian ginjal di mana di dalamnya terdapat/terdiri dari korpus
renalis/Malpighi (glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus kontortus proksimal dan
tubulus kontortus distalis.
b. Medula, yang terdiri dari 9-14 pyiramid. Di dalamnya terdiri dari tubulus rektus,
lengkung Henle dan tubukus pengumpul (ductus colligent).
c. Columna renalis bertini, yaitu bagian korteks di antara pyramid ginjal
d. Processus renalis, yaitu bagian pyramid/medula yang menonjol ke arah korteks
e. Hilus renalis, yaitu suatu bagian/area di mana pembuluh darah, serabut saraf atau
duktus memasuki/meninggalkan ginjal.
f. Papilla renalis, yaitu bagian yang menghubungkan antara duktus pengumpul dan
calix minor.
g. Calix minor, yaitu percabangan dari calix major.
h. Calix major, yaitu percabangan dari pelvis renalis.
i. Pelvis renalis, disebut juga piala ginjal, yaitu bagian yang menghubungkan antara
calix major dan ureter.
j. Ureter, yaitu saluran yang membawa urine menuju vesica urinaria.
Ginjal diliputi oleh suatu capsula cribosa tipis mengkilat yang berikatan dengan jaringan
dibawahnya dan dapat dilepaskan dengan mudah dari permukaan ginjal yang disebut fascia
renalis. Fascia renalis dibagi menjadi dua yaitu lamina anterior dan lamina posterior. Kearah
kiri dan kana bersatu dengan fascia transversa abdominalis membentuk rongga yang diisi
oleh lemak yang disebut corpus adiposum. Ginjal juga memiliki selubung, yang langsung
membungkus ginjal disebut capsula fibrosa, sedangkan yang membungkus lemak-lemak
disebut capsula adipose.
Posisi ginjal dipertahankan oleh bantalan lemak yang tebal. Ginjal tidak jatuh karena ada
A.renalis yang berfungsi sebagai axis dari craniolateral ke caudomedial. Di puncak atas ginjal
terdapat topi yang disebut glandula supra renalis, yang kanan berbentuk pyramid sedangkan
kiri berbentuk bulan sabit.

Perdarahan Ginjal
a. Medulla : dari Aorta abdominalis bercabang A.renalis sinistra dan dekstra setinggi VL 1,
masuk melalui hilum renalis menjadi A.segmentalis (A.lobaris) lanjut menjadi A.
interlobaris terus A.arquata lanjut lagi menjadi A.interlobularis terus A.afferen dan
selanjutnya masuk ke bagian korteks renalis ke dalam glomerulus (capsula bowman),
disini terjadi filtrasi darah.
b. Korteks : A.efferen berhubungan dengan V.interlobularis bermuara ke V.arcuata
bermuara ke V.interlobaris bermuara ke V.lobaris (V.segmentalis) bermuara ke V.renalis
sinistra dan dekstra dan selanjutnya bermuara ke V.cava inferior dan berakhir ke atrium
dekstra.
Persarafan Ginjal
Ginjal memiliki persarafan simpatis dan parasimpatis. Untuk persarafan simpatis ginjal
melalui segmen T10-L1 atau L2, melalui n.splanchnicus major, n.splanchnicus imus dan
n.lumbalis. Saraf ini berperan untuk vasomotorik dan aferen viseral. Sedangkan persarafan
simpatis melalui n.vagus.

2. Ureter
Ureter adalah tabung/saluran yang mengalirkan urin dari ginjal ke vesica urinaria. Merupakan
lanjutan dari pelvis renalis, menuju distal dan bermuara pada vesica urinaria. Memiliki
panjang sekitar 25-30 cm. ureter terbagi atas dua bagian yaitu Pars abdominalis (pada
cavum abdominalis) dan Pars pelvica (pada rongga panggul). Batas keduanya diambil suatu
bidang yang disebut aditus pelvis.
Pada pria ureter menyilang superficial di dekat ujungnya di dekat ductus defferen, sedangkan
pada wanita ureter lewat diatas fornix lateral vagina namun di bawah ligamentum cardinal
dan A.uterina.
Perdarahan Ureter
Ureter atas mendapat perdarahan dari A.renalis sedangkan ureter bawah mendapat
perdarahan dari A.vesicalis inferior.

Persarafan Ureter
Persarafan ureter oleh plexus hypogastricus inferior T11 – L2 melalui neuron-neuron
simpatis.

3. Vesica Urinaria
Disebut juga bladder/kandung kemih, retroperitoneal karena hanya dilapisi peritoneum pada
bagian superiornya. Terletak pada region hypogastrica (supra pubis).
Vesica Urinaria mempunyai 4 bagian, yaitu :
a. Apex vesicale, dihubungkan ke cranial oleh urachus sampai ke umbilicus membentuk
ligamentum vesico umbilicale mediale.
b. Corpus vesicae, antara apex dan fundus.
c. Fundus (basis) vesicae, sesuai dengan basis.
d. Cervix vesicae, sudut caudal mulai uretra dengan ostium uretra internum.
Lapisan dalam vesica urinaria pada muara masuknya ureter terdapat plica ureterica yang
menonjol. Ketika VU ini kosong maka plica ini terbuka sehingga urin dapat masuk dari ginjal
melalui ureter, sedangkan ketika VU penuh maka plica ini akan tertutup karena terdorong
oleh urin sehingga urin tidak akan naik ke atas ureter.
Membran mukosa VU pada waktu kosong membentuk lipatan yang sebagian
menghubungkan kedua ureter membentuk plica interureterica. Bila dihubungkan dengan
ostium uretra internum maka akan membentuk segitiga yang disebut trigonum vesicae
(litaudi). Lapisan otot VU terdiri dari 3 otot polos membentuk trabekula yang disebut
m.Destrusor vesicae yang akan menebal di leher VU membentuk sfingter vesicae.

Perdarahan Vesica Urinaria


Berasal dari Aa.Vesicalis superior dan A.vesicalis inferior cabang dari A.iliaca interna,
sedangkan pembuluh baliknya melalui V.vesicalis menyatu disekeliling VU membentuk
plexus dan akan bermuara ke V.iliaca interna

Persarafan Vesica Urinaria


VU dipersarafi oleh cabang-cabang plexus hypogastricus inferior yaitu :
a. Serabut-serabut post ganglioner simpatis glandula para vertebralis L1-2
b. Serabut-serabut preganglioner parasimpatis N.S 2,3,4 melalui N.splancnicus dan
plexus hypogastricus inferior mencapai dinding vesica urinaria.

4. Uretra
Merupakan saluran keluar dari urin yang dieksresikan oleh tubuh melalui ginjalm ureter,
vesica urinary, mulai dari ujung bawah VU sampai ostium uretra eksternum. Uretra pria lebih
panjang daripada wanita karena pada perjalanannya tidak sama dan beda alat-alat di panggul.
Uretra pria panjangnya sekitar 15-25 cm sedangkan wanita kurang lebih 4-5 cm.
Uretra pria dibagi atas :
a. Pars prostatica, uretra melalui prostat. Panjangnya sekitar 3cm.
b. Pars membranaceae, melalui trigonum urogenitalis. Panjangnya sekitar 2 cm.
c. Pars spongiosa, berjalan di dalam corpus cavernosum uretra, dimulai dari fossa
intratubularis sampai dengan pelebaran uretra yang disebut fossa terminalis (fossa
naviculare uretra).

1.2 Mikroskopik
1. Ginjal
Secara histologi ginjal terbungkus dalam kapsul atau simpai jaringan lemak dan simpai
jaringan ikat kolagen. Organ ini terdiri atas bagian korteks dan medula yang satu sama lain
tidak dibatasi oleh jaringan pembatas khusus, ada bagian medula yang masuk ke korteks dan
ada bagian korteks yang masuk ke medula. Bangunan-bangunan yang terdapat pada korteks
dan medula ginjal adalah :
Korteks ginjal terdiri atas beberapa bangunan yaitu
a. Korpus Malphigi terdiri atas kapsula Bowman (bangunan berbentuk cangkir)
dan glomerulus (jumbai /gulungan kapiler).
b. Bagian sistem tubulus yaitu tubulus kontortus proksimalis dan tubulus
kontortus distal.
Medula ginjal terdiri atas beberapa bangunan yang merupakan bagian sistim tubulus yaitu
pars descendens dan descendens ansa Henle, bagian tipis ansa Henle, duktus ekskretorius
(duktus koligens) dan duktus papilaris Bellini.
Korpus Malphigi
Korpus Malphigi terdiri atas 2 macam
bangunan yaitu kapsul Bowman dan
glomerulus. Kapsul Bowman sebenarnya
merupakan pelebaran ujung proksimal saluran
keluar ginjal (nefron) yang dibatasi epitel.
Bagian ini diinvaginasi oleh jumbai kapiler
(glomerulus) sampai mendapatkan bentuk
seperti cangkir yang berdinding ganda.
Dinding sebelah luar disebut lapis parietal
(pars parietal) sedangkan dinding dalam
disebut lapis viseral (pars viseralis) yang
melekat erat pada jumbai glomerulus . Ruang
diantara ke dua lapisan ini sebut ruang
Bowman yang berisi cairan ultrafiltrasi. Dari
ruang ini cairan ultra filtrasi akan masuk ke
dalam tubulus kontortus proksimal.
Glomerulus merupakan bangunan yang berbentuk khas, bundar dengan warna yang lebih tua
daripada sekitarnya karena sel-selnya tersusun lebih padat. Glomerulus merupakan gulungan
pembuluh kapiler. Glomerulus ini akan diliputi oleh epitel pars viseralis kapsul Bowman. Di
sebelah luar terdapat ruang Bowman yang akan menampung cairan ultra filtrasi dan
meneruskannya ke tubulus kontortus proksimal. Ruang ini dibungkus oleh epitel pars parietal
kapsul Bowman.
Kapsul Bowman lapis parietal pada satu kutub bertautan dengan tubulus kontortus proksimal
yang membentuk kutub tubular, sedangkan pada kutub yang berlawanan bertautan dengan
arteriol yang masuk dan keluar dari glomerulus. Kutub ini disebut kutub vaskular. Arteriol
yang masuk disebut vasa aferen yang kemudian bercabang-cabang lagi menjadi sejumlah
kapiler yang bergelung-gelung membentuk kapiler. Pembuluh kapiler ini diliputi oleh sel-sel
khusus yang disebut sel podosit yang merupakan simpai Bowman lapis viseral. Sel podosit
ini dapat dilihat dengan mikroskop elektron. Kapiler-kapiler ini kemudian bergabung lagi
membentuk arteriol yang selanjutnya keluar dari glomerulus dan disebut vasa eferen, yang
berupa sebuah arteriol.
Apartus Juksta-Glomerular
Sel-sel otot polos dinding vasa aferent di dekat glomerulus berubah sifatnya menjadi sel
epiteloid. Sel-sel ini tampak terang dan di dalam sitoplasmanya terdapat granula yang
mengandung ensim renin, suatu ensim yang diperlukan dalam mengontrol tekanan darah.
Sel-sel ini dikenal sebagai sel yuksta glomerular. Renin akan mengubah angiotensinogen
(suatu peptida yang dihasilkan oleh hati) menjadi angiotensin I. Selanjutnya angiotensin I ini
akan diubah menjadi angiotensin II oleh ensim angiotensin converting enzyme (ACE)
(dihasilkan oleh paru). Angiotensin II akan mempengaruhi korteks adrenal (kelenjar anak
ginjal) untuk melepaskan hormon aldosteron. Hormon ini akan meningkatkan reabsorpsi
natrium dan klorida termasuk juga air di tubulus ginjal terutama di tubulus kontortus distal
dan mengakibatkan bertambahnya volume plasma. Angiotensin II juga dapat bekerja
langsung pada sel-sel tubulus ginjal untuk meningkatkan reabsopsi natrium, klorida dan air.
Di samping itu angiotensin II juga bersifat vasokonstriktor yaitu menyebabkan kontriksinya
dinding pembuluh darah.
Sel-sel yuksta glomerular di sisi luar akan berhimpitan dengan sel-sel makula densa, yang
merupakan epitel dinding tubulus kontortus distal yang berjalan berhimpitan dengan kutub
vaskular. Pada bagian ini sel dinding tubulus tersusun lebih padat daripada bagian lain. Sel-
sel makula densa ini sensitif terhadap perubahan konsentrasi ion natrium dalam cairan di
tubulus kontortus distal. Penurunan tekanan darah sistemik akan menyebabkan menurunnya
produksi filtrat glomerulus yang berakibat menurunnya konsentrasi ion natrium di dalam
cairan tubulus kontortus distal. Menurunnya konsentrasi ion natrium dalam cairan tubulus
kontortus distal akan merangsang sel-sel makula densa (berfungsi sebagai osmoreseptor)
untuk memberikan sinyal kepada sel-sel yuksta glomerulus agar mengeluarkan renin. Sel
makula densa dan yuksta glomerular bersama-sama membentuk aparatus yuksta-glomerular.
Di antara aparatus yuksta glomerular dan tempat keluarnya vasa eferen glomerulus terdapat
kelompokan sel kecil-kecil yang terang (Gb-6) disebut sel mesangial ekstraglomerular atau
sel polkisen (bantalan) atau sel lacis. Fungsi sel-sel ini masih belum jelas, tetapi diduga sel-
sel ini berperan dalam mekanisma umpan balik tubuloglomerular. Perubahan konsentrasi ion
natrium pada makula densa akan memberi sinyal yang secara langsung mengontrol aliran
darah glomerular. Sel-sel mesangial ekstraglomerular di duga berperan dalam penerusan
sinyal di makula densa ke sel-sel yuksta glomerular. Selain itu sel-sel ini menghasilkan
hormon eritropoetin, yaitu suatu hormon yang akan merangsang sintesa sel-sel darah merah
(eritrosit) di sumsum tulang.

Tubulus Ginjal (Nefron)


a. Tubulus Kontortus Proksimal
Tubulus kontortus proksimal berjalan berkelok-kelok dan berakhir sebagai saluran yang lurus
di medula ginjal (pars desendens Ansa Henle). Dindingnya disusun oleh selapis sel kuboid
dengan batas-batas yang sukar dilihat. Inti sel bulat, bundar, biru dan biasanya terletak agak
berjauhan satu sama lain. Sitoplasmanya bewarna asidofili (kemerahan). Permukaan sel yang
menghadap ke lumen mempunyai paras sikat (brush border). Tubulus ini terletak di korteks
ginjal.
Fungsi tubulus kontortus proksimal adalah mengurangi isi filtrat glomerulus 80-85 persen
dengan cara reabsorpsi via transport dan pompa natrium. Glukosa, asam amino dan protein
seperti bikarbonat, akan diresorpsi.

b. Ansa Henle
Ansa henle terbagi atas 3 bagian yaitu bagian tebal turun (pars asendens), bagian tipis
(segmen tipis) dan bagian tebal naik (pars asendens). Segmen tebal turun mempunyai
gambaran mirip dengan tubulus kontortus proksimal, sedangkan segmen tebal naik
mempunyai gambaran mirip tubulus kontortus distal. Segmen tipis ansa henle mempunyai
tampilan mirip pembuluh kapiler darah, tetapi epitelnya sekalipun hanya terdiri atas selapis
sel gepeng, sedikit lebih tebal sehingga sitoplasmanya lebih jelas terlihat. Selain itu lumennya
tampak kosong. Ansa henle terletak di medula ginjal. Fungsi ansa henle adalah untuk
memekatkan atau mengencerkan urin.

c. Tubulus kontortus distal

Tubulus kontortus distal berjalan berkelok-kelok. Dindingnya disusun oleh selapis sel kuboid
dengan batas antar sel yang lebih jelas dibandingkan tubulus kontortus proksimal. Inti sel
bundar dan bewarna biru. Jarak antar inti sel berdekatan. Sitoplasma sel bewarna basofil
(kebiruan) dan permukaan sel yang mengahadap lumen tidak mempunyai paras sikat. Bagian
ini terletak di korteks ginjal. Fungsi bagian ini juga berperan dalam pemekatan urin.

d. Duktus koligen
Saluran ini terletak di dalam medula dan mempunyai gambaran mirip tubulus kontortus distal
tetapi dinding sel epitelnya jauh lebih jelas, selnya lebih tinggi dan lebih pucat. Duktus
koligen tidak termasuk ke dalam nefron. Di bagian medula yang lebih ke tengah beberapa
duktus koligen akan bersatu membentuk duktus yang lebih besar yang bermuara ke apeks
papila. Saluran ini disebut duktus papilaris (Bellini). Muara ke permukaan papil sangat
besar, banyak dan rapat sehingga papil tampak seperti sebuah tapisan (area kribrosa). Fungsi
duktus koligen adalah menyalurkan kemih dari nefron ke pelvis ureter dengan sedikit
absorpsi air yang dipengaruhi oleh hormon antidiuretik (ADH).
Di samping bagian korteks dan medula, pada ginjal ada juga bagian korteks yang menjorok
masuk ke dalam medula membentuk kolom mengisi celah di antara piramid ginjal yang
disebut sebagai kolumna renalis Bertini. Sebaliknya ada juga jaringan medula yang
menjorok masuk ke dalam daerah korteks membentuk berkas-berkas yang disebut prosessus
Fereni

Sawar Ginjal
Sawar ginjal adalah bangunan-bangunan yang memisahkan darah kapiler glomerulus dari
filtrat dalam rongga Bowman. Sawar ini terdiri atas endotel kapiler bertingkap glomerulus,
lamina basal dan pedikel podosit yang dihubungkan dengan membran celah (slit
membran). Sel podosit adalah sel-sel epitel lapisan viseral kapsula Bowman. Sel-sel ini telah
mengalami perubahan sehingga berbentuk bintang. Selain badan sel sel-sel ini mempunyai
beberapa juluran (prosessus) mayor (primer) yang meluas dari perikarion dengan cara seperti
tentakel seekor gurita. Sebuah prosessus primer mempunyai beberapa prosessus sekunder
yang kecil atau pedikel. Pedikel podosit yang berdekatan saling berselang-seling dalam
susunan yang rumit dengan sistem celah yang disebut celah filtrasi (Slit pores) di antara
pedikel. Pedikel-pedikel ini berhubungan dengan suatu membran tipis disebut membran
celah (Slit membran). Di bawah membran slit ini terdapat membran basal sel-sel sel endotel
kapiler glomerulus.
Guna sawar ginjal ini adalah untuk menyaring molekul-molekul yang boleh melewati lapisan
filtrasi tersebut dan molekul-molekul yang harus dicegah agar tidak keluar dari tubuh.
Molekul-molekul yang dikeluarkan dari tubuh adalah molekul-molekul yang sudah tidak
diperlukan oleh tubuh, sisa-sisa metabolisma atau zat-zat yang toksik bagi tubuh. Molekul-
molekul ini selanjutnya akan dibuang dalam bentuk urin (air kemih). Proses filtrasi ini
tergantung kepada tekanan hidrostatik darah dalam kapiler glomerulus.

Perdarahan Ginjal
2. Ureter

Dinding saluran urinarius berstruktur sama yaitu terdapat tunika mukosa, tunika muscular dan
tunika adventitia. Tunika mukosa terdiri dari epitel transisional dan tunika muscularis terdiri
dari dua lapis oto yang berslingan.
Tunika mukosa pada ureter terlipat kedalam. Pada tunika muscularisnya terdapat 2 lapisan
otot yaitu bagian luar otot polos tersusun sirkuler dan bagian dalam otot polos tersusun
longitudinal. Dan lapisan terakhir terdapat tunika adventitia.
3. Vesica Urinaria
Tunika mukosa VU dilapisi oleh epitel transisional dengan ketebalan 5-6 lapisan, namun
pada saat sel meregang menjadi 2-3 lapisan. Pada permukaan sel dapat ditemukan sel
payung. Tunika muskularisnya terdiri dari 3 lapisan otot yaitu bagian luar terdapat otot polos
tersusun secara longitudinal, bagian tengan terdapat otot polos tersusun secara sirkular dan
bagian dalam tersusun otot polos tersusun secara longitudinal.

4. Uretra
Uretra Wanita
Dilapisi oleh epiter berlapis gepeng dan terkadang ada yang dilapisi oleh epitel bertingkat
toraks. Ditengah-tengah uretra terdapat sfingter eksterna / muscular bercorak.

Uretra Pria
Pada pars prostatica dilapisi oleh epitel transisional. Pada pars membranaceae dilapisi oleh
epitel bertingkat toraks. Pada pars spongiosa umumnya dilapisi oleh epitel bertingkat torak
namun diberbagai tempat terdapat epitel berlapis gepeng.

L.I 2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Ginjal


2.1 Pembentukan Urin
Empat proses utama pembentukan urin:

1. Filtrasi glomerulus
Proses penyaringan besar-besaran plasma (hampir bebas protein) dari kapiler glomerulus ke
dalam kapsula bowman. Filtrasi darah terjadi di glomerulus, dimana jaringan kapiler dengan
struktur spesifik dibuat untuk menahan komonen selular dan medium-molekular-protein
besar kedalam vascular system, menekan cairan yang identik dengan plasma di elektrolitnya
dan komposisi air. Cairan ini disebut filtrate glomerular. Tumpukan glomerulus tersusun dari
jaringan kapiler. Di mamalia, arteri renal terkirim dari arteriol afferent dan melanjut sebagai
arteriol eferen yang meninggalkan glomrerulus. Tumpukan glomerulus dibungkus didalam
lapisan sel epithelium yang disebut kapsula bowman. Area antara glomerulus dan kapsula
bowman disebut bowman space dan merupakan bagian yang mengumpulkan filtrate
glomerular, yang menyalurkan ke segmen pertama dari tubulus proksimal. Struktur kapiler
glomerular terdiri atas 3 lapisan yaitu : endothelium capiler, membrane dasar, epiutelium
visceral. Endothelium kapiler terdiri satu lapisan sel yang perpanjangan sitoplasmik yang
ditembus oleh jendela atau fenestrate (Guyton.2008).

Dinding kapiler glomerular membuat rintangan untuk pergerakan air dan solute menyebrangi
kapiler glomerular. Tekanan hidrostatik darah didalam kapiler dan tekanan oncotik dari
cairan di dalam bowman space merupakan kekuatn untuk proses filtrasi. Normalnya tekanan
onkotik di bowman space tidak ada karena molekul protein yang medium-besar tidak
tersaring. Rintangan untuk filtrasi ( filtration barrier ) bersifat selektif permeable. Normalnya
komponen seluler dan protein plasmatetap didalam darah, sedangkan air dan larutan akan
bebas tersaring (Guyton.2008).

Pada umunya molekul dengan raidus 4nm atau lebih tidak tersaring, sebaliknya molekul 2 nm
atau kurang akan tersaring tanpa batasan. Bagaimanapun karakteristik juga mempengaruhi
kemampuan dari komponen darah untuk menyebrangi filtrasi. Selain itu beban listirk (electric
charged ) dari sretiap molekul juga mempengaruhi filtrasi. Kation ( positive ) lebih mudah
tersaring dari pada anionBahan-bahan kecil yang dapat terlarut dalam plasma, seperti
glukosa, asam amino, natrium, kalium, klorida, bikarbonat, garam lain, dan urea melewati
saringan dan menjadi bagian dari endapan.Hasil penyaringan di glomerulus berupa filtrat
glomerulus (urin primer) yang komposisinya serupa dengan darah tetapi tidak mengandung
protein (Guyton.2008).

Laju filtrasi glomerulus (GFR= Glomerulus Filtration Rate) dapat diukur dengan
menggunakan zat-zat yang dapat difiltrasi glomerulus, akan tetapi tidak disekresi maupu
direabsorpsi oleh tubulus. Kemudian jumlah zat yang terdapat dalam urin diukur persatuan
waktu dan dibandingkan dengan jumlah zat yang terdapat dalam cairan plasma.

Faktor yang mempengaruhi LFG :

LFG = Kf x (PKG + KpB) – (PKpB + KG)

Kf = koefisien filtrasi = permeabilitas x luas permukaan filtrasi

PKG = tekanan hidrostatik kapiler glomerulus

PKpB = tekanan hidrostatik kapsula Bowman

KpB = tekanan onkotik di kapsula Bowman = 0

KG = tekanan onkotik kapiler glomerulus

a. Keadaan normal Kf jarang berubah  berubah dalam keadaan patologis. Dapat


berubah karena kontraksi atau relaksasi sel mesangial yang terdapat antara ansa-ansa
kapiler glomerulus.
b. Kontraksi mengurangi permukaan kapiler dan dilatasi menambah luas permukaan
glomerulus.
c. Radang glomerulus dapat merusak glomerulus  tidak berfungsi  mengurangi luas
permukaan filtrasi.
(PKG - PKpB - KG) = tekanan filtrasi bersih

Pengaturan GFR (Glomerulus Filtration Rate)

Rata-rata GFR normal pada laki-laki sekitar 125 ml/menit. GFR pada wnita lebih rendah
dibandingkan pada pria. Factor-faktor yang mempengaruhi besarnya GFR antara lain ukuran
anyaman kapiler, permiabilitas kapiler, tekanan hidrostatik, dan tekanan osmotik yang
terdapat di dalam atau diluar lumen kapiler. Proses terjadinya filtrasi tersebut dipengaruhi
oleh adanya berbagai tekanan sebagai berikut:

a. Tekanan kapiler pada glomerulus 50 mmHg


b. Tekanan pada capsula bowman 10 mmHg
c. Tekanan osmotic koloid plasma 25 mmHG

Ketiga faktor diatas berperan penting dalam laju peningkatan filtrasi. Semakin tinggi tekanan
kapiler pada glomerulus semakin meningkat filtrasi dan sebaliknya semakin tinggi tekanan
pada capsula bowman. serta tekanan osmotic koloid plasma akan menyebabkan semakin
rendahnya filtrasi yang terjadi pada glomerulus.

Komposisi Filtrat Glomerulus

Dalam cairan filtrate tidak ditemukan erytrocit, sedikit mengandung protein (1/200 protein
plasma). Jumlah elektrolit dan zat-zat terlarut lainya sama dengan yang terdapat dalam cairan
interstitisl pada umunya. Dengan demikian komposisi cairan filtrate glomerulus hampir sama
dengan plasma kecuali jumlah protein yang terlarut. Sekitar 99% cairan filtrate tersebut
direabsorpsi kembali ke dalam tubulus ginjal.

Faktor-faktor yang mempengaruhi laju filtrasi glomerulus sebagai berikut:

a. Tekanan glomerulus: semakin tinggi tekanan glomerulus semakin tinggi laju filtrasi,
semakin tinggi tekanan osmotic koloid plasmasemakin menurun laju filtrasi, dan
semakin tinggi tekanan capsula bowman semakin menurun laju filtrasi.
b. Aliran dara ginjal: semakin cepat aliran daran ke glomerulus semakin meningkat laju
filtrasi.
c. Perubahan arteriol aferen: apabial terjadi vasokontriksi arteriol aferen akan
menyebabakan aliran darah ke glomerulus menurun. Keadaan ini akan menyebabakan
laju filtrasi glomerulus menurun begitupun sebaliknya.
d. Perubahan arteriol efferent: pada kedaan vasokontriksi arteriol eferen akan terjadi
peningkatan laju filtrasi glomerulus begitupun sebaliknya
e. Pengaruh perangsangan simpatis, rangsangan simpatis ringan dan sedang akan
menyebabkan vasokontriksi arteriol aferen sehingga menyebabkan penurunan laju
filtrasi glomerulus.
f. Perubahan tekanan arteri, peningkatan tekanan arteri melalui autoregulasi akan
menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah arteriol aferen sehinnga menyebabkan
penurunan laju filtrasi glomerulus.

2. Reabsorpsi tubulus
Perpindahan zat dari lumen tubulus menuju plasma kapiler peritubulus. Tubulus proksimal
bertanggung jawab terhadap reabsorbsi bagian terbesar dari filtered solute. Kecepatan dan
kemampuan reabsorbsi dan sekresi dari tubulus renal tiak sama. Pada umumnya pada tubulus
proksimal bertanggung jawab untuk mereabsorbsi ultrafiltrate lebih luas dari tubulus yang
lain. Paling tidak 60% kandungan yang tersaring di reabsorbsi sebelum cairan meninggalkan
tubulus proksimal. Tubulus proksimal tersusun dan mempunyai hubungan dengan kapiler
peritubular yang memfasilitasi pergherakan dari komponen cairan tubulus melalui 2 jalur :
jalur transeluler dan jalur paraseluler. Jalur transeluler, kandungan ( substance ) dibawa oleh
sel dari cairn tubulus melewati epical membrane plasma dan dilepaskan ke cairan interstisial
dibagian darah dari sel, melewati basolateral membrane plasma.
Jalur paraseluler, kandungan yang tereabsorbsi melewati jalur paraseluler bergerakdari
vcairan tubulus menuju zonula ocludens yang merupakan struktur permeable yang
mendempet sel tubulus proksimal satu daln lainnya. Paraselluler transport terjadi dari difusi
pasif. Di tubulus proksimal terjadi transport Na melalui Na, K pump. Di kondisi optimal, Na,
K, ATPase pump manekan tiga ion Na kedalam cairan interstisial dan mengeluarkan 2 ion K
ke sel, sehingga konsentrasi Na di sel berkurang dan konsentrasi K di sel bertambah.
Selanjutnya disebelah luar difusi K melalui canal K membuat sel polar. Jadi interior sel
bersifat negative . pergerakan Na melewati sel apical difasilitasi spesifik transporters yang
berada di membrane. Pergerakan Na melewati transporter ini berpasangan dengan larutan
lainnya dalam satu pimpinan sebagai Na ( contransport ) atau berlawanan pimpinan (
countertransport ) (sherwood, 2006).

Substansi diangkut dari tubulus proksimal ke sel melalui mekanisme ini ( secondary active
transport ) termasuk gluukosa, asam amino, fosfat, sulfat, dan organic anion. Pengambilan
active substansi ini menambah konsentrasi intraseluler dan membuat substansi melewati
membrane plasma basolateral dan kedarah melalui pasif atau difusi terfasilitasi. Reabsorbsi
dari bikarbonat oleh tubulus proksimal juga di pengaruhi gradient Na (Sherwood, 2006)

Hampir 99% dari cairan filtrate direabsorpsi kembali bersama zat-zat yang terlarut didalam
cairan filtrate tersebut. Akan tetapi tidak semua zat-zat yang terlarut dapat direabsorpsi
dengan sempurna, antara lain glukosa dan asam amino. Mekanisme terjadinya reabsorpsi
pada tubulus melalui dua cara yaitu:

a. Transfort aktif
Zat-zat yang mengalami transfort aktif pada tubulus proksimal yaitu ion Na+, K+, PO4-,
NO3-, glukosa dan asam amino. Terjadinya difusi ion-ion khususnya ion Na+, melalui
sel tubulus kedalam pembuluh kapiler peritubuler disebabkan perbedaan ptensial listrik
didalam ep-itel tubulus (-70mvolt) dan diluar sel (-3m volt). Perbedaan electrochemical
gradient ini membentu terjadinya proses difusi. Selain itu perbedaan konsentrasi ion Na+
didalam dan diluar sel tubulus membantu meningkatkan proses difusi tersebut.
Meningkatnya difusi natrium diesbabkan permiabilitas sel tubuler terhadap ion natrium
relative tinggi. Keadaan ini dimungkinkan karena terdapat banyak mikrovilli yang
memperluas permukaan tubulus. Proses ini memerlukan energi dan dapat berlangsung
terus-menerus.

b. Transfor pasif
Terjadinya transport pasif ditentukan oleh jumlah konsentrasi air yang ada pada lumen
tubulus, permiabilitas membrane tubulus terhadap zat yang terlarut dalam cairan filtrate
dan perbedaan muatan listrikpada dinding sel tubulus. Zat yang mengalami transfor
pasif, misalnya ureum, sedangkan air keluar dari lumen tubulusmelalui prosese osmosis.
Perbedan potensial listrik didalam lumen tubulus dibandingkan diluar lumen tubulus
menyebabkan terjadinya proses dipusi ion Na+ dari lumen tubulus kedalam sel epitel
tubulus dan selanjutnya menuju kedalam sel peritubulus. Bersamaan dengan perpindahan
ion Na+ diikuti pula terbawanya ion Cl-, HCO3- kedalam kapiler peritubuler. Kecepatan
reabsorsi ini ditentukan pula oleh perbedaan potensial listrik yang terdapat didalam dan
diluar lumen tubulus. Untuk menjelaskan proses diatas dapat dilihat pada gambar 1.3
dibawah ini:

Sedangkan sekresi tubulus melalui proses: sekresi aktif dan sekresi pasif. Sekresi aktif
merupakan kebalikan dari transpor aktif. Dalam proses ini terjadi sekresi dari kapiler
peritubuler kelumen tubulus. Sedangkan sekresi pasif melalui proses difusi. Ion NH3-
yang disintesa dalam sel tubulus selanjutnya masuk kedalam lumen tubulus melalui
proses difusi. Dengan masuknya ion NH3- kedalam lumen tubulus akan membantu
mengatur tingkat keasaman cairan tubulus. Kemampuan reabsorpsi dan sekresi zat-zat
dalam berbagai segmen tubulus berbeda-beda.

3. Sekresi tubulus

Perpindahan zat dari plasma kapiler menuju lumen. Volume urin manusia hanya 1% dari
filtrat glomerulus. Oleh karena itu, 99% filtrat glomerulus akan direabsorbsi secara aktif pada
tubulus kontortus proksimal dan terjadi penambahan zat-zat sisa serta urea pada tubulus
kontortus distal. Substansi yang masih berguna seperti glukosa dan asam amino dikembalikan
ke darah. Sisa sampah kelebihan garam, dan bahan lain pada filtrate dikeluarkan dalam urin.
Tiap hari tabung ginjal mereabsorbsi lebih dari 178 liter air, 1200 g garam, dan 150 g
glukosa. Sebagian besar dari zat-zat ini direabsorbsi beberapa kali (Sherwood.2001).

Setelah terjadi reabsorbsi maka tubulus akan menghasilkan urin sekunder yang komposisinya
sangat berbeda dengan urin primer. Pada urin sekunder, zat-zat yang masih diperlukan tidak
akan ditemukan lagi. Sebaliknya, konsentrasi zat-zat sisa metabolisme yang bersifat racun
bertambah, misalnya ureum dari 0,03`, dalam urin primer dapat mencapai 2% dalam urin
sekunder. Meresapnya zat pada tubulus ini melalui dua cara. Gula dan asam mino meresap
melalui peristiwa difusi, sedangkan air melalui peristiwa osn osis. Reabsorbsi air terjadi pada
tubulus proksimal dan tubulus distal (Sherwood.2001).

4. Augmentasi
Augmentasi adalah proses penambahan zat sisa dan urea yang mulai terjadi di tubulus
kontortus distal. Komposisi urin yang dikeluarkan lewat ureter adalah 96% air, 1,5% garam,
2,5% urea, dan sisa substansi lain, misalnya pigmen empedu yang berfungsi memberi warm
dan bau pada urin. Zat sisa metabolisme adalah hasil pembongkaran zat makanan yang
bermolekul kompleks. Zat sisa ini sudah tidak berguna lagi bagi tubuh. Sisa metabolisme
antara lain, CO2, H20, NHS, zat warna empedu, dan asam urat. Karbon dioksida dan air
merupakan sisa oksidasi atau sisa pembakaran zat makanan yang berasal dari karbohidrat,
lemak dan protein. Kedua senyawa tersebut tidak berbahaya bila kadarnya tidak berlebihan.
Walaupun CO2 berupa zat sisa namun sebagian masih dapat dipakai sebagai dapar (penjaga
kestabilan PH) dalam darah. Demikian juga H2O dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan,
misalnya sebagai pelarut (Sherwood.2006). Amonia (NH3), hasil pembongkaran/pemecahan
protein, merupakan zat yang beracun bagi sel. Oleh karena itu, zat ini harus dikeluarkan dari
tubuh. Namun demikian, jika untuk sementara disimpan dalam tubuh zat tersebut akan
dirombak menjadi zat yang kurang beracun, yaitu dalam bentuk urea. Zat warna empedu
adalah sisa hasil perombakan sel darah merah yang dilaksanakan oleh hati dan disimpan pada
kantong empedu. Zat inilah yang akan dioksidasi jadi urobilinogen yang berguna memberi
warna pada tinja dan urin.Asam urat merupakan sisa metabolisme yang mengandung nitrogen
(sama dengan amonia) dan mempunyai daya racun lebih rendah dibandingkan amonia, karena
daya larutnya di dalam air rendah (Sherwood.2006).

2.2 Proses Peranan Ginjal Terhadap Keseimbangan Cairan tubuh dan Tek. Darah
Komposisi urin terdiri dari 95% air dan mengandung zat terlarut sebagai berikut:

1. Zat buangan nitrogen meliputi urea dari deaminasi protein, asam urat dari katabolisme
asam nukleat, dan kreatinin dari proses penguraian kreatin fosfat dalam jaringan otot.
2. Asam hipurat adalah produk sampingan pencernaan sayuran dan buah.
3. Badan keton yang dihasilkan dalam metabolisme lemak adalah konstituen normal
dalam jumlah kecil.
4. Elektrolit meliputi ion natrium, klor, kalium, amonium, sulfat, fosfat, kalsium, dan
magnesium.
5. Hormon atau metabolit hormon ada secara normal dalam urin.
6. Berbagai jenis toksin atau zat kimia asing, pigmen, vitamin, atau enzim secara normal
ditemukan dalam jumlah yang kecil.
7. Konstituen abnormal meliputi albumin, glukosa, sel darah merah, sejumlah besar
badan keton, zat kapur (terbentuk saat zat mengeras dalam tubulus dan dikeluarkan),
dan batu ginjal atau kalkuli.

Zat normal dalam urine:


a. Urea, hasil akhir utama dari katabolisme protein. Sehari diekskresikan 25 gr,
tergantung intake proteinnya. Ekskresi naik pada saat demam, penyakit kencing manis,
aktivitas hormon adrenokortikoid yang berlebihan. Di hepar, urea dibentuk dari siklus
urea (ornitin dari CO2 dan NH3. Pembentukan urea menurun pada penyakit hepar dan
asidosis.
b. Ammonia, dikeluarkan dari sel tubulus ginjal, pada asidosis pembentukan amonia
akan naik.
c. Kreatinin, hasil katabolisme kreatin. Koefisien kreatinin adalah jumlah mg kreatinin
yang diekskresikan dalam 24 jam/kg BB. Nilai normal pada laki-laki adl 20-26 mg/kg
BB. Sedang pada wanita adl 14-22 mg/kg BB. Ekskresi kreatinin meningkat pada
penyakit otot.
d. Asam urat, hasil oksidasi purin di dalam tubuh. Kelarutannya dalam air kecil tetapi
larut dalam garam alkali. Ekskresinya meningkat pada leukimia, penyakit hepar dan
gout. Dengan arsenofosfotungstat dan natrium sianida, memberi warna biru. Ini
merupakan dasar penetapan asam urat secara kolometri oleh Folin. Dengan enzim
urikase akan menjadi allantoin.
e. Asam amino, pada dewasa kira2 diekskresikan 150-200 mg N per hari
f. Allantoin, hasil oksidasi asam urat
g. Cl, dikeluarkan dlm bentuk NaCl, tergantung intakenya. Ekskresi 9-16 g/hari
h. Sulfat, hasil metabolisme protein yang mengandung AA dg atom S, ex: sistein, sistin,
metionin. Sulfat ada 3 bentuk: seulfat anorganik, sulfat ester (konjugasi) dan sulfat
netral
i. Fosfat, di urin berikatan dg Na, K, Mg, Ca. Garam Mg dan Ca fosfat mengendap pada
urin alkalis. Ekskresinya dipengaruhi pemasukan protein, kerusakan sel, kerusakan
tulang pada osteomalasia dan hiperparatiroidisme →ekskresinya naik dan menurun
pada penyakit infeksi dan hipoparatiroidisme.
j. Oksalat, pd metab herediter ttt, ekskresinya naik.
k. Mineral, Kationnya (Na, K, Ca, Mg). Ekskresi K naik pada kerusakan sel, pemasukan
yang berlebih dan alkalosis. Ekskresi ion K dan Na dikontrol korteks adrenal
l. Vitamin, hormon dan enzim: pada pankreatitis→ amilase dan disakaridase meningkat.
Hormon Choriogonadotropin (HCG) terdpt pd urine wanita hamil

Sifat fisik

1. Warna. Urin encer biasanya kuning pucat dan kuning pekat jika kental. Urine segar
biasanya jernih dan menjadi keruh jika didiamkan.
2. Bau. Urin memiliki bau yang khas dan cenderung berbau amonia jika didiamkan. Bau
ini dapat bervariasi sesuai dengan diet; misalnya, setelah makan asparagus. Pada
diabetes yang tidak terkontrol, aseton menghasilkan bau manis pada urin.
3. Asiditas atau alkalinitas. pH urin bervariasi antara 4,8 sampai 7,5 dan biasanya
sekitar 6,0; tetapi juga bergantung pada diet. Ingesti makanan yang berprotein tinggi
akan meningkatkan asiditas, sementara diet sayuran akan meningkatkan alkalinitas.
4. Berat jenis urin berkisar antar 1,001 sampai 1,035; bergantung pada konsentrasi urin.

L.I 3. Memahami dan Menjelaskan Glomerulonefritis Akut


3.1 Definisi
Glomerulonefritis adalah peradangan pada glomerulus yaitu organ kecil di ginjal yang
berfungsi sebagai penyaring. Glomerulus berfungsi membuang kelebihan cairan, elektrolit
dan limbah dari aliran darah dan meneruskannya ke dalam urin.
Glomerulonefritis akut juga disebut dengan glomerulonefritis akut post sterptokokus
(GNAPS) adalah suatu proses radang non-supuratif yang mengenai glomeruli, sebagai akibat
infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus grup A, tipe nefritogenik di tempat lain.
Penyakit ini sering mengenai anak-anak.
Glomerulonefritis akut (GNA) adalah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap bakteri
atau virus tertentu.Yang sering terjadi ialah akibat infeksi kuman streptococcus.
Glomerulonefritis merupakan suatu istilah yang dipakai untuk menjelaskan berbagai ragam
penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan inflamasi glomerulus yang disebabkan oleh
suatu mekanisme imunologis. Sedangkan istilah akut (glomerulonefritis akut) mencerminkan
adanya korelasi klinik selain menunjukkan adanya gambaran etiologi, patogenesis, perjalanan
penyakit dan prognosis.

3.2 Epidemiologi
GNAPS dapat terjadi pada semua kelompok umur, namun tersering pada golongan umur 5-15
tahun, dan jarang terjadi pada bayi. Referensi lain menyebutkan paling sering ditemukan pada
anak usia 6-10 tahun. Penyakit ini dapat terjadi pada laki laki dan perempuan, namun laki laki
dua kali lebih sering dari pada perempuan.Perbandingan antara laki-laki dan perempuan
adalah 2:1.Diduga ada faktor resiko yang berhubungan dengan umur dan jenis kelamin.Suku
atau ras tidak berhubungan dengan prevelansi penyakit ini, tapi kemungkinan prevalensi
meningkat pada orang yang sosial ekonominya rendah, sehingga lingkungan tempat
tinggalnya tidak sehat.

3.3 Etiologi
Pada Glomerulonefritis Akut :

A. Infeksi
1. Glomerulonefritis Post-streptokokus
Glomerulonefritis dapat muncul satu atau dua minggu setelah sembuh dari infeksi
tenggorokan atau infeksi kulit. Kelebihan produksi antibodi yang dirangsang oleh infeksi
akhirnya menetap di glomerulus dan menyebabkan peradangan.
Gejalanya meliputi pembengkakan, pengeluaran urin sedikit, dan masuknya darah dalam
urin. Anak-anak lebih mungkin untuk terserang glomerulonefritis post-streptokokus daripada
orang dewasa, namun mereka juga lebih cepat pulih.
2. Bakteri endokarditis
Bakteri ini bisa menyebar melalui aliran darah dan menetap di dalam hati, menyebabkan
infeksi pada katup jantung. Orang yang berisiko besar terserang penyakit ini adalah orang-
orang yang memiliki cacat jantung.
Bakteri endokarditis berkaitan dengan penyakit glomerulus, tetapi hubungan yang jelas antara
keduanya masih belum ditemukan.
3. Infeksi virus
Virus yang dapat memicu glomerulonefritis adalah infeksi human immunodeficiency virus
(HIV) dan virus penyebab hepatitis B dan hepatitis C.
B. Penyakit Sistem Kekebalan Tubuh
Penyakit sistem kekebalan tubuh yang dapat menyebabkan Glomerulonefritis adalah:
1. Lupus Eritomatosus Sistemik (SLE/systemic lupus erythematosus)
Lupus yang kronis dapat menyebabkan peradangan pada banyak bagian tubuh, termasuk
kulit, persendian, ginjal, sel darah, jantung dan paru-paru.
2. Sindrom Goodpasture
Adalah gangguan imunologi pada paru-paru yang jarang dijumpai. Sindrom Goodpasture
menyebabkan perdarahan pada paru-paru dan glomerulonefritis.
3. Nefropati IgA
Ditandai dengan masuknya darah dalam urine secara berulang-ulang. Penyakit glomerulus
primer ini disebabkan oleh penumpukan imunoglobulin A (IgA) dalam glomerulus. Nefropati
IgA dapat muncul selama bertahun-tahun tanpa menampakkan gejala. Kelainan ini
tampaknya lebih sering terjadi pada pria dibandingkan pada wanita.

C. Vaskulitis
Adalah gangguan yang ditandai oleh kerusakan pembuluh darah karena peradangan,
pembuluh darah arteri maupun vena.
Jenis-jenis vaskulitis yang menyebabkan Glomerulonefritis antara lain:
1. Polyarteritis
Vaskulitis yang menyerang pembuluh darah kecil dan menengah di beberapa bagian tubuh
seperti, ginjal, hati, dan usus.
2. Granulomatosis Wegener.
Vaskulitis yang menyerang pembuluh darah kecil dan menengah pada paru-paru, saluran
udara bagian, atas dan ginjal

D. Kondisi yang cenderung menyebabkan luka pada glomerulus

 Tekanan darah tinggi.


Kerusakan ginjal dan kemampuannya dalam melakukan fungsi normal dapat berkurang
akibat tekanan darah tinggi. Sebaliknya, glomerulonefritis juga dapat menyebabkan tekanan
darah tinggi karena mengurangi fungsi ginjal.

 Penyakit diabetes ginjal.


Penyakit diabetes ginjal dapat mempengaruhi penderita diabetes. Nefropati diabetes biasanya
memakan waktu bertahun-tahun untuk bisa muncul. Pengaturan kadar gula darah dan tekanan
darah dapat mencegah atau memperlambat kerusakan ginjal.
Pada Glomerulonefritis Kronik :
Glomerulonefritis kronis kadang-kadang berkembang setelah serangan glomerulonefritis
akut. Pada beberapa orang tidak ada riwayat penyakit ginjal, sehingga indikasi pertama
glomerulonefritis kronis gagal ginjal kronis.Jarang, glomerulonefritis kronis berjalan dalam
keluarga. Satu mewarisi bentuk, sindrom Alport, mungkin juga melibatkan pendengaran atau
gangguan penglihatan.

3.4 Klasifikasi

Klasifikasi Keterangan
DISTRIBUSI
Difus Mengenai semua glomerulus; bentuk yang
paling sering terjadi menyebabkan gagal
ginjal kronik.
Fokal Hanya sebagian glomerulus yang abnormal.
Lokal Hanya sebagian rumbai glomerulus yang
abnormal, misalnya satu simpai kapiler.
BENTUK KLINIS
GLOMERULONEFRITIS
Akut Jenis gangguan klasik dan jinak yang hampir
selalu diawali oleh infeksi streptokokus dan
disertai endapan kompleks imun pada
membrane basalis glomerulus (GBM) dan
perubahan ploriferatif selular.
Subakut Bentuk glomerulonephritis yang progresif
cepat, ditandai dengan perubahan-perubahan
proliferative selular nyata yang merusak
glomerulus sehingga dapat mengakibatkan
kematian karena uremia dalam jangka waktu
beberapa bulan sejak timbulnya penyakit.
Kronik Glomerulonefritis progresif lambat yang
berjalan menuju perubahan sklerotik dan
obliteratif pada glomerulus; ginjal mengisut
dan kecil; kematian akibat uremia; seluruh
perjalanan penyakit berlangsung 2-40 tahun.
GAMBARAN HISTOLOGIK
Perubahan Minimal Disebut juga nefrosis lipoid atau penyakit
podosit. Glomerulus tampak normal atau
hampir normal pada mikroskop cahaya,
sedangkan pada mikroskop electron terlihat
adanya penyatuan podosit. Hanya bentuk GN
mayor yang tidak memperlihatkan
imunopatologi. Biasanya berwujud sebagai
syndrome nefrotik pada anak usia 1-5 tahun.
Berespon baik dengan terapi kortikosteroid.
Prognosis sangat baik.
Perubahan Proliferatif Endapan immunoglobulin, komplemen, dan
fibrin akan menyebabkan proliferasi sel-sel
endotel, mesangium dan epitel. Kemudian
mengakibatkan pembentukan sabit yang
dapat melingkari dan menyumbat rumbai
glomerulus dan itu merupakan tanda yang
bahaya. Sering ditemui pada GN progesif
cepat dan GN kronik yang sudah lanjut.
Nefropati IgA (Berger disease) dan nefropati
IgM juga dikelompokan dalam GN
proliferatif. Pemeriksaan mikroskop cahaya
GNMP memperlihatkan proliferasi sel
mesengial dan infiltrasi leukosit serta
akumulasi matrik ekstraseluler. Infiltrasi
makrofag ditemukan pada glomerulus dan
terjadi penebalan MBG serta double contour.
Pemeriksaan mikroskop IF ditemukan
endapan IgG, IgM dan C3 pada dinding
kapiler yang berbentuk granular.

Perubahan Membranosa Endapan epimembranosa dari bahan imun di


sepanjang GBM mengakibatkan GBM
menebal, tetapi hanya sedikit atau hampir
tidak ada peradangan atau proliferasi sel
meskipun lumen kapiler akhirnya akan
mengalami obliterasi. Lesi ini merupakan
lesi yang sering dijumpai pada orang dewasa
pasien sindrom nefrotik, berespons buruk
terhadap terapi kortikosteroid dan
imunosupresif. Prognosis pada umumnya
jelek dan perlahan-lahan berkembang
menjadi gagal ginjal. Perubahan membranosa
juga lazim terjadi pada penyakit-penyakit
nefritis sistemik seperti diabetes mellitus dan
lupus eritematosus sistemik (SLE).
Pemeriksaan mikroskop cahaya tidak
menunjukan kelainan berarti sedangkan pada
mikroskop IF ditemukan deposit IgG dan
komplemen C3 berbentuk granular pada
dinding kapiler glomerulus. Dengan
perwarnaan khusus tampak konfigurasi
spike-like pada MBG. Gambaran
histopatologi pada mikroskop cahaya, IF dan
elektron tergantung pada stadium
penyakitnya.
Perubahanan Membrano-Proliferatif Disebut juga GN Mesangiokapiler, lobular,
atau hipokomplementemik. Bahan kompleks
imun diendapkan antara GBM dan endotel
sehingga GBM menebal dan terjadi
proliferasi sel-sel mesangium, sehingga
glomerulus tampak berlobus atau seperti
“kumparan kawat” jika dilihat dengan
mikroskop cahaya. Ditandai dengan kadar
komplemen serum yang rendah, hematuria
dan sindrom nefrotik. Berespons buruk
terhadap terapi dan umumnya perlahan-lahan
berkembang menjadi gagal ginjal.
Glomerulonefritis Fokal Lesi proliferative atau sclerosis yang terjadi
secara acak di seluruh ginjal (fokal lawannya
difus) dan seringkali hanya mengenal
sebagian dari rumbai glomerulus (local).
Setidaknya terjadi pada sebagian perjalanan
penyakit SBE, SLE, Poliarteritis nodosa,
sindrom Goodpasture, dan purpusa. Kadang
terjadi GN fokal idiopatik pada anak.
Prognosis baik.

3.5 Patofisiologi
Sebenarnya bukan sterptokokus yang menyebabkan kerusakan pada ginjal. Diduga terdapat
suatu antibodi yang ditujukan terhadap suatu antigen khusus yang merupakan unsur membran
plasma sterptokokal spesifik. Terbentuk kompleks antigen-antibodi didalam darah dan
bersirkulasi kedalam glomerulus tempat kompleks tersebut secara mekanis terperangkap
dalam membran basalis.selanjutnya komplomen akan terfiksasi mengakibatkan lesi dan
peradangan yang menarik leukosit polimorfonuklear (PMN) dan trombosit menuju tempat
lesi. Fagositosis dan pelepasan enzim lisosom juga merusak endothel dan membran basalis
glomerulus (IGBM). Sebagai respon terhadap lesi yang terjadi, timbul proliferasi sel-sel
endotel yang diikuti sel-sel mesangium dan selanjutnya sel-sel epitel. Semakin meningkatnya
kebocoran kapiler gromelurus menyebabkan protein dan sel darah merah dapat keluar ke
dalam urine yang sedang dibentuk oleh ginjal, mengakibatkan proteinuria dan hematuria.
Kompleks komplomen antigen-antibodi ini yang terlihat sebagai nodul-nodul subepitel pada
mikroskop elektron dan sebagai bentuk granular dan berbungkah-bungkah pada mikroskop
imunofluoresensi, pada pemeriksaan cahaya glomerulus tampak membengkak dan
hiperseluler disertai invasi PMN.

Menurut penelitian yang dilakukan penyebab infeksi pada glomerulus akibat dari reaksi
hipersensivitas tipe III. Kompleks imun (antigen-antibodi yang timbul dari infeksi)
mengendap di membran basalis glomerulus. Aktivasi kpmplomen yang menyebabkan
destruksi pada membran basalis glomerulus.

Kompleks-kompleks ini mengakibatkan kompelen yang dianggap merupakan mediator utama


pada cedera. Saat sirkulasi melalui glomerulus, kompleks-kompleks ini dapat tersebar dalam
mesangium, dilokalisir pada subendotel membran basalis glomerulus sendiri, atau menembus
membran basalis dan terperangkap pada sisi epitel. Baik antigen atau antibodi dalam
kompleks ini tidak mempunyai hubungan imunologis dengan komponen glomerulus. Pada
pemeriksaan mikroskop elektron cedera kompleks imun, ditemukan endapan-endapan
terpisah atau gumpalan karateristik paa mesangium, subendotel, dan epimembranosa. Dengan
miskroskop imunofluoresensi terlihat pula pola nodular atau granular serupa, dan molekul
antibodi seperti IgG, IgM atau IgA serta komponen-komponen komplomen seperti C3,C4 dan
C2 sering dapat diidentifikasi dalam endapan-endapan ini. Antigen spesifik yang dilawan
oleh imunoglobulin ini terkadang dapat diidentifikasi.12,13

Hipotesis lain yang sering disebut adalah neuraminidase yang dihasilkan oleh Streptokokus,
merubah IgG menjadi autoantigenic. Akibatnya, terbentuk autoantibodi terhadap IgG yang
telah berubah tersebut. Selanjutnya terbentuk komplek imun dalam sirkulasi darah yang
kemudian mengendap di ginjal.7

Streptokinase yang merupakan sekret protein, diduga juga berperan pada terjadinya GNAPS.
Sreptokinase mempunyai kemampuan merubah plaminogen menjadi plasmin. Plasmin ini
diduga dapat mengaktifkan sistem komplemen sehingga terjadi cascade dari sistem
komplemen.

Pola respon jaringan tergantung pada tempat deposit dan jumlah kompleks yang dideposit.
Bila terutama pada mesangium, respon mungkin minimal, atau dapat terjadi perubahan
mesangiopatik berupa ploriferasi sel-sel mesangial dan matrik yang dapt meluas diantara sel-
sel endotel dan membran basalis,serta menghambat fungsi filtrasi simpai kapiler. Jika
kompleks terutama terletak subendotel atau subepitel, maka respon cenderung berupa
glomerulonefritis difusa, seringkali dengan pembentukan sabit epitel. Pada kasus penimbunan
kronik komplek imun subepitel, maka respon peradangan dan proliferasi menjadi kurang
nyata, dan membran basalis glomerulus berangsur- angsur menebal dengan masuknya
kompleks-kompleks ke dalam membran basalis baru yang dibentuk pada sisi epitel.

Jumlah antigen pada beberapa penyakit deposit kompleks imun terbatas, misal antigen bakteri
dapat dimusnahkan dengan mekanisme pertahanan penjamu atau dengan terapi spesifik. Pada
keadaan demikian, deposit kompleks-kompleks imun dalam glomerulus terbatas dan
kerusakan dapat ringan danberlangsung singkat, seperti pada glomerulonefritis akut post
steroptokokus.

3.6 Manifestasi Klinis


Infeksi Streptokokus
Riwayat klasik didahului (10-14 hari) oleh faringitis, tonsilitis atau infeksi kulit (impetigo).
Data-data epidemiologi membuktikan, bahwa prevalensi glomerulonefritis meningkat
mencapai 30% dari suatu epidemi infeksi saluran nafas. Insiden glomerulonefritis akut pasca
impetigo relatif rendah, sekitar 5-10%.

Gejala-gejala umum

Glomerulonefritis akut pasca streptokok tidak memberikan keluhan dan ciri khusus. Keluhan-
keluhan seperti anoreksia, lemah badan, tidak jarang disertai panas badan, dapat ditemukan
pada setiap penyakit infeksi.

Keluhan saluran kemih

Hematuria makroskopis (gross) sering ditemukan, hampir 40% dari semua pasien. Hematuria
ini tidak jarang disertai keluhan-keluhan seperti infeksi saluran kemih bawah walaupun tidak
terbukti secara bakteriologis. Oligouria atau anuria merupakan tanda prognosis buruk pada
pasien dewasa.

Hipertensi

Hipertensi terjadi karena :

a. Gangguan keseimbangan natrium (sodium homeostasis). Gangguan keseimbangan


natrium ini memegang peranan dalam genesis hipertensi ringan dan sedang.
b. Peranan sistem renin-angiotensin-aldosteron biasanya pada hipertensi berat.
Hipertensi dapat dikendalikan dengan obat-obatan yang dapat menurunkan
konsentrasi renin, atau tindakan nefrektomi.
c. Substansi renal medullary hypotensive factors, diduga prostaglandin. Penurunan
konsentrasi dari zat ini menyebabkan hipertensi

Hipertensi sistolik dan atau diastolik sering ditemukan hampir pada semua pasien. Hipertensi
biasanya ringan atau sedang, dan kembali normotensi setelah terdapat diuresis tanpa
pemberian obat-obatan antihipertensi. Hipertensi berat dengan atau tanpa ensefalopati hanya
dijumpai pada kira-kira 5-10% dari semua pasien.

Edema dan bendungan paru akut

Mekanisme retensi natrium dan edema pada glomerulonefritis tanpa penurunan tekanan
onkotik plasma. Hal ini berbeda dengan mekanisme edema pada sindrom nefrotik.
Penurunan faal ginjal yaitu laju filtrasi glomerulus (LGF) tidak diketahui sebabnya, mungkin
akibat kelainan histopatologis (pembengkakan sel-sel endotel, proliferasi sel mesangium,
oklusi kapiler-kaliper) glomeruli. Penurunan faal ginjal LFG ini menyebabkan penurunan
ekskresi natrium Na+ (natriuresis), akhirnya terjadi retensi natrium Na+. Keadaan retensi
natrium Na+ ini diperberat oleh pemasukan garam natrium dari diet. Retensi natrium Na+
disertai air menyebabkan dilusi plasma, kenaikan volume plasma, ekspansi volume cairan
ekstraseluler, dan akhirnya terjadi edema

Hampir semua pasien dengan riwayat edema pada kelopak mata atau pergelangan kaki
bawah, timbul pagi hari dan hilang siang hari. Bila perjalanan penyakit berat dan progresif,
edema ini akan menetap atau persisten, tidak jarang disertai dengan asites dan efusi rongga
pleura.

3.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding


Diagnosis:
Diagnosis glomerulonefritis akut pascastreptokok perlu dicurigai pada pasien dengan gejalan
klinis berupa hematuria nyata yang timbul mendadak, sembab dan gagal ginjal akut setelah
infeksi streptokokus. Tanda glomerulonefritis yang khas pada urinalisis, bukti adanya infeksi
streptokokus secara laboratoris dan rendahnya kadar komplemen C3 mendukung bukti untuk
menegakkan diagnosis. Tetapi beberapa keadaan lain dapat menyerupai
glomerulonefritis akut pascastreptokok pada awal penyakit, yaitu nefropati-IgA dan
glomerulonefritis kronik. Anak dengan nefropati-IgA sering menunjukkan gejala hematuria
nyata mendadak segera setelah infeksi saluran napas atas seperti glomerulonefritis akut
pascastreptokok, tetapi hematuria makroskopik pada nefropati-IgA terjadi bersamaan pada
saat faringitis (synpharyngetic hematuria), sementara pada glomerulonefritis akut
pascastreptokok hematuria timbul 10 hari setelah faringitas; sedangkan hipertensi dan sembab
jarang tampak pada nefropati-IgA.

Glomerulonefritis kronik lain juga menunjukkan gambaran klinis berupa hematuria


makroskopis akut, sembab, hipertensi dan gagal ginjal. Beberapa glomerulonefritis kronik
yang menunjukkan gejala tersebut adalah glomerulonefritis membranoproliferatif, nefritis
lupus, dan glomerulonefritis proliferatif kresentik. Perbedaan dengan glomerulonefritis akut
pascastreptokok sulit diketahui pada awal sakit.
Pada glomerulonefritis akut pascastreptokok perjalanan penyakitnya cepat membaik
(hipertensi, sembab dan gagal ginjal akan cepat pulih) sindrom nefrotik dan
proteinuria masih lebih jarang terlihat pada glomerulonefritis akut pascastreptokok
dibandingkan pada glomerulonefritis kronik. Pola kadar komplemen C3 serum selama tindak
lanjut merupakan tanda (marker) yang penting untuk membedakan glomerulonefritis akut
pascastreptokok dengan glomerulonefritis kronik yang lain. Kadar komplemen C3 serum
kembali normal dalam waktu 6-8 minggu pada glomerulonefritis akut pascastreptokok
sedangkan pada glomerulonefritis yang lain jauh lebih lama.kadar awal C3 < 50 mg/dl
sedangkan kadar ASTO > 100 kesatuan Todd.
Eksaserbasi hematuria makroskopis sering terlihat pada glomerulonefritis kronik akibat
infeksi karena streptokok dari strain non-nefritogenik lain, terutama pada glomerulonefritis
membranoproliferatif. Pasien glomerulonefritis akut pascastreptokok tidak perlu dilakukan
biopsi ginjal untuk menegakkan diagnosis; tetapi bila tidak terjadi perbaikan fungsi ginjal dan
terdapat tanda sindrom nefrotik yang menetap atau memburuk, biopsi merupakan indikasi.
(Price et.al, 1995; IKA-UI, 1997; IPD-UI, 2007)
Anamnesis
 Apakah ada riwayat glomerulonefritis dalam keluarga pasien?
 Apakah pasien dalam riwayat sebelumnya pernah mengalami infeksi bakteri,
khususnya streptococcus?
 Apakah sebelumnya pasien pernah mengkonsumsi OAINS, preparat emas,
heroin, ataupun imunosupresif?
 Apakah pasien sedang menderita kasus-kasus keganasan, seperti karsinoma paru,
gastrointestinal, ginjal, ataupun limfoma?
 Apakah pasien pernah mengalami penyakit multisistem?
 Apakah terdapat edema tungkai atau pun kelopak mata?
(IPD-UI)

Pemeriksaan Fisik
Pada pasien glomerulonefritis akut sangat dianjurkan untuk melakukan pengukuran berat dan
tinggi badan, tekanan darah, adanya sembab atau asites. Melakukan pemeriksaan
kemungkinan adanya penyakit sistemik yang berhubungan dengan kelainan ginjal seperti
atritis, ruam kulit, gangguan kardiovaskular, paru dan system syaraf pusat.
Selama fase akut terdapat vasokonstriksi arteriola glomerulus yang mengakibatkan tekanan
filtrasi menjadi kurang dan karena hal ini kecepatan filtrasi glomerulus juga berkurang.
Filtrasi air, garam, ureum dan zat-zat lainnya berkurang dan sebagai akibatnya kadar ureum
dan kreatinin dalam darah meningkat. Fungsi tubulus relative kurang terganggu, ion natrium
dan air diresorbsi kembali sehingga diuresis berkurang (timbul oliguria dan anuria) dan
ekskresi natrium juga berkurang. Ureum diresorbsi kembali lebih dari pada biasanya,
sehingga terjadi insufiensi ginjal akut dengan uremia, hiperfosfatemia, hidrema dan asidosis
metabolik.

(Price et.al, 1995; IKA-UI, 1997; IPD-UI, 2007; Donna J.Lager, 2009)

Pemeriksaan Laboratorium
Urinalisa menunjukkan adanya proteinuria (+1 sampai +4), hematuria makroskopik
ditemukan hampir pada 50% penderita, kelainan sedimen urine dengan eritrosit disformik,
leukosituria serta torak selulet, granular, eritrosit (++), albumin (+), silinder lekosit (+) dan
lain-lain. Kadang-kadang kadar ureum dan kreatinin serum meningkat dengan tanda gagal
ginjal seperti hiperkalemia, asidosis, hiperfosfatemia dan hipokalsemia. Kadang-kadang
tampak adanya proteinuria masif dengan gejala sindroma nefrotik. Komplomen hemolitik
total serum (total hemolytic comploment) dan C3 rendah pada hampir semua pasien dalam
minggu pertama, tetapi C4 normal atau hanya menurun sedikit, sedangkan kadar properdin
menurun pada 50% pasien. Keadaan tersebut menunjukkan aktivasi jalur alternatif
komplomen.
Penurunan C3 sangat mencolok pada pasien glomerulonefritis akut pascastreptokokus dengan
kadar antara 20-40 mg/dl (harga normal 50-140 mg.dl). Penurunan C3 tidak berhubungan
dengann parahnya penyakit dan kesembuhan. Kadar komplomen akan mencapai kadar
normal kembali dalam waktu 6-8 minggu. Pengamatan itu memastikan diagnosa, karena pada
glomerulonefritis yang lain yang juga menunjukkan penuruanan kadar C3, ternyata
berlangsung lebih lama.
Adanya infeksi sterptokokus harus dicari dengan melakukan biakan tenggorok dan kulit.
Biakan mungkin negatif apabila telah diberi antimikroba. Beberapa uji serologis terhadap
antigen sterptokokus dapat dipakai untuk membuktikan adanya infeksi, antara lain
antisterptozim, ASTO, antihialuronidase, dan anti Dnase B. Skrining antisterptozim cukup
bermanfaat oleh karena mampu mengukur antibodi terhadap beberapa antigen sterptokokus.
Titer anti sterptolisin O mungkin meningkat pada 75-80% pasien dengan GNAPS dengan
faringitis, meskipun beberapa starin sterptokokus tidak memproduksi sterptolisin O.sebaiknya
serum diuji terhadap lebih dari satu antigen sterptokokus. Bila semua uji serologis dilakukan,
lebih dari 90% kasus menunjukkan adanya infeksi sterptokokus. Titer ASTO meningkat pada
hanya 50% kasus, tetapi antihialuronidase atau antibodi yang lain terhadap antigen
sterptokokus biasanya positif. Pada awal penyakit titer antibodi sterptokokus belum
meningkat, hingga sebaiknya uji titer dilakukan secara seri. Kenaikan titer 2-3 kali berarti
adanya infeksi.
Krioglobulin juga ditemukan GNAPS dan mengandung IgG, IgM dan C3. kompleks imun
bersirkulasi juga ditemukan. Tetapi uji tersebut tidak mempunyai nilai diagnostik dan tidak
perlu dilakukan secara rutin pada tatalaksana pasien.
(Price et.al, 1995; IKA-UI, 1997; IPD-UI, 2007; Donna J.Lager, 2009)

Pemeriksaan Patologi Anatomi


Makroskopis ginjal tampak agak membesar, pucat dan terdapat titik-titik perdarahan pada
korteks. Mikroskopis tampak hampir semua glomerulus terkena, sehingga dapat disebut
glomerulonefritis difus.
Tampak proliferasi sel endotel glomerulus yang keras sehingga mengakibatkan lumen kapiler
dan ruang simpai Bowman menutup. Di samping itu terdapat pula infiltrasi sel epitel kapsul,
infiltrasi sel polimorfonukleus dan monosit. Pada pemeriksaan mikroskop elektron akan
tampak membrana basalis menebal tidak teratur. Terdapat gumpalan humps di subepitelium
yang mungkin dibentuk oleh globulin-gama, komplemen dan antigen Streptococcus.
Histopatologi gelomerulonefritis dengan mikroskop cahaya pembesaran 20x

Keterangan Gambar:
Gambar diambil dengan menggunakan mikroskop cahaya (hematosylin dan eosin
dengan pembesaran 25x). Gambar menunjukkan pembearan glomerular yang
membuat pembesaran ruang urinary dan hiperselluler. Hiperselluler terjadi karnea
proliferasi dari sel endogen dan infiltasi lekosit PMN.

Histopatologi glomerulonefritis dengan mikroskop cahaya pembesaran 40x

Histopatologi glomerulonefritis dengan mikroskop elektron

Keterangan Gambar:
Gambar diambil dengan menggunakan mikroskop electron. Gambar menunjukjan
proliferadi dari sel endothel dan sel mesangial juga infiltrasi lekosit yang bergabung
dnegan deposit electron di subephitelia.(lihat tanda panah)

Histopatologi glomerulonefritis dengan immunofluoresensi

Keterangan Gambar :
Gambar diambil dengan menggunakan mikroskop immunofluoresensi dengan
pembesaran 25x. Gambar menunjukkan adanya deposit immunoglobulin G (IgG)
sepanjang membran basalis dan mesangium dengan gambaran ”starry sky
appearence”.

Pemeriksaan Lain-lain
 USG ginjal
 Biopsi, tidak diperlukan apabila ukuran ginjal < 9 cm

Diagnosis Banding:
1. MPGN

Glomerulonefritis Mesangiocapillary atau membranoproliferatif (MPGN) mungkin memiliki


penyajian yang hampir identik dengan glomerulonefritis akut poststreptococcal. Manifestasi
awal seringkali lebih serius pada orang dengan MPGN dibandingkan pada mereka dengan
nefropati IgA, fungsi ginjal berkurang secara nyata (yaitu, ketinggian besar kreatinin serum)
2. Berger disease ( IgA nefropati)

Berger disease atau IgA nefropati biasanya muncul sebagai sebuah episode dari gross
hematuria yang terjadi selama tahap awal penyakit pernapasan, tidak ada periode laten
terjadi, dan hipertensi atau edema jarang terjadi.Episode berulang gross hematuria, terkait
dengan penyakit pernapasan, diikuti dengan hematuria mikroskopis gigih, sangat sugestif
nefropati IgA. Sebaliknya, glomerulonefritis akut poststreptococcal biasanya tidak kambuh,
dan episode kedua jarang terjadi.

3. IgA associated glomerulonephritis (Henoch-Schönlein purpura nephritis)

Dalam kasus atipikal ditemukan banyak kesamaan denga APSGN. Semua manifestasi klinis
APSGN telah dilaporkan pada orang dengan Henoch Schonlein-nefritis purpura, meskipun
hipertensi dan edema yang signifikan ditemukan kurang umum pada individu dengan Henoch
Schonlein purpura-dibandingkan pada mereka dengan APSGN. Selain itu, bukti dari penyakit
streptokokus sebelumnya biasanya kurang pada individu dengan Henoch Schonlein-nefritis
purpura, dan nilai-nilai komplemen (C3 dan / atau C4) biasanya normal.

3.8 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium:
a) Darah (complete blood count)
 Titer ASTO meningkat
Bila ditemukan kenaikan ≥250 U. Peningkatan ini dimulai pada minggu 1-3, puncak
pada 3-5 minggu, dan kembali normal dalam 6 bulan. Pada pasien dengan infeksi
kulit, anti-DNase B (ADB) titer lebih sensitif dibandingkan titer ASO untuk
infeksi Streptococcus .
 Kadar komplemen ( C3) turun,C4 dan C5 normal
Turun pada 2 minggu pertama masa sakit,dan kembali normal lagi 6-8 minggu
kemudian.
 Kadar nitrogen ureum darah (BUN) dan kreatinin plasma meningkat.
Kreatinin merupakan zat hasil metabolisme otot yang diekskresikan lewat urin
melalui proses filtrasi glomerulus. Kadar normal kreatinin serum 0.7-1.5 mg/100ml.
Kadar BUN normal 20mg/100ml. Keadaan meningkatnya kadar BUN dan kreatinin
disebut azotemia
 LED cepat
Menunjukkan adanya infeksi saluran kemih
 Lekositosis
Menunjukkan adanya infeksi
 Anemia normokrom normositik
Adanya anemia yang diakibatkan bocornya glomerulus,penurunan eritropoietin dan
tidak adanya gangguan keseimbangan as.folat,b12 dan besi
 Kadar Albumin plasma menurun
Menunjukkan adanya kebocoran yang terjadi di glomerulus sehingga albumin banyak
yang diekskresikan bersama urin.
 Gangguan ekskresi kalium, air bebas, dan hasil asam dalam hiperkalemia,
hiponatremia, dan rendah kadar bikarbonat serum, masing-masing.
 Gangguan hasil produksi hormon vitamin D-3 di hypocalcemia, hiperfosfatemia,
dan tingkat tinggi hormon paratiroid

b) Biopsi Ginjal
Prosedur ini melibatkan penggunaan jarum khusus untuk mengekstrak potongan-potongan
kecil jaringan ginjal untuk pemeriksaan mikroskopis untuk membantu menentukan penyebab
dari peradangan,derajat penyakit dan proses keparahan inflamasi.

c) Urinalisis (menggunakan urine 24 jam)

 Proteinuria (<1g/dl)
Protein normal di urin <10mg/dL atau <100mg/hari yang terdiri dari albumin dan
tamm-horsfall(protein tubulus). Uji yang digunakan ada 2,pertama dengan
menggunakan uji strip reagent(dipstick) yaitu dengan menggunakan carik celup
dengan membandingkan warna pada label yang nilainya 0-4+.
Tingkatan dipstick Konsentrasi protein(mg/dl)
0 0-5
Samar 5-20
1+ 30
2+ 100
3+ 300
4+ 1000

Kedua dengan cara konvensional menggunakan metode presipitasi (panas dan asam)
dengan asam sulfosalisilat dan asam asetat.
 Hematuria setiap berkemih
eritrosit normal di urin 0-1/lpb. Uji dipstick untuk mengetahui adanya darah samar.
Bila hasilnya positif maka dilakukan uji mikroskopis urine.
 BJ meningkat
Diukur dengan kapasitas pengapungan hidrometer dan urinometer dalam suatu
silinder urine. BJ norma 1003-1030. Cara ini tergantung dengan besarnya berat dan
jumlah partikel terlarut. Menunjukkan adanya proteinuria
 Silinder : eritrosit, granula dan lilin
Normal silinder di urin 0-2/lpk. Merupakan cetakan protein yang dibentuk di tubulus
con.distal dan ductus coligens
 Sedimen : jumlah eritrosit, leokosit, epithel tubulus renal meningkat

d) Kultur darah dan kultur jaringan


Kultur darah diindikasikan pada pasien dengan demam, imunosupresi, intravena (IV) sejarah
penggunaan narkoba, shunts berdiamnya, atau kateter. Kultur darah dapat menunjukkan
hipertrigliseridemia, penurunan laju filtrasi glomerulus, atau anemia.
Kultur dari tenggorokan dan lesi kulit untuk menyingkirkan spesies Streptococcus dapat
diperoleh.
e) Radiografi
Radiografi dada diperlukan pada pasien dengan batuk, dengan atau tanpa hemoptysis
(misalnya, Wegener granulomatosis, sindrom Goodpasture, kongesti paru). Pencitraan
radiografi perut (yaitu, computed tomography [CT]) diperlukan jika abses viseral diduga;
juga mencari abses dada.

CT scan kepala tanpa kontras mungkin diperlukan dalam setiap pasien dengan hipertensi
ganas atau perubahan status mental.

Ultrasonografi ginjal samping tempat tidur mungkin tepat untuk mengevaluasi ukuran ginjal,
serta untuk menilai echogenicity dari korteks ginjal, mengecualikan obstruksi, dan
menentukan tingkat fibrosis. Sebuah ukuran ginjal kurang dari 9 cm adalah sugestif dari
jaringan parut yang luas dan rendah dan kemungkinan reversibilitas.

Echocardiography dapat dilakukan pada pasien dengan murmur jantung baru atau kultur
darah positif untuk menyingkirkan endokarditis atau efusi perikardial.

3.9 Tatalaksana
Tidak ada pengobatan yang khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan di
glomerulus.

1. Istirahat mutlak selama 3-4 minggu. Dulu dianjurkan istirahat mutlah selama 6-8
minggu untuk memberi kesempatan pada ginjal untuk menyembuh. Tetapi
penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa mobilisasi penderita sesudah 3-4 minggu
dari mulai timbulnya penyakit tidak berakibat buruk terhadap perjalanan penyakitnya.

2. Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika ini tidak mempengaruhi
beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi menyebarnya infeksi
Streptococcus yang mungkin masih ada. Pemberian penisilin ini dianjurkan hanya
untuk 10 hari, sedangkan pemberian profilaksis yang lama sesudah nefritisnya
sembuh terhadap kuman penyebab tidak dianjurkan karena terdapat imunitas yang
menetap. Secara teoritis seorang anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman nefritogen
lain, tetapi kemungkinan ini sangat kecil sekali. Pemberian penisilin dapat
dikombinasi dengan amoksislin 50 mg/kg BB dibagi 3 dosis selama 10 hari. Jika
alergi terhadap golongan penisilin, diganti dengan eritromisin 30 mg/kg BB/hari
dibagi 3 dosis.
3. Makanan. Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1 g/kgbb/hari) dan
rendah garam (1 g/hari). Makanan lunak diberikan pada penderita dengan suhu tinggi
dan makanan biasa bila suhu telah normal kembali. Bila ada anuria atau muntah,
maka diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10%. Pada penderita tanpa komplikasi
pemberian cairan disesuaikan dengan kebutuhan, sedangkan bila ada komplikasi
seperti gagal jantung, edema, hipertensi dan oliguria, maka jumlah cairan yang
diberikan harus dibatasi.

4. Pengobatan terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi, pemberian sedativa


untuk menenangkan penderita sehingga dapat cukup beristirahat. Pada hipertensi
dengan gejala serebral diberikan reserpin dan hidralazin. Mula-mula diberikan
reserpin sebanyak 0,07 mg/kgbb secara intramuskular. Bila terjadi diuresis 5-10 jam
kemudian, maka selanjutnya reserpin diberikan peroral dengan dosis rumat, 0,03
mg/kgbb/hari. Magnesium sulfat parenteral tidak dianjurkan lagi karena memberi efek
toksis.

5. Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus dikeluarkan dari dalam
darah dengan beberapa cara misalnya dialisis pertonium, hemodialisis, bilasan
lambung dan usus (tindakan ini kurang efektif, tranfusi tukar). Bila prosedur di atas
tidak dapat dilakukan oleh karena kesulitan teknis, maka pengeluaran darah vena pun
dapat dikerjakan dan adakalanya menolong juga.

6. diurektikum dulu tidak diberikan pada glomerulonefritis akut, tetapi akhir-akhir ini
pemberian furosemid (Lasix) secara intravena (1 mg/kgbb/kali) dalam 5-10 menit
tidak berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus.

7. Bila timbul gagal jantung, maka diberikan digitalis, sedativa dan oksigen.

Bila sudah terjadi komplikasi, merupakan keadaan gawat darurat


 Diuretik : furesemid (40 – 80 mg) / 6 jam
 Antihipertensi
 Morfin utk edema paru akut
 Dialisis bila terjadi asidosis metabolik

Terapi suportif :
 Keseimbangan cairan
cairan masuk = 500 cc + cairan keluar
 Diet : 40 kal/kg bb/hari, rendah garam (< 5 gr / hari), protein 0,8 gr / kg bb / hari)

Pengontrol tekanan dan proteinuria dengan penghambat enzim konversi angiotensin


(angiotensin converting inhibitor, ACE-i) atau antagonis reseptor angiotensin II (angiotensin
II receptor antagonists, AIIRA).

3.10 Komplikasi
 Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagia akibat
berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut dengan
uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia dan hidremia. Walau aliguria atau anuria yang
lama jarang terdapat pada anak, namun bila hal ini terjadi maka dialisis peritoneum
kadang-kadang di perlukan.
 Ensefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena hipertensi. Terdapat
gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-kejang. Ini
disebabkan spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak.
 Gangguan sirkulasi berupa dispne, ortopne, terdapatnya ronki basah, pembesaran
jantung dan meningginya tekanand arah yang bukan saja disebabkan spasme
pembuluh darah, melainkan juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma.
Jantung dapat memberas dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan
kelainan di miokardium.
 Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia di samping sintesis eritropoetik
yang menurun.

3.11 Pencegahan
Tidak ada cara untuk mencegah kebanyakan bentuk glomerulonefritis.Namun, berikut adalah
beberapa langkah yang mungkin bermanfaat:

 Mencari pengobatan yang tepat dari infeksi tenggorokan menyebabkan sakit


tenggorokan atau impetigo.

 Untuk mencegah infeksi yang dapat menyebabkan beberapa bentuk glomerulonefritis,


seperti HIV dan hepatitis, ikuti aman-seks pedoman dan menghindari penggunaan
narkoba suntikan.

 Kontrol tekanan darah Anda, yang mengurangi kemungkinan kerusakan ginjal dari
hipertensi.

 Kontrol gula darah anda untuk membantu mencegah nefropati diabetes.

3.12 Prognosis

Sebagian besar pasien akan sembuh, tetapi 5% di antaranya mengalami perjalanan penyakit
yang memburuk dengan cepat pembentukan kresen pada epitel glomerulus. Diuresis akan
menjadi normal kembali pada hari ke 7-10 setelah awal penyakit, dengan menghilangnya
sembab dan secara bertahap tekanan darah menjadi normal kembali. Fungsi ginjal (ureum,
kreatinin) membaik dalam 1 minggu dan menjadi normal dalam waktu 3-4 minggu.
Komplemen serum menjadi normal dalam waktu 6-8 minggu. Tetapi kelainan sedimen urin
akan tetap terlihat selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun pada sebagian besar pasien.

Beberapa penelitian lain menunjukkan adanya perubahan histologis penyakit ginjal yang
secara cepat terjadi pada orang dewasa. Selama komplemen C3 belum pulih dan hematuria
mikroskopis belum menghilang, pasien hendaknya diikuti secara seksama oleh karena masih
ada kemungkinan terjadinya pembentukan glomerulosklerosis kresentik ekstra-kapiler dan
gagal ginjal kronik.

L.I 4. Memahami dan Menjelaskan Kenajisan Urin dan Darah Dalam Pandangan Islam
Thaharah atau bersuci adalah membersihkan diri dari hadats, kotoran, dan najis dengan cara
yang telah ditentukan, Firman Allah swt. Dalam surat Al-Baqarah: 222
ْ
‫ال ُمته ه‬
‫ط ِه ِرينه هوي ُِحب التوا ِبينه ي ُِحب ّللاه ِإن‬

Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang
mensucikan diri.

Macam-macam Thaharah
Thaharah terbagi dalam 2 bagian :

a. Suci dari hadats ialah bersuci dari hadats kecil yang dilakukan dengan wudhu atau
tayamum, dan bersuci dari hadats besar yang dilakukan dengan mandi.

Macam – macam Hadats dibagi 2 :


- Hadats besar ialah keadaan seseorang tidak suci dan supaya ia menjadi suci, maka ia
harus mandi atau jika tidak ada air dengan tayamum. Hal – hal yang menyebabkan
seseorang berhadats besar ialah :
- Bersetubuh baik keluar mani ataupun tidak.
- Keluar mani, baik karena bermimpi atu sebab lain.
- Meninggal dunia
- Haid, nifas, dan wiladah

- Hadats kecil adalah keadaan seseorang tidak suci dan supaya ia menjadi suci maka ia
harus wudhu atau jika tidak ada air dengan tayamum. Hal – hal yang menyebabkan
seseorang berhadats kecil ialah :
- Karena keluar sesuatu dari dua lubang yaitu qubul dan dubur
- Karena hilang akalnya disebabkan mabuk, gila atau sebab lain seperti tidur
- Karena persentuhan antara kulit laki – laki dan perempuan yang bukan mahramnya
tanpa batas yang menghalanginya. Karena menyentuh kemaluan.

b. Suci dari najis ialah membersihkan badan, pakaian dan tempat dengan menghilangkan
najis dengan air.

Najis terbagi menjadi 3, yaitu :

a. Najis mughallazhah (berat/besar), yaitu najis yang disebabkan sentuhan atau jilatan
anjing dan babi. Cara menyucikannya ialah dibasuh 7x dengan air dan salah satunya
dengan tanah.

b. Najis mukhaffafah (ringan), yaitu najis air seni anak laki – laki yang belum makan atau
minum apa – apa selain ASI. Cara menyucikannya dipercikkan air sedangkan air seni
anak perempuan harus dibasuh dengan air yang mengalir hingga hilang zat atau
sifatnya.

c. Najis mutawassithah (pertengahan), yaitu najis yang ditimbulkan dari air kencing,
kotoran manusia, darah,dan nanah. Cara menyucikkannya dibasuh dengan air di tempat
yang terkena najis sampai hilang warna, rasa, dan baunya.

Anda mungkin juga menyukai