Anda di halaman 1dari 162

119

BAB III
PERENCANAAN INJEKSI THERMAL

Minyak berat adalah minyak bumi yang mengandung senyawa-senyawa


hidrokarbon berat (fraksi berat) lebih banyak daripada senyawa-senyawa hidrokarbon
ringan (fraksi ringan). Salah satu contoh hidrokarbon berat yang termasuk di sini
adalah paraffin yaitu C18H38 sampai C38H78. Minyak berat mempunyai viskositas 100 –
10000 cp dan gravity 10 – 20 oAPI. Minyak berat juga memiliki harga titik tuang
yang tinggi (high pour point). Kondisi-kondisi itulah yang membuat minyak berat
sulit untuk diproduksikan ke permukaan, meskipun reservoirnya mempunyai
porositas dan permeabilitas yang besar. Minyak berat merupakan salah satu cadangan
minyak terbesar di bumi yang belum tereksploitasi sampai saat ini.
Perolehan minyak berat dapat ditingkatkan dengan menerapkan Metode
Pengurasan Tahap Lanjut atau Enhanced Oil Recovery (EOR).

3.1. Pengertian Dan Tujuan EOR


Enhanced Oil Recovery (EOR) adalah upaya untuk meningkatkan perolehan
minyak dengan menginjeksikan fluida (yang tidak biasa terdapat) ke dalam reservoir,
tanpa merusak formasi dari reservoir tersebut. Energi luar reservoir diperoleh dengan
menginjeksikan fluida tersebut.
Alasan dilakukannya EOR adalah dari hasil perkiraan-perkiraan reservoir
tersebut masih mempunyai jumlah cadangan yang cukup besar walaupun tekanannya
sudah mengalami penurunan, sehingga apabila dilakukan produksi tahap lanjut maka
hasilnya masih menguntungkan.
Tujuan dilakukannya EOR adalah untuk meningkatkan perolehan minyak,
mengurangi atau memperkecil saturasi minyak sisa (Sor), menurunkan viscositas
minyak yang terdapat di dalam reservoir, mengurangi tekanan kapiler (P c) pada
system fluida-batuan reservoir, memberikan kekuatan pendesakan pada laju produksi
yang rendah dan untuk meningkatkan luas dareah yang tersapu (Swept Area
120

Efficiency) yang tergantung pada karakteristik reservoir dan pelaksanaan operasinya,


seperti penempatan sumur injeksi.

3.2. Faktor Utama Yang Mempengaruhi Efektivitas EOR


Ada dua faktor penting yang mempengaruhi efektivitas EOR, yaitu kondisi
reservoir dan kondisi fluida reservoir.

3.2.1. Kondisi Reservoir


3.2.1.1. Kedalaman
Kedalaman reservoir merupakan faktor penting dalam menentukan
keberhasilan EOR dari segi teknik dan ekonomi.
Dari segi teknik adalah jika kedalaman reservoir kecil maka tekanan yang
dapat dikenakan terhadap reservoir juga kecil, karena tekanan dibatasi oleh tekanan
rekah formasi. Dari segi ekonomi adalah jika kedalaman reservoir kecil maka biaya
pemboran juga akan kecil, demikian pula jika dilakukan injeksi gas maka biaya
kompresor juga akan kecil.

3.2.1.2. Kemiringan
Faktor kemiringan mempunyai arti penting jika terdapat rapat massa antara
fluida pendesak dan fluida yang didesak cukup besar.
Pengaruh kemiringan tidak terlalu besar, jika kecepatan pendesakan besar.
Fluida pendesak air cenderung untuk maju lebih cepat di bagian bawah apabila
kecepatan pendesakan tidak begitu besar, akan tetapi jika fluida pendesaknya gas
maka gas akan cenderung untuk menyusul di bagian atas.

3.2.1.3. Tingkat Homogenitas


Tingkat homogenitas suatu reservoir ditentukan oleh :
 Keseragaman ukuran pori
121

 Keseragaman stratigrafi (jenis batuan)


 Kontinuitas yang dipengaruhi oleh struktur, misalnya patahan atau stratigrafi
 Ada tidaknya skin effect dan berapa besar pengaruhnya terhadap injectivity
Heterogenitas didefinisikan sebagai ketidakseragaman sifat-sifat fisik batuan
dan fluida dari suatu tempat dalam reservoir yang sama, sebagai suatu akibat dari
adanya proses pengendapan, lipatan, diagenesa lithologi, dan perubahan sifat fisik
fluidanya. Heterogenitas reservoir dapat terjadi pada skala ukuran pori atau ukuran
regional. Perubahan tersebut dapat terjadi secara alamiah maupun karena ulah
manusia, misalnya akibat invasi lumpur bor, stimulasi, dan lain-lain. Heterogenitas
sifat-sifat batuan akan menyebabkan perubahan permeabilitas yang akan mengurangi
effisiensi penyapuan.

3.2.1.4. Sifat Petrofisik


Sifat-sifat petrofisik yang mempengaruhi keberhasilan Metode EOR adalah :
 Porositas (  )
 Permeabilitas (k)
 Tekanan kapiler (Pc)
 Derajat kebasahan batuan (Wetabilitas)
Porositas yang semakin besar akan mengandung cadangan minyak yang
semakin besar pula. Permeabilitas yang besar akan membuat minyak lebih mudah
untuk mengalir sehingga proses EOR akan semakin cepat yang berarti juga
mengurangi biaya operasi. Metode EOR tidak ekonomis lagi untuk diterapkan jika
harga permeabilitas di atas harga ambang tertentu, karena sebagian besar minyak
sudah diproduksikan pada tahap produksi alamiah sebelumnya, sehingga penerapan
Metode EOR akan merupakan suatu pemborosan. Tekanan kapiler (Pc) dan derajat
kebasahan batuan (wettabilitas) akan mempengaruhi besarnya saturasi minyak sisa di
reservoir.
122

3.2.1.5. Mekanisme Pendorong


Mekanisme pendorong menjadi amat penting, misalnya jika suatu reservoir
mempunyai tenaga pendorong air yang sangat kuat (Strong Water Drive), maka
penerapan injeksi air atau injeksi kimia tidak memberikan dampak yang berarti.

3.2.2. Kondisi Fluida


3.2.2.1. Cadangan Minyak Sisa
Cadangan minyak tersisa suatu reservoir mempunyai hubungan langsung
dengan nilai ekonomi penerapan suatu Metode EOR. Makin besar cadangan minyak
tersisa maka akan semakin besar kemungkinan suatu proyek EOR akan berhasil.

3.2.2.2. Saturasi Minyak Sisa


Besarnya saturasi minyak sisa akan menentukan mudah tidaknya pendesakan
atau pengurasan yang dilakukan oleh fluida injeksi nantinya. Makin kecil harga
saturasi minyak sisa maka akan semakin kecil kemungkinan untuk memperoleh
keuntungan dari proyek EOR. Hal ini dapat disebabkan oleh dua, yaitu : pengurasan
minyak memerlukan metode yang mahal, sedangkan jumlah minyak yang harus
menanggung biaya makin kecil.

3.2.2.3. Viscositas Minyak


Viscositas minyak merupakan unsur penting dalam pemilihan Metode EOR
yang cocok dan juga dalam penentuan keberhasilan metode tersebut. Metode EOR
yang menguntungkan untuk digunakan pada viscositas minyak yang semakin besar
adalah thermal injection. Injeksi thermal akan memberikan kenaikan temperatur pada
formasi sehingga viscositas minyak mengalami penurunan dan akhirnya minyak
dapat diproduksikan ke permukaan.
Besaran yang paling menentukan efektivitas penyapuan dan pendesakan tak
tercampur adalah perbandingan mobilitas fluida (kf/µf) dengan minyak yang didesak
123

(ko/µo). Semakin kecil perbandingan mobilitasnya, maka akan semakin baik effisiensi
penyapuannya, hal ini dapat terjadi jika viscositas minyak semakin kecil.

3.3. Konsep Dasar Pendesakan Minyak


Fluida yang terdapat di dalam suatu media berpori bila didesak oleh fluida
lainnya, maka akan terdapat suatu zona transisi atau zona campuran yang mempunyai
perubahan saturasi dari fluida pendesak dan fluida yang didesaknya dengan jarak
yang cukup jelas. Besarnya jarak ini tergantung beberapa hal, seperti sifat-sifat fluida
dan batuannya, tingkat miscibility antara fluida pendesak dan fluida yang didesak,
dan jarak pendesakan.
Perubahan saturasi fluida akan terdapat pada suatu daerah zona transisi dari
100 % fluida didesak sampai dengan 100 % fluida pendesak. Bagian reservoir yang
terisi oleh fluida pendesak terus bertambah besar dan minyak yang terdesak terus
berkurang karena minyak yang mulai terproduksi.

3.3.1. Saturasi Fluida


Reservoir minyak paling tidak mengandung dua fluida, yaitu gas atau minyak
dengan air, atau terkadang ketiga fluida tersebut terdapat secara bersama-sama.
Banyaknya masing-masing fluida tersebut dinyatakan dalam saturasinya, yaitu
perbandingan antara volume fluida tersebut dengan pori-pori total reservoir. Jumlah
saturasi fluida tersebut adalah sama dengan satu. Saturasi gas, minyak dan air yang
terdapat sebelum injeksi dimulai disebut sebagai saturasi awal (Initial Saturation).
Besarnya harga saturasi awal tergantung pada tahap keadaan produksinya, bila
reservoir tersebut telah dilakukan tahap produksi primer,maka saturasi minyak yang
ditinggalkan merupakan saturasi minyak reservoir yang tidak pernah diproduksikan
sama sekali, hal inilah yang kadang harus diperhatikan bila akan melakukan EOR.
Distribusi fluida di dalam reservoir juga tidak kalah pentingnya sebagai bahan
pertimbangan untuk melakukan EOR.
124

3.3.1.1. Distribusi Saturasi Sebelum Injeksi Fluida


Fluida yang terdapat di dalam reservoir biasanya tidak merata, melainkan
tergantung pada lithologi, distribusi pori, dan posisi struktur. Pada tahap produksi
primer, karena terjadi pengurangan saturasi fluida di sekitar sumur produksi, maka
hal ini akan mempengaruhi saturasi fluida secara keseluruhan. Selain faktor makro
tersebut, bila dilihat dari skala mikroskopis ukuran pori-pori dan derajat
kebasahannya mempengaruhi distribusi saturasi ini. Besar lubang pori adalah
bervariasi untuk masing-masing batuan reservoir, tergantung jenis batuannya. Pori
batuan dibagi menjadi pori batuan kecil, sedang, dan besar tergantung pada besar jari-
jari lubang pori tersebut. Pori yang mempunyai jari-jari kecil cenderung untuk diisi
oleh fluida yang membasahi, sedangkan pori dengan jari-jari yang besar akan
cenderung untuk diisi fluida yang tidak membasahi. Fluida yang membasahi hanya
akan membentuk suatu film yang tipis pada dinding pori-porinya. Bila jumlah fluida
membasahi hanya sedikit saja, maka fluida ini akan berusaha untuk menempati pori-
pori yang kecil. Air yang umumnya merupakan fluida yang membasahi biasanya
menempati pori-pori kecil , meskipun umumnya minyak merupakan fluida yang tidak
membasahi bila terdapat air. Dalam sistem minyak-gas, minyak bersifat sebagai
fluida yang bersifat membasahi dan cenderung untuk menempati pori-pori yang kecil,
sedangkan gas akan menempati pori-pori yang lebih besar.

3.3.1.2. Distribusi Saturasi Pada Saat Pendesakan


Fluida injeksi akan menempati pori-pori fluida yang didesaknya pada saat
injeksi fluida mulai dilakukan melalui sumur injeksi. Fluida yang terdesak akan
berusaha menuju sumur produksi dengan mendesak fluida terdesak yang berada di
depannya. Distribusi saturasi pada daerah yan terletak di depan front akan lebih
kompleks pada fluida yang dapat didorong lebih dari satu fluida seprti minyak-gas,
jika dibandingkan dengan hanya satu fluida saja. Ketidakseragaman mobilitas fluida
akan membentuk suatu zona tertentu di depan front yang mempunyai saturasi minyak
125

yang besar, karena ditinggalkan oleh gas yang bergerak lebih cepat, zona ini disebut
sebagai zona “oil bank”.
Fluida pendesak dan fluida yang didesak keduanya dapat bergerak dalam zona
transisi, dalam hal ini saturasi dan fraksi aliran pendesak akan bertambah besar ke
arah sumur injeksi, kemudian tentu saja saturasi dan fraksi aliran yang didesak akan
bertambah besar ke arah sumur produksi. Fluida yang diinjeksikan akan mengisi
semua ruangan pori-pori di daerah reservoir yang tersapu pada beberapa proses
injeksi, tetapi ada juga kemungkinan bahwa fluida yang diinjeksikan tidak dapat
mengisi semua pori, karena pori-pori tersebut telah ditempati oleh minyak, air atau
gas yang merupakan saturasi residu. Effisiensi pendesakan dan distribusi saturasi
yang terdapat di dalam zona yang tersapu oleh fluida injeksi tergantung pada
beberapa faktor. Salah satu faktor yang terpenting adalah miscibility dari fluida
injeksinya.

3.3.2. Mobilitas Fluida (Mf)


Mobilitas fluida adalah suatu ukuran yang menunjukkan kemudahan suatu
fluida untuk mengalir melalui media berpori dengan suatu gradient tekanan tertentu.
Mobilitas fluida didefinisikan sebagai perbandingan antara permeabilitas efektif
fluida dengan viscositas pada kondisi reservoir, sesuai dengan persamaan :
kf
Mf  ................................................................................................... (3.1)
f

Dimana :
Mf = Mobilitas fluida, md/cp
kf = Permeabilitas efektif fluida, md
µf = Viscositas fluida, cp
(subscript f menunjukkan fluida tertentu, seperti :minyak, air atau gas)
Mobilitas fluida merupakan fungsi dari sifat-sifat fisik fluida dan batuannya,
yaitu : saturasi, tekanan, dan temperature. Mobilitas fluida akan berbeda-beda
tergantung pada tempat fluida itu berada dan waktu pelaksanaan injeksi fluidanya.
126

Harga mobilitas suatu fluida terkadang tidak bervariasi pada saat proses pendesakan
berlangsung, namun bila terjadi perubahan biasanya dicari harga rata-ratanya
sehingga dapat digunakan untuk perhitungan.
Mobilitas ratio didefinisikan sebagai perbandingan mobilitas minyak dengan
mobilitas fluida pendesak. Mobilitas dari satu fasa dinyatakan sebagai berikut :
ko kw kg
Mo  , Mw  , Mg 
o w g

Dimana :
Mo = Mobilitas minyak, md/cp
Mw = Mobilitas air,md/cp
Mg = Mobilitas gas, md/cp
ko = Permeabilitas minyak, md
kw = Permeabilitas air, md
kg = Permeabilitas gas, md
µo = Viscositas minyak, cp
µw = Viscositas air, cp
µg = Viscositas gas, cp
Mobilitas ratio air terhadap minyak dinyatakan sebagai berikut :
M w k rw  o
M w,o   x .............................................................................. (3.2)
Mo k ro  w

Persamaan di atas menggunakan asumsi-asumsi :


1. Pendesakannya seperti pendesakan piston, yaitu saturasi fluida yang didesak
berkurang dengan tajam dari saturasi awal sampai dengan ke saturasi residu
setelah dilalui bidang front.
2. Daerah yang belum tersapu oleh fluida pendesaknya terdapat satu aliran fluida
saja yaitu fluida yang didesak, sedangkan pada daerah yang sudah tersapu juga
terdapat aliran satu macam fluida yang merupakan pendesaknya.
3. Seluruh batuan reservoir mempunyai spesifik permeabilitas yang sama, atau
dengan kata lain reservoirnya homogen dan isotropic.
127

4. Viscositas, permeabilitas efektif, dan mobilitas fluida pendesak, dan fluida yang
didesak dianggap tetap selama pendesakan berlangsung.

3.3.3. Efisiensi Pendesakan


Efisiensi pendesakan adalah perbandingan antara volume hidrokarbon
(minyak atau gas) yang dapat didesak dari sebuah atau banyak pori dengan volume
hidrokarbon total yang terdapat dalam pori tersebut.
Bila suatu pendesakan dianggap suatu pendesakan linear pada suatu sample
media berpori yang berbentuk silinder, kemudian semua pori-pori yang terletak di
belakang front dapat diisi oleh fluida pendesaknya, maka sesuai denagn definisi
efisiensi volumetriknya akan mencapai 100 %. Hubungan umum yang menunjukkan
efisiensi pendesakan, dinyatakan sebagai :
S oi  S or
Ed  ......................................................................................... (3.3)
S oi

Dimana :
Ed = Efisiensi pendesakan, fraksi
Soi = Saturasi minyak mula-mula pada saat proses pendesakan, fraksi
Sor = Saturasi minyak residu, fraksi
Harga Sor dan Ed dalam prakteknya akan tetap sampai pada bidang front
mencapai titik produksinya. Efisiensi pada saat dan sebelum breaktrough air terjadi,
dinyatakan dengan :
S oi  ( S or ) BT
( E d ) BT  ............................................................................... (3.4)
S oi

Harga Sor akan berkurang dan Ed akan bertambah dengan terus berlalunya zona
transisi melalui sumur produksi hinga setelah zona transisi ini berlalu akan diperoleh
suatu harga Sor minimum yang merupakan saturasi minyak irreducible dan efisiensi
pendesakan mencapai harga maksimum, sesuai dengan persamaan :
S oi  ( S or ) min
( E d ) max  ............................................................................. (3.5)
S oi
128

3.4.3. Efisiensi Penyapuan (Es)


Efisiensi penyapuan adalah perbandingan antara luas daerah hidrokarbon yang
telah terdesak di depan front dengan luas daerah hidrokarbon seluruh reservoir atau
dengan luas daerah hidrokarbon yang terdapat dalam suatu pola.
Sumur-sumur produksi dan injeksi pada umumnya dibentuk dalam suatu pola
tertentu yang beraturan, seperti pola sumur tiga, empat, lima titik dan sebagainya.
Pola sumur dimana sumur dikelilingi oleh sumur injeksi disebut pola “normal”,
sedangkan pola sumur dimana sumur injeksi dikelilingi oleh sumur produksi disebut
pola “inverted”. Pola tidak teratur didekati dengan membuat model-model geologi
reservoir yang mendekati. Penentuannya tergantung tingkat keseragaman formasi.
Daerah yang dapat disapu (dilewati oleh fluida injeksi) disebut dengan swept
area, sedangkan daerah yang tidak tersapu (tidak dapat dilewati) disebut unswept
areaI. Bentuk dan besarnya swept area pada suatu pola injeksi-produksi tertentu tidak
selamanya sama, hal ini dipengaruhi oleh tingkat keseragaman batuan reservoir,
geometri reservoir, pola sumur injeksi-produksi, perbandingan mobilitas, dan jenis
pendesakan yang dilakukan.

3.3.5. Efisiensi Invasi (Ei)


Efisiensi invasi adalah besarnya perbandingan antara volume hidrokarbon
yang masih tertinggal di belakang front.
Pengaruh perubahan sifat-sifat batuan reservoir ke arah vertikal dinyatakan
dengan terdapatnya suatu perlapisan di dalam reservoir yang berbeda sifat-sifat
batuannya terutama permeabilitas. Adanya perlapisan mempengaruhi keadaan bidang
front atau zona transisi yang terjadi. Bidang front dari zona transisi akan bergerak
lebih cepat pada lapisan yang lebih permeabel, jadi dengan demikian breaktrough air
akan lebih dahulu terjadi pada lapisan yang permeabel.
Perkalian antara efisiensi penyapuan pola dengan efisiensi invasi disebut
sebagai efisiensi volumetric. Effisiensi volumetrik didefinisikan sebagai
129

perbandingan volume pori yang dapat didesak oleh fluida pendesak terhadap volume
pori reservoirnya. Efisiensi volumetric secara matematik dinyatakan dengan
persamaan :
Ev = Es x Ei ................................................................................................. (3.6)
Dimana :
Ev = Efisiensi volumetric, fraksi
Es = Efisiensi penyapuan, fraksi
Ei = Efisiensi invasi, fraksi

3.4. Parameter Utama Dalam Injeksi Thermal


3.4.1. Konsep Dasar Perpindahan Panas
Panas yang diinjeksikan ke reservoir akan mengalami perpindahan panas baik
secara konduksi, konveksi maupun radiasi. Perpindahan panas didefinisikan sebagai
transmisi energi dari suatu daerah ke daerah lain sebagai akibat perbedaan temperatur
diantara kedua daerah tersebut.

3.4.1.1. Konduksi
Konduksi adalah proses perpindahan panas, dimana panas mengalir dari
daerah yang bertemperatur tinggi ke daerah yang bertemperatur rendah di dalam
suatu zat (padat, cair atau gas) atau aliran panas akibat perbedaan temperatur antara
berbagai zat yang bersentuhan langsung secara fisik.
Persamaan dasar perpindahan panas secara konduksi diusulkan pertama kali
oleh Fourier (1822). Persamaan ini menyatakan bahwa laju perpindahan panas oleh
konduksi dalam suatu zat (qk) adalah sama dengan perkalian ketiga besaran berikut :
 Konduktivitas panas dari suatu zat, k (BTU/jam-ft-oF)
 Luas penampang suatu zat (diukur tegak lurus terhadap arah aliran panas), A (ft2)
 Gradient temperature pada sumbu x, dT/dx (oF/ft)
dT
q k   KA .......................................................................................... (3.7)
dx
130

Hukum Thermodinamika I berbunyi bahwa panas merupakan energi dalam


transit yang mengalir dari temperatur tinggi ke temperatur rendah, gradient aliran
persamaan positif jika gradient temperatur negatif.

3.4.1.2. Konveksi
Konveksi adalah proses perpindahan panas yang disebabkan oleh aksi
serentak dari kegiatan konduksi, penyimpanan panas dan gerakan aduk (agitasi).
Konveksi merupakan mekanisme perpindahan panas yang sangat penting antara suatu
permukaan benda padat dengan cairan atau gas. Laju perpindahan panas secara
konveksi dapat dihitung dengan persamaan :
Qc  hc AT ............................................................................................. (3.8)
Dimana :
Qc = Lajuperpindahan panas konveksi, BTU/jam
hc = Koefisien perpindahan panas konveksi, BTU/jam-ft-oF
A = Luas permukaan perpindahan panas konveksi, ft2
T = Beda temperatur antara permukaan benda dengan temperatur suatu
titik tertentu dalam fluida, oF.
Koefisien perpindahan panas konveksi, hc merupakan fungsi dari geometri
permukaan, kecepatan aliran konveksi, sifat fisik fluida dan perbedaan temperatur.

3.4.1.3. Radiasi
Radiasi adalah proses perpindahan panas dari benda temperatur tinggi ke
temperatur rendah, dimana kedua benda tersebut dipisahkan oleh ruang bebas atau
hampa. Persamaan dasar untuk radiasi thermal dari suatu radiasi ideal (benda hitam)
dikemukakan oleh Stefan-Boltzman sebagai berikut:

Qr  A1T1 ..............................................................................................
*4

(3.9)
Dimana :
131

Qr = Laju perpindahan panas radiasi benda hitam, BTU/jam


 = Konstanta Stefan-Boltzman = 1.713 x 10-9 BTU/jam-ft2-R4
A1 = Luas permukaan, ft2
T1* = Temperatur absolut permukaan, oR

3.4.2. Parameter Panas


Perpindahan panas melewati suatu materi akan dipengaruhi oleh kondisi dan
sifat panas materi tersebut. Beberapa parameter panas yang perlu dipahami dalam
mekanisme perpindahan panas adalah :

3.4.2.1. Kapasitas Panas


Kapasitas panas dari suatu benda pada tekanan konstan atau kapasitas panas
isobaric adalah banyaknya panas yang dibutuhkan untuk menaikkan temperatur satu
pound massa sebesar satu derajat Farenheit, atau dapat ditulis :
Cp = (dH/dT) P ....................................................................................... (3.10)
Dimana :
Cp = Kapasitas panas materi, BTU/lb-oF
(dH/dT) P = Perbandingan perubahan panas terhadap perubahan
temperatur pada temperatur konstan
Kapasitas panas volumetrik suatu benda adalah besarnya panas yang dibutuhkan
untuk menaikkan temperatur satu cuft sebesar satu derajat Farenheit, ditulis :
M  Cpx ............................................................................................. (3.11)
Dimana :
M = Kapasitas panas volumetrik, BTU/cuft-oF
Cp = Kapasitas panas, BTU/lb-oF
 = Densitas materi pada temperatur dan tekanan tertentu, lb/cuft
Reservoir mengandung matrik batuan dan fluida (minyak, air, dan gas)
sehingga kapasitas panas volumetrik reservoir, MR adalah :
132

M R  (1   ) M m   ( S o M o  S w M w  S g M g ) ....................................... (3.12)

Substitusikan dengan Persamaan (3.11) :


M R  (1   )C m  m   ( S o C o  o  S w C w  w  S g C g  g ) (3.13)

Dimana :
MR = Kapasitas panas volumetrik batuan reservoir, BTU/ft2-oF
C = Panas spesifik, BTU/lb-oF
S = Saturasi fluida, fraksi

3.4.2.2. Konduktivitas Panas


Konduktivitas panas adalah sifat material yang menunjukkan banyaknya
panas yang berpindah melalui suatu penampang material per satuan waktu dalam
kondisi steady state. Material yang mempunyai konduktivitas panas tinggi disebut
konduktor, sedangkan material yang mempunyai konduktivitas material yang rendah
disebut isolator. Konduktivitas panas tiap materi berbeda tergantung pada tekanan dan
temperatur. Konduktivitas panas dituliskan sebagai :
qk
K ....................................................................................... (3.14)
A( dT / dx)
Dimana :
K = Konduktivitas panas, BTU/jam-oF
qk = Laju perindahan pans konduksi, BTU/jam
A = luas penampang tegak lurus aliran, ft2

3.4.2.3. Difusivitas Panas


Difusivitas panas didefinisikan sebagai perbandingan antara konduktivitas
panas dengan kapasitas volumetrik. Difusivitas panas dinyatakan sebagai :

  .................................................................................................. (3.15)
C
133

Dimana :
 = Difusivitas panas batuan, ft2/jam
 = Konduktivitas batuan, BTU/jam-ft-oF
 = Densitas materi, lb/cuft
C = Kapasitas panas volumetrik, BTU/lb-oF

3.4.3. Pengaruh Panas Terhadap Beberapa Parameter Reservoir


Panas adalah suatu bentuk energi dan dapat berpindah melalui suatu media.
Perpindahan panas terjadi karena perbedaan temperatur dalam suatu benda, tanpa
perbedaan temperatur tidak akan terjadi aliran panas. Temperatur merupakan ukuran
kandungan energi thermal pada suatu materi dan bukan merupakan suatu energi.
Perpindahan panas melewati suatu materi akan dipengaruhi oleh kondisi dan sifat
panas materi tersebut. Pengadaan pembakaran atau penginjeksian panas ke dalam
reservoir melalui air panas atau uap akan mempengaruhi beberapa sifat panas batuan
dan fluida reservoir, seperti: kapasitas volumetrik batuan, konduktivitas panas batuan,
difusivitas panas batuan, viskositas, mobilitas, saturasi, dan permeabilitas.

3.4.3.1. Pengaruh Panas Terhadap Sifat Panas Batuan Reservoir


Panas yang diinjeksikan atau dihasilkan dalam batuan reservoir seperti
kapasitas panas, konduktivitas panas, dan difusivitas panas batuan reservoir.

A. Kapasitas Panas Volumetrik Batuan


Besarnya kapasitas panas dari beberapa macam batuan telah diketahui
berdasarkan percobaan yang dilakukan oleh Somerton. Hasil percobaan diketahui
bahwa kapasitas panas bertambah besar dengan naiknya temperatur.
Gambar 3.1 menunjukkan hubungan antara kapasitas panas volumetrik
beberapa jenis batuan terhadap temperatur.
134

B. Konduktivitas Panas Batuan reservoir


Konduktivitas panas adalah sifat zat yang menunjukkan jumlah aliran panas
yang menembus satu satuan luas penampang yang tegak lurus terhadap aliran sebagai
akibat adanya satu satuan gradien dalam satu satuan waktu. Konduktivitas panas
batuan kebanyakan akan mengecil dengan naiknya temperatur, hal ini sesuai dengan
percobaan yang dilakukan oleh Birch dan Clarck.
Gambar 3.2 menunjukkan hasil percobaan Birch dan Clarck untuk
konduktivitas panas beberapa macam batuan.

C. Difusivitas Panas Batuan


Diffusivitas panas batuan didefinisikan sebagai perbandingan antara
konduktivitas panas dengan kapasitas panas volumetrik. Somerton dan Bozer
menyatakan bahwa harga difusivitas panas batuan akan mengecil dengan naiknya
temperatur. Penurunan harga diffusivitas panas terbesar terjadi pada temperatur
rendah.
135

Gambar 3.1
Grafik Kapasitas Panas Vs Temperatur 4)
136

Gambar 3.2
Grafik Ratio Konduktivitas Panas Vs Temperatur

3.4.3.2. Pengaruh Panas Terhadap Sifat Fisik Fluida Dan Batuan


Reservoir
Tujuan dari penginjeksian panas atau pembakaran dalam reservoir adalah
untuk menaikkan temperatur reservoir sehingga mengakibatkan turunnya viskositas
minyak. Penginjeksian panas tersebut akan mempengaruhi sifat-sifat fisik fluida dan
batuan reservoir seperti: viskositas, mobilitas, saturasi dan permeabilitas.

A. Viskositas
Viskositas fluida didefinisikan sebagai besarnya keengganan fluida untuk
mengalir, merupakan fungsi dari temperatur dan tekanan. Viskositas akan bertambah
137

kecil sebagai akibat dari kenaikan temperatur. Gambar 3.3. menunjukkan pengaruh
panas terhadap viskositas minyak untuk berbagai macam oAPI gravity.

Gambar 3.3
Grafik Beberapa Viskositas Minyak Sebagai Fungsi Temperatur 6)

B. Mobilitas
Produktivitas suatu reservoir sangat bergantung pada mobilitas minyak.
Mobilitas adalah perbandingan antara permeabilitas terhadap viskositas. Proses
injeksi-produksi dapat dibuat sederhana bila mobilitas minyak tinggi, karena minyak
yang terdesak dalam reservoir cenderung sama dengan yang terproduksi.
Penyebab rendahnya mobilitas minyak ada dua macam, yaitu permeabilitas
yang terlalu kecil atau viskositas minyak yang terlalu besar.
Contoh pada kasus pertama, misalkan suatu reservoir mengalami penurunan
produksi tahap primer, dalam hal ini mobilitas minyak yang rendah bukan disebabkan
oleh viskositas tetapi karena kecilnya permeabilitas minyak yang merupakan fungsi
138

dari saturasi minyak. Minyak akan terdesak front uap atau front pembakaran menuju
sumur produksi, pada proses injeksi thermal, pori-pori reservoir akan mengalami fill
up. Hal ini akan mengakibatkan naiknya saturasi dan permeabilitas minyak. Kenaikan
permeabilitas minyak akan mempengaruhi laju alir minyak di permukaan karena
masih tergantung pada jumlah kandungan minyak dan karakteristik aliran fluida
dalam reservoir.
Kasus kedua, tingginya viskositas minyak menyebabkan mobilitas minyak
rendah. Sebagai contoh, diambil tar sand dengan 2 oAPI. Cara untuk memproduksikan
minyak jenis ini adalah dengan memberikan pemanasan awal berupa injeksi uap atau
pembakaran di tempat. Setelah viskositas minyak turun maka pendesakan minyak
melalui proses thermal dapat dimulai. Gambar 3.4 menunjukkan hubungan antara
viskositas dengan mobilitas ratio.

C. Saturasi
Saturasi minyak reducible (Sor) dan saturasi air irreducible (Swirr) akan
bertambah dengan adanya kenaikan temperatur. Bertambahnya Swirr disebabkan oleh
sifat water wet batuan reservoir semakin kuat dengan naiknya temperatur.
Berkurangnya Sor dipengaruhi oleh turunnya viskositas karena naiknya temperatur.
Hal ini telah dibuktikan oleh Poston et al dan Weinbrandt et al yang telah menyelidiki
pengaruh temperatur terhadap saturasi minyak reducible dan saturasi air irreducible.
Gambar 3.5, menunjukkan pengaruh temperatur terhadap saturasi minyak reducible
dan saturasi air irreducible.
139

Gambar 3.4
Grafik Hubungan Antara Viscositas Vs Mobilitas Ratio 11)

D. Permeabilitas
Permeabilitas relatif minyak-air akan berkurang dengan naiknya temperatur.
Sudut kontak dalam system minyak-air akan menjadi kecil atau sistem akan menjadi
water wet dengan naiknya temperatur, akibatnya minyak akan mudah bergerak.
Hubungan antara permeabilitas relatif air minyak terhadap saturasi air fungsi
temperatur ditunjukkan pada Gambar 3.6.
Adanya perubahan sifat-sifat fisik fluida dan batuan reservoir akibat kenaikan
temperatur maka pengaruhnya terhadap reservoir akan meningkatkan ultimate
recovery dan laju produksi.
140

Gambar 3.5
a. Grafik Saturasi Irreducible Vs Temperatur 13)
b. Grafik Saturasi Minyak Reducible Vs Temperatur 13)
141

Gambar 3.6
Grafik Permeabilitas Relatif Minyak-Air Vs Saturasi Air Fungsi Temperatur
13)

3.4.4. Kehilangan Panas


Kehilangan panas dapat terjadi sejak keluar dari generator hingga mencapai
formasi. Kandungan panas sebagian akan hilang di permukaan, dalam sumur injeksi
142

serta lapisan cap rock dan base rock. Kehilangan panas yang terjadi merupakan
gabungan dari mekanisme konduksi, konveksi, dan radiasi.

3.4.4.1. Kehilangan Panas Di Permukaan


Uap atau air panas yang meninggalkan generator mengalir melalui pipe line di
permukaan menuju ke well head, sehingga terjadi kehilangan panas karena adanya
perbedaan temperatur antara uap panas dengan temperatur sekelilingnya. Kehilangan
panas disebabkan oleh perpindahan panas secara konduksi melalui pipa, untuk
mengatasinya pipa diisolasi meskipun masih ada panas yang hilang.
Tabel III-1
Nilai Kehilangan Panas Pada Pipa Permukaan 15)

Gambar 3.7 menunjukkan dimensi setiap lapisan permukaan. Kehilangan


panas dan temperatur pada pipa permukaan, Qls dapat dinyatakan :
143

Qls  2rU (T A  TB ) .............................................................................

(3.16)
Dimana :
U = Koefisien overall heat transfer, BTU/ft-D
r = Jari-jari pipa permukaan, ft

Gambar 3.7
Kehilangan Panas Dan Temperatur Pada Pipa Permukaan 16)
Persamaan 3.16 di atas menurut Parts juga dapat dirumuskan sebagai berikut :
(T A  TB )
Qls  ...................................................................................... (3.17)
Rh

Dimana :
1
Rh  ............................................................................................. (3.18)
2rU
Rh adalah thermal resisten per unit panjang pipa, ft-D-oF/BTU
Thermal resistance (Rh) untuk pipa yang diisolasi dapat ditentukan dengan :
144

1  1 1 1 r  1 1  rins  1 
Rh     ln o    ln    ......... (3.19)
2  h f ri h pi ri k P  ri  hPo k ins  ro  h fe rins 
Dimana :
hf = Koefisien perpindahan panas diantara fluida di dalam pipa dan
dinding pipa, BTU/ft2-D-oF
hPi = Koefisien perpindahan panas , BTU/ft2-D-oF
hfe = Koefisien perpindahan panas forced convection permukaan bagian
luar isolasi, BTU/ft2-D-oF
ri = Jari-jari dalam pipa, ft
ro = Jari-jari luar pipa, ft
rins = Jari-jari luar isolasi, ft
kP = Konduktivitas thermal pipa, BTU/ft2-D-oF
kins = Konduktivitas thermal isolasi, BTU/ft2-D-oF

3.4.4.2. Kehilangan Panas Pada Sumur Injeksi


Kehilangan panas pada sumur injeksi tidak seperti kehilangan panas pada pipa
permukaan, yaitu dapat menyebabkan kehilangan panas yang besar, khususnya pada
formasi yang dalam.
Besarnya laju kehilangan panas di sumur injeksi akan lebih besar bila
dibandingkan kehilangan panas di permukaan, hal ini disebabkan adanya perpindahan
panas yang lebih besar di lubang sumur dalam proyek injeksi uap dapat dikurangi
dengan menggunakan tubing berisolasi. Penggunaan tubing berisolasi untuk
mengurangi pengaruh panas terhadap casing yang sudah disemen. Kehilangan panas
pada sumur injeksi dapat dihitung dengan menggunakan persaman sebagai berikut :
q  UAT ..............................................................................................
(3.20)
Dimana :
U = Faktor perbandingan yang disebut over-all heat transfer coefficient
145

A = Luas permukaan yang dilalui panas


T = Perbedaan temperature

Pengembangan lebih lanjut Persamaan 3.20, adalah bentuk persamaan yang


menyatakan laju kehilangan panas di sumur injeksi dimana uap diinjeksikan melalui
tubing adalah sebagai berikut :
2r1Ue  aZ 2 
Qls  (T  T ) Z  a  (3.21)
e  r1 f (t ) 
s m
2 

Dimana :
r1 = Jari-jari luar tubing, ft
U = Koefisien overall heat transfer antar tubing bagian dalam dan casing
bagian luar, BTU/ft2-D-oF
e = Konduktivitas panas formasi, BTU/ft2-D-oF
f(t) = Fungsi konduksi panas transient, dimensionless
Ts = Temperatur uap dalam tubing, oF
Tm = Temperatur permukaan, oF
Z = Kedalaman formasi, ft
a = Gradient geothermal, oF/ft

Fungsi konduksi panas transient f(t) masuk ke dalam perhitungan laju


kehilangan panas di sumur karena perpindahan panas ke dalam formasi merupakan
fungsi waktu. Laju kehilangan panas ini mula-mula mempunyai harga besar yang
kemudian semakin mengecil karena bertambahnya waktu, hal ini sesuai dengan teori
yang menyatakan bahwa thermal resistance akan bertambah besar dengan adanya
formasi yang semakin panas. Gambar 3.8 menunjukkan konfigurasi sumur injeksi.
Penentuan koefisien overall heat transfer adalah hal tersulit, sebelum
dijabarkan penjelasan untuk menentukan koefisien heat transfer perlu diingat bahwa
146

aliran panas melalui tubing, casing dinding semen, dan isolasi adalah murni secara
konduksi. Persamaan berikut ini didapat berdasarkan Hukum Fourier yaitu :
2k tbg (Tti  Tto )L
Tubing : q ............................................... (3.22)
ln rto / rti

2k csg (Tei  Tco ) L


Casing : q .............................................
ln rco / rei

(3.23)
2k cem (Tco  Th ) L
Semen : q ............................................. (3.24)
ln rh / rco

2k ins (Tso  Tins )


Isolasi : q ..................................................
ln rins / rto

(3.25)

Gambar 3.8
147

Konfigurasi Sumur Injeksi 16)


Laju perpindahan panas antara fluida yang dialirkan dan dinding tubing
bagian dalam (tubing inside wall) dapat dihitung dengan persamaan berikut :
q  2rti h f (T f  Th ) L ........................................................................ (3.26)

Hf pada Persamaan 3.26, didefinisikan sebagai koefisien lapisan (film) untuk


perpindahan panas, berdasarkan pada luas permukaan dalam tubing. Koefisien film
air dalam aliran turbulen, umumnya cukup tinggi pada aliran dengan resistance yang
sangat rendah. Koefisien kondensi juga besar, akan tetapi hal ini patut diperhitungkan
untuk mengevaluasi efek yang mungkin terjadi.
Fluida yang mengalir dalam tubing tanpa terjadi perubahan fase, fluida pada
daerah turbulen (Re > 2100), dan jika viskositas di bawah 2 cp digunakan persamaan
Dittus-Boelter :
h f  0.023(k / Dit )( Dit G /  ) 0.8 (Cp / K ) 0.33 ....................................... (3.27)

Dimana :
K = Konduktivitas thermal, BTU/ft2-D-oF
Dit = Inside diameter tubing, ft
G = Aliran massa, lb/hr-ft2
Cp = Spesifik heat, BTU/lb-oF
Untuk minyak cair atau untuk aliran fluida dengan viskositas rendah pada daerah
aliran laminar (Re<2100), digunakan Persamaan Sieder-Tate berikut :
h f  0.027(k / Dit )( /  s ) 0.14 ( Dit G /  ) 0.8 (Cp / K ) 0.33 ......................... (3.28)

Dimana :
s = Viskositas yang dievaluasi pada temperatur permukaan tubing

Energi radiasi diemisikan pada laju yang ditentukan oleh benda tersebut, jika
suatu benda dipanaskan dan ketika energi radiasi mengenai benda, sebagian diserap,
sebagian dipantulkan, dan sebagian lagi mungkin menembus benda tersebut.
Permukaan benda yang berbeda memiliki emisivitas dan absorbsivitas yang berbeda
148

pula. Hukum Kirchoff menyebutkan bahwa kesetimbangan thermal emisivitas suatu


benda sama dengan absorbsivitas. Emisivitas ( ) adalah ratio antara energi yang
diemisikan suatu benda terhadap energi yang diemisikan radiator sempurna (benda
hitam) pada area dan temperatur sama. Radiator juga dikontrol oleh faktor bentuk (F),
atau view faktor set oleh geometri sistem. Faktor bentuk dapat dihitung untuk radiasi
pada silinder infinite konsentris dengan persamaan :
 
 
1
F  
.................................................................. (3.29)
 1 rto  1 
     1 
  to rti   ci  

Dimana :
 to = Emisivitas di luar tubing
 ci = emisivitas di dalam casing
Persamaan 3.30 digunakan untukmenghitung hr di permukaan reflektif yang
tersebar, jika ruang annulus diisi dengan absorbsi gas, misalnya udara :
 
 
0.172 
 1
1

 (0.01T ' ) 4  (0.001T ) 4 

to ci

 
rto  1
  1  
....................
  to
 rci 
  ci


hf 
(T ' to T ' ci )

(3.30)
Dimana :
T’ = Temperatur absolut, oR
 = Emisivitas permukaan
Persamaan 3.31 digunakan jika refleksi yang terjadi terpantul sempurna :
 
 
0.172 
 1
1


  0.01T '  4   0.0001T  4
to ei 

 1
   1 
........................ (3.31)
  to   ci  
hf 
 Tto  Tci 
Penyelesaiaan untuk perbedaan temperatur yang berurutan dan untuk
penurunan temperatur individual ditentukan dengan :
149

1
 r t ln(rto / rti ) 1 r ( r / r ) ln(rh / rco ) 
U to   to  to   w co ei   ........ (3.32)
 rti h f k tbg ( hc  hr ) k csg k cem 

Persamaan dapat dituliskan dalam bentuk lain, jika tubing diisolasi dengan
ketebalan r  rins  rto dengan konduktivitas thermal Kins :
 r t ln(rto / rti ) rto r (r / r ) ln(rh / rco ) 
U to   to  to   to co ei   ... (3.33)
 rti h f k tbg (h' c  h' r )rins k csg k cem 

h’c dan hf ditentukan berdasarkan area permukaan isolasi dan perbedaan temperatur
antara pemukaan luar isolasi dan permukaan dalam casing.

3.4.4.3. Kehilangan Panas Pada Formasi


Suatu gaya dorong T akan terjadi antara formasi dann lapisan impermeable
di atasnya serta pada zona yang dipanaskan di bawahnya, jika suatu formasi
dipanaskan di atas temperatur mula-mula dan perpindahan panas terjadi secara
konduksi. Meskipun konduktivitas thermal batuan rendah, daerah yang terlibat sangat
luas dan kehilangan panas menjadi sangat penting.
Kehilangan panas vertikal pada formasi yang dipanaskan terjadi pada kondisi
unsteady state atau transient. Solusi yang paling lengkap untuk menyelesaikan
masalah ini dipresentasikan Rubenstein. Model penyelesaian yang lain disampaikan
oleh Marx dan Langenheim yang kemudian dikembangkan oleh Ramey, meskipun
model yang diberikan oleh Marx dan Langenheim belum lengkap, akan tetapi bisa
diaplikasikan pada area dengan berbagai dan dapat dengan mudah dilakukan
perhitungannya.
Kehilangan panas pada formasi dapat dihhitung dengan persamaan berikut :

T  2T
 ............................................................................................ (3.34)
t y 2

Kondisi boundary berlaku :


T(y,0) = Te, 0 ≤ Y ≤ 
150

T(0,t) = Ts
Dimana :
Ts = Temperatur uap, oF
Te = Temperatur tetap bumi, oF
T = Waktu, hr
Y = Jarak vertikal dari permukaan yang dipanaskan, ft
 = Difusivitas thermal, ft2/hr
Solusi didapat dari Carslaw dan Jaeger :
 x 
T( y ,t )  Ts  (Ts  Te )erf   ..........................................................
 2 t 
(3.35)
Dimana :
2 x t 2
Erf ( x)   0 e dt ........................................................................... (3.36)

Kondisi panas sepanjang arah vertikal pada waktu t :
 T 
Qt   k   .......................................................................................... (3.37)
 y 
 y2 
T  (Tg  Te )    4 t 
  e
y  t 
 T  (T  Te )
 y   s
  y 0 t

k (Ts  Te )
QL  .................................................................................... (3.38)
t
Dimana :
QL = Kehilangan panas overburden dan underburden, BTU/hr

Faktor-faktor yang menetukan besar volume yang dipanaskan oleh injeksi


steam yang diintroduksikan, yaitu kehilangan panas overburden dan kehilangan panas
formasi yang panas.
151

Kesetimbangan panas dapat dituliskan sebagai berikut :


Panas yang diinjeksikan = Kehilangan panas – Panas yang digunakan
Laju kehilangan panas, Qi diformulasikan sebagai berikut :
A A
kT
Qi  2  H 1 DA  2  dA ..........................................................
0 0 t
(3.39)
Kehilangan panas total pada waktu, t :
1 kt dA
Qi  2  H t du ............................................................... (3.40)
0
 (t  u ) du

Panas yang diperlukan untuk memanaskan formasi ditentukan dengan persamaan :


dA
Qf  h MAT (3.41)
dT
Dimana :
H = Ketebalan formasi, ft
M = Kapasitas panas formasi
= (1   )  r C r  S w  w C w  S o  o C o
T  Ts  Te ........................................................................................... (3.42)

Kedua bagian distribusi panas tersebut dikombinasikan untuk mendapatkan


pernyataan yang dikembangkan oleh Marx dan Langenheim, pada persamaan :
1 kT dA dA
Qo  2  du  MhT ......................................................... (3.43)
0
 du dt

Persamaan tersebut di atas diselesaikan dengan transformasi Laplace untuk


kondisi awal A(0) = 0, dimana :
 Q Mh   x 2 2x 
A( t )   o 2   e erfcx   1 ....................................................... (3.44)
 4 k T    
Dimana :
 2k  1 / 2
x t
 Mh  
152

Nilai kesalahan fungsi diplot pada Gambar 3.9, yang diambil dari tulisan
Marx-Langenheim, Ramey memodifikasikannya supaya lebih mudah digunakan
Ramey mendefinisikan fungsi waktu tak berdimensi (dimensionless), tD, pada :
4k 2 t k 4t
x2  ,  , tD 
M 2 h 2 M h2

Gambar 3.9
Grafik Hubungan Kesalahan Fungsi 6)

Kapasitas panas overburden diasumsikan sama dengan kapasitas panas


formasi untuk dapat menggunakan asumsi di atas, akan tetapi hal ini tidak
sepenuhnya benar. Persamaan 3.44 berikut ini dapat digunakan untuk menghitung
perbedaan kapasitas panas :
4k ob tM ob
x .........................................................................................
M 2 fh 2

(3.44)
153

Gambar 3.10
Grafik Kehilangan Panas Pada Lapisan Yang Saling Berdekatan Sebagai
Fungsi Panas Total Yang Diinjeksikan 6)

Grafik yang dibuat oleh Ramey tentang kehilangan panas pada lapisan yang
saling berdekatan tampak pada Gambar 3.10, di dalamnya terdapat solusi baik denagn
model Marx-Langenheim maupun Rubenstein.

3.5. Perencanaan Peningkatan Perolehan Minyak Berat Dengan Injeksi


Thermal
Injeksi thermal adalah proses penginjeksian panas ke dalam reservoir untuk
menurunkan viskositas minyak atau meningkatkan mobilitas minyak dengan maksud
untuk meningkatkan perolehan minyak.
154

Dr. W. John Lee mengklasifikasikan injeksi thermal menjadi dua jenis, yaitu :
a. Stimulation Treatments, yaitu menstimulasi reservoir dekat sumur produksi
dengan fluida panas atau pemanasan lubang sumur. Stimulation treatments terdiri
dari injeksi uap bersiklus dan pemanasan lubang sumur. Metode yang paling
umum digunakan adalah injeksi uap bersiklus karena memberikan penetrasi yang
lebih besar ke dalam formasi dan dapat meningkatkan mobilitas minyak dengan
menurunkan viskositas.
b. Displacement processes, yaitu menginjeksikan fluida panas ke dalam sumur
injeksi untuk mendesak minyak yang selanjutnya diproduksikan pada sumur
produksi.displacement processes terdiri dari injeksi air panas, injeksi uap dan in
situ combustion. Metode yang paling sering digunakan dari displacement
processes adalah injeksi uap, karena injeksi uap memberikan perolehan minyak
yang lebih besar dari injeksi air panas untuk input energi yang sama. In situ
combustion memakan biaya relatif lebih besar dibanding dengan metode injeksi
thermal lainnya, karena itu diharapkan peningkatan perolehan minyak lebih besar
dan lebih cepat.

3.5.1. Stimulasi Thermal


3.5.1.1. Stimulasi Uap
Stimulasi uap bersiklus disebut juga steam soak process, cyclic steam
injection, dan huff and puff process. Tujuan stimulasi uap adalah untuk meningkatkan
produktivitas sumur produksi dengan menurunkan viscositas minyak, bila viscositas
minyak turun maka mobilitas minyak akan bertambah. Meningkatnya mobilitas
minyak tentunya akan meningkatkan produktivitas sumur. Kenaikan laju produksi
minyak pada beberapa siklus yang dilakukan , dapat dilihat pada Gambar 3.11.
Injeksi steam bersiklus, berbeda dengan steam drive. Dalam proses injeksi
thermal dengan steam drive seluruh batuan reservoir dipanasi secara terus menerus
155

(kontinyu). Dalam injeksi uap bersiklus, steam diinjeksikan melalui sumur produksi,
penginjeksian steam dilakukan dalam beberapa hari atau beberapa minggu, setelah itu
maka sumur didiamkan, yang dikenal dengan periode perendaman (soak period)
setelah melalui tahapan soak maka sumur dapat diproduksikan lagi, Gambar 3.12.

Gambar 3.11
Peningkatan Perolehan Minyak Dengan Injeksi Steam Bersiklus 7)
156

Gambar 3.12
Stimulasi Steam Huff-Puff 7)
3.5.1.1.1. Mekanisme Stimulasi Uap
Selama proses injeksi uap berlangsung berbagai mekanisme produksi terjadi
dan bersifat komplek. Telah diketahui bahwa adanya penurunan viskositas minyak di
zona terpanasi dekat sumur akan mempengaruhi laju produksi.
Menurut Parts, mekanisme produksi dengan peningkatan fasa gas yang tidak
dapat terkondensasi juga menyertai mekanisme di atas. Mekanisme ini terjadi karena
penurunan jumlah gas terlarut dengan adanya kenaikan temperatur. Selain karena
pengaruh temperatur, penurunan jumlah gas terlarut juga dapat disebabkan oleh
reaksi-reaksi kimia. Reaksi-reaksi tersebut meliputi :
1. Decarboxylation minyak (dekomposisi CO2 dari radikal –CO).
2. Pembentukan H2S dari sulfur yang terkandung dari radikal minyak.
3. Pembentukan H2, CO, CH4, dan CO2 dari rekasi air dengan minyak.
4. Pembentukan CO2 dari dekomposisi dan reaksi mineral carbonat dan bikarbonat
yang tidak terlarut.

Parts juga berpendapat bahwa pada steam drive terjadi dekomposisi gas, dan
dapat diambil suatu anggapan bahwa mekanisme yang sama juga terjadi pada proses
injeksi uap bersiklus, setidak-tidaknya selama fasa injeksi steam (huff). Adanya gas
tersebut memberikan tambahan tenaga pendorong dalam produksi minyak. Selain itu
tambahan tenaga pendorong yang lain terjadi karena air dan minyak yang ada di pori-
pori batuan akan berubah menjadi steam dengan adanya pemanasan dan penurunan
tekanan pada fasa produksi, ekspansi gas terlarut, dan ekspansi liquid akan terjadi
karena terpanasi. Mekanisme yang paling berpengaruh dalam meningkatkan tenaga
pendorong pada fasa produksi adalah mekanisme yang terjadi secara gravity drainage
dan solution gas drive. Kondensasi steam yang terjadi selama perendaman (soaking)
157

serta produksi cenderung menurunkan tekanan di sekitar sumur, proses ini akan
meningkatkan laju alir fluida.
Sedangkan menurut Gomma, mekanisme yang paling utama dalam injeksi uap
bersiklus untuk meningkatkan laju produksi minyak adalah penurunan viskositas
minyak sehubungan dengan adanya kenaikan temperatur. Selain itu mekanisme
seperti yang disebutkan di bawah ini juga memberikan pengaruh dalam peningkatan
perolehan minyak.
1. Perforation dan Wellbore Cleaning
Minyak berat ditandai dengan faktor skin yang tinggi, sehubungan dengan
terjadinya endapan aspal di sekitar lubang sumur. Lubang perforasi kadang-
kadang tersumbat oleh campuran minyak berat dan pertikel-partikel padatan
dari formasi. Injeksi uap menaikkan temperatur seingga endapan-endapan aspal
tersebut dapat dibersihkan dan laju produksi naik.
2. Peningkatan Permeabilitas Relatif Minyak
Pada temperatur tinggi, permeabilitas relatif minyak meningkat sehubungan
dengan penurunan saturasi minyak tersisa dan meningkatnya saturasi air
irreducible. Mekanisme ini sama dengan mekanisme yang terjadi pada injeksi
air panas.

3. Kenaikan Tekanan Drawdown


Steam yang diinjeksikan akan menaikkan tekanan reservoir di sekitar lubang
sumur. Ketika sumur diproduksikan kembali pada tekanan alir dasar sumur yang
rendah akan menaikkan laju produksi. Hal ini dapat terjadi karena adanya
peningkatan perbedaan tekanan alir reservoir dengan tekanan alir dasar sumur.
4. Pengaruh Gravity Drainage
Sebagian steam yang berada di reservoir pada fasa uap akan medorong minyak.
Sama dengan proses gravity drainage pada steam drive.

3.5.1.1.2. Perkiraan Perilaku Produksi


158

Persamaan yang digunakan dalam memperkirakan radius uap adalah


Persamaan Marx-Langenheim, dimana panas akan terinvasi ke seluruh lapisan
dengan jarak invasi yang sama dan uap yang diinjeksikan akan terbagi secara merata
ke seluruh lapisan produktif. Persamaan yang digunakan untuk memperkirakan radius
reservoir yang dipanaskan adalah :
2 350i s h( Xh fg  h fs  h fr ) s
rh  ............................................................ (3.45)
4k (Ts  Tr ) N s

Dimana :
rh = Radius zona terinvasi, ft
h = Ketebalan rata-rata, ft
Ns = Jumlah lapisan produktif
hfg = Entalpy uap, BTU/lb
hfs = Entalpy cairan pada Ts, BTU/lb
hfr = Entalpy cairan pada Tr, BTU/lb
Harga  s merupakan fungsi dari waktu tak berdimensi 
  4 Dt i / h 2 ............................................................................................. (3.46)

Dimana :
D = diffusivitas panas, ft2/d
159

Gambar 3.13
Grafik Faktor Tak Berdimensi  s Sebagai Fungsi Waktu Tak Berdimensi  9)

Temperatur rata-rata dari daerah yang telah diinvasi uap dapat dihitung
dengan persamaan Faroug Ali yaitu :
Tavg  Tr  [Ts  Tr ][Vr V z (1   )   ] ................................................... (3.47)

Dimana :
Tavg = Temperatur rata-rata daerah terinvasi, oF
Vr = 0.180304 – 0.41269 x + 0.18217 x2 + 0.149516 x3 + 0.024183 x4
x = log (D t / rh2)
Vz = 0.474884 – 0.56832 y – 0.239719 y2 – 0.035737 y3
y = log (4 D t / h2)
 = 0 pada t = ti

Performance dari sumur yang telah distimulasi uap dapat dihitung dengan
metode Boberg dan Lantz. Laju produksi setelah stimulasi dapat dicari apabila data
produksi sebelum stimulasi uap juga diketahui.
Jh
Qoh  Qoc ............................................................................................ (3.48)
Jc

Dimana :
Qoh = Laju produksi setelah huff and puff, STB/D
Qoc = Laju produksi sebelum huff and puff, STB/D
1
Jh / Jc = , F1 dan F2 dapat dilihat pada Tabel 3.2.
(  oh /  oc ) F1  F 2

Tabel III-2
Faktor Geometris F1 dan F2
16)
160

Flow Condition F1 F2
Steady State [ln (rh / rw) + Sh] / [ln (re / rh)] /
ln (re/rw)S [ln (re / rw)+S]
Semisteady State [ln (rh / rw)-(rh2/2re2) + Sh] / [ln (re / rh) – ½ + rh2/2re2] /
[ln (re/rw)-1/2 + S] [ln (re / rw) – ½ + S]

Untuk reservoir yang mempunyai tekanan yang rendah dan ketebalan formasi
yang tipis, mekanisme produksi yang dapat terjadi setelah injeksi steam adalah
gravity drainage. Metode Towson dan Boberg memperhitungkan pengaruh gravity
drainage terhadap laju produksi dengan menggunakan Persamaan 3.49. dalam
pengembangan persamaan tersebut diasumsikan distribusi fluida reservoir seperti
pada Gambar 3.14, dengan batas antara minyak dengan air cukup jelas (pada batas
tersebut tidak ada percampuran minyak dengan air.

1.27  o k o (hh  hw )
2 2

qo  ..................................................................... (3.49)
 o ln(rh / rw )  0.5
Persamaan tersebut diatas selain dapat digunakan untuk menghitung laju produksi
minyak, juga dapat digunakan untuk menghitung laju produksi air. Perhitungan
dilakukan dengan penggantian sifat-sifat fisik minyak dengan sifat-sifat fisik air.
Disarankan untuk menggunakan Persamaan 3.49 di atas, ketinggian h h harus
diperhitungkan untuk masing-masing interval waktu. Perkiraan tersebut dapat
dilakukan dengan memperhitungkan besarnya laju alir dari zona yang tidak terpanasi
ke zona yang terpanasi.
Besarnya laju alir dari zona yang tidak terpanasi ke zona yang terpanasi dapat
dihitung dengan persamaan di bawah ini.
7.082k o h( Pe  Ph )
qc  ....................................................................... (3.50)
 oc ln(re / rh )
Dimana :
Pe = Tekanan pada zona yang tidak terpanasi, psia
Ph = Tekanan pada zona terpanasi, psia
161

h = Ketebalan formasi, ft
µoc = Viskositas minyak tidak terpanasi, cp

Minyak yang tertinggal di zona yang terpanasi pada interval waktu t, adalah
jumlah minyak yang terproduksi dikurangi dengan jumlah minyak yang mengalir dari
zona yang tidak terpanasi ke zona yang terpanasi, dapat dihitung dengan Persamaan
3.51.
q  (q o  q c )t ........................................................................................ (3.51)

Perubahan ketinggian rata-rata minyak (h ) , di zona yang terpanasi dengan interval


waktu (i-1) sampai I dihitung dengan Persaman 3.52.
q
hi 1  hi  2 2 ......................................................... (3.52)
( S o  S or ) (rh  rw )
Dari harga (h ) yang diperoleh dari Persamaan 3.52 di atas, maka besarnya harga h h
dapat dihitung dengan Persamaan 3.53 di bawah ini.
2
hh  4h B  (16h 2 B 2  hw  8h 2 B) 0.5 ............................................... (3.53)
Dimana besarnya harga B dihitung dengan Persamaan 3.54.
 r 
B  ln h  0.5 ..................................................................................... (3.54)
 rw 
Dengan menggunakan pendekatan seperti yang dilakukan oleh Towson dan
Boberg, Jones mengembangkan suatu persamaan untuk reservoir dengan suatu
gravity drainage. Dari pengembangan persaman tersebut besarnya laju produksi
minyak dapat dihitung dengan persamaan di bawah ini.
7.082k o hS h (hh  hw )
qo  ..................................................................... (3.55)
 o Bo Fo ln(rh / rw )
Dimana :
Bo = Faktor volume formasi minyak
Fo = Faktor scale konstan untuk minyak yang diproduksikan
162

Gambar 3.14
Drainage Gravity Assumsi Towson dan Boberg 7)

3.5.1.1.3. Keuntungan Dan Kerugian Stimulasi Uap


Keuntungan stimulasi uap adalah :
1. Efektif diterapkan pada reservoir yang dangkal dengan viskositas yang
cukup besar dan kontinuitas lateral yang jelek.
2. Periode produksi umumnya lebih panjang dibanding periode penutupan.
3. Pertambahan rate produksi lebih cepat diperoleh dibanding dengan metode
pendesakan (displacement).
4. Pembersihan lubang bor lebih baik, karena organic solid yang ada di dekat
lubang bor larut, clay lebih stabil.
5. Jumlah minyak yang diperoleh persatuan volume steam lebih besar
dibandingkan pada steam injeksi.
Kerugian stimulasi uap adalah :
1. Proses injeksi sangat dibatasi oleh kedalaman sumur.
2. Dapat timbul problem swelling, hal ini harus dihindari.
3. Diperlukan treatment air yang akan dipanasi menjadi uap di permukaan.
163

Pemanasan Lubang Sumur


Stimulasi thermal dengan menggunakan metode pemanasan lubang sumur
merupakan metode thermal yang paling tua. Peralatan yang digunakan untuk metode
ini dapat berupa pemanasan elektrik atau pembakaran gas. Pemanasan lubang bor
meningkatkan laju produksi minyak terhadap reservoir-reservoir yang mempunyai
permasalahan minyak yang viscous atau minyak-minyak paraffin.

Mekanisme Pemanasan Lubang Sumur


Sama seperti proses stimulasi thermal yang lain. Stimulasi thermal dengan
pemanasan lubang bor, peningkatan laju produksi minyak dilakukan dengan cara
menurunkan viskositas minyak dan melarutkan atau mencegah terjadinya endapan
aspal serta padatan organik lainnya. Panas dipindahkan ke dalam reservoir dengan
cara konduksi. Pada saat produksi, fluida reservoir akan membawa kembali panas
tersebut dari reservoir ke lubang sumur serta perlu juga diperhatikan bahwa pada saat
pemanasan akan terjadi penurunan laju produksi untuk sementara waktu.
Sumur produksi dengan water cut yang tinggi dapat menimbulkan masalah.
Untuk mengurangi water cut dapat dilakukan dengan menaikkan temperatur di sekitar
sumur sehingga harga viskositas minyak di sekitar lubang bor akan turun. Besarnya
panas yang dipindahkan oleh fluida yang terproduksi dapat terjadi dengan Persamaan
3.56.
Q p , dh  5.615(q o M o  q w M w )T pdh ................................................... (3.56)

Perkiraan Perilaku Produksi


Untuk menghitung distribusi temperatur dan besarnya produksi dapat
dihitung berdasarkan Metode Schild. Distribusi temperatur tidak berdimensi dalam
kondisi steady state untuk aliran panas dan fluida secara radial dapat dihitung dengan
Persamaan 3.57.
164

b
T  Ti T  Ti  r 
TD     ...................................................... (3.57)
T pdh T pdh  Ti  rw 

Dimana :
Ti = Temperatur mula-mula reservoir, oF
T pdh = Resultan temperatur fluida terproduksi dengan interval terpanasi, oF
T = Temperatur di sembarang tempatdi reservoir, oF
r / rw = Jarak darisumur dinyatakan sebagai kelipatan dari lubang
sumur
R = Konduktivitas thermal formasi, BTU/ft-D-oF
Harga b, merupakan laju per unit temperatur pada pemanas, dimana panas yng
dipindahkan oleh fluida yang diproduksi dapat dihitung dengan Persamaan 3.56.
Untuk menghitung besarnya harga b dapat dihitung dengan persamaan :
Q p ,dh
b ................................................................................... (3.58)
2ht  R T pdh

Temperatur fluida dasar sumur yang terproduksi, Tdh dapat diukur dari fluida
di kepala sumur, untuk perhitungan dapat diperkirakan dari persamaan di atas.
Setelah mendapatkan harga substitusinya maka persamaan di bawah ini dapat
digunakan untuk perhitungan, yaitu :
Q pdh  (1   h ) ......................................................................................... (3.59)

Dimana effisiensi pemanasan,  h dihitung untuk fraksi panas yang keluar dari heater
, Q dan masuk ke formasi.
Profil temperatur radial di reservoir sekitar lubang sumur yang dipanasi
diperoleh melalui Persamaan 3.57. Untuk idealisasi persamaan tersebut dapat dilihat
pada gambar (nanti di bawah ini), merupakan plot jarak radial tidak berdimensi
dengan temperatur tidak berdimensi.
Waktu minimum yang dibutuhkan untuk mencapai kondisi steady state
dengan asumsi kandungan panas di reservoir adalah steady state serta tidak ada
kehilangan panas ke formasi dapat dihitung dengan Persamaan 3.60.
165

2 b
2ht rw M R T pdh ( reD
2
 1)
t min  ........................................................ (3.60)
 h Q ( 2  b)
Apabilah harga b = 2 maka tmin dihitung dengan Persamaan 3.61 di bawah ini.
2ht rw M R T pdh
2

t min  ln reD .................................................................


hQ
(3.61)
Harga reD dapat dihitung dengan Persamaan 3.62 di bawah ini.
re
reD  ..................................................................................................
rw

(3.62)
Dimana re merupakan radius perembesan dari sistem aliran.
Ketika harga b bertambah besar yaitu saat masa laju produksi pada steady
state naik maka daerah yang terpanasi di sekitar lubang sumur dalam
perkembangannya secara radial akan turun, hal ini disebabkan fluida yang
terproduksi. Hasil-hasil dari perkembangan tersebut dapat dilihat pada gambar (yang
kedua di bawah). Garis putus-putus pada gambar tersebut merupakan garis yang
menghubungkan untuk kondisi steady state yang diperhitungkan secara teori. Dari
gambar tersebut kita mendapat suatu penjelasan bahwa rasio respon yang lebih besar
diperoleh dari crude yang lebih viscous.
166

Gambar 3.15
Grafik Distribusi Temperatur Pada Kondisi Steady State
Dari Pemanasan Dasar Sumur 7)

Gambar 3.16
Grafik Laju Produksi Minyak Pada Kondisi Steady State
Vs Laju Produksi Minyak Unstimulated Tidak Berdimensi 7)
Keuntungan Dan Kerugian Pemanasan Lubang Sumur
Keuntungan pemanasan lubang sumur :
1. Terjadinya efek swelling dapat dihindari.
167

2. Tidak diperlukan peralatan treatment air seperti pada stimulasi


steam.
3. Kehilangan panas di permukaan dapat dihindari.
4. Tidak dibutuhkan adanya penyekat (isolasi) untuk menghindari
adanya kehilangan panas di permukaan.
Kekurangan pemanasan lubang sumur :
1. Laju panas yang dibangkitkan oleh pemanas lubang sumur dibatasi oleh
temperatur maksimum dimana pemanas tersebut dapat dioperasikan secara aman.
2. Adanya kerusakan logam pada daerah pemanasan, kerusakan tersebut
harus dicegah.
3. Temperatur yang tinggi dapat meningkatkan laju korosi pada lingkungan
dasar sumur.
4. Panas yang berlebihan dapat mengakibatkan timbulnya endapan organik
atau kerak arang (coking) yang merusak produktivitas serta menghalangi
perpindahan panas dari alat pemanas ke fluida yang dipanasi.

3.5.2. Injeksi Air Panas


3.5.2.1. Sistem Injeksi Air Panas
Air yang akan diinjeksikan ke dalam reservoir dipanaskan terlebih dahulu
sampai temperatur air lebih tinggi dari temperatur reservoir mula-mula, tetapi lebih
rendah dari temperatur penguapan air. Air panas akan mengalir secara kontinyu ke
lapisan yang lebih dingin dalam reservoir kemudian secara berangsur-angsur akan
terjadi kehilangan panas sehingga akhirnya temperatur mendingin sampai tercapai
temperatur reservoir mula-mula pada daerah yang terpanasi.
Zona yang terpanasi dan region atau bank air yang mendingin akan segera
terakumulasi setelah injeksi air panas dimulai. Bank air yang mendingin secara
kontinyu akan terbentuk di depan zona yang terpanasi ikut terbentuk juga, tetapi
dengan laju yang lebih lambat, hal ini terjadi karena perpindahan panas hampir terjadi
168

seketika dan ratio kapasitas panas air dengan batuan sekitar dua atau tiga unit PV air
panas harus diinjeksikan untuk memanaskan satu volume bulk reservoir.
Distribusi temperatur dalam zona yang terpanasi tergantung pada kehilangan
panas. Kecepatan ini berbanding lurus dengan flux air dan tergantung pada kapasitas
panas air dan batuan.
Hubungan kecepatan dengan kapasitas panas telah diturunkan oleh Dietz
dapat dinyatakan dengan Persamaan 3.63 :
Vtr (1   )  m C m  S or  o C o
 1 ........................................................
VT  (1  S or )  w C w
(3.63)
Dimana :
Cm = Kapasitas panas spesifik material matrix, kkal/kg-oC
Co = Kapasitas panas spesifik minyak, kkal/kg-oC
Cw = Kapasitas panas spesifik air, kkal/kg-oC
Sor = Saturasi minyak sisa, fraksi
VT = Kecepatan front temperature T, m/hari
Vtr = Kecepatan front tracer T, m/hari
m = Densitas material matriks, kg/m3
o = Densitas minyak, kg/m3
w = Densitas air, kg/m3

Pertama kali minyak akan didesak oleh air dingin sebelum front panas sampai.
Air panas akan mendingin lebih cepat dalam jari-jari yang kecil (small fingers)
sehingga panas berjalan lambat dalam reservoir.
Ulah dini dari hot water drive lebih buruk dari cold water drive karena hot
water drive kurang viscous dibandingkan dengan cold water, tetapi pada hakikatnya
masih mendorong minyak dingin. Berangsur-angsur kemudian kehilangan panas dari
hot water chanel akan menambah temperatur reservoir dengan cara konduksi, yang
mengurangi viskositas minyak dan meningkatkan efek water drive. Temperature yang
169

lebih tinggi akan mengurangi perbandingan viskositas minyak-air dalam hot water
chanels, sehingga pendesakan lebih efektif dan saturasi minyak yang tersisa lebih
rendah pada bagian yang tersapu dari lapisan minyak.
Penambahan keuntungan dari injeksi air panas biasanya terjadi setelah
breaktrough air dingin pada sumur produksi dan kenaikan recovery minyak disertai
dengan tingginya WOR.

3.5.2.2. Mekanisme Pendesakan Injeksi Air Panas


Berbagai percobaan dan penelitian telah dilakukan oleh beberapa ahli
menjelaskan bagaimana terjadinya mekanisme pendesakan yang dilakukan dengan air
panas sebagai salah satu metode dalam sistem injeksi air panas.
Willman menjelaskan bahwa peningkatan recovery minyak yang mempunyai
viskositas tinggi oleh pendesakan air panas dapat terjadi akibat peningkatan mobilitas
sebagai hasil penurunan viskositas minyak dan pengurangan minyak tersisa pada
temperatur tinggi. Pengembangan thermal, mengurangi minyak tersisa pada
temperatur tinggi. Minyak tersisa pada temperatur awal reservoir (Ti) dangan evaluasi
temperatur sebesar (T) akan menempati volume sebesar Sor [1 + bo (T-Ti)], dimanan
bo adalah koefisien pengembangan thermal dari minyak. Jumlah saturasi tersisa pada
berbagai temperatur adalah konstan, dan ketika formasi kembali lagi pada temperatur
awal volumenya akan menurun. Banyaknya pengurangan saturasi minyak tersisa
sebesar Sor bo (T-Ti) dengan syarat bahwa koefisien pengembangan thermal selama
proses pendinginan sama dengan koefisien pengembangan thermal pada siklus
pemanasan.
Penelitian yang dilakukan oleh Poston, Weinbrant, dan Ramey menunjukkan
pengurangan dari saturasi minyak tersisa yang berharga sebesar 50 % atau lebih.
Gambar 3.17, menunjukkan beberapa hasil yang diberikan oleh Poston. Pengurangan
minyak tersisa dengan menaikkan temperatur juga akan mengubah tegangan
permukaan. Perubahan tegangan permukaan tidak hanya terjadi antara minyak
170

dengan air tetapi juga dengan mineral dengan liquid khususnya dengan mineral yang
mempunyai kandungan organik yang kompleks.
Perubahan tegangan permukaan tidak akan mengurangi tekanan kapiler,
apabila dalam system batuan dan fluida, dengan kenaikan temperatur menjadi lebih
bersifat water wet. Sinnokrot dan Poston, menjelaskan bahwa perubahan tekanan
kapiler dan permeabilitas relatif terjadi karena adanya kenaikan kebasahan air akibat
kenaikan temperatur.

Gambar 3.17
Grafik Distribusi Saturasi Air Dan Temperatur Hasil Dari Pendesakan Minyak
Oleh Air Panas Pada Berbagai Harga Temperatur Mula-Mula 16)

Gambar 3.17, menunjukkan bagaimana perubahan harga effisiensi pendesakan


pada berbagai harga densitas berbeda dengan mekanisme pendesakan yang terjadi
secara pengembangan panas, penurunan harga viskositas, derajat kebasahan, tegangan
permukaan antara minyak dengan air.
Gambar 3.17, menunjukkan bahwa secara kualitatif pengembangan panas
lebih baik diterapkan untuk minyak ringan, sedangkan untuk minyak berat
171

mekanisme pendesakan untuk menaikkan harga effisiensi pendesakan lebih baik


dilakukan dengan pengurangan harga viskositas atau pengubahan derajat kebasahan.
Cambarnous dan Pavan menjelaskan kelakuan dari pendesakan air panas
dengan membandingkan hasil dari pendesakan panas terhadap pendesakan air yang
dilakukan secara konvensional. Mereka menasumsikan bahwa temperatur merupakan
fungsi jarak dan waktu. Persamaan aliran fraksi dipecah dengan system persamaan
linier dengan pertimbangan perubahan mobilitas fluida tidak hanya dengan saturasi
tetapi juga dengan temperatur.
Pada kasus C, pendesakan dilakukan secara isothermal dengan temperatur
68.9 oF, begitu juga dengan kasus A dengan temperatur 176 oF, dari kedua kasus
tersebut dilihat bahwa besarnya viskositas ratio minyak-air (kasus A) lebih rendah
dari kasus pertama (kasus C). Harga saturasi air terbesar akan dicapai pada harga
temperatur tertinggi, yang akan mengakibatkan tercapainya saturasi minyak tersisa
pada harga yang paling rendah.
Kasus B gambar 3.16, temperatur minyak mula-mula 68.9 oF didesak dengan
injeksi air pada temperatur 176 oF. Kurva B terletak diantara kurva A dan C
merupakan gambaran pendesakan air panas dimana harga temperature awal dari
reservoir dipengaruhi oleh temperatur air panas dan dapat dilihat pengaruhnya
terhadap saturasi air dan saturasi minyak tersisa.
Kurva paling bawah adalah kurva D yang menunjukkan bahwa air panas
mengalami proses pendinginan selama terjadinya aliran melalui sistem. Kurva
tersebut menunjukkan bahwa kehilangan panas terbesar terdapat pada front
pendesakan.
Kesimpulan yang diperoleh pada pendesakan air panas berdasarkan gambaran
dan penjelasan di atas adalah :
1. Leading front adalah temperatur awal reservoir.
2. Front air dingin merupakan hasil dari pendinginan front air panas.
172

3. Dibutuhkan volume yang besar dalam injeksi air panas untuk merubah
saturasi minyak menjadi saturasi minyak tersisa walaupun dekat dengan
sumur injeksi.
4. Minyak didesak melalui seluruh zona penyapuan oleh air yang diinjeksikan.

3.5.2.3. Perilaku Produksi Injeksi Air Panas


Tidak ada metode yang sederhana untuk memperkirakan perolehan minyak
dari injeksi air panas. Suatu pendekatan yang disarankan adalah :
a. Perhitungan didasarkan pada teknologi pendesakan air secara konvensional.
b. Menampilkan beberapa elemen yang dibutuhkan untuk menggambarkan
perilaku injeksi air panas.
c. Dalam perhitungan hanya efek variasi permeabilitas dan perbandingan
mobilitas yang dipertimbangkan.
Metode yang mempertimbangkan pengaruh yang merugikan dari variasi
permeabilitas, perbandingan mobilitas, dan saturasi air yang dapat bergerak mula-
mula dapat dilihat dari Gambar 3.18 s/d 3.21. Harga E R dalam gambar tersebut
menghadirkan fraksi perolehan dari minyak mula-mula di tempat. Nilai dari
perbandingan mobilitas M, dan variasi permeabilitas V diperlukan untuk
menggunakan gambar-gambar tersebut.
173

Gambar 3.18
Grafik Variasi Pernmeabilitas Vs Mobilitas Ratio
Memperlihatkan Garis Konstan ER (1-Sw) Untuk WOR Produksi 1 16)

Gambar 3.19
Grafik Variasi Permeabilitas Vs Mobilitas Ratio
Memperlihatkan Garis Konstan ER (1 - 0.72 Sw) Untuk WOR Produksi 5 16)
174

Gambar 3.20
Grafik Variasi Permeabilitas Vs Mobilitas Ratio
Memperlihatkan Garis Konstan ER (1 - 0.52 Sw) Untuk WOR Produksi 25 16)

Gambar 3.21
Grafik Variasi Permeabilitas Vs Mobilitas Ratio
Memperlihatkan Garis Konstan ER (1 - 0.40 Sw) Untuk WOR Produksi 100 16)
175

Gambar 3.22
Grafik Distribusi Permeabilitas Pada Log Normal 16)
Variasi permeabilitas atau koefisien variasi permeabilitas ditentukan dengan
mengurutkan dari besar ke kecil nilai-nilai dari permeabilitas reservoir. Suatu contoh
grafik yang diplot pada kertas semilog dapat dilihat pada Gambar 3.22 dan variasi
permeabilitas V dihitung dari Persamaan 3.64.
k  k
V  ............................................................................................... (3.64)
k
Dimana :
k = Harga permeabilitas yang lebih besar dari 50 % dari sample, mD
k = Harga permeabilitas yang lebih besar dari 84.1 % dari sample, mD

Craig mendefinisikan bahwa harga mobilitas ratio adalah perbandingan


mobilitas air yang mendesak pada harga saturasi rata-rata di daerah upstream dari
front pendesakan air yang dibagi dengan mobilitas minyak yang didesak di daerah
downstream oleh front pendesakan air.
176

k rw
(S )
w
M w,o  .................................................................................... (3.65)
k ro
( S wc )
o
Mobilitas minyak dipengaruhi oleh temperatur, mengingat mobilitas air
meningkat karena penurunan harga viskositas air karena adanya saturasi rata-rata
yang lebih besar di zona penyapuan, hal ini menyebabkan perbandingan mobilitas
pada injeksi air panas lebih besar dari injeksi air konvensional.
Craig menggambarkan perolehan minyak pada perbandingan minyak-air
(WOR) abandonment diperoleh dengan menggeplot harga perolehan (fraksi minyak
mula-mula di tempat) dihitung pada WOR sama dengan 1, 5, 25, 100 dari Gambar
3.18 s/d 3.21. Perhitungan perolehan minyak oleh Craig, injeksi air panas
memberikan hasil yang lebih sedikit dila dibandingkan dengan injeksi air secara
konvensional. Effisiensi pendesakan yang lebih baik dari injeksi air panas akan
diperoleh dengan cara mengalihkan fraksi perolehan pendesakan air yang diberikan
dari Gambar 3.18 s/d 3.21 dengan perbandingan satuasi minyak rata-rata di zona yang
dipengaruhi oleh air injeksi di bawah kondisi pendesakan air panas maupun
waterflood.
S o , wf
E Rhw  E R .................................................................................... (3.66)
S o (Ti )

Dimana :
E Rhw = Fraksi perolehan minyak di tempat oleh injeksi air panas

ER = Fraksi perolehan minyak di tempat oleh injeksi air dingin


S o , wf = Saturasi miyak rata-rata di zona penyapuan oleh injeksi air
S o (Ti ) = Saturasi miyak rata-rata di zona penyapuan oleh injeksi air
panas yang ditunjukkan pada kondisi reservoir mula-mula
177

3.5.2.4. Keuntungan Dan Kerugian Injeksi Air Panas


Keuntungan injeksi air panas adalah :
a. Proses pendesakan panas sangat simple, dan dapat berfungsi sebagai water
flood.
b. Design dan operasinya sebagian besar dapat menggunakan fasilitas water
flood.
c. Effisiensi pendesakan lebih baik dari water flood konvensional.
Kerugian injeski air panas adalah :
a. Air mempunyai kapasitas panas yang rendah dibandingkan steam.
b. Perlu treatment khusus untuk mengontrol korosi, problem scale, swelling,
emulsi
c. Kehilangan panas yang cukup besar pada rate injeksi rendah dan formasi sand
tipis.

3.5.2.5. Perencanaan Opeasi injeksi Air Panas

Pelaksanaan dari injeksi ini adalah setelah sejumlah air yang diperlukan untuk
injeksi, dipanaskan dalam pemanas air yang telah disediakan, sampai lebih tinggi
daripada temperatur reservoir mula-mula tetapi lebih kecil daripada temperatur
penguapan air. Kemudian dengan bantuan kompresor fluida diinjeksikan ke dalam
sumur injeksi menuju reservoir sebagai target. Setelah sampai pada target yang
diharapkan, maka panas yang terkandung dalam air panas akan berpindah ke sebagian
besar fluida reservoir itu, sehingga temperatur fluida reservoir akan naik. Dengan
naiknya temperatur fluida temperatur fluida reservoir, maka viscositas minyak akan
mengecil dan mobilitas fluida reservoir akan naik lebih besar dari fluida pendesak.
Sehingga fluida yang didesak akan lebih mudah bergerak ke sumur produksi.
A. Fasilitas Instalasi Injeksi Air Panas

Fasilitas instalasi dalam suatu thermal project dapat berbeda-beda tergantung


kepada kebutuhan lokal yang diperlukan. Dalam beberapa kasus ada instalasi
178

permukaan untuk thermal project identik dengan yang digunakan dalam primary atau
secondary recovery di lapangan dan hanya peralatan yang khusus saja yang
ditambahkan. Penanganan khusus yang harus diambil adalah penanganan emulsi,
karena produksi emulsi dalam suatu thermal project biasanya lebih sulit dipecahkan
daripada yang diproduksi selama produksi primer.

 Sumur Injeksi

Sumur-sumur injeksi yang digunakan biasanya menggunakan 5 ½ atau 7 in


casing dengan tipe casing H-40 atau J-55. Pipa dipasang sampai lapisan produktif dan
di semen sampai ke permukaan. Hal ini akan memungkinkan pemilihan perforasi
yang selektif. Dalam Zona yang tebal hanya bagian yang paling bawah dari zona
tersebut yang diperforasi untuk mengimbangi adanya segregasi gravitasi. Jika ada
problem produksi pasir maka biasanya dipasang slotted liner. Hal ini akan mencegah
pasir mengalir ke sumur injeksi selama terjadinya aliran balik (back flow) atau ketika
kompressor udara rusak (down).
179

Gambar 3.23
Komplesi Sumur Injeksi
(Prats, Micheal., 1986)

 Pemakaian Pompa
Pemakaian pompa biasanya dilakukan untuk menginjeksikan air ke formasi
(water injection pump), beberapa metode EOR seperti pressure maintenace, water
flooding, miscibel displacement (injeksi CO2 tercampur) dan chemical proces (injeksi
alkaline, injeksi polimer dan injeksi surfactant) semua ini memerlukan water injection
pump.

Tipe dari pompa yang sering dipakai untuk injeksi air ke reservoir adalah :
1. Pompa Reciprocating
Pada pompa jenis ini energi ditambahkan oleh fluida secara intermitten oleh
pergerakan piston, plunger piston atau diapghram.
Pompa Reciprocating diklasifikasikan menjadi dua :
a. Berdasarkan pergerakan piston : jika liquid dipompakan pada saat
penghantar piston hanya satu arah maka disebut ”Single acting”. Jika
liquid dipompakan ketika pergerakan piston dalam dua arah disebut
”Double acting”.
b. Berdasarkan jumlah silinder : Jika mempunyai satu silinder disebut
sebagai simplex pump, dua silinder disebut duplex pump dan tiga silinder
disebut triplex, lima silinder disebut quitiplex dan tujuh silinder disebut
septuplex.
2. Pompa Centrifugal
180

Pompa centrifugal dapat dipakai untuk kondisi dimana diinginkan prime mover
yang ekonomis dan mensuplai air untuk injeksi dalam jumlah yang cukup besar.
Pompa ini digerakkan oleh motor elektris dan dapat diatur hingga relatif hanya
memerlukan head pump yang rendah.

Parameter-parameter yang digunakan dalam perhitungan dasar pompa adalah :

a. Tekanan
Air tawar dengan ketinggian 2,31 feet akan memberikan tekanan sebesar 1 psi.
Apabila fluida lain yang mempunyai SG berbeda dengan air dipakai maka rumus
umumnya menjadi :
H .SG
P ............................................................................. (3-67)
2,31

P  0,433.H .SG ................................................................... (3-68)

Keterangan :
P = Tekanan, psi
H = Ketinggian kolom, feet
SG = Specific gravity

b. Head
Tekanan pompa yang harus berikan biasanya dinyatakan dalam head.
2,31
Head  2,31  P / SG  ................................................ (3-69)
SG
c. Horsepower
Hydraulic Horsepower dari pompa bisa ditemtukan dengan menggunakan
rumus :
H p Q
HHP  ....................................................................... (3-70)
550
Keterangan :
HHP = Hydraulic Horsepower, dimana 1 HP = 550 ft-lb/sec
181

Hp = Pump head, ft
ρ = Density liquid, lb/ft
Q = Flow rate, ft3/sec
Dari Persamaan (3-106) di atas apabila dalam bentuk unit dikonversi adalah
menjadi :
( SG ).q ' H P
HHP 
3960
q ' xP
HHP 
1714
Q .P
HHP  1
58766
Sedangkan Break Horsepower bisa ditentukan dengan persamaan :
HHP
BHP  ........................................................................... (3-71)
E
Keterangan :
q’ = Flow rate, gpm
Q1 = Flow rate, bpd
ΔP = Kenaikan tekanan, psi
E = Efisiensi pompa = HHP/BHP
d. Net Positive Suction Head (NPSH) adalah tekanan net di atas tekanan uap dari
liquid yang akan dipompakan. NPSH yang tersedia dari sistem dapat dihitung
dari rumus :
NPSHa = Hp – Hvpa + Hst – Hf – Hvh – Ha .................................... (3-72)
Keterangan :
NPSHa = Net Positive Suction Head yang tersedia, ft
Hp = Head tekanan absolut di atas permukaan dari liquid didalam
tanki, ft
Hvpa = Tekanan uap absolut dari liquid pada kondisi mengalir, ft
Hst = Static head dari inlet di atas centerline pompa, ft
Hf = Friction head loss, ft
182

Ha = Acceleration head, ft
V2
Hvh = Velocity head, ft =
2g

Head kecepatan secara normal adalah kecil jika dihubungkan dengan faktor
lainnya dan dapat diabaikan. Friction head loss dapat dihitung dari kehilangan
tekanan. Acceleration adalah nol untuk pompa centrifugal sedangkan untuk
pompa reciprocating dapat dihitung dengan persamaan :
L.V .Rp.C
Ha  ...................................................................... (3-73)
g .K

Keterangan :
L = Panjang sebenarnya dari section pipa, ft
V = Kecepatan liquid rata-rata, ft/sec
Rp = Kecepatan pompa, rpm
C = Faktor jenis pompa
= 0,2 simplex double acting
= 02 duplex single acting
= 0,115 duplex double acting
= 0,066 triplex
= 0,040 quintuplex
= 0,028 septuplex
K = Compressibility factor
= 1,4 jika tidak ada compressibility
= 1,5 amine dan glycol, air terproduksi
= 2,0 crude oil
= 2,5 relatively compressibility liquid (contoh = hot oil ethane)
Mengenai kapasitas dari pompa, besarnya dapat dihitung dengan persamaan :
d 2 .s.SN d 2 .s.SN
Qm  Q
atau D  …………………………......... (3-74)
294 8,57

Keterangan :
183

Qm = Galon air/menit
Qd = Bbl air/hari
d = Diameter, in
s = Stroke, in
S = Stroke/menit untuk tiap-tiap plunger
N = Bersarnya efective plunger stroke, (3 untuk triplex, 4 untuk qudruplex
dan 4 untuk duplex double acting).

3.5.2.5. Screening Kriteria Injeksi Air Panas


Screening kriteria injeksi air panas ditunjukkan pada tabel III-3 berikut ini:
Tabel III-3
Screening kriteria Injeksi Air Panas (19)
Parameter Kriteria Seleksi
Batuan Reservoar
Tekanan, psi Tidak Kritis
Permeabilitas, mD > 500
Ketebalan, ft > 10
Saturasi Minyak, %PV > 40
Kedalaman, ft 400-1000
Temperatur, oF Tidak Kritis
Jenis Batuan Sandstone atau limestone
Fluida Reservoar
Gravity, oAPI > 10
Viskositas, cp 100-1000
Komposisi Tidak Kritis

3.5.3. Injeksi Uap (Steam Flood)


3.5.3.1. Sistem Injeksi Uap
184

Injeksi uap merupakan suatu proses pendesakan minyak seperti halnya dengan
injeksi air. Uap diinjeksikan secara terus-menerus melalui sumur injeksi dan minyak
yang didesak diproduksikan melalui sumur lain yang berdekatan. Selama uap
bergerak di dalam reservoir antara sumur injeksi dan sumur produksi, terbentuk
daerah atau zona-zona yang masing-masing memiliki karakter tersendiri. Zona-zoan
tersebut dibagi berdasarkan adanya perbedaan temperatur dan saturasi fluidanya,
zona-zona tersebut adalah zona uap, zona solvent, zona air panas, zona kondensat
temperatur rendah atau oil bank, dan zona fluida reservoir.
Masing-masing zona mempunyai mekanisme pendesakan terhadap minyak
sehingga menyebabkan distribusi saturasi fluida yang tidak merata. Profil temperatur
di dalam reservoir antara sumur injeksi dan sumur produksi akan berubah berangsur-
angsur yaitu semakin turun. Gambar 3.24, menjelaskan kondisi yang terbentuk
dengan adanya uap yang diinjeksikan ke dalam reservoir dan dapat ditunjukkan
bahwa saturasi minyak sisa yang terkecil terjadi pada zona uap.
185

Gambar 3.24
Distribusi Temperatur Dan Saturasi Injeksi Uap Di Reservoir 11)
Saat uap diinjeksikan, suatu zona yang jenuh uap akan terbentuk di sekitar
sumur injeksi dan zona uap ini terus meluas sejalan dengan jumlah uap yang
diinjeksikan, karena adanya persentuhan antara uap dengan formasi dimana
temperatur formasi lebih rendah, maka akan terjadi proses kondensasi uap yang
selanjutnya membentuk zona kondensat panas.
Minyak meninggalkan zona uap karena adanya proses destilasi uap, dimana
fraksi minyak ringan akan menguap membentuk zona baru yaitu zona solvent di
depan muka zona uap dan karena pengaruh penurunan temperatur, maka minyak akan
berkurang viskositasnya dan minyak akan didorong oleh muka zona uap maupun
186

zona air panas. Uap yang diinjeksikan akan terkondensasi membentuk zona
kondensat dingin seiring dengan berjalannya waktu. Besarnya saturasi minyak sisa
tergantung pada besarnya saturasi minyak awal dan faktor lainnya yaitu temperatur
dan komposisi minyak.

3.5.3.2. Sifat-Sifat Thermodinamika Uap


Uap yang diinjeksikan ke dalam reservoir akan melepaskan panas dan
berubah menjadi fasa cair. Panas yang dilepaskan pada perubahan fasa ini disebut
kalor laten uap, dengan menggunakan tingkah laku fasa, dapat ditentukan jumlah uap
dan kualitas uapnya. Pengetahuan dasar tentang kandungan panas dan volume uap
diperlukan untuk mengevaluasi proses steamflood, karena uap sebagai fluida
pendesak dan pembawa dalam reservoir.

A. Sifat-Sifat Uap
Jika 1 lb dipanaskan pada tekanan konstan P s (psia) dari temperatur awal Ti
(oF) hingga mencapai temperatur jenuh Ts (temperatur maksimum sebelum air
tersebut menjadi uap), maka banyaknya panas yang diserap oleh air h w, pada kondisi
tersebut dituliskan dengan persamaan :
hw = Cw (Ts – Ti), dan Ti ≥ 32 oF ............................................................ (3.75)

dimana :
Cw = Kalor jenis air, BTU/lb-oF pada temperatur antara Ti - Ts
Penambahan panas yang terus berlangsung pada air dengan temperatur Ts
tersebut, akan menyebabkan mulai terbentuknya uap, tetapi ternyata temperatur air
tersebut tidak berubah sampai semua air berubah menjadi uap. Jumlah panas 1v
(BTU/lb) yang dibutuhkan untuk merubah fasa air dari liquid menjadi uap pada
temperatur dan tekanan yang sama disebut entalphi penguapan (enthalpy of
vapourization).
187

Uap pada temperatur Ts dan tekanan Ps disebut uap jenuh. Panas yang
dikandung uap tersebut dinyatakan dengan persamaan :
hs = hw + 1v ............................................................................................. (3.76)
Pemanasan lebih lanjut dengan mengusahakan tekanan konstan pada P s, akan
mengubah uap jenuh (pada temperatur T s dan tekanan Ps) menjadi superheated steam,
dengan temperatur Tsup dan tekanan Ps. kandungan panas dari uap superheated
dihitung dengan persamaan :
hsup = hs + Cs (Tsup – Ts) ........................................................................ (3.77)
dimana :
Cs = Kalor jenis air, BTU/lb-oF pada temperatur antara Ts - Tsup
Jika jumlah panas yang diserap oleh air pada temperatur Ts adalah X1v,
dimana X (lb) adalah fraksi air yang dibuat menjadi uap. Uap dalam keadaaan ini
merupakan campuran dari air jenuh. Uap ini merupakan uap basah dengan kualitas X.
kandungan panas hs atau entalpi dari campuran diberikan sebagai berikut :
hs = hw + X1v ....................................................................................... (3.78)
volume 1 lb uap basah tersebut adalah :
V = (1-X) Vw + XVs .............................................................................. (3.79)
Dimana:
Vw = Volume air jenuh
Vs = Volume uap jenuh

B. Enthalpy Uap
Enthalpy adalah suatu ukuran kandungan panas dari suatu fluida. Enthalpy air
sama dengan nol untuk temperatur 32 oF dan tekanan 0.08866 psi. Kandungan panas
dinyatakan dalam BTU/lbm. BTU (British Thermal Unit) didefinisikan sebagai panas
yang diperlukan untuk menaikkan temperatur 1 lb air, 1 oF. Ada tiga daerah yang
berbeda untuk perhitungan enthalpy air atau uap, yaitu daerah sensible heat, latent
heat, dan super heat.
188

Air mulai mendidih pada tekanan konstan, jika air pada 32 oF dipanaskan
hingga temperatur saturasinya, sebelum air berubah menjadi uap pada temperatur
saturasi. Jumlah panas yang diserap oleh air disebut sensible heat, yang dinyatakan
dengan persamaan :
hf = Cw (Ts – 32) ....................................................................................... (3.80)
dimana :
hf = Sensible heat atau enthalpy air, BTU/lb
Ce = Panas jenis air rata-rata, BTU/lb-oF
Ts = Temperatur saturasi, oF
Bila air pada Ts dipanaskan lebih lanjut dengan tekanan konstan yang sama,
air terus menerus menyerap panas tanpa perubahan temperatur hingga air sama sekali
berubah menjadi uap. Peningkatan kandungan panas laten dari penguapan uap atau
disebut enthalpy steam. Kandungan panas dari uap kering panas Ts, dinyatakan
dengan persamaan :
hs = hf + hfg .............................................................................................. (3.81)
dimana :
hs = Kandungan panas uap kering, BTU/lb
hfg = Panas laten dari penguapan uap atau enthalpy uap, BTU/lb
Wet steam (uap basah) terjadi bila sebagian uap berupa cairan dan sebagian
berapa uap kering. Enthalpy total dari uap basah didasarkan pada fraksi berat dari uap
kering yang dikandungnya atau disebut sebagai kualitas uap.
Gambar 3.25 menunjukkan diagram hubungan antara tekanan dan entalpi uap.
Tiap diagram dapat digunakan untuk memperkirakan panas total atau entalpi dari uap
pada suatu kualitas harga dan tekanan tertentu. Contoh uap dengan kualitas 20 %
pada tekanan 400 psia dan 450 oF adalah sekitar 580 BTU/lb. Gambar 3.24 juga
menunjukkan bahwa pada tekanan dan temperatur yang sama, entalpi dari air pada
kondisi jenuh (X = 0) adalah sekitar 425 BTU/lb, dan entalpi dari uap jenuh (X = 1)
adalah sekitar 1200 BTU/lb. ini berarti kandungan energi dari uap adalah 2.8 kali dari
kandungan air pada tekanan dan temperatur yang sama.
189

Gambar 3.25
Diagram Tekanan Dan Enthalpy Untuk Uap 19)

Kandungan panas uap basah dapat dinyatakan sebagai berikut :


h = hf + fs hfg .......................................................................................... (3.82)
dimana :
fs = Kualitas uap, fraksi

Daerah perhitungan enthalpy yang ketiga adalah enthalpy yang lebih besar
dari pada panas uap kering. Uap di daerah ini disebut sebagai superheated steam.

C. Kualitas Uap Panas


190

Kualitas uap panas atau steam quality adalah perbandingan antara massa uap
(water vapour) dengan massa total uap panas (steam). Perpindahan panas yang efektif
paling banyak muncul ketika panas laten dari penguapan dilepaskan saat uap panas
terkondensasi menjadi air panas. Makin tinggi kualitas uapnya, makin banyak panas
yang diberikan ke reservoir per BSCWE. Analisa panas selesai dengan kualitas uap
yang telah diasumsikan di lapisan target. Pola dapat tidak memenuhi perkiraan yang
dibuat akibat dari kualitas uap dan injeksi panas yang berada di bawah asumsi
semula.
Pada umumnya, laju alir injeksi panas diukur secara berkala dan digunakan
dalam plot-plot performa dengan kualitas yang telah diasumsikan sebelumnya.
Produksi minyak merupakan respon dari injeksi uap yang efektif, bukan dari BSCWE
yang digunakan pada basis volume. Pengetahuan tentang kualitas uap dan laju alir
uap di kepala sumur dapat digunakan untuk estimasi injeksi uap yang efektif pada
lapisan target.
Faktor – faktor yang mempengaruhi kualitas uap :
1. Elevasi struktural dari kepala sumur injekstor dibandingkan dengan mesin
pembangkit uap (dapat mempunyai kualitas). Injektor yang lebih tinggi
elevasinya secara structural cenderung menerima kualitas uap yang lebih
tinggi karena perbedaan densitas uap dengan cairan.
2. Injektor yang terletak jauh dari mesin pembangkit uap cenderung menerima
kualitas uap yang lebih rendah. Diasumsikan bahwa injector yang jauh dari
generator menerima uap yang telah melalui jark yang cukup jauh dalam
sistem distribusinya. Kualitas menjadi lebih rendah karena adanya kehilangan
panas.
3. Laju alir yang keluar dari “dead and tee” dapat menyebabkan phase splitting
dari uap. Peralatan pemisahan uap seperti splittigator, dapat memisahkan fasa-
fasa dan mencampurnya kembali untuk memperoleh kembali kualitas yang
ditargetkan ketika aliran yang tidak normal terjadi.
D. Spesifik Volume Uap
191

Spesifik volume (volume jenis) uap tergantung pada tekanan dan kualitas uap,
hubungan ini dinyatakan dalam persamaan :
V = Vf (1 – fs) + Vg fs .............................................................................. (3.83)
Dimana :
V = Spesifik volume uap, cuft/lbm
Vf = Spesifik volume cairan jenuh, cuft/lbm
Vg = Spesifik volume uap jenuh, cuft/lbm
fs = Kualitas uap, fraksi

Gambar 3.26
Diagram Tekanan – Spesifik Volume Untuk Air 11)
Harga Vf dan Vg dapat diperoleh dari steam tabel. Gambar 3.26 memberikan
harga-harga spesifik volume untuk berbagai tekanan dan kualitas uap.
Volume satu barrel cold water equipment (BCWE) uap, dapat ditentukan
dengan persamaan :
192

V = m x v ................................................................................................ (3.84)
Dimana :
v = Volume uap, cuft
m = Berat satu barrel air = 350 lbm

E. Tabel Uap
Tabel uap adalah tabel standar yang memberikan sifat-sifat dari saturated
steam dan superheated steam. Tabel uap akan memberikan sifat-sifat uap seperti
spesifik volume (cuft/lb), enthalpy (BTU/lbm), entropy (BTU/ oF). Tabel 3.3,
menunjukkan tabel uap untuk uap jenuh.
Tabel III-4
Tabel Uap Untuk Uap Jenuh 11)

3.5.3.3. Mekanisme Pendesakan Injeksi Uap


193

Panas yang dikandung oleh uap pada pendesakanuap akan menurunkan


viskositas minyak dengan menaikkan suhu reservoir. Mobilitas minyak menjadi naik
sehingga minyak yang awalnya berviskositas tinggi dapar bergerak.
Ada lima mekanisme perolehan minyak dengan pendesakan uap untuk
minyak, yaitu :
1. Destilasi uap
2. Penurunan viskositas
3. Pengembangan panas
4. Pendesakan gas terlarut
5. Pendesakan tercampur

1. Destilasi Uap
Destilasi uap merupakan mekanisme perolehan yang paling utama pada
pendesakan uap. Destilasi uap terjadi karena fraksi minyak ringan terpisah lebih awal
akibat kenaikan temperatur. Campuran minyak dan air mempunyai tekanan uap total
yang merupakan penjumlahan tekanan uap minyak dan air dengan masing-masing
fraksinya. Fluida akan mendidih jika tekanan uapnya sama dengan tekanan system,
untuk keadaan tersebut titik didih campuran minyak dan air lebih rendah dari pada
titik didih minyak atau air saja, dengan demikian pemisahan campuran minyak dan
air terjadi lebih awal. Campuran tersebut kaya dengan fraksi minyak ringan.
Destilasi uap juga mengakibatkan pemecahan minyak yang terjebak pada pori
yang tidak berhubungan, dengan adanya pemecahan, minyak akan terdistribusi ke
dalam pori yang saling berhubungan sehingga ada kemungkinan untuk didesak.
Gambar 3.26 menunjukkan efek pemecahan minyak pada pendesakan uap.
Minyak yang diproduksikan sebelum tembus uap lebih ringan daripada
sesudah tembus uap karena adanya destilasi uap. Perolehan dengan mekanisme
destilasi uap lebih banyak hasilnya untuk minyak ringan karena mengandung fraksi
ringan yang lebih banyak dibandingkan dengan minyak berat.
2. Penurunan Viskositas
194

Fraksi minyak ringan yang didesak oleh uap akan mengalami perbandingan di
zona kondensat panas sehingga viskositas minyak akan turun, kenaikan suhu
menaikkan perbandingan mobilitas air-minyak. Turunnya harga viskositas akan
mengakibatkan naiknya perbandingan mobilitas air-minyak sehingga minyak akan
lebih mudah mengalir ke permukaan.
Pendesakan di zona kondensat, panas minyak dengan air panas akan lebih
baik dibadingkan air dingin karena adanya perbedaan suhu. Minyak dengan viskositas
rendah menjadi mobile, tetapi seiring dengan penurunan suhu maka viskositas
mengalami kenaikan kembali sehingga menghalangi aliran minyak akibatnya minyak
terkumpul di zona kondensat dingin. Minyak yang terkumpul ini menaikkan saturasi
minyak.

Gambar 3.27
Efek Pendesakan Minyak Pada Pendesakan Uap 11)
3. Pengembangan Panas
195

Pengembangan panas juga merupakan mekanisme perolehan minyak di zona


kondensat panas. Minyak mengembang karena kenaikan suhu dan saturasinya
bertambah sehingga minyak lebih mudah untuk bergerak. Banyaknya pengembangan
ini tergantung pada komposisi minyak. Minyak ringan lebih besar pengembangannya
dibanding minyak berat.
4. Pendesakan Gas Terlarut
Pendesakan gas terlarut terjadi pada zona kondensat dingin. Pendesakan gas
terlarut ini merupakan prose pertukaran energi panas menjadi energi mekanik, karena
kenaikan suhu, gas yang terlarut dalam minyak menjadi bebas. Gas ini mengembang
dan bertindak sebagai tenaga pendorong.

5. Pendesakan Tercampur
Uap yang menjadi dingin dapat bercampur dengan minyak membentuk system
emulsi air-minyak. Proses emulsifikasi terjadi selama proses pendesakan berlangsung
. agitasi (pengadukan) yang dibutuhkan untuk membentuk emulsi berasal dari
kecepatan uap dan air panas. Emulsi yang terjadi dpat menghambat aliran dan
menaikkan tekanan reservoir selama pendesakan uap berlangsung, disamping itu
emulsi dapat mengurangi penerobosan uap.

3.5.3.4. Perkiraan Perilaku Produksi


Respon reservoir minyak setelah dilakukan injeksi uap merupakan suatu
gejala alam yang dapat digambarkan dengan pendekatan secara matematik melalui
anggapan-anggapan dan idealisasi guna keperluan peramalan serta optimasi kondisi
operasi yang dibutuhkan agar menghasilkan peningkatan recovery yang maksimum.
Metode produksi yang akan dibahas diantaranya adalah Metode Marx dan
Langenheim, Metode Myhill dan Stegemeir, Metode Korelasi Gomma.

A. Metode Marx Dan Langenheim


196

Marx dan Langenheim telah mendapatkan satu metode untuk meramalkan


pengembangan zona uap untuk satu sumur injeksi dengan laju yang konstan didapat
persamaan daerah terpanasi A (t) untuk jangka waktu t.
Marx dan Langenheim membuat beberapa anggapan-anggapan dalam
pemodelannya, yaitu :
1. Cap rock dan base rock merupakan batuan yang homogen dan isotropic dengan
ketebalan tak terhingga.
2. Mekanisme panas konduksi dalam arah radial diabaikan.
3. Uap mendesak minyak tanpa hot water bank.
4. Minyak yang didesak adalah tidak kompressibel.
5. Laju injeksi dan kualitas uap konstan.
6. Temperatur seragam pada zona uap.
7. Kehilangan panas ke cap rock dan base rock hanya oleh mekanisme konduksi.
8. Tidak ada kehilangan panas ke dalam zona liquid di depan front kondensasi.
Gambar 3.27 menunjukkan disribusi temperatur secara radial pada zona yang
terpanaskan (distribusi vertical). Reservoir diasumsikan horizontal dan mempunyai
sifat-sifat uniform dan konstan. Laju injeksi panas (Ho) konstan dihitung dengan
persamaan:
t
kT  dA  dA
H o  2  d  d  M R T dT .......................................... (3.85)
0 D(t   ) 0.5

Dimana :
Ho = Laju alir konstan, BTU/jam
K = Konduktivitas lapisan di atas/bawah, BTU/jam-ft-oF
A(t) = kumulatif daerah yang terpanaskan pada saat t, ft2
MR = Kapasitas panas volumetric reservoir, BTU/ft3-oF
h = Ketebalan reservoir (net), ft
∆T = Ts – TR, oF
D = k/MR
197

Bagian kanan Persamaan 3.77, menunjukkan aliran panas yang hilang ke


lapisan atas dan di bawah reservoir dan bagian yang lainnya menunjukkan kuantitas
panas yang masih tersimpan pada lapisan reservoir. Hanya panas yang hilang karena
konduksi ke formasi di sekitar lapisan yang tersimpan yang dihitung dalam
persamaan di atas.
Penentuan persamaan luas area uap panas dan laju produksi minyak
berdasarkan fungsi waktu dan merupakan gambaran area front uap panas vs waktu.
Panas yang diinjeksikan ke reservoir merupakan panas yang hilang ke overburden
dan underburden ditambah panas untuk penambahan volume zona uap panas. Marx
dan Langenheim menurunkan persamaan berdasarkan keadaan di atas untuk luas area
uap panas, yaitu :
 H M h 
A(t )   o 2R G (t D ) ...................................................................... (3.86)
 4 K h T 
dimana :
A(t) = Luas area uap panas pada waktu t, ft2
Ho = Laju injeksi panas, BTU/jam
MR = Kapasitas panas volumetrik reservoir, BTU/ft3-oF
α = Diffusivitas panas batuan, ft2/jam
Kh = Konduktivitas panasbatuan, BTU/ft-jam-oF
∆T = Perbedaan temperatur uap dengan reservoir, oF
198

Gambar 3.28
Model Distribusi Phasa – Temperatur Marx & Langenheim 11)

Fungsi G ditentukan dengan persamaan :


tD
G (t D )  e t D erfc t D  ..................................................................... (3.87)

tD adalah dimensionless time :
96k 2
tD  2
t ....................................................................................... (3.88)
M R h2D
dimana t adalah waktu (hari) dan x adalah complimentary error function.
Laju alir kehilangan panas ke lapisan atas atau di bawah dari lapisan produktif adalah:

 
H 1  H o 1  e t D erfc t D ......................................................................... (3.89)

Laju injeksi panas dapat dihitung dari laju injeksi uap seperti berikut ini :
199


H o  350Qinj Xh fg  h1  ho  .................................................................. (3.90)
Dimana :
Ho = Laju injeksi panas, BTU/hari
Qinj = Laju injeksi Uap, BBL/hari
X = Kualitas uap pada dasar sumur, fraksi
hfg = Enthalpy penguapan pada tempertur Ts, BTU/lbm
h1 = Enthalpy air pada temperature Ts, BTU/lbm
ho = Enthalpy air pada teperatur TR, BTU/lbm

Panas yang masih tersisa di dalam reservoir setelah suatu jangka waktu
tertentu dari saat penginjeksian uap dihitung dengan persamaan :

 H o M R 2 h 2 
Hr   2 G (t D ) ..................................................................... (3.91)
 4 K h 
Setiap harga tD, harga G dan H dapat ditentukan dengan menggunakan Tabel
3.5 Error Function atau dapat didekati dengan persamaan empirik :
G (tD) = 1.48 tD1.085 jika tD ≤ 0.01 ................................................ (3.92)
= 0.85 tD0.96 jika 0.01 ≤ tD ≤ 0.1
= 0.63 tD0.93 jika 0.1 ≤ tD ≤ 1.0
= 0.63 tD0.6 jika 1.0 ≤ tD
Radius daerah yang terpanaskan dapat dihitung dengan mengasumsikan
bahwa daerah yang terpanaskan berbentuk radial :
0.5
 A
rh    ............................................................................................. (3.93)
 
Jumlah panas yang masih tertahan pada lapisan pasir produktif dihitung
dengan persamaan :
 H oM R2h2 D 
Q  AhM R T   G (t D ) ................................................... (3.94)
 4k 2 
200

Jumlah minyak yang tersapu dari zona uap panas dapat dihitung berdasarkan
atas kesetimbangan massa, sehingga diasumsikan minyak di zona uap panas
merupakan saturasi minyak tersisa yang tidak tersapu oleh uap panas. Minyak
diasumsikan terproduksi setelah injeksi steam dilakukan, dalam metode ini.
Persamaan yang digunakan untuk menentukan jumlah akumulasi minyak adalah :
( Soi  Sor )htA(t ) fs
Np (t )  .............................................................. (3.95)
5.62 Bo
dimana :
Np = Jumlah akumulasi produksi minyak, BBL
Soi = Saturasi minyak mula-mula, %
Sor = Saturasi minyak residual, %
ht = Ketebalan reservoir total, ft
Bo = Faktor volume formasi minyak, BBl/STB
A(t) = Luas area uap panas, ft2
fs = Kualitas uap panas, %
201

Tabel III-5
Tabel Error Function 11)
202

B. Metode Myhill Dan Stegmeir


Metode Myhill Dan Stegmeir dikembangkan dari persamaan kesetimbangan
panas yang diinjeksi dengan panas yang tertinggal di dalam zona uap setelah
memperhitungkan adanya kehilangan panas.
Metode Myhill Dan Stegmeir beranggapan bahwa produksi minyak dihasilkan
oleh perkembngan zona uap di dalam reservoir dan saturasi minyak di belakang front
uap adalah konstan sebesar Sor. Gambar 3.28, menunjukkan model injeksi uap
Metode Myhill Dan Stegmeir.
Kesetimbangan energi pada dasarnya adalah dasar dari Metode Marx dan
Langenheim. Pertambahan zona uap dapat dihitung dari modifikasi Metode Mandl
dan Volek, sehingga volume zona uap akan berkurang jika tidak ada injeksi uap.
Volume zona uap berhubungan dengan fraksi injeksi panas saat itu dalam zona uap.
 Acre  ft / cuft  QiEhs
Vs    M T ............................................................... (3.96)
 43560 R

dimana :
Qi = Kumulatif injeksi panas, BTU
Ehs = Effisiensi panas, tak berdimensi
MR = Kapasitas panas volumetric reservoir, BTU/ft3-oF
Kumulatif injeksi panas, dihitung dari laju injeksi panas, Hi :
Qi  350 xis x (C w xTxf s xLv )

dimana :
is = Laju injeksi steam, BBL/hari
Cw = Spesifik panas air, BTU/lbm-oF
fs = Kualitas panas steam, %
Lv = Panas laten uap, BTU/lbm
Effisiensi panas sebelum waktu kritik tercapai dihitung melalui persamaan :
1  tD tD 
Ehs  e erfc t D  2  1 ...................................................... (3.97)
tD   
203

Effisiensi panas setelah waktu kritik dihitung dengan persamaan :


Ehs =

1  t tD  (t D  t eD )  1 t  t  3 tD t  t 
 e D erfc t D  2  1    D eD e erfc t D  D eD 
tD     1  fhD 3 3 t D 
 
........................................................................................................................... (3.98)
dimana :
tD = Waktu, tak berdimensi
teD = Waktu kritis, tak berdimensi
Perbandingan panas laten terhadap entalphy fluida dihitung dengan persamaan :
f s xLv
FhD  ....................................................................................... (3.99)
C w xT

Waktu injeksi steam, tidak berdimensi dihitung dengan persamaan :


42048t
tD 
ht 2 M R

…………………………………………………………. (3.100)
Waktu kritis (teD) ditentukan dengan persamaan :
1
et eD .erfc t eD 
1  FhD

……………………………………………….. (3.101)
teD dapat pula dihitung dengan persamaan :
teD = 0.48 FhD1.71 ……………………………………………………... (3.102)
Area yang terpanasi oleh zona steam dapat dihitung dari persamaan :
Vs
A , ft 2 …………………………………………………………… (3.103)
ht
dimana :
Vs = Volume area yang terpanasi oleh zona steam, ft3
ht = Ketebalan area yang terpanasi oleh zona steam, ft
Kumulatif produksi minyak pada akhirnya dapat dihitung dengan persamaan :
204

 BBL  hn
Np  7758  ( S oi  S or ) E cVs ................................................(3.104)
 Acreft  ht

Gambar 3.29
Metode Injeksi Uap Myhill & Stegemeir 11)

C. Metode Korelasi Gamma


Perilaku produksi minyak dari metode injeksi uap dapat diperkirakan
berdasarkan metode prediksi perilaku injeksi uap “Korelasi Gamma” yang hasilnya
akan disajikan dalam bentuk grafik, sehingga dalam pnentuan perkiraan perilaku
lebih mudah dari metode-metode di atas.
Data yang diperlukan diambil dari Lapangan Kern River, jadi untuk
penerapannya mempunyai keterbatasan sebab belum tentu lapangan yang ada
memiliki karakteristik yang sama dengan Lapangan Kern River.
205

Langkah-langkah prediksi perilaku produksi injeksi uap menurut Metode


Korelasi Gamma tersebut adalah :

1. Membaca kehilangan panas secara vertical (fhv) sebagai fungsi injeksi panas dari
Gambar 3.30
2. Menghitung besarnya panas yang diinjesikan dengan Persamaan 3.105 :
Qinj  0.128  Ih(1  f hv )t  i ..............................................................

(3.105)
dimana :
Qinj = Laju injeksi panas, MMBTU/gross acreft
I = Laju injeksi, BBL/D/gross acreft
h = Enthalpy, BTU/lbm
∆t = Waktu, tahun
i = Indeks pertambahan waktu
3. Menghitung faktor pemakaian panas, Y dari Gambar 3.31
4. Menghitung laju panas efektif dengan Persamaan 3.106 :
Qe = Qinj x Y ..........................................................................................(3.106)
5. Menghitung besarnya perolehan minyak dari Gambar 3.32
6. Mengulangi langkah-langkah di atas untuk pertambahan waktu
Besarnya perolehan minyak ditentukan dari langkah-langkah di atas denagn
menjumlahkan uap yang diinjeksikan secara kumulatif, besarnya ratio minyak/uap
juga dapat dihitung.
206

Gambar 3.30
Kehilang Panas Terhadap Lapisan Overburden Dan Underburden 7)
207

Gambar 3.31
Faktor Penggunaan Panas Sebagai Fungsi Kualitas Steam 7)

Gambar 3.32
Recovery Minyak Sebagai Fungsi Panas Efektif Injeksi
Dan Saturasi Minyak Mobile 7)
208

Gambar 3.33
Enthalpy Wet Steam Sebagai Fungsi Kualitas Steam Dan Tekanan 7)
3.5.3.5. Perencanaan Operasi Injeksi Uap
A. Pola Sumur Injeksi – Produksi
Pola sumur injeksi-produksi dibedakan sesuai dengan proyeksi di permukaan
dari titik sumur menembus reservoir. Susunan sumur injeksi-produksi dapat
merupakan pola teratur dan pola tidak teratur.
Keteraturan pola sumur injeksi-produksi dipengaruhi oleh keteraturan dalam
kedudukan sumur yang dibor. Penempatan sumur injeksi relatif terhadap sumur
produksi dipengaruhi oleh geometri reservoir, jenis natural drive, kemiringan formasi,
dan arah permeabilitas utama.
 Central Flooding
Central flooding atau centre-to-edge flooding adalah pola sumur injeksi-
produksi, dimana sumur-sumur injeksi terletak di tengah-tengah reservoir, sedangkan
sumur-sumur produksi mengelilinginya. Pola central flooding digunakan pada kasus
dimana permeabilitas pada zona di luar batas reservoir adalah rendah, reservoir
dengan tudung gas atau pada reservoir stratigrafi.
209

Gambar 3.34
Central Flooding 18)

 Peripheral Flooding
210

Peripheral flooding atau edge flooding adalah pola sumur injeksi-produksi


dimana sumur-sumur injeksi terletak di luar batas pengeringan (oil bearing contour),
sedangkan sumur-sumur produksi terletak di tengah-tengah reservoir.
Pola peripheral flooding digunakan pada reservoir dengan jebakan struktur
dimana natural drive yang bekerja adalah water drive. Keunggulan peripheral flooing
adalah dapat memberikan recovery maksimum dengan produksi air yang minimum.

Gambar 3.35
Peripheral Flooding 18)

 Pattern Flooding
211

Pattern flooding adalah pola sumur injeksi-produksi dimana penempatan


sumur-sumur injeksi dan produksi mengikuti pola-pola tertentu atau teratur. Gambar
3.35 menunjukkan jenis-jenis pola sumur pattern flooding, dimana karakteristik tiap
pola yang menyatakan perbandingan jumlah sumur produksi terhadap sumur injeksi
ditunjukkan pada Tabel 3.5.
Proyek injeksi uap pada umumnya menggunakan pola five spot dan inverted
five spot yaitu satu sumur injeksi dan empat sumur produksi. Menurut Teberg, luas
tiap pola berkisar 10 acres, jika lebih besar dari 10 acres kemungkinan akan
mengakibatkan damage pada generator uap atu pada reservoirnya sendiri, hal ini
disebabkan karena semakin besar luas pola maka tekanan injeksi yang diperlukan
akan semakin besar pula.
212

Gambar 3.36
Pattern Flooding 6)

Tabel III-6
Karakteristik Pola Sumur Injeksi-Produksi
18)
Pattern Ratio of producing wells Drilling pattern required
To injection wells
Four spot 2 Equilateral triangle
213

Skewed four spot 2 Square


Five spot 1 Square
Seven spot ½ Equilateral triangle
Inverted seven spot 2 Equilateral triangle
Nine spot 1/3 Square
Inverted nine spot 3 Square
Direct line drive 1 Rectangle
Staggered line drive 1 Offset lines of wells

B. Laju Injeksi
Penentuan laju injeksi optimal dalam operasi injeksi uap bertujuan untuk
meningkatkan recovery dengan maksimum dengan biaya seminimum mungkin. Laju
injeksi berhubungan dengan efisiensi panas dalam zona uap pada proses pendesakan
minyak. Laju injeksi optimal lebih banyak tergantung dari ukuran pola dari pada
ketebalannya. Injeksi uap dalam lapisan yang tipis akan mempunyai efisiensi yang
rendah dibandingkan pada lapisan dengan ketebalan yang besar.
Hubungan antara laju injeksi optimal terhadap ketebalan luas pola
berdasarkan hasil studi dan data operasi ditunjukkan pada Tabel III-7.

Tabel III-7
Korelasi Laju Injeksi Optimal Terhadap Ketebalan Dan Luas Pola (Five
Spot)
Berdasarkan Hasil Studi Dan Data Operasi
18)
Hasil Studi Dan Luas pola Ketebalan Laju injeksi
Data Operasi (acre) (ft) optimal (BBL/D)
Chu - Trimble 2.5 30 225
2.5 90 225
214

5.0 30 375
5.0 90 400
Bursell – Pitmann 2.5 55 300
Gomaa et al 53.6 250 500
Van Dijk 15 80 1250

C. Fasilitas Instalasi Injeksi Uap


 Generator Uap
Menurut konveksi ASME, generator uap mencakup instalasi furnace, boiler,
superheater, reheater, economizer, dan pemanas mula-mula udara serta peralatan
pembakaran lainnya. Gambar 3.36, menunjukkan unit generator uap. Energi kimia
dalam bahan bakar dalam generator uap diubah menjadi energi panas yang
dipindahkan ke air sehingga air yang masuk ke generator uap diubah menjadi uap
pada tekanan dan temperatur fisik.
Pilot injeksi umumnya menggunakan generator uap tipe drum. Selain tipe
drum, bisa juga digunakan tipe satu saluran. Generator uap tipe drum dapat
menghasilkan uap dari 15000 BBL air tiap hari. Effisiensi generator uap ditentukan
oleh kandungan panas uap, kadar air, kadar hydrogen dalam bahan bakar dan faktor
kelebihan udara. Untuk kondisi yang sama, kualitas uap yang dihasilkan generator
tipe drum lebih tinggi daripada tipe satu saluran. Bagian terpenting dari generator uap
tipe satu saluran adalah saluran tabung yang membentuk coil. Pada satu bagian
saluran, air masuk dan dipanasi hingga mencapai temperatur tertentu, kemudian
fluida panas ini masuk ke dalam bagian boiler yang lain dimana pemanasan
dilanjutkan hingga mencapai kandungan panas yang diinginkan.
Pembakaran pada generator uap dapat digunakan minyak berat, gas alam, atau
batubara. Minyak berta jarang digunakan sebagai bahan baker karenamudah terjadi
plugging sehingga air tidak konstan dan terjadi gangguan nyala api. Pengukuran
kualitas uap umumnya menggunakan orifice meter. Kualitas uap dapat dihitung
berdasarkan laju aliran massa uap dibagi dengan massa air umpan (feed water).
Tekanan generator uap ditentukan bedasarkan pendekatan terhadap tekanan retak
215

formasi. Uap bercampur air panas yang keluar dari generator kemudian masuk ke
dalam manifold yang akan membagi ke tiap-tiap sumur injeksi. Distribusi ke tiap
sumur injeksi menggunakan pipa yang diisolasi untuk menghindari hilangnya panas.

Gambar 3.37
Steam Generator Unit 11)
 Pipa Uap
Perencanaan instalasi pipa uap di permukaan didasarkan atas laju kehilangan
Panas yang terjadi. Kehilangan panas diusahakan sekecil mungkin dengan cara
mengambil jarak untuk system distribusi yang paling optimal. Generator uap dan
wellhead sumur injeksi dilengkapi dengan check valve adalah untuk memulai,
memberhentikan, danmengatur aliran uap.
Instalasi uap dilengkapi dengan sambungan-sambungan ynag memungkinkan
aanya pengembangan dari bahan yang digunakan. Sambungan ini terdapat padatiap
ujung pipa sehingga adanya ekspansi thermal akan dinetralkan sambungan ini.
216

 Kelengkapan Sumur Injeksi


Akibat ekspansi thermal maka komplesi sumur injeksi perlu dilengkapi
dengan suatu gantungan yang akan menopang terjadinya pengembangan material
sehingga hanya akan terjadi pengembangan yang arahnya ke bawah. Pipa casing yang
disemen pada bagian atas dari lapisan produkstif secara normal akan mengembang ke
atas. Adanya dua bradenhead akan memberikan kelonggaran tubing, casing, maupun
konduktor untuk bergerak relatif satu dengan yang lainnya. Gambar 3.38
menunjukkan komplesi sumur injeksi di permukaan.
Sumur produksi juga akan mengalami kenaikan temperatur akibat ekspansi
thermal. Wellhead sumur produksi hanya dilengkapi dengan satu bradenhead yaitu
diantara tubing dan casing, hal ini disebabkan oleh kenaikan temperatur pada sumur
produksi sudah cukup jauh di bawah temperatur uap yang diinjeksikan.

 Treatment Terhadap Air Yang Digunakan


Beberapa sumber air yang dapat digunakan dalam injeksi uap, yaitu : air
perolehan (produced water), air tawar (subsurface source water), air pemukaan
(kolam, sungai, danau, laut). Bila suatu sumber air tidak mencukupi maka seringkali
dilakukan dengan mencampur air dari beberapa sumber. Masing-masing sumber air
mempunyai karakteristik yang berbeda.
a. Karakteristik air perolehan
 Biasanya mengandung H2S dan CO2 yang terlarut, korosivitasnya bervariasi.
 Kadang-kadang mengandung padatan tersuspensi.
 Kandungan minyak dalam air merupakan problem utama.
 Sering dijumpai sulfate reducing bacteria.
 Kadang-kadang dapat membentuk scale.
b. Karakteristik air tawar
 Ada yang bersifat korosif, tergantung komposisinya.
 Bila betul-betul tawar maka dapat membentuk scale.
217

 Kadang-kadang mengandung padatan tersuspensi.


 Harus diperhatikan kecocokannya dengan air formasi.
c. Karakteristik air permukaan
 Banyak mengandung oksigen, korosivitasnya bervariasi tergantung posisinya.
 Mengandung padatan tersuspensi yang normal.
 Sering dijumpai bakteri aerobic.
 Jarang membentuk scale, tetapi dapat menyumbat bila mengandung padatan
tersuspensi yang cukup tinggi.
 Dapat menyebabkan clay swelling.
d. Karakteristik air laut
 Jenuh dengan oksigen akan sangat korosif.
 Mengandungpadatan tersuspensi dan organisme laut.
 Mengandung bakteri aerobic, kadang-kadang mengandung bakteri anaerobic.
 Perlu treatment yang intensif untuk padatan tersuspensi.
 Kalsium karbonat sering terbentuk pada sumur injeksi dan alat pemanas.
 Banyak mengandung ion-ion sulfat.

Sebelum air mentah dari sumber dipanaskan dalam generator uap, maka
terlebih dahulu dilakukan treatment untuk menghilangkan kotoran yang terkandung di
dalamnya. Air mentah pada umumnya mengandung kotoran yang dapat berupa
butiran-butiran keras, gas terlarut, besi, mangan, alumunium, silica, bakteri, minyak,
dan lumpur. Butiran-butiran keras biasanya dijumpai sebagai kalsium karbonat,
kalsium sulfat, kalsium silikat, magnesium hidroksida, dan magnesium silikat.
Butiran-butiran keras ini dapat dihilangkan melalui proses zeolite yang secara
popular dikenal sebagai sodium cation exchange, cara ini juga bisa menghilangkan
butiran-butiran keras seperti : besi, barium, mangan, alumunium. Selain proses
zeolite, terutama untuk air payau butiran-butiran keras yang terdapat dalam air
dihilangkan dengan lime (kalsium hidroksida) dan soda ash (natrium karbonat).
Secara tidak langsung cara ini juga dapat menghilangkan padatan tersuspensi seperti
218

besi, alumunium, karbon dioksia bebas, beberapa macam silica dan minyak.
Generator uap bersuhu tinggi menggunakan lime-soda softening dengan temperature
operasi antara 212 – 250 oF sehingga akan menghasilkan air dengan butiran-butiran
keras kurang dari 5 ppm kalsium karbonat, bila dalam air ini ditambahkan EDTA
(ethylene diamine tertaacetic acid) maka bisa diperoleh air dengan zero hardness.
Gas terlarut seperti : oksigen, hydrogen sulfide, karbon dioksida
mengkibatkan terjadinya korosi dan pengkaratan. Oksigen dapat dihilangkan dengan
deaeration dan oxygen scavenger. Oxygen scavenger kebanyakan memakai sodium
sulfide dengan katalisator kobal. Selain itu juga bisa digunakan hydrazine. Hydrogen
sulfide pada umumnya dihilangkan dengan deaeration dan chlorination, sedangkan
karbondioksida dihilangkan dengan deaeration dan netralisasi.
Bakteri dapat dibunuh dengan chlorination. Air yang mengandung minyak
tersuspensi akan mengurangi efisiensi generator uap. Minyak akan membentuk
lapisan tipis sehingga mengurangi perpindahan panas dari boiler ke air. Minyak dapat
dihilangkan dengan skimmer tank yang berisi filter antrasit. Lumpur yang terdapat
dalam air dihilangkan dengan pengendapan dan penyaringan.

Tipe generator pada proyek-proyek injeksi uap pada umumnya dibatasi oleh :
 Butiran-butiran keras ≤ 10 ppm
 Oksigen yang terlarut ≤ 1 ppm
 Padatan yang terlarut ≤ 2500 ppm
 Silica yang terlarut ≤ 5 ppm
 pH larutan berkisar antara 9 - 10
Fasilitas instalasi injeksi uap secara skematik di lapangan ditunjukkan pada
Gambar 3.38.
219

Gambar 3.38
Komplesi Sumur Injeksi Di Permukaan 18)
220

Gambar 3.39
Skematik Aliran Fasilitas Di Permukaan 11)

3.5.3.6. Keuntungan Dan Kerugian Injeksi Uap


Keuntungan injeksi uap adalah :
1. Uap mempunyai kandungan panas yang lebih besar daripada air, sehingga
effisiensi pendsakannya lebih efektif.
2. Recovery lebih besar dibandingkan dengan injeksi air panas untuk jumlah input
energi yang sama.
3. Akan terbentuk zona steam dan zona air panas dalam formasi, yang mempuyai
peranan terhadap proses pendesakan minyak ke sumur produksi.
4. Effisiensi pendesakan mencapai 60 % OOIP.
Kerugian injeksi uap adalah :
1. Terjadi kehilangan panas di seluruh transmisi, sehingga pipa perlu diisolasi.
2. Spasi sumur harus rapat, karena adanya panas yang hilang dalam formasi.
3. Terjadinya problem korosi, scale, maupun emulsi.
4. Effisiensi pendesakan vertikalnya kurang baik, karena adanya perbedaan
gravitasi, maka formasi pada bagian atas akan tersaturasi steam.

3.5.3.7. Screening Kriteria Injeksi Uap Panas


Screening kriteria injeksi uap panas ditunjukkan pada tabel III-8 berikut ini:
Tabel III-8
Screening Kriteria Injeksi Uap Panas (18)
Parameter Kriteria Seleksi
Batuan Reservoar
Transmisibilitas, mD-ft/
cp > 100
Permeabilitas, mD > 200
Ketebalan, ft > 20
Saturasi Minyak, %PV > 40-50
221

Kedalaman, ft 300-5000
Temperatur, oF Tidak kritis
Jenis Batuan Sandstone dengan porositas dan permeabilitas besar
Fluida Reservoar
Gravity, oAPI < 25 (kisaran normal 10-25)
Viskositas, cp > 20 (kisaran normal 100-5000)
Tidak kritis tetapi adanya komponen ringan akan
Komposisi membantu

3.5.4. In Situ Combustion


3.5.4.1. Jenis In Situ Combustion
In situ combustion atau pembakaran di tempat atau sering disebut juga fire
flood merupakan suatu metode peningkatan perolehan minyak dengan cara
mengintroduksikan panas ke dalam reservoir melalui sumur injeksi. Pembakaran
dilakukan dengan sebuah ignitor yang dimasukkan ke dalam sumur injeksi tersebut.
Pemakaian in situ combustion memakan biaya yang relatif besar dibandingkan
dengan metode EOR lainnya. Karena itu diharapkan peningkatan perolehan
minyaknya lebih besar dan lebih cepat.
Untuk memenuhi alasan di atas, keadaan reservoir sangat menentukan
keberhasilan in situ combustion. Secara teknis metode ini dikatakan berhasil apabila
pembakaran dapat berlanjut sampai sumur produksi. Ini dapat tercapai apabila :
 Reservoir dapat menyediakan cukup bahan bakar untuk proses pembakaran
 Pembakaran tidak padam oleh hilangnya panas dan liquid blocking
Ada beberapa metode dalam in situ combustion, tetapi pada prinsipnya dibagi
menjadi dua, yaitu forward combustion dan reverse combustion.

3.5.4.1.1. Forward Combustion


Dalam forward combustion ini arah pergerakan front pembakaran searah
dengan pergerakan udara injeksi. Penyalaan dilakukan dekat dengan sumur injeksi
atau penyalaan dengan ignitor yang dilakukan pada sumur injeksi dan pembakaran
222

merambat menuju sumur produksi. Dengan demikian pembakaran bergerak dari


sumur injeksi menuju sumur produksi, seperti terlihat pada gambar 3.40.

Gambar 3.40
Pergerakan Muka Pembakaran Pada Forward Combustion 18)

Gambar 3.41
Proses In-Situ Combustion
(Don W.Green and Willhite, G.P., 1998)
223

Pada Gambar 3.42 ditunjukkan distribusi temperatur yang terjadi pada


Forward Combustion. Terdapat 5 zona yang berbeda, yaitu :
1. Burned Zona : daerah dengan temperatur relatif rendah , dimana temperatur
pada daerah ini dapat dianggap sama dengan temperatur udara injeksi.
2. Combustion Zona : daerah dengan kenaikan temperatur yang cukup tinggi
(bisa mencapai 600 – 1200 oF) dimana proses pembakaran berlangsung.
3. Steam Plateau : daerah pembakaran yang tidak begitu luas memiliki
temperatur yang cukup tinggi tetapi relatif konstan. Pada zona ini terjadi
reaksi yang menyebabkan timbulnya proses pembakaran.
4. Hot Water : daerah di depan Steam Plateau dimana temperatur semakin turun
searah dengan arah aliran udara
5. Zona Temperatur Reservoir : daerah dengan temperatur tetap sama seperti
temperatur reservoir awal

Gambar 3.42
Distribusi Temperatur 9)

Mekanisme utama yang berpengaruh dalam aliran minyak pada daerah hot
water adalah ‘gas stripping’ dan pada daerah steam plateau adalah ‘steam
destillation’. Gas stripping adalah proses mekanis dimana komponen ringan dari fasa
minyak terpisah secara fisik dengan memakai aliran gas. Pemisahan terjadi sebagai
akibat perbedaan potensial kimia yang terjadi pada di bawah temperatur titik nyala
224

dari pencampuran minyak dan air. Efektifitas dari mekanisme ini bergantung kepada
komposisi minyak, system tekanan, dan laju injeksi gas.
Mekanisme yang efektif dalam daerah hot water adalah pengurangan
viscositas dan ekspansi thermal. Bila penyulingan minyak ringan adalah sulit, maka
gas stripping menjadi mekanisme berpengaruh yang mendominasi pada aliran minyak
di daerah hot water ini. Pada saat effisiensi gas stripping rendah pada laju injeksi
rendah dan tekanan sistem tinggi, maka pemindahan fraksi minyak ringan dilakukan
oleh steam destilation.
Steam destilation secara umum meliputi tiga fasa (termasuk fasa solid) yaitu
dua fasa liquid immiscible dan fasa uap. Pada kondisi kesetimbangan, setiap fasa
immiscible memperbesar tekanan partial sampai tekanan sistem pada temperatur yang
ditentukan. Ketika tekanan sistem sama atau lebih kecil dari jumlah tekanan uap,
campuran liquid akan mendidih dan melepaskan komponen uap. Tekanan uap dari
setiap liquid akan selalu lebih rendah dari temperatur didih dari masing-masing fasa.
Konsekwensinya, dalam daerah steam plateau sebagian minyak yang tersuling adalah
efektif pada temperatur lebih rendah dari temperatur didih air.
Laju penguapan air pada daerah steam plateau pada prinsipnya mempertinggi
efisiensi steam distillation sejak percampuran dua fasa liquid. Laju perubahan fasa ini
akan membantu melepaskan sebagian minyak dari pori-pori kecil karena ekspansi
dari uap air.
Pada proses in situ combustion, gas-gas inert ikut serta dalam steam
distillation. Gas-gas inert tersebut akan mendesak tekanan partial ke sistem dan
bekerja sebagai pembawa hasil sulingan. Karena itu, keberadaan gas inert ini
diharapkan menambah effisiensi steam distillation.
Udara yang diinjeksikan melalui sumur injeksi dapat ditambah air, artinya
udara injeksi tidak kering melainkan mengandung air. Berdasarkan kadar air pada
udara injeksi, forward combustion dapat dibagi dalam:
 Dry Combustion
225

 Wet Combustion
 Combination of Forward Combustion and Water Flood (COFCAW)

A. Dry Combustion
Merupakan jenis yang paling banyak digunakan pada forward combustion dan
juga in situ combustion. Pada jenis ini, injeksi udara tidak sedikit pun mengandung
air, jadi merupakan udara kering. Udara ini bercampur/bereaksi dengan bahan bakar
di reservoir; campuran ini akan terbakar (menyala) pada temperatur tertentu. Daerah
di depan muka pembakaran akan mengalami kenaikan temperatur dan perambatan
pembakaran akan terjadi dengan adanya udara yang bercampur dengan bahan bakar.
Pada daerah di belakang muka pembakaran, pembakaran akan berlangsung terus
hingga bahan bakar habis.
Di bawah kondisi steady state, reservoir dapat dibagi menjadi empat zona,
yaitu :
1. Zona 1 : pembakaran telah berlangsung dan formasi pada zona ini sama
sekali bersih. Udara injeksi terpanasi oleh panas matriks batuan dan sebagian
dari energi pembakaran diperoleh dari jalan ini.
2. Zona 2 : zona pembakaran. Oksigen dikonsumsi oleh reaksi pembakaran
yang meliputi hidrokarbon dan coke sisa dari permukaan batuan. Temperatur
di zone ini pada dasarnya bergantung pada sifat batuan, liquid dan gas per
unit volume formasi.
3. Zona 3 : zona formasi coke. Fraksi minyak berat yang tidak terpindahkan
maupun yang tidak teruapkan melalui proses pyrolysis. Cracking terjadi
dengan kehadiran oksigen.
4. Zona 4 : tidak terdapat perubahan kimia yang berarti. Zona yang terlalui gas
pembakaran dan perpindahan fluida dan mengikuti fenomena yang terjadi,
yaitu:
226

a. Pada bagian hilir dekat dengan zona reaksi, terjadi penguapan dan
kondensasi dari fraksi minyak ringan dan air, seperti kondensasi yang
tejadi pada air pembakaran. Kecenderungan ini mempercepat transfer
panas hilir.
b. Pada daerah dimana temperatur adalah lebih rendah dari temperatur
kondensasi air, zona dengan saturasi air lebih tinggi dari saturasi air
awal terbentuk (water bank) dimana terdesak oleh zona saturasi
minyak yang lebih tinggi dari saturasi minyak awal (oil bank). Bila
viscositas minyak tinggi dapat mengakibatkan formasi plugging.
Dalam setiap kasus, dua daerah bank tersebut adalah zona yang
memiliki pressure loss yang tinggi.

Gambar 3.43
Dry Combustion 13)
227

Keuntungan dari proses ini adalah semua crude oil yang tidak diinginkan akan
terbakar habis meninggalkan suatu daerah yang bersih di belakang zona pembakaran.
Kekurangan dari metode ini adalah:
a. Minyak yang bergerak menuju sumur produksi harus melalui zona dengan
temperatur yang cukup rendah dibandingkan dengan temperatur pembakaran
sebelum mencapai sumur produksi. Jika minyak yang bergerak memiliki
viscositas yang sangat tinggi, pada daerah yang memiliki temperatur yang
lebih rendah tadi dapat terjadi liquid blocking. Liquid blocking adalah
keadaan dimana saturasi gas reservoir kecil dan gas hasil pembakaran menjadi
sulit mengalir, sehingga akan menghalangi percampuran oksigen dengan
bahan bakar yang apabila keadaan ini berlarut-larut maka pembakaran dapat
padam.
b. Panas yang terdapat pada burned zone/burned region tidak dapat
dipergunakan lagi secara efektif dan akan hilang ke lapisan atas dan bawah
dari formasi.
c. Pembakaran ini akan mengambil oksigen dari udara injeksi sehingga
mengakibatkan udara yang sampai di depan muka pembakaran adalah udara
sisa. Pembakaran di zona depan akan kekurangan oksigen dan mengakibatkan
pembakaran di zona tersebut dapat padam.
d. Pada formasi dengan jumlah bahan bakar besar untuk mencapai laju minimum
yang diinginkan, diperlukan rate injeksi udara yang besar agar bahan bakar
yang ada dapat bereaksi dengan oksigen. Hal ini berarti tambahan biaya
kompresi udara.
e. Secara teknis kemampuan kompresor juga terbatas.

B. Wet Combustion
Udara yang diinjeksikan ke reservoir bukan merupakan udara kering tetapi
udara yang mengandung air. Kegunaan air yang diikutsertakan pada udara injeksi ini
adalah untuk menaikkan efisiensi panas.
228

Panas yang ditimbulkan pembakaran pada in situ combustion dimaksudkan


untuk menaikkan temperatur minyak agar viscositas minyak menurun. Zona
pembakaran bergerak lebih lambat dari pergerakan fluida, berarti di belakang zona
pembakaran diharapkan tidak terdapat lagi minyak yang dapat bergerak. Daerah di
belakang zona pembakaran mempunyai temperatur yang cukup tinggi. Apabila
dibiarkan maka panas akan menyebar ke lapisan atas dan lapisan bawah dari lapisan
yang diinginkan, berarti ini merupakan panas yang terbuang. Air yang terkandung
pada udara injeksi akan menyerap panas dengan cara konduksi, kemudian terjadi
penguapan. Uap yang terjadi akan masuk ke dalam zona pembakaran dan karena
lajunya lebih besar dari laju muka pembakaran maka uap akan menembus muka
pembakaran dan akan memasuki daerah yang lebih dingin. Pada daerah yang lebih
dingin ini akan terjadi pelepasan panas oleh uap air tersebut dan akhirnya terjadi
kondensasi. Dapat dilihat bahwa panas yang tertinggal pada batuan di belakang zona
pembakaran oleh air yang terkandung pada udara injeksi dipindahkan ke zona di
depan muka pembakaran.
Pada wet combustion, udara yang di injeksikan ke dalam reservoir, bukan
merupakan udara kering tetapi mengandung air. Kegunaan air yang diikutsertakan
pada udara injeksi adalah untuk menaikkan efisiensi panas karena terbentuknya zona
uap.

Gambar 3.43.
229

Gambar 3.44
Profil Temperatur dalam Dry dan Wet Combustion
(Carcoana, Aurel., 1992)

Pada proses ini terbagi dalam beberapa daerah, yaitu :


1. Zona 1 : daerah ini telah terlalui oleh front pembakaran dan mengandung
sedikit hidrokarbon. Pada saat temperatur lebih rendah dari titik didih air,
sebagian pori-pori berisi saturasi air liquid dan dari spasi tersebut ditempati
oleh udara injeksi.
2. Zona 2 : air berada dalam phasa uap pada zona ini, dan pori-pori terjenuhi
oleh campuran dari udara injeksi dan uap. Front penguapan air berada diantara
zona 1 dan 2.
3. Zona 3 : zona pembakaran. Oksigen dikonsumsi dalam pembakaran
hidrokarbon dan endapan coke yang terbentuk dari bagian hilir zona.
4. Zona 4 : zona penguapan dan kondensasi. Temperatur pada zona ini
mendekati temperatur penguapan air. Kondensasi yang progresif dari steam
(uap) dan air combustion terjadi pada zona ini. Beberapa fraksi minyak ringan
dan sedang teruapkan dan terbawa ke hilir. Bila temperatur cukup tinggi,
beberapa proses reaksi kimia akan terjadi pada daerah ini.
5. Zona 5 : bagian hilir zone penguapan – kondensasi adalah zona tekanan balik
(back pressure) yang tinggi.
230

Gambar 3.45
Wet Combustion 13)

Keuntungan dari penggunaan proyek Wet Combustion ini adalah dapat


memanfaatkan panas yang ada di belakang front pada Dry Forward Combustion,
denagn menginjeksikan secara simultan udara dengan air, sehingga terbentuk zona
steam sehingga akan menambah effisiensi pendesakan minyak bila dibandingkan
hanya dengan udara saja. Sedangkan kerugiannya adalah karena gaya gravitasi, maka
terjadi pemisahan antara udara dengan air yang sulit dikontrol.
C. Combination of Forward Combustion and Water-flood (COFCAW)
COFCAW disebut juga partially quenched combustion (pemadaman sebagai
pembakaran). Kadar air pada udara injeksi lebih besar dibandingkan dengan wet
combustion.
Udara dan air diinjeksikan secara serentak sesudah sumber panas kecil telah
terbentuk oleh forward combustion. Beberapa fluida injeksi menempati daerah di
belakang sumber panas. Setelah memasuki batuan panas, air berubah menjadi uap,
yang mana alirannya berada di depan zona pembakaran dan memindahkan sejumlah
minyak di tempat tersebut. Udara yang diinjeksikan harus cukup menyediakan panas
untuk penguapan air dan untuk mengimbangi panas yang hilang.
Air yang terdapat pada udara injeksi tidak akan terupakan seluruhnya pada
batuan panas di belakang zona combustion. Air akan menyerap panas zona
combustion hingga temperatur zona combustion turun tetap dijaga di atas temperatur
231

untuk melanjutkan pembakaran dan temperatur di depan muka pembakaran masih


melakukan destilasi crude (mengendapkan bahan bakar pada batuan dan mengalirkan
komponen ringan hidrokarbon). Makin kecil temperatur zona combustion makin kecil
panas yang hilang ke lapisan atas dan bawah dari lapisan yang diinginkan.
Pemadaman sebagai pembakaran di sini diartikan karena tidak semua bahan
bakar yang terendap pada batuan dipakai. Penurunan temperatur zona combustion
secara terus menerus mengakibatkan pembakaran padam sebelum bahan bakar yang
tersedia habis.
COFCAW memberikan harapan yang lebih ekonomis dengan system tertiary
oil recovery pada reservoir berporositas tinggi, dan COFCAW berpotensi untuk
menggantikan water flooding atau forward combustion dalam aplikasi reservoir.
232

Gambar 3.46
Pemindahan Panas Pada Forward Combustion 18)
3.5.4.1.2. Reverse Combustion
Arah pergerakan muka pembakaran pada jenis ini berlawanan dengan arah
pergerakan udara injeksi. Penyalaan terjadi di sekitar sumur produksi, bergerak
merambat ke arah sumur injeksi. Udara yang diinjeksikan melalui sumur injeksi
membentuk cerobong-cerobong udara ke arah sumur produksi sehingga pembakaran
dapat berlangsung di dekat sumur produksi dengan sumber oksigen berasal dari
sumur injeksi.
Dilihat dari pergerakan muka pembakaran, minyak produksi reverse
combustion berbeda dengan minyak produksi forward combustion. Pada reverse
combustion minyak produksi telah mengalami pembakaran, bukan hanya efek
konduksi. Terjadinya adalah sebagai berikut, minyak di depan muka pembakaran
akan turun viscositasnya oleh efek konduksi panas dan siap untuk bergerak, karena
tekanan pada sumur injeksi lebih besar dari tekanan sumur produksi, maka minyak
bergerak ke arah sumur produksi melalui zona combustion. Seluruh minyak yang
dapat terbakar di reservoir akan terbakar di zona combustion, sisanya yang bergerak
233

masuk sumur produksi, karenanya mutu minyak jenis ini lebih rendah dari minyak
produksi forward combustion. Tetapi di pihak lain reverse combustion akan dapat
memproduksi reservoir yang mengandung minyak yang immobile semi solid, ini
dapat dijelaskan oleh proses pergerakan muka pembakaran di atas.

Gambar 3.47
Pergerakan Muka Pembakaran Pada Reverse Combustion 9)
(Van. Poleen.H.K)

Terdapat empat zona pada proses reverse combustion ini yang dimulai dari
sumur injeksi, yaitu :
234

1. Zona 1 : formasi pada kondisi awal. Zona formasi ini tersapu oleh udara
injeksi, dan bila temperatur formasi dan oxidability minyak tinggi maka reaksi
oksidasi dapat terjadi.
2. Zona 2 : temperatur bertambah oleh karena kondusi panas dari zona hilir.
Oksidasi yang mulai terjadi memperbesar pertambahan temperatur. Berikut ini
beberapa fenomena yang terjadi yaitu penguapan dari air formasi, destilasi
fraksi minyak ringan dan proses cracking dari hidrokarbon dengan adanya
oksigen. Fraksi liquid dan uap terpindahkan ke hilir, sementara beberapa
komponen membentuk coke.
3. Zona 3 : zona pembakaran. Temperatur maksimum tercapai pada zona ini.
Rekasi oksidasi dan pembakaran melibatkan sebagian besar molekul reaktif
hidrokarbon yang mengkonsumsi seluruh oksigen yang tidak digunakan pada
reaksi oksidasi di zon sebelumnya.
4. Zona 4 : coke yang tidak terbakar tertinggal dalam matriks batuan sedangkan
phasa uap dan liquid bergerak/mengalir ke hilir. Bila tidak terdapat panas
yang hilang, maka temperatur hilir dapat dipertahankan sama dengan
temperatur front pembakaran. Pada kenyataannya, temperatur berkurang
dengan bertambahnya jarak zona pembakaran. Kondensasi dari fraksi minyak
yang terdestilasi terjadi dan membentuk steam.
235

Gambar 3.48
Reverse Combustion 13)

Keuntungan proses Reverse Combustion yaitu tidak terjadi channeling, karena


front combustion bergerak mundur. Sedangkan kerugiannya yaitu perbandingan
antara jumlah minyak yang diperoleh denagn jumlah udara yang diinjeksikan sangat
rendah, sehingga tidak ekonomis dan terjadinya kerusakan yang hebat pada komplesi
sumur produksi.

3.5.4.2. Tahap Penyalaan


Panas yang dihasilkan dari pembakaran harus dapat menjangkau ke seluruh
pola yang telah ditentukan. Oleh sebab itu penanganan lapangan harus dilakukan
sebaik mungkin.
Panas tersebut merambat secara konduksi ke lingkungannya. Pembakaran
terlebih dahulu diawali dengan penyalaan. Setelah injeksi udara dilakukan maka
oksigen akan bercampur dengan crude oil. Bahan bakar yang digunakan adalah
endapan hidrokarbon yang mempunyai perbandingan C/H relatif besar, yang disebut
dengan coke. Kenaikan temperatur memberikan kemudahan bergerak pada minyak
sehingga akibatnya sebagian besar minyak terdesak menjauhi zona pembakaran.
Tahap-tahap dalam operasi injeksi udara pada in situ combustion adalah:
 Tahap pra penyalaan
 Tahap penyalaan
236

 Tahap lanjutan pembakaran


Tahap pra penyalaan dilakukan untuk menciptakan permeabilitas efektif gas di
reservoir agar gas hasil pembakaran dapat bergerak ke sumur produksi. Tahap
penyalaan dilakukan untuk menciptakan nyala, sedangkan tahap lanjutan pembakaran
adalah merambatkan pembakaran ke seluruh pola yang telah ditentukan.

3.5.4.2.1. Tahap Pra Penyalaan dan Tahap Penyalaan


Gas akan timbul sebagai akibat proses pembakaran. Gas tersebut kemudian
dialirkan ke sumur produksi bersama-sama dengan gas yang tidak dapat terbakar.
Aliran gas akan sulit apabila saturasi gas reservoir kecil dan akan menghalangi
percampuran oksigen denagn bahan bakar. Keadaan inilah yang disebut dengan liquid
blocking dan pada akhirnya pembakaran menjadi padam.
Untuk mencegah terjadinya hal di atas maka diperlukan tahap pra penyalaan
denagn tujuan menaikkan harga saturasi gas di reservoir, sampai tercapai harga
saturasi di atas saturasi kritis.
Peningkatan harga saturasi dilakukan dengan menginjeksikan gas ke reservoir.
Sebelum tercapai harga di atas saturasi kritik, tidak diinginkan terjadinya penyalaan
atau pembakaran. Terjadinya penyalaan terlalu awal disebut penyalaan dini
(premature ignition). Hal ini dapat terjadi apabila gas yang diinjeksikan adalah udara.
Udara mengandung kira-kira 21% oksigen yang dapat melakukan reaksi eksoterm
dengan crude oil. Dalam kondisi temperatur reservoir reaksi oksidasi crude oil
berjalan cukup lambat. Tetapi apabila tahap pra penyalaan memerlukan waktu yang
panjang, penyalaan spontan dapat terjadi.penyebabnya adalah sifat crude oil dalam
melakukan reaksi oksidasi. Reaksi oksidasi akan berlangsung dengan cepat apabila
temperatur semakin meningkat. Dan juga beberapa jenis crude oil dapat melakukan
237

reaksi oksidasi denagn cepat pada temperature 100oF. untuk keadaan seperti ini
dianjurkan agar melakukan injeksi pada tahap pra penyalaan menggunakan gas yang
tidak melakukan reaksi eksoterm dengan crude oil.
Setelah harga saturasi gas ditetapkan, selanjutnya dilakuakn tahap penyalaan.
Daerah penyalaan yang diinginkan adalah dekat dengan sumur injeksi, dan waktu
yang dibutuhkan untuk mendapatkan nyala relatif singkat. Penyalaan yang terjadi
jauh dari sumur injeksi mengakibatkan terjadinya arah gerak pembakaran balik
(reverse). Front pembakaran bergerak ke arah sumur injeksi. Ketika tiba di dekat
sumur injeksi, temperature sumur akan sangat tinggi, melampaui daya tahan peralatan
bawah permukaan. Sedangkan waktu penyalaan yang terlalu lama akan menambah
pengeluaran yang besar.
Untuk mendapatkan penyalaan yang diiginkan, terdapat beberapa metode
dimana pemilihan metode disesuaikan dengan kondisi reservoir. Strange
mengelompokkan metode penyalaan yang ada ke dalam penyalaan spontan dan
penyalaan buatan. Penyalaan spontan mengandalkan reaksi oksidasi antara oksigen
dengan crude oil. Sedangkan penyalaan buatan memerlukan bantuan untuk mencapai
temperatur nyala. Penyalaan buatan mencakup metoda electrical heater, downhole
burner, hot fluid injection dan chemical.

A. Penyalaan Spontan
Hasil oksidasi antara oksigen yang berasal dari injeksi udara dengan crude oil
akan menimbulkan panas. Panas tersebut akan menaikkan temperatur formasi dan
reaksi oksidasi akan lebih mudah berlangsung pada temperatur yang semakin tinggi.
Gambaran pertambahan laju oksidasi crude oil di reservoir dapat dilihat pada gambar
3.46 dimana hubungan umum laju oksidasi terhadap temperatur ditunjukan pada
gambar 3.47. Hubungan tersebut menunjukkan bahwa temperatur akan meningkat
seiring dengan bertambahnya waktu.
238

Gambar 3.49
Pertambahan Laju Oksidasi Crude Oil 18)

Gambar 3.50
Hubungan Laju Oksidasi Dengan Temperatur 18)

 Waktu Penyalaan
Dalam proses forward combustion minyak dinyalakan secara spontan dengan
proses penyalaan sebagai berikut: setelah injeksi udara maka terjadi oksidasi terhadap
minyak pada temperatur reservoir disertai kenaikan temperatur scara perlahan.
Kenaikan temperatur ini berpengaruh terhadap laju oksidasi minyak. Proses ini akan
terus berlangsung sehingga temperatur minyak meningkat sampai titik dimana
239

penyalaan spontan terjadi. Pada beberapa kasus, pemanasan udara dapat mengurangi
waktu penyalaan.
Salah satu metode yang digunakan untuk menyalakan minyak adalah dengan
menurunkan pemanas bertenaga tinggi ke dalam sumur injeksi. Hal ini sesuai dengan
prinsip di atas dengan maksud mengurangi waktu penyalaan. Tetapi cara ini akan
meninggalkan sisa pembakaran, yaitu zat yang lebih sulit dinyalakan dibandingkan
dengan minyak.
Cara lain yang sering digunakan adalah dengan memasukkan suatu zat yang
sangat reaktif, yaitu concentrated nitric acid, tetapi cara ini menimbulkan ledakan-
ledakan hebat yang dapat merusakkan peralatan sumur.
Untuk mengurangi waktu penyalaan, dapat dilakukan dengan injeksi udara
pada suhu menengah. Umumnya kenaikan temperatur reservoir sampai 200 oF akan
menghasilkan suatu periode penyalaan satu atau dua hari.
Menurut Tadema dan Widjema (1970), waktu penyalaan dapat diperkirakan
dengan rumus :
 i Ci To (1  2T / B)e B / To
ti = .........................................................
86400S o  o HAo Pnx B / To
(3.107)
dimana:
ti = waktu penyalaan, hari
i = densitas formasi minyak, kg/m3
o = densitas minyak, kg/m3
Ci = panas jenis formasi, kcal/kg oC
To = temperatur awal, oK
B = konstanta, oK
n = pressure exponent
 = porositas
So = saturasi minyak
240

Ao = konstanta, det -1atm -1


Px = tekanan partial oksigen
= 0.029 p, dimana p adalah tekanan injeksi udara, atm
H = panas reaksi, kcal/kg O2
Specific heat dari formasi dapat ditentukan dari persamaan berikut :
Ci = 1     s C s  S o  o C o S w  w C w .............................................
(3.108)

Dimana :
 s  densitas butiran formasi

C s  spesifik heat butiran formasi, kcal/kg oC

C o  spesifik heat minyak, kcal/kg oC

C w  spesifik heat air, kcal/kg oC

S w  saturasi air, fraksi

Konstanta Ao, B dan n ditentuklan dengan mengukur rate oksidasi dari


campuran crude oil sand pada tekanan dan temperatur yang berbeda. Laju oksidasi (K
, mg O2/kg minyak, detik) dihubungkan dengan tekanan parsial oksigen (P x) dan
temperatur minyak (To) dengan persamaan Archenius sebagai berikut :
B
( )
K  AoP e n T .................................................................................... (3.109)
x

Tadema dan Weijdema (1970) memberikan harga-harga Ao, B dan n seperti


pada Tabel 3.7 di bawah ini :

Tabel III-9
Harga-Harga Representatif Ao, B dan n
10)
Crude Ao B n
A 3080 8860 0.46
B 925 8640 0.57
241

C 498 8880 0.79


D 84800 10270 0.48
E 1210 8680 0.45
F 7880 9480 0.31

B. Penyalaan Buatan
Penyalaan buatan memberikan waktu penyalaanya relatif pendek, dan untuk
memperpendek daerah penyalaan dari sumur injeksi. Peralatan komplesi harus dapat
tahan pada temperatur yang tinggi. Metoda penyalaan buatan dapat menggunakan
electric heater, downhole burner, injeksi fluida panas atau chemical.

 Electric Heater
Prinsip kerja alat pemabans adalah mengubah energi listrik menjadi
energipanas. Pemanas yang terdiri dari resistance heater dihubungkan oleh kabel
listrik dengan generator atau sejenisnya di permukaan. Electric heater ini terbagi
dalam dua jenis, yaitu:
 Batang keramik yang dililiti rangkaian nichrom dan dimasukkan dalam
tabung baja. Kemempuannya memberikan daya sebesar 45 kw.
 Campuran baja yang dilapisi dengan elemen pemanas.
Sumber energi yang biasa digunakan di lapangan adalah distribusi jaringan
listrik umum atau generator pembangkit tenaga listrik. Penggunaan generator listrik
memerlukan biaya yang mahal, namun pelaksanaan operasi lebih fleksibel dan lebih
mudah dikontrol.
Electric resistance heater diperasikan dalam sumur injeksi dengan temperature
kra-kira 4000F selama beberapa hari (kira-kira 5 hari). Pekerjaan ini dilakukan untuk
memanaskan daerah sekitar zona sumur injeksi sebelum dilakukannya penyalaan.
Selama beberapa hari pemanasan tersebut, bila carbon oxides ditemukan pada saat
pertama produksi sampel gas maka ini mengindikasikan bahwa penyalaan telah
242

terjadi di sekitar dekat sumur injeksi. Temperatur pemanas (heater) kemudian


diperbesar untuk menambah/menaikkan temperatur daerah di sekitar zona sumur
injeksi sehinga dapat dipastikan bahwa penyalaan telah terjadi di seluruh permukaan
pasir.
Penentuan posisi heater dalam operasi merupakan faktor yang sangat penting.
Untuk formasi yang tidak terlalu tebal posisi yang baik adalah heater dengan ujung
terbawah berada pada bagian atas formasi sehingga memungkinkan udara dengan
temperatur konstan melalui formasi dan dapat diharapkan penyalaan yang merata.
Operasi penyalaan yang terlalu lama dalam posisi ini dapat mengakibatkan kerusakan
pada semen casing dan peralatan bawah permukaan. Cara lain untuk mendapatkan
pemanasan yang merata adalah dengan mengubah posisi heater pada beberapa
kedalaman formasi.

 Downhole Burner
Metode downhole burner termasuk dalam kelompok penyalaan buatan. Proses
penyalaan dibantu dengan melakukan pembakaran di lubang sumur, panas dari
lubang sumur dibawa oleh gas ke formasi. Dengan demikian terjadi peningkatan
temperatur formasi dan kemudian tercapai temperatur nyala crude oil.
Untuk menimbukan pembakaran di dasar sumur, dilakukan injeksi udara dan
bahan bakar. Udara dan bahan bakar dialirkan melalui saluran terpisah, dan setelah di
dasar sumur udara dan bahan bakar tersebut bercampur. Pencampuran ini tidak
dengan sendirinya menyala, tetapi diperlukan bantuan alat pemetik api untuk
menyalakannya. Jenis bahan bakar yang umum digunakan adalah gas alam (natural
gas).
Temperatur pembakaran di dasar sumur mencapai 1200 – 2000 oF. untuk
menghindarkan terjadinya kerusakan pada peralatan bawah permukaan akibat
temperatur yang terlalu tinggi, digunakan selubung pelindung panas. Pembakaran
berlangsung di dalam selubung ini, sehingga sentuhan langsung lidah apai
243

pembakaran terhadap peralatan bawah permukaan dapat dihindarkan. Peralatan


bawah permukaan yang dimaksudkan termasuk alat thermal sensing.
Disamping menggunankan selubung, dilakukan juga injeksi udara tambahan.
Injeksi ini dilakukan melalui annulus tubing-casing. Dengan demikian sebagian panas
di annulus akan terbawa aliran ini.
244

Gambar 3.51
Downhole Burner 18)
 Injeksi Fluida Panas
Injeksi ini sering dilakukan pada sumur yang dangkal. Apabila dilakukan pada
sumur yang dalam, panas akan banyak yang hilang pada lapisan di atasnya.
Temperatur fluida yang relatif lebih tinggi dari temperatur formasi akan
menaikkan temperatur sumur. Fluida injeksi yang sering digunakan adalah gas/udara,
uap air, atau air panas.
Factor-faktor yang diperhatikan dalam penggunaan metode ini adalah
kapasitas panas dari media injeksi dan hilang panas yang terjadi terhadap kedalaman.
Bila kapasitas panas gas rendah (0.25 Btu/lb-ft), sulit untuk menyalakan formasi
tetapi uap dengan kandungan panas sekitar 1100 Btu/lb menimbulkan masalah pula
pada rangkaian peralatan.
Umumnya dalam operasi injeksi fluida panas digunakan air panas yang
memiliki kapasitas panas antara gas dan uap.

 Chemical
Reaksi eksoterm yang terjadi di bawah permukaan menyebabkan terjadinya
kenaikan temperatur crude oil sampai mencapai temperatur nyala. Penggunaan bahan
kimia untuk membantu terjadinya reaksi eksoterm (yang paling umum rekasi
245

oksidasi) merupakan metode yang tepat. Tadema dan Quant menyarankan untuk
menggunakan cairan yang mudah beroksidasi dan untuk lebih mempercepat reaksi
digunakan katalis. Simn mengemukakan bahwa penyalaan dapat pula dilakukan
dengan reaksi oksidasi dari phosphorus in situ. Phosphorus dipisahkan menjadi
karbon disulfide dan kemudian dipompakan ke dalam sumur yang diikuti dengan
injeksi udara untuk menguapkan karbon disulfide sehingga timbullah reaksi oksidasi
yang menimbulkan panas.
Harlan mengembangkan operasi yang dilakukan melalui system tubing packer
denagn mempergunakan asam lemak yang diekstraksi dari linseed oil. Untuk
beberapa waktu dilakukan terlebih dahulu penginjeksian udara, kemudian sumur
diinjeksi dengan nitrogen dan kira-kira 4 barrel bahan kimia yang tersebit di atas.
Selanjutnya dilakukan kembali penginjeksian udara.

3.5.4.2.2. Tahap Pembakaran Lanjut


Setelah nyala terjadi, diharapkan pembakaran merambat hingga mencapai
sumur produksi. Proses pembakaran lanjut menggunakan bahan bakar yang berbeda
dengan proses penyalaan. Jenis hidrokarbon ringan telah terdesak lebih dahulu,
sehingga bahan bakar yang dapat digunakan adalah endapan hidrokarbon, yang
disebut dengan coke.
Tiga factor utama yang menentukan perambatan pembakaran, yakni:
bahanbakar, oksigen dan temperatur. Campuran bahan bakar denagn oksigen akan
terbakar pada temperatur tertentu. Dalam bentuk persamaan Stoikhiometri adalah:
Oksigen + Bahan Bakar  Karbon dioksida + Karbon monoksida + Air
0
x F
T

Harga x tergantung dari jenis bahan bakar. Semakin besar harga perbandingan atom
C/H, semakin besar harga x.
Bahan baker untuk pembakaran terbentuk selama proses pembakaran,
bersamaan dengan terakumulasinya minyak, air dan gas. Daerah akumulasi
mempunyai jarak yang relatif tetap dari front pembakaran. Pembentukan daerah
akumulasi ini disebabkan panas hasil pembakaran menyebar, menaikkan temperatur
246

sekelilingnya, merubah sifat air dari fluida reservoir. Pada distribusi saturasi
mengikuti pada distribusi temperatur yang terbentuk.

3.5.4.3. Perencanaan Operasi In Situ Combustion


A. Laju Injeksi
Laju perambatan pembakaran dapat ditentukan dengan mengatur laju injeksi
udara. Laju injeksi udara mempunyai batas minimum. Variabel yang penting dalam
penentuan laju minimum adalah kehilangan panas zona pembakaran dan jumlah coke
yang tersedia.
Panas yang ditimbulkan pembakaran akan segera tersebar. Panas yang
ditimbulkan harus mampu memberikan tmperatur zona pembakaran di atas
temperatur minimum. Apabila jumlah bahan bakar cukup, panas yang dihasilkan zona
pembakaran dapat diperbesar dengan memperbesar laju injeksi. Dari percobaan yang
dilakukan oleh Martin at al. terhadap unconsolidated sand, temperatur di bawah 600
o
F tidak dapat mempertahankan pembakaran (self-sustain). Karena jenis bahan bakar
juga mempengaruhi, maka temperatur minimum di atas tidak mutlak berlaku untuk
semua keadaan.
Dengan memperhitungkan kondisi yang berlaku, H.R. Bailey at al. secara
grafis memberikan laju yang sesuai untuk mendapatkan temperatur 500 oF di atas
temperatur awal seperti pada Gambar 3.52. Dimana  adalah difusivitas panas ; k
adalah konduktivitas panas;  adalah kandungan panas dari bahan bakar dan J
adalah fraksi oksigen. Apabila injeksi menggunakan udara, kurva J = 0.21 dapat
digunakan.
Laju injeksi minimum yang dibahas di atas adalah syarat agar pembakaran
dapat dipertahankan. Penggunaan laju injeksi minimum belum tentu memberikan
hasil yang peling menguntungkan. Satu keuntungan yang dapat diharapkan dengan
menggunakan laju injeksi di atas laju minimum adalah laju perolehan yang relatif
besar. Laju injeksi yang besar menghasilkan laju perambatan pembakaran yang besar.
Dengan laju perambatan yang besar tersebut maka laju perolehan relatif besar.
247

Hasil pengamatan yang dilakukan Martin at al. terhadap hubungan laju injeksi
dengan laju pergerakan perambatan diberikan pada Gambar 3.52. Tube run yang
diamati menggunakan minyak 21.2 oAPI. Laju injeksi minimum 1.0 ft/day. Laju
injeksi di bawah 0.1 ft/day tidak sanggup mempertahankan kelanjutan pembakaran.
Semakain besar flux injeksi, laju pergerakan front bertambah besar.
Kurva hasil pengamatan di atas (Gambar 3.53) tidak berlaku untuk semua
keadaan. Kurva tersebut dapat digunakan sebagai gambaran umum hubungan antara
laju injeksi dangan laju perambatan. Jenis crude oil yang mempunyai derajat API
kecil akan cenderung untuk mengendapkan bahan bakar dalam jumlah yang relatif
besar. Untuk mendapatkan laju pergerakan front yang sama besar, jenis crude oil
derajat API kecil akan membutuhkan laju injeksi yang relatif besar.
248

Gambar 3.52
Laju Injeksi Untuk MendapatkanTemperatur 500 oF Di Atas Temperatur
Awal 18)

Gambar 3.53
Pengaruh Laju Injeksi Terhadap Laju Pergerakan Front 18)

B. Breaktrough
Breaktrough pada in situ combustion adalah heat breaktrough, yaitu peristiwa
sampainya panas pembakaran di sumur produksi. Dengan demikian, secara sederhana
breaktrough dapat didekati dengan menempatkan thermal sensing di dasar sumur
produksi.
Melalui pengamatan fluida produksi didapatkan bahwa breaktrough didahului
oleh kenaikan water cut yang drastis. Kandungan oksigen pada gas yang terproduksi
249

akan meningkat setelah terjadi breaktrough, sedangkan kandungan


karbondioksidanya akan mengalami penurunan secara perlahan.
Laju produksi minyak setelah breaktrough akan menurun. Besar penurunan
sangat dipengaruhi jenis minyak yang dikandung. Berdasarkan perolehan yang
dilakukan Farong Ali, untuk jenis minyak berviscositas rendah terjadi penurunan
yang sangat besar, dan dalam waktu yang singkat mencapai tingkat yang tidak
ekonomis.

C. Kebutuhan Udara
Faktor utama yang menentukan volume udara yang diperlukan untuk in situ
combustion adalah jumlah suplai bahan bakar (coke) dari minyak yang dibakar dan
effisiensi penggunaan oksigen. Sholwater (1963), melakukan penelitian dan
mengemukakan bahwa variasi tekanan hanya sedikit berpengaruh terhadap kebutuhan
udara. Laju pembakaran juga sedikit pengaruhnya terhadap konsumsi bahan bakar,
tetapi pada laju pembakaran yang tinggi diperlukan jumlah udara yang besar. Volume
udara yang diperlukan untuk membakar 1 lb hidrokarbon dapat diperkirakan dengan
persamaan berikut ini :
 R   2.667( A  0.5 B  C )   8 
 
V =  R  1   A B    R  1 ................................. (3.110)
  
0.01873
dimana, V = volume udara yang diperlukan untuk membakar 1 lb coke
A,B,C = Persen CO2, CO, dan O2
R = C/H ratio dari hidrokarbon yang dibakar
Sholwater membuat grafik hubungan antara gravity minyak, konsumsi bahan
bakar dan kebutuhan udara seperti ditunjukkan pada Gambar 3.50. Gambar tersebut
diperoleh untuk saturasi minyak So = 60% dan saturasi air Sw = 20%
250

Besarnya jumlah total udara yang dibutuhkan untuk injeksi pada pembakaran
volume bulk reservoir, VRb dalam suatu proyek Dry Forward Combustion dapat
diperkirakan dengan Persamaan 3.111 di bawah ini.
a * R V Rb
Ga  (43.56Mscf / acreft ) MMscf ....................................... (3.111)
E O2

dimana :
a*R = Udara yang diinjeksikan untuk pembakaran bulk (formasi),
Mscf/cuft
VRb = Volume reservoir yang dibakar, acre-ft
E O2 = Effisiensi konsumsi oksigen rata-rata, fraksi
Umumnya effisiensi konsumsi oksigen rata-rata sebelum front combustion sampai ke
sumur produksi berkisar antara 0.95 sampai 1.00.
Udara yang dibutuhkan dalam injeksi untuk pembakaran satu satuan volume
bulk reservoir dapat dihitung dengan Persamaan 3.111. Selain perkiraan dengan
menggunakan persamaan tersebut dengan memperhatikan kecepatan front
combustion besarnya a*R juga dapat dihitung yang diturunkan dalam Persamaan
3.112.
  Pinj ,ab   
a * R  a R  (10 3 Mscf / scf ) 
 E  (3.112)
  Psc ,ab  O2 
dimana :
Pinj,ab = Tekanan injeksi absolut, psia
Psc,ab = Tekanan absolut pada kondisi standart, psia
 = Porositas batuan, fraksi
E O2 = Effisiensi konsumsi oksigen, fraksi
aR = Udara yang dibutuhkan untuk membakar volume bulk reservoir,
Mscf/cuft
Udara yang dibutuhkan untuk membakar volume bulk reservoir, aR dihitung
dengan Persamaan 3.113 di bawah ini :
251

451m R
a R  (10 3 Mscf / scf ) (4  2m' x) Mscf / cuft .......................
(12  x)
(3.113)
dimana :
mR = Fuel yang dibakar per unit bulk volume reservoir, lbm/cuft
m’ = Perbandingan mol CO2 terhadap (CO + CO2), fraksi
x = Perbandingan atom hidrogen terhadp atom carbon, fraksi

Besarnya udara yang dibutuhkan merupakan salah satu parameter yang


penting dalam suatu perencanaan dan parameter untuk tinjauan ekonomi. Persamaan
3.113 juga dapat ditampilkan dalam bentuk grafik seperti terlihat pada Gambar 3.57.
Wohlbier memberikan grafik untuk memperkirakan besarnya udara yang dibutuhkan
untuk pembakaran volume reservoir sebesar 1 cuft.Hubungan antara flux udara dan
kecepatan front combustion dapat dinyatakan dalam Persamaan 3.114 di bawah ini,
dimana melalui persamaan tersebut besarnya harga a*R juga dapat dihitung :
EO2 u a
vb  .......................................................................................... (3.114)
a *R
dimana :
vb = laju front combustion, ft/D
ua = flux udara, cuft/sqft-D

Kebutuhan udara dan konsumsi fuel dapat juga diperkirakn dari percobaan di
laboratorium. Pendekatan lapagan dan laboratorium selalu diguakan untuk analisa
yang saling melengkapi dan saling mendukung. Pendekatan tersebut dapat dilihat
melalui korelasi yang diberikan pada Gambar 3.52 sampai 3.56.
Jumlah kumultif udara yang diinjeksikan per volume minyak yang
terproduksikan dapat dicari dari Persamaan 3.115di bawah ini :
252

Ga(t )
Fao  (103Mscf / MMscf ) .......................................................
Np(t )

(3.115)

Gambar 3.54
Grafik Pengaruh Saturasi Minyak Mula-Mula Terhadap Fuel Burned 7)
253

Gambar 3.55
Grafik Korelasi Fuel Burned Terhadap Crude Oil Gravity 7)

Gambar 3.56
Grafik Combustion Drive Fuel Burned Dan Air Requirements Vs Oil Gravity 7)
254

Gambar 3.57
Grafik Fuel Burned Sebagai Fungsi Dari Densitas Minyak Mula-Mula 7)

Gambar 3.58
Grafik Pengaruh Fuel Burned Terhadap Total Air Requirement 7)

Jumlah udara yang dibutuhkan untuk kemajuan front combustion melalui 1


cuft volume reservoir dipengaruhi oleh ratio air/udara yang diinjeksikan. Gambar
3.57, hasil percobaan di laboratorium, plot antara banyaknya udara yang dibutuhkan
255

a*R dengan ratio air/udara, Fwa. Pada gambar tersebut plot yang ada diberikan dari
hasil percobaan Garon dan Wygel, Burger dan Shaquel, Dietz dan Weidjema serta
Parrish dan Craig.

Gambar 3.59
Grafik Pengaruh Ratio Air/Udara Terhadap Kebutuhan Udara
Untuk Pembakaran Satu Unit Volume Reservoir 7)
256

Untuk menghitung besarnya udara yang diinjeksikan per unit minyak yang
terproduksi dihitung dengan Persamaan 3.116.

a *R
Fao Ecb  (5.615cuft / BBL) ......................................
 (S oi  S oF ) EO2
(3.116)
dimana Ecb adalah besarnya perolehan minyak yang dinyatakan dalam fraksi minyak
yang didesak dari burtn zone. Ecb merupakan slope dari Gambar 3.57. Untuk
menghitung besarnya volume steam zone dapat dicari dengan Persamaan 3.117 di
bawah ini.

M RVs Tt D
(43560cuft / acreft ) 
Qi

 tD  tD
e t D .erfc (2 Fv  1)   1  (2 Fv  1)erfc ............
 4 Fv ( Fv  1)  4 Fv ( Fv  1)

(3.117)
dimana Fv adalah ratio kecpatan front panas konveksi terhadap front combustion.
257

Gambar 3.60
Grafik Perkiraan Recovery Minyak Vs Volume Pembakaran 7)
Untuk menghitung besanya rasio kecepatan front konveksi terhadap kecepatan
front combustion dapat dihitung dengan Persamaan 3.118.

a *R M w  Ma 
Fv  (10 3 scf / Mscf ) (5.615 x10 Mscf / BBL) Fwa 
3
 ...(3.118)
EO2 M R  Mw 
dimana Ma adalah kapasitas panas volumetrik udara dan Mw merupakan kapasitas
panas volumetrik air serta MR adalah kapasitas panas volumetri reservoir.

D. Perbandingan Udara Minyak (AOR)


AOR merupakan perbandingan yang penting, karena menghubungkan jumlah
udara injeksi terhadp perolehan minyak. Perolehan minyak berasal dari daerah yang
terbakar dan daerah yang tidak terbakar. Hal ini merupakan pertimbangan yang
penting dalam dominasi cost udara dengan aspek ekonomi dari combustion.
Perbandingan udara-minyak (AOR) dapat ditentukan dengan persamaan:
1.9 x157 x 4350x0.56
AOR  ............... (3.119)
So7760  ( Fx125) x 0.3  0.37 xSox7760 x 0.7
Dimana, AOR = Air-oil ratio, cuft/bbl minyak
F = lb fuel/cuft batuan
Atau,
A
AOR 
 So F So  ....................................... (3.120)
 5.61  350 Es  5.61 (1  Es) Er 

Dimana, AOR = Air-oil Ratio , mscf/bbl


Es = effisiensi penyapuan volumetric oleh muka pembakaran
258

Er = effisiensi perolehan minyak pada daerah yang tidak terbakar


 = porositas
E. Peralatan Transportasi

Peralatan transportasi dipermukaan yang berfungsi untuk mengalirkan fluida


dari satu tempat ke tempat lain dengan specific gravity minyak yang rendah,
dipergunakan peralatan transportasi yang mampu menahan panas. Peralatan
dipermukaan ini meliputi gathering sistem, flowline, header dan manifold yang
kesemuanya ini merupakan sistem jaringan (pipeline). Dalam injeksi thermal, pipa
permukaan yang mampu menahan panas yang tinggi ini biasanya menggunakan pipa
isolasi.
Jenis pipa untuk flowlines, gathering lines dan pipelines biasanya dihasilkan
oleh API grade B spesifikasi 5L. Komposisi kimia dan sifat mekanis atau kekuatan
strength material menjadi pertimbangan dalam bentuk. Tabel III-10 dan Table III-11
beberapa spesifikasi yang telah diproduksi secara massal oleh PT. Krakatau Steel
adalah API 5LX42 – X70 (kondisi on sour) dan API 5LX52 – X60 (kondisi sour).
Baja paduan rendah kekutan tinggi (HSLA) dengan tegangan luluh (yield
strength) antara 200 – 550 Mpa dan kekutan tarik (tensile strength) antara 415 – 780
Mpa yang diproduksi dengan menggunakan unsur pemadu mikro (microalloying)
seperti molibdenum, niobium, titanium, dan vanadium (Mo, Nb, Ti, V) untuk
menambah korosi cuaca digunakan unsur microalloying (Cu, Ni dan Cr). Melalui
microalloying pipa baja kekuatan tinggi dapat dihasilkan dengan karbon sangat
rendah.
Tabel III-10
Komposisi Kimia Baja Grade API

Grade Komposisi Kimia ( % )


C Mn P S Si Nb V Ti Other
max max max Max max max max max
259

X52 0.08 1.1 0.015 0.005 0.3 0.050 - - -


X60 0.08 1.2 0.015 0.005 0.4 0.05 0.02 -
0.055
X65 0.09 1.6 0.015 0.005 0.4 0.05 0.02 -
X70 0.10 1.6 0.015 0.005 0.4 0.055 0.06 0.02 Cu, Ni
0.060

Tabel III-11
Sifat Mekanik Baja Grade API

Grade Yield Strength Ultimate Tensile Elongation


(Mpa) Strength (Mpa) (%)
X52 400 – 480 470 – 550 36 – 46
X60 450 – 540 520 – 620 32 – 46
X65 480 – 600 540 – 640 30 – 46
X70 510 – 610 580 – 680 30 – 46

Pengukuran ketebalan pipa salur sebenarnya menurut spesifikasi ANSI B


31.3, dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :

 Pd o   100 
t  t c t th  ..................................... (3-121)
 2( SE  PY )  100  ToI 

Keterangan :
t = Ketebalan pipa terpilih untuk spesifikasi pipa salur, in.
260

tc = Korosi yang di ijinkan, in. (normal 0.05 in)


tth = Urutan/alur kedalaman (Tabel III-12)
P = Tekanan dalam pipa, psi.
do = Diameter luar pipa, in.
S = Tekanan yang di ijinkan untuk material pipa, psi (Table III-13 dan III-
14)
E = Faktor longitudinal weld joint
= 1.00 for seamless
= 0.85 for ERW (Electric Resistance Weld and electric Flash Wald)
Y = Faktor (Tabel III-15)
= 0.4 untuk material besi baja dibawah 900 °F
Tol = Harga toleransi yang di ijinkan
= 12.5 % untuk pipa API 5L diameter 20 in.
= 10 % untuk pipa API 5L diameter > 20 in.
Tekanan maksimum yang diijinkan, In Psi, menurut spesifikasi pipa API 5L
terdapat dalam Lampiran.

Tabel III-12
Urutan/alur yang di Ijinkan untuk Perhitungan Ketebalan Pipa, ANSI B 31.3
(Arnold, Ken., 1986)

Nominal Pipe Size, (in) tth


¼ - 3/8 0.05
½-3/4 0.06
1-2 0.08
2 ½-20 0.11

Tabel III-13
Tekanan Dasar yang di Ijinkan untuk pipa Grade B Seamless, Psi
(Arnold, Ken., 1986)

Temperature, ºF ASTM A106 API 5L


261

-20 to100 20,000 20,000


200 20,000 19,100
300 20,000 18,150
400 20,000 17,250
500 18,900 16,350
600 17,300 15,550
650 17,000 15,000

Tabel III-14
Ukuran Ketahanan Panas pada berbagai Grade Pipa, ANSI B 31.3
(Arnold, Ken., 1986)

Grade Minimum Temperature Allowable Stress


Min.Temperature
°F to 100 ºF
API 5L −20 20,000
API 5LX 42 −20 20,000
API 5LX 46 −20 21,000
API 5LX 52 −20 24,000
ASTM A-106B −20 20,000
ASTM A-333-6 −50 20,000
ASTM A-369-FPA −20 16,000
ASTM A-524-FPB −20 20,000
ASTM A-524-I −20 20,000
ASTM A-524-II −20 18,300

Tabel III-15
Nilai Y untuk baja
(Arnold, Ken., 1986)
262

Temperature, ºF <900 950 1000 1050 1100 >1150


Besi baja 0.4 0.5 0.7 0.7 0.7 0.7
Besi austenit 0.4 0.4 0.4 0.4 0.5 0.7

F. Effisiensi Pembakaran
Flux udara minimum adalah laju aliran udara yang melalui unit cross section
front pembakaran. Penentuan flux udara minimum adalah faktor penting dalam
mendisain dan mengekonomiskan operasi in situ combustion yang berhubungan
dengan penyediaan kapasitas kompresor.
Flux udara sangat tinggi ketika zona pembakaran dekat dengan sumur injeksi
dan berkurang dengan bertambahnya batas tepi dari front pembakaran. Besarnya flux
udara dapat ditentukan dengan mengasumsikan bahwa aliran udara seragam pada
lapisan vertical dan horizontal. Selain itu, dengan menggunakan data produksi gas
dari combustion pilot dan memberikan asumsi yang sama bahwa aliran udara pada
setiap arah adalah proporsional dengan produksi gas dalam setiap arah.
Pada dasarnya kecepatan zona pembakaran minimum adalah searti dengan
flux udara minimum. Flux udara minimum dan kecepatan zona pembakaran minimu
bergantung pada sifat minyak dan keadaan reservoir. Reservoir tipis memerlukan
kecepatan yang tinggi untuk mempertahankan pembakaran bila dibandingkan dengan
reservoir tebal.
Prosentase jumlah oksigen yang telah dikonsumsi lewat front pembakaran
merupakan ukuran efisiensi dari proses pembakaran. Prosentase ini dihitung dengan
membagi laju oksigen yang dikonsumsi dengan laju injeksi oksigen.

G. Effisiensi Penyapuan
263

Effisiensi penyapuan menyangkut dua hal, yaitu effisiensi penyapuan areal


dan effisiensi penyapuan vertikal. Sedangkan effisiensi penyapuan volumetris
merupakan hasil perkalian antara keduanya. Harga effisiensi penyapuan volumetris
ini secara nyata mempengaruhi keeknomian proyek, dimana Ev biasa diperoleh dari
uji panduan sebelum dilaksanakan dalam skala penuh.
Harga effiiensi penyapuan vertikal merupakan fungsi dari ketebalan formasi
dan struktur geologinya. Pada formasi yang terlalu tebal harga effisiensi penyapuan
vertikalnya cenderung rendah, sedang untuk formasi yang tipis harga ini hamper
mendekati 100%.
Harga effisiensi penyapuan areal dipengaruhi oleh konfigurasi pola sumur,
perbandingan PW/IW (sumur produksi / sumur injeksi), dan perbandingan mobilitas
sepanjang muka pembakaran. Selanjutnya yang akan dikemukakan adalah effisiensi
penyapuan areal.
Effisiensi penyapuan areal pada saat breaktrough (bila muka pembakaran
menjangkau sumur produksi) merupakan dasar penilaian yang penting untuk
perencanaan proyek. Mobilitas fasa adalah perbandingan antara permeabilitas denagn
viscositas. Sedangkan perbandingan mobilitas untuk forward combustion adalah
mobilitas belakang front pembakaran denagn mobilitas depan front pembakran. Jika
mobilitas zone dingin (depan front pembakaran) mendekati nol, perbandingan ini
mendekati harga tak hingga. Reservoir-reservoir dengan kandungan minyak
berviscositas tinggi menunjukkan perbandingan mobilitas yang tinggi dan
menurunkan effisiensi penyapuannya, sedang pada kondisi uap perbandinagn ini
mendekati satu.
Di bawah ini diberikan harga effisiensi penyapuan untuk berbagai pola sumur
pada saat breaktrough. Dalam beberapa kasus dimana informasi tak tersedia, maka
harga effisiensinya dilakukan dengan pendekatan.

Tabel III-16
Effisiensi Penyapuan Areal Saat Breaktrough 18)
264

H. Analisa Gas Produksi


Laju produksi dan analisa terhadap gas-gas produksi merupakan dua
pengukuran yang penting guna mengontrol operasi proyek in situ combustion. Laju
gas diukur setap hari dari seluruh sumur-sumur produksi, sedang analisa gas bisa saja
dilakukan tiap minggu atau dua minggu. Harga-harga yang didapat dari dua analisa
ini bisa digabungkan secara stpoikiometri untuk menghitung volume yeng terbakar
dan menilai effisiensi penyapuan.
Laju gas dapat diukur dengan orifice well-tester sebelum gas-gas pembakaran
dibuang ke atmosfer, atau jika perlu dibersihkan dahulu sebelum dibuang.
Pengontrolan terhadap laju gas produksi memegang peranan penting, karena
sebagian besar kerusakan sumur produksi pada in situ combustion disebabkan tidak
terkontrolnya laju produksi gas yang terlalu tinggi. Kasus ini sering ditemukan karena
terjadinya perubahan tekanan casing dengan cepat, laju gas-vent diatur untuk tekanan
casing tunggal, dengan demikian naiknya tekanan dapat menaikkan laju gas dengan
cepat. Laju gas yang besar dan kemudian berhubungan dengan tekanan lubang sumur
yang rendah akan memberikan laju gas yang tinggi dan menaikkan produksi pasir
265

(problem kepasiran), akibatnya dapat menyebabkan erosi di dasar lubang sumur dan
valve permukaan.
Analisa gas hasil pembakaran bisa memakai gas cromatograph dan gas-gas
yang dianalisa secara rutin adalah carbondioksida, carbonmonoksida, nitrogen,
oksigen, dan metan. Jika belerang (sulfur) terdapat pada minyak mentah (crude oil)
pengecekan secara periodic terhadap sulfurdioksida harus dilakukan. Pada reservoir
yang menghasilkan minyak berat, gas-gas hidrokarbon biasanya pada minggu awal
berjumlah sangat kecil dan sering diabaikan dalam analisa.

I. Peralatan
Proyek in situ combustion memerlukan dua buah sumur yaitu sumur njeksi
untuk menyalurkan atau menginjeksikan udara dan sumur produksi untuk
mengalirkan minyak ke permukaan. Sumur-sumur ini juga menggunakan peralatan
permukaan dan peralatan lubang sumur. Selain peralatan yang tahan terhadap
temperatur yang tinggi, seringkali dilengkapi beberapa peralatan yang berfungsi
untuk menanggulangi adanya kasus tertentu, seperti korosi, erosi, emulsi dan
kepasiran.
Pemilihan jenis pipa yang menghubungkan kompresor ke sumur-sumur
injeksi harus disesuaikan dengan kapasitas dan tekanan injeksi. Hal ini disebabkan
adanya tekanan injeksi yang cukup besar terutama pada tahap sebelum penyalaan,
dimana pipa harus mampu menahan tekanan burst dari dalam. Selain itu check valve
(katup balik) yang berkualitas tinggi harus dipasang pada injection line, pada
wellhead, atau di dekatnya untuk mencegah kemungkinan kerusakan yang
diakibatkan adanya aliran balik bila kompresor mati. Gambar 3.61 di bawah ini
memperlihatkan instalasi permukaan untuk proyek Forward Combustion.
266
267

Gambar 3.61
Skema Instalasi Permukaan Dry Forward Combustion
 Sumur Injeksi
Perencanaan sumur injeksi tidak jauh berbeda dengan perencanaan pada
sumur biasa, yang terpenting adalah pemasangan check valve di wellhead untuk
mencegah adanya aliran balik, sedang perencanaan bawah permukaan adalah
pemasangan alat-alat untuk pembuat nyala buatan. Untuk menginjeksikan udara ke
formasi diperlukan kompresor dan instalasi pipa aliran. Ukuran kompresor harus
mempunyai kemampuan minimum untuk dapat memberikan laju minimum injeksi
udara sehingga pembakaran dapat dipertahankan. Pemilihan diameter pipa
disesuaikan dengan kapasitas dan tekanan injeksi. Pada tahap sebelum penyalaan,
tekanan injeksi cukup besar, oleh sebab itu pipa harus mampu menahan tekanan
tersebut. Gambar 3.59 memperlihatkan suatu komplesi sumur injeksi.
268

Gambar 3.62
Komplesi Sumur Injeksi 18)
Komplesi (peralatan lubang sumur) sumur injeksi dapat menggunakan open
hole atau perforated completion. C.Chu mengumpulkan data komplesi yang
digunakan dalam beberapa proyek in situ combustion yang berhasil. Data-data
tersebut dapat dilihat pada Table 3.9.
Ringkasan dari data-data tersebut adalah sebagai berikut :
 Casing
Grade yang digunakan adalah J-55 dan K-55. Ukuran diameter casing 4 ½, 5
½, 7 dan 8 5/8 in. beberapa lapangan menggunakan pipa stainless steel
sepanjang formasi yang diproduksi (pay zone).
 Openhole atau perforated completion
Sebagian besar lapangan menggunakan perforated completion untuk
memudahkan pengontrolan interval injeksi. Perforasi dilakukan dua atau
empat lubang perfoot, dengan ¼ dan ½ in perforasi. Menggunakan stated liner
dan perforated liner, ditambah slotted inner liner.
 Semen
269

Ada tujuh proyek yang menggunakan semen yang tahan temperatur tinggi. Ini
diperlukan agar dapat menahan tarikan perpanjangan casing yang disebabkan
temperatur tinggi.
 Gravel Packing
Hanya satu lapangan yang menggunakan gravel packing. Kegunaannya adalah
untuk menghindarkan aliran balik dari pasir (sand backflow) pada saat injeksi
berhenti.
 Tubing
Beberapa proyek menggunakan tubing string. Kegunaannya sebagai pipa
injeksi atau berfungsi sebagai thermowell.

Tabel III-17
Komplesi Sumur Injeksi 18)
270

Tabel III-18.
Lanjutan
271

 Sumur Produksi
Perencanaan sumur produksi disesuaikan dengan problema produksi yang
sering terjadi yaitu : temperatur tinggi, korosi panas, emulsi dan abrasi.
Fasilitas produksi yang digunakan mulai dari pengangkatan minyak sampai ke
tempat penyimpanan sementara mencakup pompa, pipa air, tangki pemisah dan
tangki penyimpanan.
Pemilihan pompa harus disesuaikan dengan kondisi yang ada. Reda pump
tidak cocok untuk dipakai karena pasir akan merusak pompa. Pompa yang cocok
dengan adanya problema pasir ini adalah sucker rod.
Fluida formasi yang terproduksi dikumpulkan dan kemudian minyak
dipisahkan dari air dan gas. Pemisahan dilakukan di wash tank.
Komplesi sumur dapat menggunakan open hole atau perforated completion.
Sebagai contoh, di bawah ini gambar megenai sumur produksi open hole completion
yang digunakan di lapangan East Venezuela.
272
273

Gambar 3.63
Komplesi Sumur Produksi 18)

J. Pertimbangan Keselamatan Proyek


Sumur-sumur injeksi udara pada proyek In Situ Combustion mempunyai
kondisi resiko tinggi pada saat mengoperasikannya. Sumur-sumur ini digunakan
untuk menyalakan formasi, sehingga mempunyai temperatur yang tinggi pada lubang
bor dan formasi sekitarnya, disamping itu tekanan juga dalam kondisi maksimum.
Temperatur formasi bisa mencapai lumayan tinggi dan mampu menyalakan
hidrokarbon–udara di dalam lubang sumur injeksi. Bila hal ini terjadi ledakan di
dalam sumur injeksi tidak bisa dengan mudah diketahui, meskipun biasanya
temperatur dasar sumurnya diketahui. Sedangkan pada sumur produksi gas-gas bisa
dianalisa secara terus menerus tanpa resiko tinggi karena temperatur tidak pada
tingkat maksimum.
Tabel III-19 memberikan data temperatur nyala dan jangkauan batas-batas
ledakan (explosive) untuk gas-gas umum.

Tabel III-19
Temperatur Nyala Otomatis Dan Batas-Batas Pembakaran Untuk Gas-Gas
Umum
274

Untuk methane (metan), temperature nyala 998 oF. Temperatur ini turun jika
gravity gas naik. Pada tekanan atmosfer metan mempunyai batas pembakaran
terendah 5.3 % dan batas atas 14 %. Jika tekanan (mixture) naik, batas atas untuk
pembakaran juga akan naik, seperti diperlihatkan pada Gambar 3.64.

Gambar 3.64
275

Pengaruh Tekanan Pada Batas Terjadinya Nyala


Dan Minimum Oksigen Untuk Pembakaran Gas Alam

Jika tekanan naik dari tekanan atmosfer ke 500 psig batas atas akan naik dari
14 ke 45 %. Pada tekanan tinggi, batas atas naik secara menerus, sedang batas bawah
relative tetap. Gambar 3.64 juga memperlihatkan bahwa konsentrasi minimum
oksigen untuk campuran yang dapat terbakar turun dengan naiknya tekanan. Sebagai
contoh, 11 % oksigen dan 20 % gas berada di luar batas yang dapat meledak pada
tekanan 100 psig, tetapi hal initidak berlaku untuk tekanan 500 psig.
Proyek combustion seharusnya beroperasi dengan meminimumkan potensi
resiko yang mungkin muncul. Yang pertama adalah mendapatkan pembakaran yang
baik pada saat proyek dimulai, dimana hal ini akan menjamin penggunaan oksigen
100 % pada muka pembakaran sehingga mengurangi kemungkinan tersisa di lubang
sumur dan di bagian formasi yang lain. Pada kondisi ini, hanya sumur-sumur injeksi
yang mempunyai potensi beresiko tinggi.
Katup balik harus dipasang pada sumur injeksi untuk mencegah terjadinya
aliran balik (backflow) gas dan minyak bila injeksi udara dihentikan. Namun
demikian, bila sampai terjadi aliran balik sebaiknya air diinjeksikan untuk
menurunkan temperature lubang sumur dan untuk memisahkan campuran udara-
minyak sebelum udara injeksi (oksigen) sempat terkumpul. Jika udara tidak cocok
(no compatible) dengan reservoir atau akan menyebabkan korosi atau problem yang
lain, udara dapat diganti dengan nitrogen.
Secara praktis sebaiknya karyawan pelaksana (operator) dan peralatan yang
penting jauh dari sumur injeksi, terutama paad saat mulai (star-up) dan pada saat
menaikkan jumlah injeksi udara. Frekwensi kerusakan sumur yang diakibatkan
ledakan mixture (campuran) sering diabaikan, tetapi bila hal ini sempat terjadi
kerusakan pada peralatan sumur bisa meluas dan sulit untuk ditanggulangi.
Sumur produksi beroperasi pada tekanan rendah dan kondisi ini tidak beresiko
tinggi. Jika aliran gas produksi mengandung oksigen yang cukup besar dan atau muka
276

pembakaran mendekati sumur-sumur produksi, sebaiknya dasar sumur dikontrol pada


temperature 350 oF atau kurang untuk mencegah kemungkinan timbulnya api di
lubang sumur. Jika kondisi ini sampai berlangsung, sumur harus dimatikan atau akan
lebih banyak prosedur yang rumit harus dikerjakan.

K. Tinjauan Ekonomi
Tinjauan ekonomi adalah parameter terakhir setelah semua parameter
termasuk operasi diperhitungkan. Dari tinjauan ekonomi kita dapat melihat secara
keseluruhan apakah pemilihan proyek in situ combustion yang akan dilaksanakan
cukup memberikan keuntungan atau tidak.
Apabila akan dilakukan penambahan sumur-sumur baru maka kedalaman
formasi harus diperhitungkan. Pada formasi yang dalam biasanya dipakai spasi sumur
yang besar (10 acre) untuk meminimumkan biaya pembuatan sumur-sumur baru.
Hal lain yang memerlukan biaya besar adalah kompresi udara ke dalam sumur
injeksi. Semakin besar tekanan dan semakin banyak udara yang diinjeksikan, akan
menaikkan biaya operasi. Tekanan yang besar ini biasanya berhubungan dengan
kedalaman formasi, semakin dalam semakin besar tekanan overburden yang diterima
formasi. Sedangkan banyaknya udara yang harus diinjeksikan bergantung pada
kemampuan reservoir menyediakan bahan bakar, semakin banyak bahan bakar yang
tersedia akan mengakibatkan lebih banyak udara yang harus diinjeksikan untuk
mempertahankan pembakaran.

3.5.4.4. Perkiraan Perilaku Produksi In Situ Combustion


Untuk menghitung besarnya total minyak yang diproduksikan pada Dry
Forward Combustion, salah satu metode yang dapat dipakai adalah Metode Nelson
277

dan Mc.Neil. Besarnya produksi minyak dan air dapat dicari dalam persamaan yang
diberikan di bawah ini. Untuk produksi minyak dapat dihitung dengan Persamaan
3.122
Np  (77580BBL / acreft ) VRB ( S oi  S oF )  0.4(V P  VRb ) S oi  ........ (3.122)

dimana :
Soi = Saturasi minyak mula-mula, fraksi
VRb = Volume zone yang dibakar, acreft
Vp = Volume dari pattern sumur, acreft
SoF = Equivalen saturasi minyak yang dibakar, fraksi
SwF = Equivalen saturasi air, fraksi
Besarnya harga SoF dan SwF dapat dicari dari Persamaan 3.123 dan Persamaan 3.124.
mR
S oF  ............................................................................................ (3.123)
 o
0.319 xa R
S wF  ..........................................................................
(4  2m' x)
(3.124)
Untuk menghitung banyaknya produksi air dapat dilakukan dengan Persamaan 3.125.
p  (7758BBL / acreft )VRb ( S wi  S wF ) .............................................. (3.125)

Besarnya minyak yang dapat diproduksikan dari Wet Combustion dapat


dihitung dengan Persamaan 3.126. Persamaan tersebut didasarkan atas saturasi pada
zona pembakaran (burned zone) dan saturasi pada steam zone.
hn
Np  (7758 BBL / acreft )VRb ( S oi  S oF )  Vs ( S oi  S or )  Ec ...... (3.126)
ht

dimana Ec merupakan fraksi minyak yang terproduksi dari minyak yang didesak.
Besarnya volume pembakaran dapat dihubungkan dengan volume kumulatif udara
yang diinjeksikan, hubungan tersebut dapat dilihat pada Persamaan 3.127.
278

GaE O2
V Rb  (0.0230acreft / Mscf ) ..............................................
a*R
(3.127)
Untuk menentukan penghentian injeksi udara dapat dilakukan dengan
Persamaan 3.128 di bawah ini. Apabila volume reservoir yang dibakar ditambah
dengan volume steam sama dengan volume pola sumur, maka injeksi udara dapat
dihentikan.
p = VRb + Vs ....................................................................................... (3.128)

Gambar 3.65
Grafik Volume Steam Tidak Berdimensi Pada Wet Combustion Front 7)

3.5.4.5. Keuntungan Dan Kerugian In Situ Combustion


Keuntungan In Situ Combustion adalah :
1. Bahan bakar yang digunakan untuk pembakaran berasal dari minyak residual
yang sudah tidak bisa diangkat ke permukaan sampai saat ini, yang disebut
dengan coke yaitu hidrokarbon yang mempunyai perbandingan atom C/H yang
besar yang menempel pada permukaan butiran pasir atau reservoir.
2. Perolehan minyak bisa mencapai 40 – 60 % dari OOIP pada reservoir minyak
berat.
3. Minyak yang dihasilkan relatif baik meskipun proses perolehannya dengan
temperatur yang tinggi (600 – 1500 oF), karena minyak yang dihasilkan berasal
dari muka pembakaran yang temperaturnya relatif lebih rendah.
279

Kerugian In Situ Combustion adalah :


1. In Situ Combustion mempunyai kecenderungan hanya menyapu bagian paling
atas dari reservoir, maka dalam pelaksanaanya pada reservoir yang tebal akan
menghasilkan peningkatan produksi yang kecil, karena penyapuan vertikal yang
tidak efektif. Zona pembakaran menghasilkan uap baik secara evaporasi air
formasi maupun dari reaksi pembakran. Uap tersebut akan mendesak minyak ke
sumur produksi. Namun jika air terbentuk karena proses kondensasi uap, amka air
tersebut karena adanya gaya gravitasi akan turun di bawah uap dan gas hasil
pembakaran, sehingga mengakibatkan aliran uap hanya pada bagian atas
reservoir.
2. Banyak panas yang dihasilkan pada proses In Situ Combustion terbuang secara
percuma ke cap rock dan base rock.
3. Instalasi proses In Situ Combustion memerlukan investasi yang besar, namun
dalam kebutuhan bahan bakar lebih sedikit dibandingkan dengan generator uap
atau air panas.
4. Banyak operator lapangan menganggap bahwa minyak mentah yang mempunyai
viscositas tinggi dan oAPI rendah cocok untuk pelaksanaan In Situ Combustion,
karena akan menyediakan bahan bakar yang dibutuhkan dalam proses. Tapi
kebutuhan udara untuk pembakaran minyak mentah yang kental adalah sangat
banyak, sedangkan harganya lebih rendah dibandingkan dengan minyak mentah
dengan derajat gravity yang tinggi.
5. Masalah dalam pengoperasian :
 Terbentuk emulsi minyak-air yang mempunyai kekentalan seperti busa sabun,
yang akan menimbulkan masalah dalam pemompaan dan juga menurunkan
produktifitas sumur.
280

 Air panas yang ikut terproduksi mempunyai pH rendah (asam) yang


mengandung besi dan sulfat akan mengakibatkan polusi lingkungan dan juga
masalah korosi.
 Meningkatnya produksi pasir.
 Penyumbatan sumur produksi karena terjadinya endapan karbon dan wax
sebagai hasil dari destilasi minyak mentah.
 Terproduksinya gas-gas yang berbahaya seperti karbon monoksida dan
hidrogen sulfida.

3.5.4.7. Screening Kriteria In-situ Combustion


Screening Kriteria in-situ combustion ditunjukkan pada tabel III-20 berikut ini:
Tabel III-20
Creening Kriteria Injeksi In-situ Combustion (18)
Parameter Kriteria Seleksi
Batuan Reservoar
Transmisibilitas, mD-ft/
cp > 20
Permeabilitas, mD > 100
Ketebalan, ft > 10
Saturasi Minyak, %PV < 40-50
Kedalaman, ft > 500
o
Temperatur, F > 150
Jenis Batuan Sandstone dengan porositas tinggi
Fluida Reservoar
Gravity, oAPI < 40 (kisaran normal 10-25)
Viskositas, cp < 1000
Adanya komponen asphaltic akan membantu deposisi
Komposisi coke

Anda mungkin juga menyukai