Anda di halaman 1dari 16

A.

TINGKAT KESEHATAN BANK BERDASARKAN RISIKO (RISK BASED


BANK RATING – RBBR)

Kesehatan bank menjadi kepentingan semua pihak (stakeholders) yaitu


pemilik bank, manajemen bank, masyarakat sebagai pengguna jasa bank dan
pemerintah sebagai regulator. Dimaksudkan sebagai tolak ukur bagi pihak
manajemen bank, apakah mereka menjalankan bisnis bank sesuai dengan ketentuan
yang berlaku, sehingga dapat terhindar dari permasalahan yang terjadi pada waktu
lalu. Kepercayaan dari masyarakat dan stabilitas moneter di Indonesia merupakan
faktor yang dipengaruhi dari hal tersebut. Permana (2012) Bank yang sehat adalah
bank yang dapat menjalankan fungsi-fungsinya dengan baik seperti dapat menjaga
kepercayaan masyarakat, dapat menjalankan fungsi intermediasi, dapat membantu
kelancaran lalu lintas pembayaran, serta dapat melaksanakan kebijakan moneter
Tingkat kesehatan bank adalah penilaian kualitatif atas berbagai aspek yang
berpengaruh terhadap kondisi atau kinerja suatu bank melalui penilaian kuantitatif dan
atau penilaian kualitatif terhadap faktor-faktor permodalan, kualitas aset, manajemen,
rentabilitas, likuiditas dan sensitivitas terhadap risiko pasar. Setelah
mempertimbangkan unsur judgement yang didasarkan atas materialitas dan
signifikansi dari faktor-faktor penilaian serta pengaruh dari faktor lainnya seperti
kondisi industri perbankan dan perekonomian nasional.
Pihak bank dapat menilai kesehatan banknya sendiri dengan menggunakan
metode yang baru dikeluarkan pemerintah dalam PBI nomor 13/1/PBI/2011 pasal 2 ,
disebutkan bank wajib melakukan penilaian tingkat kesehatan bank dengan
menggunakan pendekatan risiko (Risk Based Bank Rating) baik secara individual
ataupun konsolidasi. Peraturan tersebut menggantikan metode penilaian yang
sebelumnya yaitu metode yang berdasarkan Capital, Asset, Management, Earning,
Liquidity and Sensitivity to market risk atau yang disebut CAMELS. Metode RBBR
menggunakan penilaian terhadap empat faktor berdasarkan Surat Edaran BI No
13/24/DPNP yaitu Risk Profile, Good Corporate Governance, Earning dan Capital.
Dari faktor Risk Profile menggunakan perhitungan risiko kredit, risiko pasar
dan risiko likuiditas. Faktor GCG memperhitungkan penilaian atas penerapan self
assessment. Faktor Earning atau rentabilitas diukur dengan indicator laba sebelum
pajak terhadap total aset (ROA), pendapatan bunga bersih terhadap total aset (NIM).
Faktor Capital diukur dengan rasio CAR. Dengan metode RGEC secara keseluruhan
memiliki predikat sangat sehat
1. Risk Based Bank Rating (RBBR)
Pada peraturan Bank Indonesia No 13/1/PBI/2011 pasal 2 , disebutkan bank
wajib melakukan penilaian tingkat kesehatan bank dengan menggunakan pendekatan
risiko (Risk Based Bank Rating) baik secara individual ataupun konsolidasi. Dalam
metode ini terdapat beberapa indikator sebagai acuannya, yaitu :
a. Risk Profile (Profil Risiko)
Menurut Peraturan Bank Indonesia No. 13/ 1/ PBI/ 2011 profil risiko
merupakan penilaian terhadap risiko inheren dan kualitas penerapan manajemen
risiko dalam operasional bank yang dilakukan terhadap 8 (delapan) risiko yaitu, risiko
kredit, pasar, likuiditas, operasional, hukum, stratejik, kepatuhan dan reputasi.
Penelitian ini mengukur risiko kredit menggunakan rasio Non Performing Loan
(NPL) dan rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) untuk mengukur risiko likuiditas.
 Risiko kredit dengan menggunakan rasio Non Performing Loan (NPL)
dihitung dengan rumus:
NPL=(Kredit Bermasalah)/(Total Kredit) x 100%

Tabel 1. Kriteria Penetapan Peringkat Profil Risiko (NPL)

Peringkat Keterangan Kriteria


1 Sangat Sehat NPL < 2%
2 Sehat 2% ≤ NPL < 5%
3 Cukup Sehat 5% ≤ NPL < 8%
4 Kurang Sehat 8% ≤ NPL 12%
5 Tidak Sehat NPL ≥ 12%

Sumber : Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/23/DPNP Tahun 2004

 Risiko likuiditas dengan menggunakan rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) dihitung
dengan rumus:

LDR=(Jumlah Kredit Yang Diberikan)/(Dana Pihak Ketiga) x 100%


Tabel 2. Kriteria Penetapan Peringkat Profil Risiko (LDR)

Peringkat Keterangan Kriteria


1 Sangat Sehat LDR ≤ 75%
2 Sehat 75% < LDR ≤ 85%
3 Cukup Sehat 85% < LDR ≤ 100%
4 Kurang Sehat 100% < LDR ≤
5 Tidak Sehat 120%LDR > 120%

Sumber : Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/23/DPNP Tahun 2004 Penilaian atas
Risiko inheren dilakukan dengan memperhatikan parameter/indikator yang bersifat
kuantitatif maupun kualitatif. Penetapan tingkat Risiko inheren atas masing-masing
jenis Risiko mengacu pada prinsip-prinsip umum penilaian Tingkat Kesehatan Bank
Umum. Penetapan tingkat Risiko inheren untuk masing-masing jenis Risiko
dikategorikan ke dalam peringkat 1 (low), peringkat 2 (low to moderate), peringkat 3
(moderate), peringkat 4 (moderate to high), dan peringkat 5 (high).

1. Risiko Kredit adalah Risiko akibat kegagalan debitur dan/atau pihak lain dalam
memenuhi kewajiban kepada Bank. Risiko kredit pada umumnya terdapat pada
seluruh aktivitas Bank yang kinerjanya bergantung pada kinerja pihak lawan
(counterparty), penerbit (issuer), atau kinerja peminjam dana (borrower). Risiko
Kredit juga dapat diakibatkan oleh terkonsentrasinya penyediaan dana pada debitur,
wilayah geografis, produk, jenis pembiayaan, atau lapangan usaha tertentu. Risiko ini
lazim disebut Risiko Konsentrasi Kredit dan wajib diperhitungkan pula dalam
penilaian Risiko inheren.
2. Risiko Pasar adalah Risiko pada posisi neraca dan rekening administratif termasuk
transaksi derivatif, akibat perubahan dari kondisi pasar, termasuk Risiko perubahan
harga option. Risiko Pasar meliputi antara lain Risiko suku bunga, Risiko nilai tukar,
Risiko ekuitas, dan Risiko komoditas. Risiko ini dapat berasal baik dari posisi trading
book maupun posisi banking book.
3. Risiko Likuiditas adalah Risiko akibat ketidakmampuan Bank untuk memenuhi
kewajiban yang jatuh tempo dari sumber pendanaan arus kas, dan/atau dari asset
likuid berkualitas tinggi yang dapat diagunkan, tanpa mengganggu aktivitas dan
kondisi keuangan Bank. Risiko ini disebut juga Risiko likuiditas pendanaan (funding
liquidity risk).
4. Risiko Operasional adalah Risiko akibat ketidakcukupan dan/atau tidak berfungsinya
proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem, dan/atau adanya kejadian
eksternal yang mempengaruhi operasional Bank. Sumber risiko ini antara lain oleh
sumber daya manusia, proses, sistem, dan kejadian eksternal.
5. Risiko Hukum adalah Risiko yang timbul akibat tuntutan hukum dan/atau kelemahan
aspek yuridis. Risiko ini juga dapat timbul antara lain karena ketiadaan peraturan
perundang-undangan yang mendasari atau kelemahan perikatan, seperti tidak
dipenuhinya syarat sahnya kontrak atau agunan yang tidak memadai.
6. Risiko Stratejik adalah Risiko akibat ketidaktepatan Bank dalam mengambil
keputusan dan/atau pelaksanaan suatu keputusan stratejik serta kegagalan dalam
mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis. Sumber Risiko Stratejik antara lain
ditimbulkan dari kelemahan dalam proses formulasi strategi dan ketidaktepatan dalam
perumusan strategi, ketidaktepatan dalam implementasi strategi, dan kegagalan
mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis.
7. Risiko Kepatuhan adalah Risiko yang timbul akibat Bank tidak mematuhi dan/atau
tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan dan ketentuan yang berlaku.
Sumber Risiko Kepatuhan antara lain timbul karena kurangnya pemahaman atau
kesadaran hukum terhadap ketentuan maupun standar bisnis yang berlaku umum.
8. Risiko Reputasi adalah Risiko akibat menurunnya tingkat kepercayaan stakeholder
yang bersumber dari persepsi negatif terhadap Bank. Salah satu pendekatan yang
digunakan dalam mengkategorikan sumber Risiko Reputasi bersifat tidak langsung
(below the line) dan bersifat langsung (above the line).

 Penilaian Kualitas Penerapan Manajemen Risiko


Penilaian kualitas penerapan Manajemen Risiko mencerminkan penilaian
terhadap kecukupan sistem pengendalian Risiko yang mencakup seluruh pilar
penerapan Manajemen Risiko sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia
mengenai penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum. Penilaian kualitas
penerapan Manajemen Risiko bertujuan untuk mengevaluasi efektivitas
penerapan Manajemen Risiko Bank sesuai prinsip-prinsip yang diatur dalam
ketentuan Bank Indonesia mengenai penerapan Manajemen Risiko bagi Bank
Umum.

Penerapan Manajemen Risiko Bank sangat bervariasi menurut skala,


kompleksitas, dan tingkat Risiko yang dapat ditoleransi oleh Bank. Dengan
demikian, dalam menilai kualitas penerapan Manajemen Risiko perlu
diperhatikan karakteristik dan kompleksitas usaha Bank. Penilaian kualitas
penerapan Manajemen Risiko merupakan penilaian terhadap 4 (empat) aspek yang
saling terkait yaitu:
a) Tata Kelola Risiko
Tata kelola Risiko mencakup evaluasi terhadap: (i) perumusan tingkat Risiko
yang akan diambil (risk appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance); dan (ii)
kecukupan pengawasan aktif oleh Dewan Komisaris dan Direksi termasuk
pelaksanaan kewenangan dan tanggung jawab Dewan Komisaris dan Direksi.
b) Kerangka Manajemen Risiko
Kerangka Manajemen Risiko mencakup evaluasi terhadap: (i) strategi
Manajemen Risiko yang searah dengan tingkat Risiko yang akan diambil dan
toleransi Risiko; (ii) kecukupan perangkat organisasi dalam mendukung
terlaksananya Manajemen Risiko secara efektif termasuk kejelasan wewenang
dan tanggung jawab; dan (iii) kecukupan kebijakan, prosedur dan penetapan
limit.
c) Proses Manajemen Risiko, kecukupan sumber daya manusia, dan kecukupan sistem
informasi manajemen
Proses Manajemen Risiko, kecukupan Sumber Daya Manusia, dan kecukupan
sistem informasi Manajemen Risiko mencakup evaluasi terhadap: (i) proses
identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian Risiko; (ii) kecukupan
sistem informasi Manajemen Risiko; dan (iii) kecukupan kuantitas dan kualitas
sumber daya manusia dalam mendukung efektivitas proses Manajemen Risiko.
d) Kecukupan sistem pengendalian Risiko, dengan memperhatikan karakteristik dan
kompleksitas usaha Bank
Kecukupan sistem pengendalian Risiko mencakup evaluasi terhadap: (i)
kecukupan Sistem Pengendalian Intern dan (ii) kecukupan kaji ulang oleh
pihak independen (independent review) dalam Bank baik oleh Satuan Kerja
Manajemen Risiko (SKMR) maupun oleh Satuan Kerja Audit Intern (SKAI).
Kaji ulang oleh SKMR antara lain mencakup metode, asumsi, dan variabel
yang digunakan untuk mengukur dan menetapkan limit Risiko, sedangkan kaji
ulang oleh SKAI antara lain mencakup keandalan kerangka Manajemen Risiko
dan penerapan Manajemen Risiko oleh unit bisnis dan/atau unit pendukung.

b. Good Corporate Governance (GCG)


Dengan menganalisis laporan Good Corporate Governance (tata kelola) yang
berpedoman pada Peraturan Bank Indonesia No.13/1/PBI/2011 dengan mencari
laporan tahunan yang dipublikasikan dan menetapkan penilaian yang dilakukan oleh
bank berdasarkan sistem self assessment.

Tabel 3. Kriteria Penetapan Peringkat GCG (self assessment)

Peringkat Keterangan
1 Sangat Baik
2 Baik
3 Cukup Baik
4 Kurang Baik
5 Tidak Baik

Sumber : Surat Edaran Bank Indonesia No. 15/15/DPNP Tahun 2013

Dalam penerapannya, penggunaan yang efektif fan efisien untuk mewujudkan konsep
Good Corporate Governance (GCG), setidaknya terdapat 5 pilar GCG yang
ditetapkan oleh Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG), yang kita biasa
kita kenal dengan konsep TARIF (Transparency, Accountability, Responsibility,
Independency, and Fairness) (dalam anonymous 2015:5), konsep inilah yang
nantinya akan banyak dibahas dalam penerapan Good Corporate Governance (GCG)
dalam suatu organisasi atau perusahaan. Secara singkat, menurut pendapat dan sejauh
pemahaman saya mengenai konsep TARIF tersebut akan dijabarkan sebagai berikut:

1. Transparency, konsep ini diperlukan dalam menjaga objektivitas suatu organisasi atau
perusahaan dalam menjalankan suatu bisnis dengan memberikan informasi-informasi
yang jelas, akurat, mudah diakses dan dipahami serta dapat dipertanggung jawabkan
oleh semua pemangku kepentingan dalam organisasi atau perusahaan tersebut.
Dengan semakin berkembangnya teknologi dewasa ini, tidak menjadi suatu alasan
bagi suatu organisasi atau perusahaan untuk tidak dapat melakukan inisiatif untuk
mengungkapkan berbagai informasi yang berkaitan dengan proses pegambilan
keputusan atau kebijakan yang sangat diperlukan oleh para pemangku kepentingan.

2. Accountability, konsep ini diperlukan untuk melihat sejauhmana kinerja yang telah
dihasilkan oleh suatu organisasi dan perusahaan. Dalam hal ini suatu kinerja haruslah
dapat dikelola dengan tepat dan terukur untuk melihat seberapa jauh kesinambungan
antara proses perencanaan, organisir, pelaksanaan serta evaluasi yang dilakukan
dengan tujuan organisasi atau perusahaan itu sendiri. Dalam konsep ini pula,
organisasi dan perusahaan harus mampu menjawab segala pertanyaan yang akan
diajukan oleh para pemangku kepentingan atas apa yang telah diperbuat dan hasil
yang dicapai oleh organisasi atau perusahaan itu sendiri.

3. Responsibility, konsep ini merefleksikan tanggung jawab setiap individu maupun


organisasi atau perusahaan dalam mematuhi segala tugas-tugas dalam pekerjaan,
aturan-aturan serta kebijakan-kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan kegiatan
bisnis suatu organisasi atau perusahaan. Dalam hal ini, bukan hanya terbatas pada
tanggung jawab dalam melaksanakan pekerjaan antara atasan dengan bawahan,
namun tanggung jawab organisasi atau perusahaan kepada para pemangku
kepentingan hingga masyarakat sekitar. Sehingga dalam konsep ini, organisasi atau
perusahaan harus mampu mempertanggung jawabkan segala hal yang bekaitan
dengan aturan, hukum dan peraturan yang berlaku sebagai kontirbusi hubungan
hierarki internal perusahaan, pemangku kepentingan, masyarakat serta stakeholders
lainnya.
4. Indepedency, konsep ini dapat dijadikan sebagai aktualisasi diri untuk organisasi dan
perusahaan yang dapat berdiri sendiri dan memiliki daya saing dengan lingkungan
bisnisnya. Dalam hal ini, organisasi atau perusahaan harus memiliki tata kelola yang
efektif dan efisien dan mampu melakukannya sendiri tanpa ada dominasi atau
intervensi dari pihak lain, serta mampu dalam menggunakan dan memanfaatkan nilai-
nilai (values) yang ada pada organisasi atau perusahaan itu sendiri untuk dapat
dijadikan unique point diantara organisasi dan perusahaan lainnya, sehingga mampu
bersaing dalam bidang bisnis yang serupa.

5. Fairness, konsep ini diperlukan untuk menjaga stabilitas perusahaan dengan menjaga
kewajaran dan kesetaraan bagi setiap anggota, pemangku kepentingan dan
stakeholders lainnya dalam suatu organisasi atau perusahaan dengan porsinya masing-
masing. Hakikatnya setiap bagian dalam organisasi atau perusahaan memiliki
kesempatan yang sama untuk berkembang dan berkontribusi untuk organisasi atau
perusahaan. Sehingga, konsep ini menjadi sangat penting untuk mendapatkan
kepercayaan atau sebagai motivasi bagi setiap bagian dari organisasi atau perusahaan,
karena mereka akan memiliki rasa dan kesempatan yang sama dalam memberikan
kontribusi kepada organisasi atau perusahaan, sehingga akan memacu setiap individu
dalam berkompetisi untuk memberikan yang terbaik kepada organisasi atau
perusahaan tersebut.

Kesimpulan = Bedasarkan penjelasan dari kelima konsep di atas, konsep ini sangat
diperlukan bagi organisasi atau perusahaan dalam menerapkan konsep Good
Corporate Governance (GCG), yang mana konsep ini dapat dijadikan sebagai standar
pengukuran kesesuaian dan peyimpangan dalam pencapaian tujuan organisasi atau
perusahaan. Konsep ini juga dapat digunakan melihat sejauhmana organisasi atau
perusahaan dalam mengelola sumber daya-sumber daya yang tersedia dan dapat
diinformasikan, dipertanggung jawabkan dan dapat dipertanyakan alokasinya kepada
para pemangku kepentingan. Disamping itu, melalui konsep ini pula, dapat dilihat
pula sejauhmana organisasi atau perusahaan mampu memberikan melakukan tata
kelolanya sendiri dan tetap pada jalur yang tepat dalam mencapai tujuan, dengan
memperhatikan penyerataan kesempatan yang ada kepada seluruh bagian organisasi
atau perusahaan yang disesuaikan pada porsi dan kemampuannya masing-masing.

c. Earning (Rentabilitas)
Penilaian earning (rentabilitas) diukur dengan menggunakan rasio Return On
Asset (ROA) dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
ROA=(laba sebelum pajak)/(rata-rata total aset) x 100%

Tabel 4. Kriteria Penetapan Peringkat Rentabilitas (ROA)

Peringkat Keterangan Kriteria


1 Sangat Sehat ROA > 1,5%
1.25% < ROA ≤
2 Sehat
1,5%
0,5% < ROA ≤
3 Cukup Sehat
1,25%
4 Kurang Sehat 0% < ROA ≤ 0,5%
5 Tidak Sehat ROA ≤ 0%

Sumber : Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/23/DPNP Tahun 2004

 Penilaian Risiko Inheren


Penilaian Risiko inheren merupakan penilaian atas Risiko yang melekat
pada kegiatan bisnis Bank, baik yang dapat dikuantifikasikan maupun yang
tidak, yang berpotensi mempengaruhi posisi keuangan Bank. Karakteristik
Risiko inheren Bank ditentukan oleh faktor internal maupun eksternal, antara
lain strategi bisnis, karakteristik bisnis, kompleksitas produk dan aktivitas
Bank, industri dimana Bank melakukan kegiatan usaha, serta kondisi makro
ekonomi.
Jenis Jenis Rasio Rentabilitas
1. Profit Margin
Rasio ini benar-benar menilai kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba
bersih pada tingkat penjualan tertentu yang terlihat langsung pada analisis common
size pada laporan laba rugi yang tepatnya berada pada baris terakhir. Rasio ini juga
menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menekan biaya-biaya atau ukuran
efisiensi pada periode tertentu sehingga perbedaan biaya dan beban dalam akuntansi
akan terlihat. Rasio ini menilai dari laba bersih pada tingkat penjualan tertentu. Rasio
yang semakin besar berarti kondisi perusahaan semakin baik karena laba perusahaan
cukup tinggi. Ada 2 rumus untuk mencari profit margin sebagai berikut.
 Gross Profit Margin\
Gross Profit Margin atau Margin Laba Kotor yaitu perhitungan dengan
membandingkan antara laba kotor perusahaan dengan tingkat penjualan yang
dicapai dalam periode tertentu yang sama. Laba kotor yang dicapai ini berupa
setiap rupiah penjualan. Nilai rasio yang semakin besar berarti kondisi
keuangan perusahaan semakin baik. Kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan laba untuk menggantikan biaya tetap atau biaya operasi lainnya.
Rumus Gross Profit Margin sebagai berikut.
Gross Profit Margin = Laba Kotor / Penjualan Bersih x 100%
 Net Profit Margin
Net Profit Margin atau Margin Laba Bersih yaitu perhitungan dengan
membandingkan antara laba bersih yang dihasilkan perusahaan yang berasal
dari penjualan terhadap efisiensi seluruh kegiatan seperti produksi,
administrasi, pemasaran, pendanaan, penentuan harga dan manajemen pajak.
Semakin tinggi rasio ini berarti kemampuan perusahaan untuk menghasilkan
laba juga tinggi pada tingkat penjualan tertentu. Jika rasio bernilai rendah
maka penjualan juga rendah berdasarkan tingkat biaya tertentu atau
kemungkinan lainnya biaya yang dikeluarkan perusahaan terlalu tinggi untuk
tingkat penjualan tertentu. Rumus Net Profit Margin sebagai berikut.
Net Profit Margin = Laba Bersih Setelah Pajak / Penjualan Bersih x 100%

2. Return On Investment (ROI)

On Investment merupakan kemampuan perusahaan untuk memperoleh


keuntungan berupa laba bersih setelah pajak (EAT) agar bisa menutup investasi yang
dikeluarkan. Rasio ini menilai jumlah laba bersih setelah pajak yang dihasilkan
dibandingkan dengan setiap satu rupiah investasi yang dikeluarkan. Semakin besar
rasio ini berarti kondisi perusahaana semakin baik. Return on investment bisa
dikatakan berupa perbandingan antara laba bersih setelah pajak dengan total aktiva
yang tersedia di dalam perusahaan. Semakin besar rasio ini berarti kinerja perusahaan
semakin baik. Return on Investment bisa dihitung dengan rumus berikut ini.
ROI = Laba Bersih Setelah Pajak / Total Investasi x 100%

atau ROI = Net profit margin x Assets turn over

3. Return On Assets (ROA)

Return On Assets merupakan kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba


dengan menggunakan semua aktiva yang dimiliki perusahaan. Dalam ROA, laba yang
diukur berupa laba kotor sebelum bunga dan pajak atau EBIT dari aktiva yang
dipakai. Semakin besar rasio ini maka kondisi perusahaan semakin baik. Rasio ini
disebut juga rentabilitas ekonomis yang mengindikasikan kemampuan asset yang
dimiliki untuk memperoleh tingkat pengembalian atau pendapatan. Rentabilitas
Ekonomi dengan kata lain menunjukkan kemampuan total aset dalam menghasilkan
laba sehingga efektifitas perusahaan dalam memanfaatkan seluruh sumber daya bisa
terlihat. Rumus ROA sebagai berikut.

ROA (Rentabilitas Ekonomi) = Laba Bersih Sebelum Pajak / Total Aktiva x 100%

4. Return on Equity(ROE)

Return on Equity (ROE) merupakan perbandingan antara laba bersih sesudah


pajak dengan total ekuitas berupa pengukuran dari penghasilan (income) yang tersedia
bagi para pemilik perusahaan (baik pemegang saham biasa maupun pemegang saham
preferen) terhadap modal yang telah diinvestasikan pada suatu perusahaan. Return on
equity menunjukkan kemampuan perusahaan dalam mengelola modal sendiri (net
worth) secara efektif serta mengukur laba dari investasi pemilik modal sendiri atau
pemegang saham perusahaan. ROE menampilkan rentabilitas modal atau rentabilitas
usaha. Return on equity bisa dihitung dengan rumus berikut ini.

ROE = Laba bersih setelah pajak / ekuitas X 100%

5. Earning per share (EPS)


Earning per share merupakan rasio untuk mengukur kemampuan setiap lembar
saham dalam menghasilkan laba berupa jumlah rupiah sehingga pada umumnya
manajemen perusahaan, pemegang saham biasa dan calon pemegang saham lebih
tertarik dengan perhitungan earning per share. Rasio ini menjadi suatu indikator
keberhasilan perusahaan. Rumus EPS sebagai berikut.
EPS = Laba Bersih Setelah Pajak – Dividen Saham Preferen / Jumlah Saham Biasa x
100%
Rasio rentabilitas berperan penting dalam menilai kondisi perusahaan yang
berhubungan dengan cara membuat laporan keuangan terkait dalam perolehan laba
sehingga kinerja dan fungsi laporan keuangan bisa terlihat. Perusahaan dengan
manajemen yang bagus maka bisa memanfaatkan berbagai asset dan aktiva untuk
meraih laba semaksimal mungkin sesuai standar akuntansi keuangan.

d. Capital (Permodalan)
Riyadi (2006:171) mengatakan bahwa setiap bank yang beroperasi di
Indonesia diwajibkan untuk memelihara Kewajiban Penyediaan Modal Minimum
(KPMM). Tinggi rendahnya Kewajiban Penyediaan Modal Minimum atau CAR suatu
bank akan dipengaruhi oleh 2 faktor utama yaitu besarnya modal yang dimiliki bank
dan jumlah Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) yang dikelola oleh bank
tersebut. Hal ini disebabkan penilaian terhadap faktor permodalan didasarkan pada
rasio Modal terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR). Penilaian faktor
capital diukur dengan menggunakan Capital Adequacy Ratio (CAR) dengan rumus
sebagai berikut :

CAR=(modal bank)/(aktiva tertimbang menurut risiko) x 100%


Tabel 3.6 Kriteria Penetapan Peringkat Permodalan (CAR)

Peringkat Keterangan Kriteria


1 Sangat Sehat CAR > 12%
2 Sehat 9% ≤ CAR < 12%
3 Cukup Sehat 8% ≤ CAR < 9%
4 Kurang Sehat 6% < CAR < 8%
5 Tidak Sehat CAR ≤ 6%

Sumber : Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/23/DPNP Tahun 2004

B. Penilaian Kesehatan Bank (RGEC): Risk Profile

Per Januari 2012 seluruh Bank Umum di Indonesia sudah harus menggunakan
pedoman penilaian tingkat kesehatan bank yang terbaru berdasarkan Peraturan Bank
Indonesia (PBI) No.13/1/PBI/2011 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum,
yang mewajibkan Bank Umum. Tatacara terbaru tersebut, kita sebut saja sebagai
Metode RGEC, yaitu singkatan dari Risk Profile, Good Corporate Governance,
Earning, dan Capital.
Pedoman perhitungan selengkapnya diatur dalam Surat Edaran (SE) Bank
Indonesia No.13/24/DPNP tanggal 25 Oktober 2011 tentang Penilaian Tingkat
Kesehatan Bank Umum tersebut merupakan petunjuk pelaksanaan dari Peraturan
Bank Indonesia No.13/1/PBI/2011, yang mewajibkan Bank Umum untuk melakukan
penilaian sendiri (self assessment) Tingkat Kesehatan Bank dengan menggunakan
pendekatan Risiko (Risk-based Bank Rating/RBBR) baik secara individual maupun
secara konsolidasi.

Prinsip Umum Penilaian


Mengacu ke SE tersebut, prinsip-prinsip umum penilaian tingkat kesehatan bank
umum yang menjadi landasan dalam menilai Tingkat Kesehatan Bank adalah sebagai
berikut:

1. Berorientasi Risiko
Penilaian tingkat kesehatan didasarkan pada Risiko-Risiko Bank dan
dampak yang ditimbulkan pada kinerja Bank secara keseluruhan. Hal ini
dilakukan dengan cara mengidentifikasi faktor internal maupun eksternal
yang dapat meningkatkan Risiko atau mempengaruhi kinerja keuangan
Bank pada saat ini dan di masa yang akan datang. Dengan demikian, Bank
diharapkan mampu mendeteksi secara lebih dini akar permasalahan Bank
serta mengambil langkah-langkah pencegahan dan perbaikan secara efektif
dan efisien.
2. Proporsionalitas
Penggunaan parameter/indikator dalam tiap faktor penilaian Tingkat
Kesehatan Bank dilakukan dengan memperhatikan karakteristik dan
kompleksitas usaha Bank. Parameter/indikator penilaian Tingkat
Kesehatan Bank dalam Surat Edaran ini merupakan standar minimum
yang wajib digunakan dalam menilai Tingkat Kesehatan Bank. Namun
demikian, Bank dapat menggunakan parameter/indikator tambahan yang
sesuai dengan karakteristik dan kompleksitas usahanya dalam menilai
Tingkat Kesehatan Bank sehingga dapat mencerminkan kondisi Bank
dengan lebih baik.
3. Materialitas dan Signifikansi
Bank perlu memperhatikan materialitas atau signifikansi factor
penilaian Tingkat Kesehatan Bank yaitu Profil Risiko, GCG,
Rentabilitas, dan Permodalan serta signifikansi parameter/indikator
penilaian pada masing-masing faktor dalam menyimpulkan hasil
penilaian dan menetapkan peringkat faktor. Penentuan materialitas dan
signifikansi tersebut didasarkan pada analisis yang didukung oleh data dan
informasi yang memadai mengenai Risiko dan kinerja keuangan Bank.
4. Komprehensif dan Terstruktur
Proses penilaian dilakukan secara menyeluruh dan sistematis serta
difokuskan pada permasalahan utama Bank. Analisis dilakukan secara
terintegrasi, yaitu dengan mempertimbangkan keterkaitan antar Risiko dan
antar faktor penilaian Tingkat Kesehatan Bank serta perusahaan anak yang
wajib dikonsolidasikan. Analisis harus didukung oleh fakta-fakta pokok dan
rasio-rasio yang relevan untuk menunjukkan tingkat, trend, dan tingkat
permasalahan yang dihadapi oleh Bank.

Penilaian Tingkat Kesehatan Bank secara individual mencakup penilaian terhadap


faktor-faktor berikut: Profil Risiko, GCG, Rentabilitas, dan Permodalan. Sekarang saya
akan mencermati komponen pertama dari penilaian kesehatan bank terbaru dengan metode
RGEC, yang mengacu ke Surat Edaran (SE) Bank Indonesia No.13/24/DPNP tanggal 25
Oktober 2011 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum.

Penilaian faktor Profil Risiko merupakan penilaian terhadap Risiko inheren dan
kualitas penerapan Manajemen Risiko dalam aktivitas operasional Bank. Risiko yang wajib
dinilai terdiri atas 8 (delapan) jenis Risiko yaitu Risiko Kredit, Risiko Pasar, Risiko
Operasional, Risiko Likuiditas, Risiko Hukum, Risiko Stratejik, Risiko Kepatuhan, dan
Risiko Reputasi.

Dalam menilai Profil Risiko, Bank wajib pula memperhatikan cakupan


penerapan Manajemen Risiko sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia
mengenai Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum.

Salah satu perbedaan utama metode RGEC dan Metode CAMELS adalah perhitungan
profil risiko pada metode RGEC menggunakan dua dimensi penilaian, yaitu (1) Penilaian
Risiko Inheren dan (2) Penilaian Kualitas Penerapan Manajemen Risiko.
TUGAS

BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN LAINNYA

NAMA : MUHAMAD IKHSAN SIDIQ

NIM : B1A1 16 044

JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2018

Anda mungkin juga menyukai