Anda di halaman 1dari 39

3\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\IDENTITAS PASIEN

Nama : Nn. A
Umur : 21 tahun
Alamat : JL. Nirbaya 13 Rt 10/03 Pinang Ranti
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : Mahasiswi
Agama : Islam
No RM : 0000376541
Tanggal Masuk : 03-1-2018 jam :12.41:15 WIB
Status Pernikahan : Lajang

ANAMNESA (SUBYEKTIF)

Dilakukan Autoaneamnesis pada tanggal 03-01-2018

Keluhan utama : Mengaku keluar darah pervaginam sejak 11 hari sebelum


masuk rumah sakit, dan setelah mengkonsumsi misoprostol 2 tablet dan
memasukan ke vagina 1 tablet diulang hingga 3 kali. Saat ini perut terasa nyeri
pasien tampak pucat.

HPHT : 27 Oktober 2017

Riwayat Menstruasi
Menarche : 13 tahun
Lama : 7 hari
Dismenorrhea : -
HPHT : 27 Oktober 2017

Riwayat Pernikah
Status pernikahan : Belum Menikah

1
STATUS Generalis
Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran : Composmentis
Tensi : 130/100 mmHg Nadi : 51 x/mnt

Respirasi : 20 x/mnt Suhu : 360C


Kepala : Conjuctiva: anemis +/+ Sklera: ikterik -/-
Leher : Tiroid: tidak ada kelainan. KGB: tidak ada kelainan
Thorak : Jantung : BJ I & II murni reguler, G(-), M(-)
Paru : VBS kanan=kiri, Rh(-), Wh(-)
Abdomen : Nyeri seluruh lapang perut , nyeri tekan
Ekstremitas : edema - - Varisess -/-
- -

STATUS GINEKOLOGI
PEMERIKSAAN LUAR

Inspeksi :, tidak ada tanda-tanda peradangan, bekas operasi (-).


Palpasi : Fundus uteri : tidak teraba
Nyeri tekan Seluruh Lapang abdomen
Perkusi/Auskultasi : Dalam batas normal, tympani, BU +, his (-), djj (-)
Inspekulo : Tidak Dilakukan
PEMERIKSAAN DALAM
Tidak Dilakukan

2
USG
Kesan: Kehamilan Ektopik Terganggu

Pemeriksaan Penunjang
• Laboratorium
 Tanggal 03 januari 2018 jam 14:40
Darah Rutin
Hemoglobin 8,7 g/dL (11,7 – 15,5) g/dl
Hematokrit 24% (35 – 47) %
Leukosit 10/mm3 (3,6 – 11) ribu/µL
Trombosit 293/mm3 (150– 440) ribu/µL

 Kimia Klinik
Kimia Klinik Hasil Nilai Normal
GDS 157 ≤140 mg/dl

Tes Urine :
Test Kehamilan : positif

3
RENCANA PENGELOLAAN
a. Rencana Diagnosis
 Rencana Laparotomi
b. Rencana Terapi
 Infus Ringer Laktat 500 cc 20 gtt
 Informed Consent
 Konsul Anastesi
 Salpingektomi
c. Rencana Monitoring
 Observasi keadaan umum dan vital sign
 Observasi perdarahan
 Cek hematologi Rutin

4
Follow Up
Tanggal Catatan Instruksi
3 Jan 2018 S/ nyeri perut P/
15.00  Profenid supp/ 8 jam
O/  Nifedipin 3x10 mg
KU: tampak sakit sedang  Infus RL 20 tpm
Kesadaran: CM  Rencana USG
TD: 100/70 mmHg  Cek Lab
N: 80 x/menit Hasil Hb 8,9 g/dL
R: 20 x/menit  Transfusi PRC 2
S: 36 °C kantong

A/ Abortus Iminens Hamil 9


minggu

4 Jan 2018 USG: tampak cairan bebas di P/


Diagnosis: G1P0A0 dengan Rencana Laparotomi
KET
4 Jan 2018 Post operasi Laparotomi P/
 Cek Lab post op
 Cek terapi 24 jam
 Mobilisasi dini
 Infus RL + oksitosin 20
tpm
 Inj Ceftazidime amp
2x1
 Metronidazole tab 3x1
 Inj Asam Traneksamat
amp 3x1
 Pronalges supp 3x1
 Becom C 1x1
4 Jan 2018 Post operasi laparotomi P/
15.30 eksplorasi e.c ruptur uteri  IVFD RL 20 tpm
O/  Transfusi sampai Hb
TD: 110/60 mmHg >10g/dL
N: 82x/menit  PCT drip 3x1
R: 18x/menit  Cek Hb post transfusi
S: 36˚C
4 Jan 2018 S/ nyeri, mual, muntah P/
17.00 O/  Observasi TTV tiap jam
ICU KU: lemah, anemis  Awasi perdarahan
TD: 117/60 mmHg  Ajari teknik relaksasi
N: 82x/menit saat timbul nyeri
R: 18x/menit

5
Sat O2: 98%  Beri lingkungan yang
Skala nyeri: 6-7 nyaman
Infus terpasang 2 line  Kolaborasi dengan tim
Terpasang kateter medis
Perdarahan pervaginam sedikit
Lochea bau

A/
Post salfingektomi e.c KET

5 Jan 2018 S/ P/
05.40 Nyeri luka operasi, Pusing  Observasi TTV tiap jam
ICU O/  Ajari teknik relaksasi
KU: Lemah  Bantu ADL
Kesadaran: CM  Kolaborasi dengan
TD: 111/58 mmHg dokter
N: 91x/menit
R: 20x/menit
Terpasang infus RL +
Tramadol 1 mg 20tpm
D/C terpasang, urin (+)
A/
Post salfingektomi e.c KET

5 Jan 2018 S/ P/
Nyeri luka operasi  Observasi TTV
O/  Inj Cefixime 2x1
A/  Trikhodazole 3x1
Post Salpingektomi a/i KET  Tramadol 3x1
Ruptur Uteri  Becom C 1x1

5 Jan 2018 O/ P/
13.00 TD: 110/60 mmHg Pindah Ruangan
N: 80x/menit
S: 36˚C
R: 18x/menit
Stabil

5 Jan 2018 S/ P/
14.00 Nyeri luka post operasi, mual  Monitor haemodinamic
(+), muntah (+)  Ajarkan teknik relaksasi
O/  Bantu ADL pasien
KU: lemah  Kolaborasi dengan
Kesadaran: CM dokter
Terpasang IVFD RL 20 tpm

6
TD: 109/59 MMHG  Pindah ruangan
N: 100x/menit
R: 23x/menit
D/C terpasang baik, urin (+)
A/
Post Salpingektomi a/i KET
Ruptur Uteri
6 Jan 2018 S/ P/
Muntah-muntah (+) sesak nafas  Ondansentron 3x1 amp
(+), keluhan lain (-)  Transfusi 1 labu
O/  Cek Hb post transfusi
TD: 100/60 mmHg setelah 6 jam
N: 92x/menit  Berikan O2 2liter
R: 20x/menit  Inj Ranitidin 3x1
S: 36,5˚C
Status generalis dalam batas
normal
Luka tampak kering (+) darah
(-) nanah (-)
A/
Post Salfingektomi a/I KET +
rupture uteri

7 Jan 2018 S/ P/
16.30 Perut terasa perih (+) Pronalges sup 3x1
O/
Ku: baik
Kesadaran: CM
TD: 110/90 mmHg
N: 80x/menit
R: 21x/menit
S: 36,2˚C
A/
Post Salfingektomi a/I KET +
rupture uteri

8 Jan 2018 S/ P/
Nyeri luka post op (+)  Ondansentron 3x1
O/  Cefixime 2x1
Ku: baik  Metronidazole 3x1
Kesadaran: CM  Becom C 1x1
TD: 130/90 mmHg  Tramadol 3x1
N: 80x/menit
R: 20x/menit
S: 36˚C
A/

7
Post Salfingektomi a/I KET +
rupture uteri

9 Jan 2018 S/ P/
Keluhan (-)  Observasi TTV
O/  Terapi lanjut
Ku: Baik  Rencana pulang
Kesadaran: CM
A/
Post Salfingektomi a/I KET +
rupture uteri

Jam mulai operasi: Jam selesai operasi: Lama Operasi: Terencana :


13.00 WIB 14.00 WIB 60 Menit /1/2018

Operator: Asisten 1: Ahli Anestesi: Jenis anestesi:


dr. Muchlas Fahmi, Sp.OG Nunuk dr. Budi Pratama, GA
Perawat Instrumen: Sp.An. Mkes
Prapti
Asisten Anestesi:

Diagnosa Pra-Bedah: Indikasi Operasi:


G1P0A0 H 8 minggu suspect KET KET
Diagnosa Pasca-Bedah: Jenis Operasi:
Post Salpingektomi + Histerorafi uteri a/i KET + ruptur uteri Salpingektomi
Histerorafi uteri

8
Laporan Operasi
 Setelah dilakukan tindakan asepsis dan antiseptik di daerah abdomen
dan sekitarnya, di lakukan insisi mediana inferior sepanjang kurang
lebih 10 cm
 Setelah peritoneum di buka tampak hematokel di cavum douglass,
janin di daerah tuba fallopi yang sudah mengalami ruptur dan tampak
ruptur pada uterus
 Kesan : Kehamilan Ektopik terganggu dengan komplikasi ruptur uteri
 Di putuskan untuk dilakukan salpingektomi dan histerorafi uteri

9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kehamilan Ektopik Terganggu


2.1.1Definisi
Kehamilan ektopik adalah kehamilan di mana sel telur yang dibuahi
berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium kavum uterus. Termasuk dalam
kehamilan ektopik ialah kehamilan tuba, kehamilan ovarial, kehamilan
intraligamenter, kehamilan servikal dan kehamilan abdominal primer atau
sekunder. Kehamilan ektopik terganggu (KET) adalah keadaan di mana timbul
gangguan pada kehamilan tersebut sehingga terjadi abortus maupun ruptur yang
menyebabkan penurunan keadaan umum pasien. Kehamilan ektopik merupakan
salah satu kehamilan yang berakhir abortus, dan sekitar 16% kematian dalam
kehamilan dikarenakan perdarahan yang dilaporkan disebabkan kehamilan
ektopik yang pecah.4

10
2.1.2 Epidemiologi
Frekuensi dari kehamilan ektopik dan kehamilan intrauteri dalam satu
konsepsi yang spontan terjadi dalam 1 dalam 30.000 atau kurang. Angka
kehamilan ektopik per 1000 diagnosis konsepsi, kehamilan atau kelahiran hidup
telah dilaporkan berkisar antara 2,7 hingga 12,9. Angka kejadian kehamilan
ektopik dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Diantara faktor-faktor yang
terlibat adalah meningkatnya pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim, penyakit
radang panggul, usia ibu yang lanjut, pembedahan pada tuba, dan pengobatan
infertilitas dengan terapi induksi superovulasi.2
Angka kejadian kehamilan ektopik di Amerika Serikat meningkat dalam
dekade terakhir yaitu dari 4,5 per 1000 kehamilan pada tahun 1970 menjadi 19,7
per 1000 kehamilan pada tahun 1992. Kehamilan ektopik masih menjadi
penyebab kematian utama pada ibu hamil di Kanada yaitu berkisar 4% dari 20
kematian ibu pertahun. Pada tahun 1980-an, kehamilan ektopik menjadi
komplikasi yang serius dari kehamilan, terhitung sebesar 11% kematian maternal
terjadi di Amerika Serikat.2
Di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta angka kejadian kehamilan ektopik
pada tahun 1987 ialah 153 di antara 4.007 persalinan atau 1 di antara 26
persalinan.4
Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur antara
20-40 tahun dengan umur rata-rata 30 tahun. Frekuensi kehamilan ektopik yang
berulang dilaporkan berkisar antara 0-14,6%.4
Sekurangnya 95 % implantasi ektopik terjadi di tuba Fallopii. Di tuba
sendiri, tempat yang paling sering adalah pada ampulla, kemudian berturut-turut
pada pars ismika, infundibulum dan fimbria, dan pars intersisialis. Implantasi
yang terjadi di ovarium, serviks, atau cavum peritonealis jarang ditemukan.2

2.1.3 Etiologi
Etiologi kehamilan ektopik sudah banyak disebutkan karena secara
patofisiologi mudah dimengerti sesuai dengan proses awal kehamilan sejak

11
pembuahan sampai nidasi. Bila nidasi terjadi di luar kavum uteri atau di luar
endometrium, maka terjadilah kehamilan ektopik. Dengan demikian, faktor-faktor
yang menyebabkan terjadinya hambatan dalam nidasi embrio ke endometrium
menjadi penyebab kehamilan ektopik ini.2 Faktor-faktor yang disebutkan adalah
sebagai berikut:
1. Faktor tuba
Adanya peradangan atau infeksi pada tuba menyebabkan lumen tuba
menyempit atau buntu. Keadaan uterus yang mengalami hypoplasia dan saluran
tuba yang berkelok-kelok panjang dapat menyebabkan fungsi silia tuba tidak
berfungsi dengan baik. Juga pada keadaan pascaoperasi rekanalisasi tuba dapat
merupakan predisposisi terjadinya kehamilan ektopik.
Faktor tuba yang lain ialah adanya kelainan endometriosis tuba atau
diventrikel saluran tuba yang bersifat kongenital. Adanya tumor disaluran tuba,
misalnya mioma uteri atau tumor ovarium yang menyebabkan perubahan bentuk
dan patensi tuba, juga dapat menjadi etiologi kehamilan ektopik.
2. Faktor abnormalitas dari zigot
Apabila tumbuh terlalu cepat atau tumbuh dengan ukuran besar, maka zigot
akan tersendat dalam perjalanan pada saat melalui tuba, kemudian terhenti dan
tumbuh di saluran tuba.
3. Faktor ovarium
Bila ovarium memproduksi ovum dan ditangkap oleh tuba yang
kontralateral, dapar membutuhkan proses khusus atau waktu yang lebih panjang
sehingga kemungkinan terjadinya kehamilan ektopik lebih besar.
4. Faktor hormonal
Pada akseptor, pil KB yang hanya; mengandung progesteron dapat
mengakibatkan gerakan tuba melambat. Apabila terjadi pembuahan dapat
menyebabkan terjadinya kehamilan ektopik.
5. Faktor lain
Termasuk di sini antara lain adalah pemakaian IUD dimana proses
peradangan yang dapat di timbul pada endometrium dan endosalping dapat
menyebabkan terjadinya kehamilan ektopik. Faktor umur penderita yang sudah

12
menua dan faktor perokok juga sering dihubungkan dengan terjadinya kehamilan
ektopik.2

2.1.4 Klasifikasi

1. Kehamilan Pars Interstisialis Tuba


Kehamilan ektopik ini terjadi bila ovum bernidasi pada pars interstisialis
tuba. Keadaan ini jarang terjadi dan hanya satu persen dari semua kehamilan tuba.
Rupture pada keadaan ini terjadi pada kehamilan lebih tua, dapat mencapai akhir
bulan keempat. Perdarahan yang terjadi sangat banyak dan bila tidak segera
dioperasi akan menyebabkan kematian.4
Tindakan operasi yang dilakukan adalah laparatomi untuk membersihkan
isi kavum abdomen dari darah dan sisa jaringan konsepsi serta menutup sumber
perdarahan dengan melakukan irisan baji ( wegde resection ) pada kornu uteri
dimana tuba pars interstisialis berada.4

2. Kehamilan ektopik ganda


Sangat jarang kehamilan ektopik berlangsung bersamaan dengankehamilan
intrauterine. Keadaan ini disebut kehamilan ektopik ganda( combined ectopic
pregnancy). Frekuensinya berkisar 1 di antara15.000 – 40.000 persalinan. Di
Indonesia sudah dilaporkan beberapa kasus.4
Pada umumnya diagnosis kehamilan dibuat pada waktu operasikehamilan
ektopik yang terganggu. Pada laparotomi ditemukan uterusyang membesar sesuai
dengan tuanya kehamilan dan 2 korpora lutea.4
3. Kehamilan Ovarial
Kehamilan ovarial primer sangat jarang terjadi. Diagnosis kehamilan
tersebut ditegakkan atas dasar 4 kriteria dari Spiegelberg, yakni4:
a. Tuba pada sisi kehamilan harus normal
b. Kantong janin harus berlokasi pada ovarium
c. Kantong janin dihubungkan dengan uterus oleh ligamentum ovary
proprium

13
d. Jaringan ovarium yang nyata harus ditemukan dalam dinding kantong
janin
Diagnosis yang pasti diperoleh bila kantong janin kecil dikelilingi oleh
jaringan ovarium dengan trofoblas memasuki alat tersebut. Pada kehamilan
ovarial biasanya terjadi rupture pada kehamilan mudadengan akibat perdarahan
dalam perut. Hasil konsepsi dapat pulamengalami kematian sebelumnya sehingga
tidak terjadi rupture,ditemukan benjolan dengan berbagai ukuran yang terdiri atas
ovarium yang mengandung darah, vili korialis dan mungkin juga selaput
mudigah.4
4. Kehamilan servikal
Kehamilan servikal juga sangat jarang terjadi. Bila ovumberimplantasi
dalam kavum servikalis, maka akan terjadi perdarahan tanpa nyeri pada kehamilan
muda. Jika kehamilan berlangsung terus, serviks membesar dengan ostium uteri
eksternum terbuka sebagian. Kehamilan servikal jarang melampaui 12 minggu
dan biasanya diakhiri secara operatif oleh karena perdarahan. Pengeluaran
hasilkonsepsi pervaginam dapat menyebabkan banyak perdarahan, sehingga untuk
menghentikan perdarahan diperlukan histerektomi totalis.4
Paalman dan Mc ellin (1959) membuat kriteria klinik sebagai berikut1:
a. Ostium uteri internum tertutup
b. Ostium uteri eksternum terbuka sebagian
c. Seluruh hasil konsepsi terletak dalam endoservik
d. Perdarahan uterus setelah fase amenore tanpa disertai rasa nyeri
e. Serviks lunak, membesar, dapat lebih besar dari fundus uteri,sehingga
terbentuk hour-glass uterus

5. Kehamilan ektopik lanjut


Merupakan kehamilan ektopik dimana janin dapat tumbuh terus karena
mendapat cukup zat-zat makanan dan oksigen dari plasenta yang meluaskan
implantasinya ke jaringan sekitar misalnya ligamentum latum, uterus, dasar
panggul, usus dan sebagainya. Dalam keadaan demikian, anatomi sudah kabur.
Kehamilan ektopik lanjut biasanya terjadi sekunder dari kehamilan tuba yang

14
mengalami abortus atau ruptur dan janin dikeluarkan dari tuba dalam keadaan
masih diselubungi oleh kantung ketuban dengan plasenta yang masih utuh yang
akan terus tumbuh terus di tempat implantasinya yang baru.4
Angka kejadian kehamilan ektopik lanjut di RSCM, Jakarta dari tahun
1967 – 1972 yaitu 1 di antara 1065 persalinan. Berbagai penulis mengemukakan
angka antara 1 : 2000 persalinan sampai 1 : 8500 persalinan.4

2.1.5 Patofisiologi

Kebanyakan dari kehamilan ektopik berlokasi di tuba fallopii. Tempat yang


paling umum terjadi adalah pada pars ampullaris, sekitar 80 %. Kemudian
berturut-turut adalah isthmus (12%), fimbriae (5%), dan bagian kornu dan daerah
intersisial tuba (2%), dan seperti yang disebut pada bagian diatas, kehamilan
ektopik non tuba sangat jarang. Kehamilan pada daerah intersisial sering
berhubungan dengan kesakitan yang berat, karena baru mengeluarkan gejala yang
muncul lebih lama dari tipe yang lain, dan sulit di diagnosis, dan biasanya
menghasilkan perdarahan yang sangat banyak bila terjadi ruptur.3
Proses implantasi ovum yang dibuahi, yang terjadi di tuba pada dasarnya
sama dengan halnya di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumner atau
interkolumner. Pada yang pertama telur berimplantasi pada ujung atau sisi jonjot
endosalping. Perkembangan telur selanjutnya dibatasi oleh kurangnya
vaskularisasi dan biasanya telur mati secara dini dan diresorbsi. Pada nidasi secara
interkolumner telur bernidasi antara 2 jonjot endosalping. Setelah tempat nidasi
tertutup, maka telur dipisahkan dari lumen tuba oleh lapisan jaringan yang
menyerupai desidua dan dinamakan pseudokapsularis. Karena pembentukan
desidua di tuba tidak sempurna malahan kadang-kadang tidak tampak, dengan
mudah villi korialis menembus endosalping dan masuk dalam lapisan otot-otot
tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh darah. Perkembangan janin
selanjutnya bergantung pada beberapa faktor, seperti tempat implantasi, tebalnya
dinding tuba, dan banyaknya perdarahan yang terjadi oleh invasi trofoblas.6

15
Dibawah pengaruh hormon estrogen dan progesteron dari korpus luteum
gravidatis dan trofoblas, uterus menjadi besar dan lembek, dan endometrium dapat
pula berubah menjadi desidua. Dapat ditemukan pula perubahan-perubahan pada
endometrium yang disebut fenomena Arias-Stella. Sel epitel membesar dengan
intinya hipertrofik, hiperkromatik, lobuler, dan berbentuk tidak teratur. Sitoplasma
sel dapat berlubang-lubang atau berbusa, dan kadang-kadang ditemukan mitosis.
Perubahan ini hanya terjadi pada sebagian kehamilan ektopik.6
Terdapat beberapa kemungkinan yang dapat terjadi pada kehamilan ektopik
dalam tuba. Karena tuba bukan merupakan tempat yang baik untuk pertumbuhan
hasil konsepsi, tidak mungkin janin dapat tumbuh secara utuh seperti di uterus.
Sebagian besar kehamilan tuba terganggu pada umur kehamilan antara 6 minggu
sampai 10 minggu, antara lain) :4

1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi


Pada implantasi secara kolumner, ovum yang dibuahi cepat mati karena
vaskularisasi kurang, dan dengan mudah terjadi resorbsi total. Dalam keadaan ini
penderita tidak mengeluh apa-apa, hanya haidnya saja yang terlambat untuk
beberapa hari.

2. Abortus tuba
Perdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh-pembuluh darah oleh
vili korialis pada dinding tuba ditempat implantasi dapat melepaskan mudigah
dari koriales pada dinding tersebut bersama-sama dengan robeknya
psudokapsularis. Pelepasan ini dapat terjadi sebagian atau seluruhnya, tergantung
dari derajat perdarahan yang timbul. Bila pelepasan menyeluruh, mudigah dengan
selaputnya dikeluarkan dalam lumen tuba dan kemudian didorong oleh darah
kearah ostium tuba abdominale. Frekuensi arbotus dalam tuba tergantung pada
implantasi telur yang dibuai. Arbotus tuba lebih umum terjadi pada kehamilan
tuba pars ampularis, sedangkan penembusan dinding tuba oleh vili koriales kearah
peritoneum biasanya terjadi pada kehamilan pars isthmika. Perbedaan ini
disebabkan karena lumen pars ampularis lebih luas, sehingga dapat mengikuti

16
lebih mudah pertumbuhan hasil konsepsi dibandingkan dengan bagian isthmus
dengan lumen sempit.
Pada pelepasan hasil konsepsi yang tidak sempurna pada arbotus,
perdarahan akan terus berlangsung, dari sedikit-sedikit sampai berubah menjadi
mola kruenta. Perdarahan akan keluar melalui fimbriae dan masuk rongga
abdomen dan terkumpul secara khas di kavum Douglas dan akan membentuk
hematokel retrouterina. Bila frimbriae tertutup, tuba fallopii dapat membesar
karena darah dan membentuk hematosalpiing.

3. Ruptur tuba
Penyusupan, dan perluasan hasil konsepsi dapat mengakibatkan rupture
pada saluran lahir pada beberapa tempat. Sebelum metode pengukuran kadar
korionik gonadotropin tersedia, banyak kasus kehamilan tuba berakhir pada
trimester pertama oleh rupture intraperitoneal. Pada kejadian ini lebih sering
terjadi bila ovum berimplantasi pada isthmus dan biasanya muncul pada
kehamilan muda, sedangkan bila berimplantasi di parsintersisialis, maka muncul
pada kehamilan yang lebih lanjut. Ruptur dapat terjadi secara spontan, atau karena
trauma ringan seperti koitus atau pemeriksaan vagina.
Ruptur sekunder dapat terjadi bila terjadi abortus dalam tuba dan ostium
tuba tertutup. Dalam hal ini dinding tuba yang sudah menipis karena invasi dari
trofoblas, akan pecah karena tekanan darah dalam tuba. Kadang-kadang ruptur
terjadi diarah ligamentum latum dan terbentuk hematoma intraligamenter. Jika
janin hidup terus, terdapat kehamilan intraligamenter. Pada ruptur ke rongga
perut, seluruh janin dapat keluar dari tuba, tetapi bila robekan kecil, perdarahan
terjadi tanpa hasil konsepsi dikeluarkan dari tuba. Bila pasien tidak mati dan
meninggal karena perdarahan, nasib janin bergantung pada kerusakan yang
diderita dan tuanya kehamilan. Bila janin mati dan masih kecil, dapat diresorbsi
kembali, namun bila besar, kelak dapat diubah menjadi litopedion. Bila janin yang
dikeluarkan tidak mati dengan masih diselubungi oleh kantong amnion dan

17
dengan plasenta yang utuh, kemungkinan tumbuh terus dalam rongga abdomen
sehingga terjadi kehamilan abdominal sekunder

2.1.6 Gejala Klinis

Gambaran klinik kehamilan tuba yang belum terganggu tidak khas dan
penderita maupun dokter biasanya tidak mengetahui adanya kelainan dalam
kehamilan, sampai terjadinya abortus tuba atau ruptur tuba.7
1. Kehamilan ektopik belum terganggu
Kehamilan ektopik yang belum terganggu atau belum mengalami ruptur su
lit untuk diketahui, karena penderita tidak menyampaikan keluhan yang khas.
Amenorea atau gangguan haid dilaporkan oleh 75-95% penderita.Lamanya
amenore tergantung pada kehidupan janin,sehingga dapat bervariasi
. Sebagian penderita tidak mengalami amenorea
karena kematian janin terjadi sebelum haid berikutnya.Tanda-
tanda kehamilan muda seperti nausea dilaporkan oleh 10-25% kasus.7
Di samping gangguan haid, keluhan yang paling sering disampaikan
ialahnyeri di perut bawah yang tidak khas, walaupun kehamilan ektopik
belummengalami ruptur. Kadang-
kadang teraba tumor di samping uterus dengan batas yang sukar ditentukan.
Keadaan ini juga masih harus dipastikan dengan alat bantudiagnostik yang lain
seperti ultrasonografi (USG) dan laparoskopi.7
Mengingat bahwa setiap kehamilan ektopik akan berakhir dengan abortus at
au ruptur yang disertai perdarahan dalam rongga perut,
maka pada setiap wanita dengan gangguan haid
dan setelah diperiksa dicurigai adanya kehamilan ektopik harusditangani dengan
sungguh-sungguh menggunakan alat diagnostik yang ada sampai
diperoleh kepastian diagnostik kehamilan ektopik karena jika terlambat diatasi
dapat membahayakan jiwa penderita.7

18
2. Kehamilan ektopik terganggu
Gejala dan tanda kehamilan tuba tergangu sangat berbeda-beda dari
perdarahan banyak yang yang tiba-tiba dalam rongga perut sampai terdapatnya
gejala yang tidak jelas. Gejala dan tanda bergantung pada lamanya kehamilan
ektopik terganggu, abortus atau ruptur tuba,
tuany kehamilan, derajat perdarahan yang terjadi dan keadaan umum penderita
sebelum hamil.4
Diagnosis kehamilan ektopik terganggu pada jenis yang mendadak atau
akut biasanya
tidak sulit. Nyeri merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopikterganggu (K
ET). Pada ruptur tuba, nyeri perut bagian bawah terjadi secara tiba-tiba dan
intensitasnya disertai dengan perdarahan yang menyebabkan penderita pingsan,
tekanan darah dapat menurun dan nadi meningkat serta perdarahan yang
lebih banyak dapat menimbulkan syok, ujung ekstremitas pucat, basah dan dingin.
Rasa nyeri mula-mula terdapat dalam satu sisi, tetapi setelah darah masuk ke
dalam rongga perut, rasa nyeri menjalar ke bagian tengah atau keseluruh perut
bawah dan bila membentuk hematokel retrouterina menyebabkan defekasi nyeri.4
Perdarahan pervaginam merupakan tanda penting kedua pada kehamilan
ektopik terganggu. Hal ini menunjukkan kematian janin dan
berasal dari kavum uteri karena pelepasan desidua. Perdarahan dari uterus
biasanya tidak banyak dan berwarna coklat tua. Frekuensi
perdarahan ditemukan dari 51-93%. Perdarahan berarti gangguan pembentukan
Hcg ( human chorionic gonadotropin).4
Yang menonjol ialah penderita tampak kesakitan, pucat dan pada
pemeriksaan ditemukan pemeriksaan ditemukan tanda-tanda syok
serta perdarahan rongga perut. Pada pemeriksaan ginekologi ditemukan serviks
yang nyeri bila digerakkan dan kavum douglas yang menonjol dan nyeri raba.7
Pada abortus tuba biasanya teraba dengan jelas suatu tumor di samping
uterus dalam berbagai dalam tumor di kavum Douglas.4
Kesulitan diagnosis biasanya terjadi pada kehamilan ektopik terganggu jenis
atipik atau menahun. Kelambatan haid tidak jelas, tanda dan gejala kehamilan

19
muda tidak jelas,
demikian pula nyeri perut tidak nyata dan sering penderita tampak tidak
terlalu pucat. Hal ini dapat terjadi apabila perdarahan pada kehamilan ektopik
yang terganggu berlangsung lambat. Dalam keadaan yang demikian, alat bantu
diagnostik sangat diperlukan untuk memastikan diagnosis.7
Secara umum gejala klinis kehamilan ektopik terganggu adalah sebagai berikut:
a) Nyeri.
Nyeri panggul dan nyeri abdomen yang kadang-kadang jelas lebih nyeri
sebelah kiri atau sebelah kanan. Nyeri abdomen umumnya mendahului keluhan
perdarahan per vaginam, biasanya dimulai dari salah satu sisi abdomen bawah dan
dengan cepat menyebar ke seluruh abdomen yang disebabkan oleh terkumpulnya
darah di rongga abdomen. Pada ruptur tuba, nyeri abdomen dapat timbul dibagian
mana saja pada abdomen. Nyeri timbul setelah mengangkat beban berat, buang air
besar, namun dapat pula timbul saat pasien beristirahat.4,6
b) Perdarahan abnormal.
Amenorea dengan spotting ditemukan pada sebagian besar pasien. Periode
amenorea umumnya 6-8 minggu, tetapi dapat lebih lama jika implantasi terjadi di
pars interstitial atau kehamilan abdominal. Desidua mengalami degenerasi dan
nekrosis yang bermanifestasi sebagai perdarahan per vaginam. Perdarahan ini
umumnya sedikit, perdarahan yang banyak dari vagina mengarah kepada abortus
inkomplet.4,6
c) Nyeri tekan abdomen dan panggul.
Abdomen penderita biasanya tegang dan terlihat agak cembung. Pada
kehamilan ektopik dini yang belum ruptur, nyeri tekan jarang dijumpai. Namun,
dengan ruptur, nyeri tekan hebat ditemukan sewaktu pemeriksaan abdomen dan
vagina, terutama ketika serviks digerakkan.4,6

d) Nyeri pada pemeriksaan bimanual.


Nyeri pada saat porsio digerakkan, forniks posterior vagina menonjol karena
darah terkumpul di cavum Douglass, atau teraba massa pada salah satu sisi
uterus.4

20
e) Perubahan uterus.
Uterus dapat terdorong ke salah satu sisi oleh massa ektopik. Uterus juga
dapat membesar akibat rangsangan hormon.6
f) Perubahan tanda-tanda vital.
Bradikardia dan peningkatan relatif tekanan darah sistolik dapat terjadi pada
awal keluhan. Namun, tekanan darah akan menurun dan nadi meningkat jika
terjadi perdarahan lanjut dan hipovolemia.6
g) Nyeri bahu dan leher.
Adanya darah pada rongga perut menyebabkan iritasi subdiafragma yang
ditandai dengan nyeri pada bahu. 4

2.1.7 Diagnosis
Kesukaran membuat diagnosis yang pasti pada kehamilan ektopik
belum terganggu demikian besarnya sehingga sebagian besar
penderitamengalami abortus tuba atau ruptur ruba sebelum keadaan menjadi
jelas. Alat bantu diagnostik yang dapat digunakan ialah ultrasonografi
(USG), laparoskopi atau kuldoskopi. 4

1. Anamnesis
Haid biasanya terlambat untuk beberapa waktu, dan kadang-kadang
terdapat gejala subyektif kehamilan muda.1 Nyeriabdominal terutama bagian
bawah dan perdarahan pervaginam pada trimester pertama kehamilan
merupakan tanda dan gejala klinis yang mengarah ke diagnosis kehamilan
ektopik. Gejala-gejala nyeri abdominal dan perdarahan pervaginam tidak terlalu
spesifik atau juga sensitif. 2

2. Pemeriksaan Umum

Penderita tampak kesakitan dan pucat. Pada perdarahan dalam rongga


perut tanda-tanda syok dapat ditemukan. Pada jenis tidak mendadak perut
bagian bawah hanya sedikit menggembung dan nyeri tekan.2 Kehamilan ektopik

21
yang belum terganggu tidak dapat didiagnosis secara tepat semata-mata atas
adanya gejala-gejala klinis dan pemeriksaan fisik. 2

3. Pemeriksaan Ginekologi
Tanda-tanda kehamilan muda mungkin ditemukan. Pergerakan serviks
menyebabkan rasa nyeri. Bila uterus dapat diraba, maka akan teraba sedikit
membesar dan kadang-kadang teraba tumor di samping uterus dengan batas
yang sukar ditentukan. Kavum Douglas yang menonjol dan nyeri-raba
menunjukkan adanya hematokel retrouterina. Suhu kadang-kadang naik
sehingga menyukarkan perbedaadengan infeksi pelvik.1
Hampir semua kehamilan ektopik didiagnosis antara kehamilan 5 dan 12 minggu.
Identifikasi dari tempat implantasi embrio lebih awal dari pada kehamilan 5
minggu melampaui kemampuan teknik-teknik diagnostik yang ada. Pada usia
kehamilan 12 minggu, kehamilan ektopik telah memperlihatkan gejala-gejala
sekunder terhadap terjadinya ruptur atau uterus pada wanita dengan
kehamilan intrauteri yang normal telah mengalami pembesaran yang berbeda
dengan bentuk dari kehamilan ektopik.2

4. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan hemoglobin dan jumlah sel darah merah berguna dalam
menegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu, terutama bila ada tanda-
tanda perdarahan dalam rongga perut. Pada kasus tidak mendadak biasanya
ditemukan anemia, tetapi harus diingat bahwa penurunan hemoglobin baru
terlihat setelah 24 jam.1 Perhitungan leukosit secara berturut menunjukkan
adanya perdarahan bila leukosit meningkat (leukositosis). Untuk membedakan
kehamilan ektopik dari infeksi pelvik dapat diperhaikan jumlah leukosit.
1
Jumlah leukosit yang lebih dari 20.000 biasanya menunjukkan infeksi pelvik.
Penting untuk mendiagnosis ada tidaknya kehamilan.Cara yang paling mudah ialah
dengan melakukan pemeriksaan konsentrasi hormon ß human chorionic
gonadotropin (ß-hCG) dalam urin atau serum. Hormon ini dapat dideteksi paling
awal pada satu minggu sebelum tanggal menstruasi berikutnya. Konsentrasi
serum yang sudah dapat dideteksi ialah 5 IU/L sedangkan pada urin ialah

22
20–50 IU/L. 6 Tes kehamilan negatif tidak menyingkirkan kemungkinan
kehamilan ektopik terganggu karena kematian hasil konsepsi dan degenerasi
trofoblas menyebabkan human chorionic gonadotropin menurun dan
menyebabkan tes negatif.1 Tes kehamilan positifjuga tidak dapat
mengidentifikasi lokasi kantung gestasional. Meskipun demikian, wanita
dengan kehamilan ektopik cenderung memiliki level ß-hCG yang rendah
dibandingkan kehamilan intrauterin.3

5. Pemeriksaan Imaging ( USG)


Cara yang paling efisien untuk mengeluarkan adanya kehamilan ektopik
adalah mendiagnosis suatu kehamilan intrauteri. Cara yang terbaik untuk
mengkonfirmasi satu kehamilan intrauteri adalah dengan menggunakan
ultrasonografi. Sensitivitas dan spesifisitas dari diagnosis kehamilan intrauteri
dengan menggunakan modalitas ini mencapai 100% pada kehamilan diatas
5,5 minggu. Sebaliknya identifikasi kehamilan ektopik dengan ultrasonografi
lebih sulit (kurang sensitif) dan kurang spesifik. 2

23
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Kuldosintesis
ialah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah terdapat darah
dalam kavum Douglas. Cara ini sangat berguna untuk membuat
diagnosis kehamilan ektopik terganggu. Teknik kuldosentesis yaitu :
 Penderita dibaringkan dalam posisi litotomi. Asepsis dan antiseptik
vulva vagina.
 Spekulum dipasang dan bibir belakang porsio dijepit dengan
tenakulum, kemudian dilakukan traksi ke depan sehingga forniks
posterior ditampakkan
 Jarum spinal no. 18 ditusukkan ke dalam kavum douglas dan dengan
semprit 10 ml dilakukan pengisapan.
Hasil positif bila dikeluarkan darah berwarna coklat sampai hitam yang
tdak membeku atau berupa bekuan-bekuan kecil. Hasil negatif bila cairan
yang dihisap berupa :
 Cairan jernih yang mungkin berasal dari cairan peritoneum normal
atau kista ovarium yang pecah.
 Nanah yang mungkin berasal dari penyakit radang pelvis atau
radang appendiks yang pecah (nanah harus dikultur). Darah segar
berwarna merah yang dalam beberapa menit akan membeku,
darah ini berasal dari arteri atau vena yang tertusuk.

24
b. Laparoskopi
hanya digunakan sebagai alat bantu diagnostik terakhir untuk kehamilan
ektopik apabila hasil penilaian prosedur diagnostik yang lain ragukan.
Melalui prosedur laparoskopik, alat kandungan bagian dalam dapat di
nilai. Secara sistematis dinilai keadaan uterus, ovarium, tuba, kavum
Douglas dan ligamentum latum. Adanya darah dalam rongga pelvis
mempersulit visualisasi alat kandungan tetapi hal ini menjadi indikasi
untuk dilakukan laparotomi.

a.

25
2.1.8 Penatalaksanaan
Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparotomi. Dalam
tindakan demikian beberapa hal perlu diperhatikan dan dipertimbangkan yaitu 1 :
 kondisi penderita saat itu
 keinginan penderita akan fungsi reproduksinya
 lokasi kehamilan ektopik
 kondisi anatomik organ pelvis
Hasil pertimbangan ini menentukan apakah perlu dilakukan
salpingektomi pada kehamilan tuba atau dapat dilakukan pembedahan
konservatif yaitu hanya dilakukan salpingostomi atau reanastomosis tuba. Apabila
kondisi penderita buruk, misalnya dalam keadaan syok, lebih baik dilakukan
salpingektomi.

1. Pembedahan
Pembedahan merupakan penatalaksanaan primer pada kehamilan ektopik
terutama pada KET dimana terjadi abortus atau ruptur pada tuba.
Penatalaksanaan pembedahan sendiri dapat dibagi atas dua yaitu pembedahan
konservatif dan radikal. Pembedahan konservatif terutama ditujukan pada
kehamilan ektopik yang mengalami ruptur pada tubanya. Pendekatan dengan
pembedahan konservatif ini mungkin dilakukan apabila diagnosis kehamilan
ektopik cepat ditegakkan sehingga belum terjadi ruptur pada tuba.
a. Salpingotomi linier
Tindakan ini merupakan suatu prosedur pembedahan yang ideal
dilakukanpada kehamilan tuba yang belum mengalami ruptur.
Karena lebih dari 75% kehamilan ektopik terjadi pada 2/3 bagian luar
dari tuba. Prosedur ini dimulai dengan menampakkan, mengangkat, dan
menstabilisasi tuba.Satu insisi linier dibuat diatas segmen tuba yang
meregang. Produk kehamilan dikeluarkan dengan hati-hati dari dalam

26
lumen. Setiap sisa trofoblas yang ada harus dibersihkan dengan
melakukan irigasi pada lumen dengan menggunakan cairan ringer
laktat yang hangat untuk mencegah kerusakan ebih jauh pada mukosa.
Hemostasis yang komplit pada mukosa tuba harus dilakukan, karena
kegagalan pada tindakan ini akan menyebabkanperdarahan
postoperasi yang akan membawa pada terjadinya adhesi intralumen.
Batas mukosa kemudian ditutup dengan jahitan terputus, jahitan
harus diperhatikan hanya dilakukan untuk mendekatkan lapisan
serosa dan lapisan otot dan tidak ada tegangan yang berlebihan.

b. Reseksi segmental
Reseksi segmental dan reanastomosis end to end telah diajukan
sebagai satu alternatif dari salpingotomi. Prosedur ini dilakukan
dengan mengangkat bagian implantasi. Tujuan lainnya adalah dengan
merestorasi arsitektur normal tuba. Hanya pasien dengan perdarahan
yang sedikit dipertimbangkan untuk menjalani prosedur ini.
Mesosalping yang berdekatan harus diinsisi dan dipisahkan dengan
hati-hati untuk menghindari terbentuknya hematom pada
ligamentum latum. Jahitan seromuskuler dilakukan dengan
menggunakan mikroskop/loupe.
c. Salpingektomi
Salpingektomi total diperlukan apabila satu kehamilan tuba
mengalami ruptur, karena perdarahan intraabdominal akan terjadi
dan harus segera diatasi. Hemoperitonium yang luas akan
menempatkan pasien pada keadaan krisis kardiopulmunonal yang
serius. Insisi suprapubik Pfannenstiel dapat digunakan, dan tuba
yang meregang diangkat. Mesosalping diklem berjejer dengan klem
Kelly sedekat mungkin dengan tuba. Tuba kemudian dieksisi dengan
memotong irisan kecil pada myometrium di daerah cornu uteri,
hindari insisi yang terlalu dalam ke myometrium. Jahitan matras
angka delapan dengan benang absorable 0 digunakan untuk menutup

27
myometrium pada sisi reseksi baji. Mesosalping ditutup dengan jahitan
terputus dengan menggunakan benang absorbable. Hemostasis yang
komplit sangat penting untuk mencegah terjadinyahematom pada
ligamentum latum.
2. Medisinalis
Saat ini dengan adanya tes kehamilan yang sensitif dan ultrasonografi
transvaginal, memungkinkan kita untuk membuat diagnosis kehamilan
ektopik secara dini. Keuntungan dari ditegakkannya diagnosis kehamilan ektopik
secara dini adalah bahwa penatalaksanaan secara medisinalis dapat dilakukan.
Penatalaksanaan medisinalis memiliki keuntungan yaitu kurang invasif,
menghilangkan risiko pembedahan dan anestesi, mempertahankan fungsi fertilitas
dan mengurangi biaya serta memperpendek waktu penyembuhan. Pada kasus
kehamilan ektopik di pars ampularis tuba yang belum pecah pernah dicoba
ditangani menggunakan kemoterapi untuk menghindari tindakan pembedahan.
Kriteria kasus yang diobati dengan cara ini ialah:
a. Kehamian di pars ampularis tuba belum pecah
b. Diameter kantong gestasi = 4cm
c. Perdarahan dalam rongga perut =100 ml
d. Tanda vital baik dan stabil

Obat yang digunakan ialah methotreksat (MTX) 1 mg/kgBB i.v.


danfaktor sitrovorm 0,1 mg/kgBB i.m. berselang seling setiap hari selama 8
hari. Methotrexate merupakan analog asam folat yang akan mempengaruhi
sintesis DNA dan multiplikasi sel dengan cara menginhibisi kerja enzim
Dihydrofolate reduktase. MTX ini akan menghentikan proliferasi trofoblas.
Pemberian MTX dapat secar a oral, sistemik iv,im atau injeksi lokal dengan
panduan USG atau laparoskopi. Dari seluruh 6 kasus yang diobati, satu kasus
dilakukan salpingektomi pada hari ke-12 karena gejala abdomen akut, sedangkan
5 kasus berhasil diobati dengan lain.
Efek samping yang timbul tergantung dosis yang diberikan. Dosis yang
tinggi akan menyebabkan enteritis hemoragik dan perforasi usus, supresi

28
sumsum tulang, nefrotoksik, disfungsi hepar permanen, alopesia, dermatitis,
pneumonitis, dan hipersensitivitas. Pada dosis rendah akan menimbulkan
dermatitis, gastritis, pleuritis, disfungsi hepar reversibel, supresi sumsum
tulang sementara. Pemberian MTX biasanya disertai pemberian folinic acid
(leucovorin calcium atau citroforum factor) yaituzat yang mirip asam folat
namun tidak tergantung pada enzim dihydrofolat reduktase. Pemberian folinic
acid ini akan menyelamatkan sel-sel normal dan mengurangi efek MTX pada
sel-sel tersebut. Sebelumnya penderita diperiksa dulu kadar hCG, fungsi hepar,
kreatinin, golongan darah.
Pada hari ke-4 dan ke-7 setelah pemberian MTX, kadar hCG diperiksa
kembali. Bila kadar hCG berkurang 15% atau lebih, dari kadar yang
diperiksa pada hari ke-4 maka MTX tidak diberikan lagi dan kadar hCG diperiksa
setiap minggu sampai hasilnya negatif atau evaluasi dapat dilakukan dengan
menggunakan USG transvaginal setiap minggu. Bila kadar hCG tidak
berkurang atau sebaliknya meningkat dibandingkan kadar hari ke-4 atau menetap
selama interval setiap minggunya, maka diberikan MTX 50 mg/m2 kedua.
Stoval dan Ling pada tahun 1993 melaporkan keberhasilan metoda ini
sebesar 94,3%. Selain dengan dosis tunggal, dapat juga diberikan multidosis
sampai empat dosis atau kombinasi dengan leucovorin 0,1 mg/kgBB.
Kontraindikasi pemberian MTX absolut adalah ruptur tuba, adanya
penyakit ginjal atau hepar yang aktif. Sedangkan kontraindikasi relatif
adalah nyeri abdomen.

2.1.9 Prognosis
Pada umumnya kelainan yang menyebabkan kehamilan ektopik bersifat
bilateral. Sebagian perempuan menjadi steril setelah mengalami kehamilan
ektopik lagi pada tuba yang lain. Angka kehamilan ektopik yang berulang
dilaporkan antara 0-14,6%. Untuk perempuan dengan jumlah anak yang sudah
cukup, sebaiknya pada operasi dilakukan salpingektomi bilateralis dan
sebelumnya perlu mendapat persetujuan suami dan isteri.4

29
2.2 Ruptur Uteri
2.2.1 Definisi
Ruptur uteri adalah robekan atau diskontinuita dinding rahim akibat
dilampauinya daya regang miomentrium
Ruptur uteri adalah robeknya dinding uterus pada saat kehamilan atau dalam
persalinan dengan atau tanpa robeknya perioneum visceral.
2.2.2 Klasifikasi
Menurut waktu terjadinya, ruptur uteri dapat dibedakan:
1. Ruptur Uteri Gravidarum
Terjadi waktu sedang hamil, sering berlokasi pada korpus.
2. Ruptur Uteri Durante Partum
Terjadi waktu melahirkan anak, lokasinya sering pada SBR. Jenis inilah yang
terbanyak.

Menurut lokasinya, ruptur uteri dapat dibedakan:


1. Korpus Uteri
Biasanya terjadi pada rahim yang sudah pernah mengalami operasi, seperti seksio
sesarea klasik (korporal) atau miomektomi.
2. Segmen Bawah Rahim
Biasanya terjadi pada partus yang sulit dan lama (tidak maju). SBR tambah lama
tambah regang dan tipis dan akhirnya terjadilah ruptur uteri.
3. Serviks Uteri
Biasanya terjadi pada waktu melakukan ekstraksi forsep atau versi dan ekstraksi,
sedang pembukaan belum lengkap.
4. Kolpoporeksis-Kolporeksis
Robekan – robekan di antara serviks dan vagina.

Menurut robeknya peritoneum, ruptur uteri dapat dibedakan:


1. Ruptur Uteri Kompleta
Robekan pada dinding uterus berikut peritoneumnya (perimetrium), sehingga
terdapat hubungan langsung antara rongga perut dan rongga uterus dengan bahaya
peritonitis.
2. Ruptur Uteri Inkompleta
Robekan otot rahim tetapi peritoneum tidak ikut robek. Perdarahan terjadi
subperitoneal dan bisa meluas sampai ke ligamentum latum.

Menurut etiologinya, ruptur uteri dapat dibedakan:


1. Karena dinding rahim yang lemah dan cacat, misalnya pada bekas SC
miomektomi, perforasi waktu kuretase, histerorafia, pelepasan plasenta secara
manual. Dapat juga pada graviditas pada kornu yang rudimenter dan graviditas

30
interstisialis, kelainan kongenital dari uterus seperti hipoplasia uteri dan uterus
bikornus, penyakit pada rahim, misalnya mola destruens, adenomiosis dan lain-
lain atau pada gemelli dan hidramnion dimana dinding rahim tipis dan regang.
2. Karena peregangan yang luar biasa dari rahim, misalnya pada panggul sempit
atau kelainan bentuk panggul, janin besar seperti janin penderita DM, hidrops
fetalis, postmaturitas dan grandemultipara. Juga dapat karena kelainan kongenital
dari janin : Hidrosefalus, monstrum, torakofagus, anensefalus dan shoulder
dystocia; kelainan letak janin: letak lintang dan presentasi rangkap; atau malposisi
dari kepala : letak defleksi, letak tulang ubun-ubun dan putar paksi salah. Selain
itu karena adanya tumor pada jalan lahir; rigid cervix: conglumeratio cervicis,
hanging cervix, retrofleksia uteri gravida dengan sakulasi; grandemultipara
dengan perut gantung (pendulum); atau juga pimpinan partus yang salah.

Ruptur Uteri Violenta (Traumatika), karena tindakan dan trauma lain seperti:
- Ekstraksi Forsep
- Versi dan ekstraksi
- Embriotomi
- Versi Braxton Hicks
- Sindroma tolakan (Pushing syndrome)
- Manual plasenta
- Kuretase
- Ekspresi Kristeller atau Crede
- Pemberian Pitosin tanpa indikasi dan pengawasan
- Trauma tumpul dan tajam dari luar.

Menurut Gejala Klinis, ruptur uteri dapat dibedakan:


1. Ruptur Uteri Iminens (membakat=mengancam)
2. Ruptur Uteri sebenarnya.

2.2.3 Etiologi
Ruptur uteri dapat terjadi sebagai akibat cedera atau anomali yang sudah ada
sebelumnya, atau dapat menjadi komplikasi dalam persalinan dengan uterus yang
sebelumnya tanpa parut.
Akhir-akhir ini, penyebab ruptur uteri yang paling sering adalah terpisahnya
jaringan parut akibat seksio sesarea sebelumnya dan peristiwa ini kemungkinan
semakin sering terjadi bersamaan dengan timbulnya kecenderungan untuk
memperbolehkan partus percobaan pada persalinan dengan riwayat seksio sesarea.
Faktor predisposisi lainnya yang sering ditemukan pada ruptur uteri adalah
riwayat operasi atau manipulasi yang mengakibatkan trauma seperti kuretase atau
perforasi. Stimulasi uterus secara berlebihan atau kurang tepat dengan oksitosin,
yaitu suatu penyebab yang sebelumnya lazim ditemukan, tampak semakin
berkurang. Umumnya, uterus yang sebelumnya tidak pernah mengalami trauma

31
dan persalinan berlangsung spontan, tidak akan terus berkontraksi dengan kuat
sehingga merusak dirinya sendiri.

2.2.4 Mekanisme Terjadinya Ruptur Uteri


Pada umumnya uterus dibagi atas dua bagian besar: Korpus uteri dan servik
uteri. Batas keduanya disebut ismus uteri (2-3 cm) pada rahim yang tidak hamil.
Bila kehamilan sudah kira-kira ± 20 minggu, dimana ukuran janin sudah lebih
besar dari ukuran kavum uteri, maka mulailah terbentuk SBR ismus ini.
Batas antara korpus yang kontraktil dan SBR yang pasif disebut lingkaran
dariBandl. Lingkaran Bandl ini dianggap fisiologik bila terdapat pada 2-3 jari
diatas simfisis, bila meninggi maka kita harus waspada terhadap kemungkinan
adanya ruptur uteri mengancam. Ruptur uteri terutama disebabkan oleh
peregangan yang luar biasa dari uterus. Sedangkan kalau uterus telah cacat,
mudah dimengerti karena adanya lokus minoris resistens
Rumus mekanisme terjadinya ruptur uteri:
R=H+O
Dimana: R = Ruptur
H = His Kuat (tenaga)
O = Obstruksi (halangan)
Pada waktu in-partu, korpus uteri mengadakan kontraksi sedang SBR tetap
pasif dan cervix menjadi lunak (effacement dan pembukaan). Bila oleh sesuatu
sebab partus tidak dapat maju (obstruksi), sedang korpus uteri berkontraksi terus
dengan hebatnya (his kuat), maka SBR yang pasif ini akan tertarik ke atas menjadi
bertambah regang dan tipis. Lingkaran Bandl ikut meninggi, sehingga suatu waktu
terjadilah robekan pada SBR tadi. Dalam hal terjadinya ruptur uteri jangan
dilupakan peranan dari anchoring apparatus untuk memfiksir uterus yaitu
ligamentum rotunda, ligamentum latum, ligamentum sacrouterina dan jaringan
parametra.

2.2.5 Diagnosis dan gejala klinis


Terlebih dahulu dan yang terpenting adalah mengenal betul gejala dari
ruptura uteri mengancam (threatened uterine rupture) sebab dalam hal ini kita
dapat bertindak secepatnya supaya tidak terjadi ruptur uteri yang sebenarnya.
Gejala Ruptur Uteri Iminens/mengancam :
- Dalam anamnesa dikatakan telah ditolong/didorong oleh dukun/bidan, partus
sudah lama berlangsung
- Pasien tampak gelisah, ketakutan, disertai dengan perasaan nyeri diperut
- Pada setiap datangnya his pasien memegang perutnya dan mengerang kesakitan
bahkan meminta supaya anaknya secepatnya dikeluarkan.
- Pernafasan dan denyut nadi lebih cepat dari biasa.
- Ada tanda dehidrasi karena partus yang lama (prolonged labor), yaitu mulut
kering, lidah kering dan haus, badan panas (demam).
- His lebih lama, lebih kuat dan lebih sering bahkan terus-menerus.

32
- Ligamentum rotundum teraba seperti kawat listrik yang tegang, tebal dan keras
terutama sebelah kiri atau keduanya.
- Pada waktu datang his, korpus uteri teraba keras (hipertonik) sedangkan SBR
teraba tipis dan nyeri kalau ditekan.
- Diantara korpus dan SBR nampak lingkaran Bandl sebagai lekukan melintang
yang bertambah lama bertambah tinggi, menunjukan SBR yang semakin tipis dan
teregang. Sering lengkaran bandl ini dikelirukan dengan kandung kemih yang
penuh, untuk itu dilakukan kateterisasi kandung kemih. Dapat peregangan dan
tipisnya SBR terjadi di dinding belakang sehingga tidak dapat kita periksa,
misalnya terjadi pada asinklitismus posterior atau letak tulang ubun-ubun
belakang.
- Perasaan sering mau kencing karena kandung kemih juga tertarik dan teregang ke
atas, terjadi robekan-robekan kecil pada kandung kemih, maka pada kateterisasi
ada hematuri.
- Pada auskultasi terdengar denyut jantung janin tidak teratur (asfiksia)
- Pada pemriksaan dalam dapat kita jumpai tanda-tanda dari obstruksi, seperti
oedem porsio, vagina, vulva dan kaput kepala janin yang besar.

2.2.6 Gejala Ruptur Uteri


Bila ruptur uteri yang mengancam dibiarkan terus, maka suatu saat akan
terjadilah ruptur uteri sebenarnya.
1.) Anamnesis dan Inspeksi
- Pada suatu his yang kuat sekali, pasien merasa kesakitan yang luar biasa, menjerit
seolah-olah perutnya sedang dirobek kemudian jadi gelisah, takut, pucat, keluar
keringat dingin sampai kolaps.
- Pernafasan jadi dangkal dan cepat, kelihatan haus.
- Muntah-muntah karena perangsangan peritoneum.
- Syok, nadi kecil dan cepat, tekanan darah turun bahkan tidak terukur.
- Keluar perdarahan pervaginam yang biasanya tak begitu banyak, lebih-lebih kalau
bagian terdepan atau kepala sudah jauh turun dan menyumbat jalan lahir.
- Kadang-kadang ada perasaan nyeri yang menjalar ke tungkai bawah dan dibahu.
- Kontraksi uterus biasanya hilang.
- Mula-mula terdapat defans muskulaer kemudian perut menjadi kembung dan
meteoristis (paralisis usus).
2.) Palpasi
- Teraba krepitasi pada kulit perut yang menandakan adanya emfisema subkutan.
- Bila kepala janin belum turun, akan mudah dilepaskan dari pintu atas panggul.
- Bila janin sudah keluar dari kavum uteri, jadi berada di rongga perut, maka teraba
bagian-bagian janin langsung dibawah kulit perut dan disampingnya kadang-
kadang teraba uterus sebagai suatu bola keras sebesar kelapa.
- Nyeri tekan pada perut, terutama pada tempat yang robek.
3.) Auskultasi

33
Biasanya denyut jantung janin sulit atau tidak terdengar lagi beberapa menit
setelah ruptur, apalagi kalau plasenta juga ikut terlepas dan masuk ke rongga
perut.
4.) Pemeriksaan Dalam
- Kepala janin yang tadinya sudah jauh turun ke bawah, dengan mudah dapat
didorong ke atas dan ini disertai keluarnya darah pervaginam yang agak banyak
- Kalau rongga rahim sudah kosong dapat diraba robekan pada dinding rahim dan
kalau jari atau tangan kita dapat melalui robekan tadi, maka dapat diraba usus,
omentum dan bagian-bagian janin. Kalau jari tangan kita yang didalam kita
temukan dengan jari luar maka terasa seperti dipisahkan oleh bagian yang tipis
seklai dari dinding perut juga dapat diraba fundus uteri.
5.) Kateterisasi
Hematuri yang hebat menandakan adanya robekan pada kandung kemih.
6.) Catatan
- Gejala ruptur uteri inkompleta tidak sehebat kompleta
- Ruptur uteri yang terjadi oleh karena cacat uterus yang biasanya tidak didahului
oleh ruptur uteri mengancam.
- Lakukanlah selalu eksplorasi yang teliti dan hati-hati sebagai kerja rutin setelah
mengerjakan suatu operative delivery, misalnya sesudah versi ekstraksi, ekstraksi
vakum atau forsep, embriotomi dan lain-lain.

Ruptur Uteri Traumatik 1


Ruptur uteri yang disebabkan oleh trauma dapat terjadi karena jatuh, kecelakaan
seperti tabrakan dan sebagainya. Robekan demikian itu yang bisa terjadi pada
setiap saat dalam kehamilan, jarang terjadi karena rupanya otot uterus cukup tahan
terhadap trauma dari luar. Yang lebih sering terjadi adalah ruptur uteri yang
dinamakan ruptur uteri violenta.
Di sini karena distosia sudah ada regangan segmen bawah uterus dan usaha
vaginal untuk melahirkan janin mengakibatkan timbulnya ruptur uteri. Hal itu
misalnya terjadi pada versi ekstraksi pada letak lintang yang dilakukan
bertentangan dengan syarat-syarat untuk tindakan tersebut. Kemungkinan besar
yang lain ialah ketika melakukan embriotomi. Berhubung dengan itu, setelah
tindakan-tindakan tersebut diatas dan juga setelah ekstraksi dengan cunam yang
sukar perlu dilakukan pemeriksaan kavum uteri dengan tangan untuk mengetahui
apakah terjadi ruptur uteri. Gejala-gejala ruptur uteri violenta tidak berbeda dari
ruptur uteri spontan.

Ruptur Uteri pada Parut Uterus


Ruptur uteri demikian ini terdapat paling sering pada parut bekas seksio
sesarea, peristiwa ini jarang timbul pada uterus yang telah dioperasi untuk
mengangkat mioma (miomektomi) dan lebih jarang lagi pada uterus dengan parut
karena kerokan yang terlampau dalam. Di antara parut-parut bekas seksio sesarea,
parut yang terjadi ssesudah seksio sesarea klasik lebih sering menimbulkan ruptur

34
uteri daripada parut bekas seksio sesarea profunda. Perbandingannya ialah 4:1.
Hal ini disebabkan oleh karena luka pada segmen bawah uterus yang menyerupai
daerah uterus yang lebih tenang dalam masa nifas dapat sembuh dengan lebih
baik, sehingga parut lebih kuat. Ruptur uteri pada bekas seksio bisa menimbulkan
gejala-gejala seperti telah diuraikan lebih dahulu, akan tetapi bisa juga terjadi
tanpa banyak menimbulkan gejala. Dalam hal yang terakhir ini tidak terjadi
robekan secara mendadak, melainkan lambat laun jaringan disekitar bekas luka
menipis untuk akhirnya terpisah sama sekali dan terjadilah ruptur uteri. Disini
biasanya peritoneum tidak ikut serta, sehingga terdapat ruptur uteri inkompleta.
Pada peristiwa ini ada kemungkinan arteria besar terbuka dan timbul perdarahan
yang untuk sebagian berkumpul di ligamentum latum dan untuk sebagian keluar.
Biasanya janin masih tinggal dalam uterus dan his kadang-kadang masih ada.
Sementara itu penderita merasa nyeri spontan atau nyeri pada perabaan tempat
bekas luka. Jika arteria besar luka, gejala-gejala perdarahan dengan anemia dan
syok, janin dalam uterus meninggal pula.

Profilaksis
Banyak kiranya ruptur uteri yang seharusnya tidak perlu terjadi kalau
sekiranya ada pengertian dari para ibu, masyarakat dan klinisi, karena sebelumnya
dapat kita ambil langkah-langkah preventif. Maka, sangatlah penting arti
perawatan antenatal (prenatal).
1. Panggul sempit atau CPD
Anjurkan bersalin di rumah sakit. Lakukan pemeriksaan yang teliti misalnya
kalau kepala belum turun lakukan periksa dalam dan evaluasi selanjutnya dengan
pelvimetri. Bila panggul sempit (CV 8 cm), lakukan segera seksio sesarea primer
saat inpartu.
2. Malposisi Kepala
Coba lakukan reposisi, kalau kiranya sulit dan tak berhasil, pikirkan untuk
melakukan seksio sesarea primer saat inpartu.
3. Malpresentasi
Letak lintang atau presentasi bahu, maupun letak bokong, presentasi rangkap.
4. Hidrosefalus
5. Rigid cervix
6. Tetania uteri
7. Tumor jalan lahir
8. Grandemultipara + abdomen pendulum
9. Pada bekas seksio sesarea

35
BAB III
PEMBAHASAN

1. Bagaimana penegakkan diagnosis pada kasus ini?


Pada pasien ini di diagnosis Kehamilan Ektopik Terganggu karena
ditemukan:
a. Anamnesis
- Pasien mengeluh nyeri pada seluruh lapang abdomen
- Keluar perdarahan pervaginam
- Pasien telah mengkonsumsi misoprostol 10 tablet
b. Pemeriksaan fisik
- KU : Pasien Tampak Sakit Sedang Kesadaran : CM
Nadi : 51 Pernafasan: 20 Suhu: 36℃ yaitu: Nadi 51x/ menit,
Pernafasan 20x/menit dan suhu 36oC. Tekanan darah yaitu 130/100
mmHg. Pada pemeriksan status generalis didapatkan kelainan yang
berarti yaitu konjungtiva tampak anemis, akral dingin dan nyeri tekan
seluruh abdomen. (+) Khas Kehamilan Ektopik Terganggu.
-
c. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium di lakukan dengan pemeriksaan hemoglobin
dan jumlah sel darah merah yang berguna untuk melihat adanya anemia
pada pasien. Dilakukan pemeriksaan urin yang bertujuaan untuk melihat
kadar hcg, apabila tes urin menghasilkan positif menunjukan kemungkinan
diagnosis kehamilan ektopik terganggu.
Hasil Pemeriksaan:
 Hb 8,7 gr/dl ( N: 11,7-15,5) gr/dl.
 Leukosit 10 ribu/ µL (N: 3,6-11) ribu/µL
 Hematokrit 24% (N: 35-47) %
 Trombosit 293 ribu/µL (N:15-440) ribu/µL
 Glukosa Sewaktu 157 (N: ≤140) mg/dl
 Tes kehamilan urin (+)

36
 Pasien enemia dan leukositosis  Khas Kehamilan Ektopik
Terganggu

d. Pemeriksaan USG
 Gambaran uterus tidak ada kantong gestasinya dan mendapat
gambaran kantong gestasi yang berisi mudigah diluar uterus
 Tampak hematokel retrouterina di bagian cavum douglasi. Gravida 1
partu 0 abortus 0 suspect KET
 Gambaran adanya massa hiperkoik yang tidak beraturan, tidak
berbatas tegas, dan sekitarnya didapati cairan bebas intrabdominal.

2. Apakah penatalaksanaan kasus ini sudah tepat?


Penatalaksanaan kasus ini sudah sesuai dengan teori. Pada kehamilan
ektopik, tatalaksana definitifnya adalah dengan pembedahan. Sebagian besar
wanita dengan kehamilan ektopik akan membutuhkan tindakan bedah. Tindakan
bedah ini dapat radikal (salpingektomi) atau konservatif (biasanya salpingostomi)
dan tindakan itu dilakukan dengan jalan laparaskopi atau laparatomi. Laparatomi
merupakan teknik yang lebih dipilih bila pasien secara hemodinamik tidak stabil,
fasilitas dan persediaan untuk melakukan laparaskopi kurang, atau ada hambatan
teknik untuk melakukan laparaskopi. Pada banyak kasus, pasien-pasien ini
membutuhkan salpingektomi karena kerusakan tuba yang banyak, hanya beberapa
kasus saja salpingotomi dapat dilakukan. Pada pasien kehamilan ektopik yang
hemodinamiknya stabil dan dikerjakan salpingotomi dapat dilakukan dengan
teknik laparaskopi. Pada kasus ini dilakukan salpingektomi dengan laparotomi.
Sebelum pelaksanaan operasi dilakukan persiapan operasi terlebih dahulu berupa:
pemeriksaan tanda-tanda vital dan persiapan darah yang harus dilakukan Os.
Setelah dilakukan pembedahan, untuk mencegah dehidrasi pada pasien diberikan
terapi cairan pengganti berupa Ringer Laktat. Os juga diberikan injeksi antibiotik
spektrum luas yaitu Ceftazidim amp 2 X 1 untuk menghindari infeksi pasca
operasi dan diberikan injeksi Asam Tranexamat amp 3 X 1 yang merupakan obat

37
anti-fibrinolitik untuk menghentikan perdarahan pasca operasi. Sebelum diberikan
injeksi antibiotik, dilakukan skin test terlebih dahulu terhadap Os untuk mencegah
terjadinya reaksi hipersensitivitas Os terhadap antibiotik yang akan diberikan .
Setelah itu, dilakukan pemeriksaan Hb pada Os, didapatkan kadar Hb pasien 8,7
gr/dl. Lalu dilakukan transfusi sebanyak 1000 cc, diberikan di OK dan di ICU
setelah beberapa jam. Lalu dilakukan observasi pasca operasi pada pasien berupa
obs ttv, pasien diperbolehkan mengkonsumsi nutrisi setelah 7 jam post operasi
dan terapi secara oral. Saat pasien sudah diperbolehkan mengkonsumsi nutrisi
secara oral, obat yang diberikan yaitu Ceftazidim tab 2x1 mg sebagai antibiotik
spektrum luas dan Pronalges supp 3x1 yang termasuk obat golongan OAINS yang
berguna sebagai penghilang rasa nyeri. Metronidazole 3 X 1 sebagai antibiotik
bakteri anaerob . Becom C 1 X 1 sebagai vitamin dan Ondansentron 3 X 1 amp
sebagai antiemesis, dan Oksigen 2 liter .Setelah tanda vital dan kondisi os
semakin membaik, os diperbolehkan pulang.

3. Mengapa bisa terjadi ruptur tuba pada kehamilan ektopik

terganggu?

Pada kasus ini, pasien mengalami kehamilan ektopik terganggu hingga


terjadi ruptur pada tuba. Pembesaran hasil konsepsi dapat mengakibatkan ruptur
pada saluran lahir pada beberapa tempat. Pada kejadian ini lebih sering terjadi bila
ovum berimplantasi pada isthmus dan biasanya muncul pada kehamilan muda,
sedangkan bila berimplantasi di parsintersisialis, maka muncul pada kehamilan
yang lebih lanjut. Ruptur dapat terjadi secara spontan, atau karena trauma ringan
seperti koitus,atau pemeriksaan vagina.
Ruptur juga dapat terjadi bila abortus dalam tuba dan ostium tuba tertutup.
Dalam hal ini dinding tuba yang sudah menipis karena invasi dari trofoblas, akan
pecah karena tekanan darah dalam tuba. Kadang-kadang ruptur terjadi diarah
ligamentum latum dan terbentuk hematoma intraligamenter. Jika janin hidup
terus, terdapat kehamilan intraligamenter. Pada ruptur ke rongga perut, seluruh

38
janin dapat keluar dari tuba, tetapi bila robekan kecil, perdarahan terjadi tanpa
hasil konsepsi dikeluarkan dari tuba.

4. Mengapa bisa terjadi ruptur uterus pada kehamilan ektopik


terganggu?
Pada kasus ini, pasien mengalami kehamilan di luar uterus sehingga pada
saat pasien mengkonsumsi misoprostol secara berlebihan mengakibatkan
terjadinya kontraksi otot rahim yang menyebabkan pelembutan dan penipisan
serviks dinding uterus. Diduga kontraksi uterus akibat pemakaian misprotol
menyebabkan perdarahan pada janin dan plasenta sehingga mengurangi suplai
oksigen ke janin yang mengakibatkan janin hipoksia dan kemtian janin.
Misprostol merupakan stimulator kontraksi uterus pada kehamilan lanjut yang
sangat kuat dan dapat menyebabkan kematian janin serta ruptur uterus, jika
digunakan dalam dosis yang tinggi.

39

Anda mungkin juga menyukai