Refer at Pneumonia A Nak
Refer at Pneumonia A Nak
PENDAHULUAN
pneumonia antara lain jenis lantai (OR=3,21), kondisi lantai (OR=1,97), dan ventilasi
intrinsik seperti status gizi (p=0,002), imunisasi lengkap (p=0,004) dan riwayat BBLR
penulis merasa perlu membuat referat tentang pneumonia pada anak untuk
penatalaksanaannya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Pneumonia adalah infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru
(alveoli) dan mempunyai gejala batuk, sesak nafas, ronki, dan infiltrat pada
foto rontgen. Terjadinya pneumonia pada anak sering kali bersamaan dengan
terjadinya proses infeksi akut disebut bronkopneumonia. Dalam pelaksanaan
pengendalian penyakit ISPA semua bentuk pneumonia (baik pneumonia
maupun bronkopneumonia), disebut “Pneumonia” saja.
2.2. Epidemiologi
Pneumonia merupakan penyebab kematian balita ke-2 di Indonesia
setelah diare. Jumlah penderita pneumonia di Indonesia pada tahun 2013
berkisar antara 23%-27% dan kematian akibat pneumonia sebesar 1,19%
(Kemenkes RI, 2014). Data 10 besar penyakit terbanyak pada pasien rawat
jalan Rumah Sakit di Indonesia tahun 2009, menempatkan infeksi saluran
napas bagian atas pada urutan pertama dengan total kasus sebanyak 488.794.
Pneumonia merupakan salah satu penyebab tertinggi kematian balita di
dunia maupun di Indonesia. Menurut laporan UNICEF tahun 2013, pneumonia
membunuh lebih dari 3.000 anak balita setiap harinya di tahun 2012 yang
berarti pneumonia adalah pembunuh terbesar balita dan merupakan penyebab
kematian utama penyakit infeksi pada balita. Pneumonia juga tercatat
menyumbang 17% dari seluruh kematian balita, sebagian diantaranya kurang
dari 2 tahun. Pada tahun 2015, berdasarkan data yang dirilis oleh Direktorat
Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Ditjen P2PL)
Kemenkes RI, diperkirakan sekitar 16% (944.000) dari seluruh kematian balita
(5,9 juta) di dunia diakibatkan penyakit pneumonia. Sedangkan pada tahun
2016 berdasarkan laporan WHO, angka kematian akibat Pneumonia di seluruh
dunia pada anak dengan usia di bawah 5 tahun adalah sebesar 15%.
2.3. Etiologi
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai agen infeksius, termasuk virus
bakteri dan jamur. Yang tersering adalah:
Streptococcus pneumoniae merupakan bakteri penyebab pneumonia
yang tersering pada anak.
Haemophilus influenzae type b (Hib) merupakan bakteri tersering
setelah Streptococcus pneumoniae
Respiratory syncytial virus (RSV) merupakan golongan virus yang
paling sering menyebabkan pneumonia
Pada anak dengan HIV, Pneumocystis jiroveci adalah penyebab
tersering yang meyebabkan pneumonia, dan bertanggung terhadap
kematian penderita pneumonia dengan HIV pada anak, paling tidak
setengah dari seluruh penderita.
Bakteri dan virus tersebut biasanya menyebar melalui hidung atau
tenggorok anak, kemudian dapat menginfeksi paru-paru saat mereka
terhirup. Bakteri dan virus tersebut juga dapat menyebar melalui droplet
udara, terutama selama atau setelah kelahiran.
Beberapa bakteri dan virus yang merupakan penyebab tersering
berdasarkan usia:
2.5. Patofisiologi
Proses patogenesis pneumonia terkait 3 faktor yaitu keadaan (imunitas)
inang, mikroorganisme yang menyerang pasien dan lingkungan yang
berinteraksi satu sama lain. Interaksi ini akan menentukan klasifikasi dan
bentuk manifestasi dari pneumonia, berat ringannya penyakit, diagnosis
empirik, rencana terapi seara empiris serta prognosis dari pasien.
Di antara semua pneumonia bakteri, patogenesis dari pneumonia akibat
dari bakteri pneumokokus merupakan yang paling banyak diselidiki.
Pneumokokus umumnya mencapai alveoli lewat percikan mukus atau saliva.
Lobus bagian bawah paru-paru paling sering terkena karena efek gravitasi.
Setelah mencapai alveoli, maka pneumokokus menimbulkan respon yang khas
terdiri dari 4 tahap yang berurutan :
1. Kongesti (24 jam pertama) : Merupakan stadium pertama, eksudat yang
kaya protein keluar masuk ke dalam alveolar melalui pembuluh darah yang
berdilatasi dan bocor, disertai kongesti vena. Paru menjadi berat,
edematosa dan berwarna merah.
2. Hepatisasi merah (48 jam berikutnya) : Terjadi pada stadium kedua, yang
berakhir setelah beberapa hari. Ditemukan akumulasi yang masif dalam
ruang alveolar, bersama-sama dengan limfosit dan magkrofag. Banyak sel
darah merah juga dikeluarkan dari kapiler yang meregang. Pleura yang
menutupi diselimuti eksudat fibrinosa, paru-paru tampak berwarna
kemerahan, padat tanpa mengandung udara, disertai konsistensi mirip hati
yang masih segar dan bergranula (hepatisasi = seperti hepar).
3. Hepatisasi kelabu (3-8 hari) : Pada stadium ketiga menunjukkan akumulasi
fibrin yang berlanjut disertai penghancuran sel darah putih dan sel darah
merah. Paru-paru tampak kelabu coklat dan padat karena leukosit dan
fibrin mengalami konsolidasi di dalam alveoli yang terserang.
4. Resolusi (8-11 hari) : Pada stadium keempat ini, eksudat mengalami lisis
dan direabsorbsi oleh makrofag dan pencernaan kotoran inflamasi, dengan
mempertahankan arsitektur dinding alveolus di bawahnya, sehingga
jaringan kembali pada strukturnya semula.
2.7. Diagnosis
Diagnosis pneumonia yang terbaik adalah berdasarkan etiologi, yaitu
dengan pemeriksaan mikrobiologik. Sayangnya pemeriksaan ini banyak sekali
kendalanya, baik dari segi teknis maupun biaya. Bahkan dalam penelitianpun
kuman penyebab spesifik hanya dapat diidentifikasi pada kurang dari 50%
kasus. Dengan demikian diagnosis pneumonia terutama berdasarkan
manifestasi klinis, dibantu pemeriksaan penunjang lain. Tanpa pemeriksaan
mikrobiologik, kesulitan yang lebih besar adalah membedakan kuman
penyebab; bakteri, virus, atau kuman lain. Berikut merupakan pedoman klinis
untuk membedakan penyebab pneumonia oleh bakteri dan virus:
Pemeriksaan labolatorium
Pada pemeriksaan labolatorium terdapat peningkatan jumlah leukosit,
biasanya lebih dari 10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada
hitungan jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan
LED. Untuk menentukan diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan dahak,
kultur darah dan serologi. Kultur darah dapat positif pada 20-25% penderita
yang tidak diobati. Analisis gas darah menunjukkan hipoksemia dan hikarbia,
pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.
2.8. Tatalaksana
Sebagian besar pneumonia pada anak tidak perlu dirawat inap. Indikasi
perawatan terutama berdasarkan berat-ringannya penyakit. Neonatus dan bayi
kecil dengan kemungkinan klinis pneumonia harus dirawat inap.
Tabel 7. Kriteria rawat inap pasien pneumonia pada bayi dan anak
Bayi Anak
Saturasi oksigen ≤ 92%, sianosis Saturasi oksigen <92%, sianosis
Frekuensi pernapasan >60x/menit Frekuensi pernapasan >50x/menit
Distres pernapasan, apnea intermiten, Distress pernapasan
atau grunting
Tidak mau minum/menetek Grunting
Keluarga tidak bisa merawat di rumah Keluarga tidak bisa merawat di rumah
Obat-obatan
1. Antibiotik
Antibiotik oral pilihan pertama amoksisilin. Obat ini dipilih karena
sangat efektif, cara pemberiannya mudah dan murah. Antibiotik pilihan kedua
eritromisin.
Tabel 8. Dosis amoksisilin dan eritromisin sesuai dengan umur dan berat badan
Tindakan Prarujukan:
Anak-anak berusia 2 - < 60 bulan dengan
pneumonia berat harus ditangani dengan ampisilin parenteral (atau penisilin)
dan gentamisin sebagai pengobatan lini pertama.
- Ampisilin : 50 mg/kg BB IM diberikan hanya 1 kali suntikan dan
- Gentamisin : 7,5 mg/kg BB IM diberikan hanya 1 kali suntikan
Pada bayi berumur <2 bulan pemberian antibiotik oral merupakan
tindakan prarujukan dan diberikan jika bayi masih bisa minum. Jika bayi tidak
bisa minum maka diberikan dengan injeksi intramuskular .
2. Antipiretik
Demam sangat umum terjadi pada infeksi saluran pernapasan akut.
Penatalaksanaan demam tergantung dari apakah demam itu tinggi atau rendah.
Jika demam tidak tinggi (<38,5°C) maka menyarankan kepada ibu untuk
memberikan cairan lebih banyak dan tidak diperlukan pemberian paracetamol.
Sedangkan pada bayi dengan demam tinggi (≥38,5°C) diberikan paracetamol
setiap 6 jam dengan dosis yang sesuai serta beritahukan kepada ibu untuk
memberikan pakaian yang ringan dan tidak berlapis kepada anaknya.