Anda di halaman 1dari 5

VIOLETA PUTRI/201611046

PERTEMUAN 9
Manajemen konflik merupakan serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku maupun
pihak luar dalam suatu konflik. Manajemen konflik termasuk pada suatu pendekatan yang
berorientasi pada proses yang mengarahkan pada bentuk komunikasi (termasuk tingkah laku)
dari pelaku maupun pihak luar dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan (interests)
dan interpretasi.

Metode-metode pengelolaan konflik:


1. Metode Stimulasi konflik
Konflik dapat menimbulkan dinamika dan pencapaian cara-cara yang lebih baik
dalam pelaksanaan kegiatan kerja suatu kelompok. Situasi dimana konflik terlalu
rendah akan menyebabkan para karyawan takut berinisiatif dan menjadi pasif.
Kejadian-kejadian, perilaku dan informasi yang dapat mengarahkan orang-orang
bekerja lebih baik diabaikan, para anggota kelompok saling bertoleransi terhadap
kelemahan dan kejelekan pelaksanaan kerja. Manajer dari kelompok seperti ini perlu
merangsang timbulnya persaingan dan konflik yang dapat mempunyai efek
penggemblengan. Metode stimulasi konflik meliputi :
a. Pemasukan atau penempatan orang luar kedalam kelompok
b. Penyusunan kembali organisasi
c. Penawaran bonus, pembayaran insentif dan penghargaan untuk mendorong
persaingan
d. Pemilihan manajer-manajer yang tepat
e. Perlakuan yang berbeda dengan kebiasaan
2. Metode Pengurangan konflik
Manajer biasanya lebih terlibat dengan pengurangan konflik daripada stimulasi
konflik. Metode pengurangan konflik menekan terjadinya antogonisme yang
ditimbulkan oleh konflik. Jadi, metode ini mengelola tingkat konflik melalui
“pendinginan suasana” tetapi tidak menangani masalah-masalah yang semula
menimbulkan konflik. Dua metode dapat digunakan untuk mengurangi konflik
dengan pendekatan efektif, yaitu :
a. Mengganti tujuan yang menimbulkan persaingan dengan tujuan yang lebih
bisa diterima kedua kelompok.
b. Mempersatukan kedua kelompok yang bertentangan untuk menghadapi
“ancaman” atau “musuh” yang sama

Metode Penyelesaian konflik


a. Dominasi atau penekanan : metode ini dilakukan dengan beberapa cara, yaitu
kekerasan (forcing), penenangan (smoothing), penghindaran (avoidance), aturan
mayoritas (majority rule), pemungutan suara (voting).
b. Kompromi : manajer menyelesaikan konflik melalui pencarian jalan tengah yang
dapat diterima oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Bentuk-bentuk kompromi
meliputi pemisahan (separation), arbitrasi (pewasitan), penyuapan (bribing).
c. Pemecahan masalah integratif : konflik antar kelompok diubah menjadi situasi
pemecahan masalah bersama yang dapat diselesaikan melalui teknik-teknik
pemecahan masalah. Secara bersama, pihak-pihak yang bertentangan mencoba untuk
memecahkan masalah yang timbul diantaramereka.
VIOLETA PUTRI/201611046

d. Konsensus : dimana pihak-pihak sedang bertentangan bertemu bersama untuk


mencari penyelesaian terbaik masalah mereka dan bukan mencari kemenangan
sesuatu pihak.
e. Konfrontasi : dimana pihak-pihak yang saling berhadapan menyatakan pendapatnya
secara langsung satu sama lain, dan dengan kepemimpinan yang trampil dan
kesediaan untuk menerima penyelesaian, suatu penyelesaian konflik yang rasional
sering dapat diketemukan.
f. Penggunaan tujuan-tujuan yang lebih tinggi dapat juga menjadi metode
penyelesaian konflik bila tujuan tersebut disetujui bersama.

Penanganan Konflik Sosial menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 7 tahun 2012


adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan secara sistematis dan terencana dalam situasi dan
peristiwa baik sebelum, pada saat, maupun sesudah terjadi Konflik yang mencakup
pencegahan konflik, penghentian konflik, dan pemulihan pascakonflik.

Undang-undang ini, dalam penanganan konflik harus mencerminkan asas kemanusiaan,


hak asasi manusia, kebangsaan, kekeluargaan, mengacu pada bhineka tunggal ika, keadilan,
esetaraan gender, ketertiban, dan kepastian hukum. Juga mencerminkan keberlanjutan,
kearifan lokal, tanggung jawab negara, partisipatif, tidak memihak, dan tidak membeda-
bedakan.
VIOLETA PUTRI/201611046

PERTEMUAN 10

Penyebab timbulnya konflik :

1. Masalah Komunikasi

Salah pengertian yang berkenaan dengan kalimat, bahasa yang sulit dimengerti, atau
informasi yang mendua dan tidak lengkap, serta gaya individu manajer yang tidak
konsisten.

2. Masalah Struktur Organisasi

Pertarungan kekuasaaan antar departemen dengan kepentingan–kepentingan atau


sistem penilaian yang bertentangan, persaingan untuk memperebutkan sumber daya–
sumber daya yang terbatas, atau saling ketergantungan dua atau lebih kelompok–
kelompok kegiatan kerja untuk mencapai tujuan mereka.

3. Masalah Pribadi

Ketidaksesuaian tujuan atau nilai–nilai sosial pribadi karyawan dengan perilaku yang
diperankan pada jabatan mereka, dan perbedaan dalam nilai – nilai persepsi.

Macam-Macam Konflik:

1. Konflik Hierarki

Konflik antara berbagai tingkatan organisasi. Contohnya, konflik antara komisaris


dengan direktur utama, pemimpin dengan karyawan, pengurus dengan anggota
koperasi, pengurus dengan manajemen, dan pengurus dengan karyawan.

2. Konflik Fungsional

Konflik antar berbagai departemen fungsional organisasi. Contohnya, konflik yang


terjadi antara bagian produksi dengan bagian pemasaran, bagian administrasi umum
dengan bagian personalia.

3. Konflik Lini Staf

Konflik yang terjadi antara pimpinan unit dengan stafnya terutama staf yang
berhubungan dengan wewenang/otoritas kerja. Contoh : karyawan staf secara tidak
fornal mengambil wewenang berlebihan.

4. Konflik Formal-Informal

Konflik antara organisasi formal dan informal. Contoh : Pemimpin yang


menempatkan norma yang salah pada organisasi.
VIOLETA PUTRI/201611046

PERTEMUAN 11

Penanganan Konflik

Langkah-langkah manajemen Untuk menangani konflik


1. Menerima & mendefinisikan pokok masalah yang menimbulkan ketidak puasan.
Langkah ini sangat penting karena kekeliruan dalam mengetahui masalah yang
sebenarnya akan menimbulkan kekeliruan pula dalam merumuskan cara
pemecahannya.
2. Mengumpulkan keterangan/fakta
Fakta yang dikumpulkan haruslah lengkap dan akurat, tetapi juga harus dihindari
tercampurnya dengan opini atau pendapat. Opini atau pendapat sudah dimasuki unsur
subyektif. Oleh karena itu pengumpulan fakta haruslah dilakukan denganm hati-hati
3. Menganalisis dan memutuskan
Dengan diketahuinya masalah dan terkumpulnya data, manajemen haruslah mulai
melakukan evaluasi terhadap keadaan. Sering kali dari hasil analisa bisa
mendapatkan berbagai alternatif pemecahan.
4. Memberikan jawaban
Meskipun manajemen kemudian sudah memutuskan, keputusan ini haruslah
dibertahukan kepada pihak karyawan.
5. Tindak lanjut
Langkah ini diperlukan untuk mengawasi akibat dari keputusan yang telah diperbuat.

Konseling

Bantuan secara professional yang diberikan oleh konselor kepada klien secara tatap
muka empat mata yang dilaksanakan interaksi secara langsung dalam rangka memperoleh
pemahaman diri yang lebih balk, kemampuan mengontrol diri, dan mengarahkan din untuk
dimanfaatkan olehnya dalam rangka pemecahan masalah dan memperbaiki tingkah lakunya
pada masa yang akan datang.

Tujuan konseling dibagi menjadi dua, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus:
 Tujuan umum: Tujuan layanan konseling adalah terentaskannya masalah
yang dialami klien. Upaya pengentasan masalah klien ini dapat berupa
mengurangi intensitasnya atas masalah tersebut, mengurangi itensitas
hambatan dan/atau kerugian yang disebabkan masalah tersebut, dan
menghilangkan atau meniadakan masalah yang dimaksud. Dengan layanan
konseling ini beban klien diringankan, kemampuan klien ditingkatkan dan
potensi klien dikembangkan.
 Tujuan khusus: Klien memahami seluk-beluk masalah yang dialami secara
mendalam dan komprehensif, serta positif dan dinamis. Pemahaman yang
dimaksud mengarah kepada dikembangkannya persepsi dan sikap serta
kegiatan demi terentaskannya secara spesifik masalah yang dihadapi klien.
Pengembangan dan pemeliharaan potensi klien dan berbagai unsur positif
yang ada pada dirinya merupakan latar belakang pemahaman dan pengentasan
masalah kilen. Pengembangan dan pemeliharaan potensi dan unsur-unsur
VIOLETA PUTRI/201611046

positif yang ada pada diri klien, diperkuat oleh terentaskannya masalah, dan
berkembangnya masalah yang lain.
Dalam sebuah proses konseling yang adekuat, berperan dua pihak yang saling terkait,
yaitu seorang konselor dan seorang klien yang menjalin hubungan profesionalisme.
 Konselor: Konselor adalah seorang ahil dalam bidang konseling, yang
memiliki kewenangan dan mandat secara profesional untuk melaksanakan
pemberian layanan konseling. Dalam proses konseling, konselor yang aktif
mengembangkan proses konseling melalui dioperasionalkan pendekatan,
teknik dan asas-asas konseling terhadap kilen. Dalam proses konseling, selain
media pembicaraan verbal, konselor juga dapat menggunakan media tulisan,
gambar, media elektronik, dan media pembelajaran lainnya, serta media
pengembangan tingkah laku. Semua itu diupayakan konselor dengan cara-cara
yang cermat dan tepat, demi terentaskannya masalah yang dihadapi klien.
 Kilen: Klien adalah seorang individu yang sedang mengalami masalah, atau
setidak-tidaknya sedang mengalami sesuatu yang ingin dia sampaikan kepada
orang lain. Klien menanggung semacam beban, uneg-uneg, atau mengalami
suatu kekurangan yang ingin diisi; atau ada suatu yang ingin dan/atau perlu
dikembangkan pada dirinya. Semuanya agar dia mendapatkan suasana pikiran
dan/atau perasaan yang Iebih ringan, memperoleh nilai tambah, hidup lebih
berarti, dan hal-hal positif lain nya selama menjalani hidup seharihan dalam
rangka kehidupan dirinya secara menyeluruh.

Anda mungkin juga menyukai