PENDAHULUAN
bidang, seperti kemajuan ekonomi, perbaikan lingkungan hidup, kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi terutama bidang medis atau ilmu kedokteran, yang dicerminkan dari peningkatan
kualitas kesehatan penduduk serta meningkatkan umur harapan hidup manusia yang digambarkan
Lansia (lanjut usia) menurut WHO (1969) adalah orang yang berusia 60-74 tahun. Saat ini
seluruh dunia jumlah penduduk lanjut usia di perkirakan ada 500 juta jiwa dengan usia rata-rata
60tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai 1,2 milyar jiwa (Bandiyah,2009). Badan
pusat statistik Indonesia tahun 2010 memaparkan bahwa, jumlah lanjut usia 2009 sejumlah
18.425.000 jiwa (7,75%) dan tahun 2010 sejumlah 19.036.600 jiwa (8,01%). Menurut Dinas
Kesehatan Provinsi Bali, jumlah lanjut usia tahun 2010 adalah 218.999 jiwa (5,63%) dan tahun
2014 sejumlah 759.224 jiwa (Ruspawan 2011). Menurut dinas kesehatan kabupaten Badung
(2014), jumlah lansia di Kabuaten Badung sekitar 50.381 jiwa, di Kecamatan Mengwi sebanyak
10.194 jiwa, terbanyak berada di Wilayah Kerja Puskesmas Mengwi I Sebanyak 4.278 jiwa.
Peoses menua merupakan sebuah proses yang mengubah orang dewasa sehat menjadi
rapuh disertai menurunnya cadangan hampir semua sistem fisiologis proses tersebut disertai
dengan meningkatnya kerentanan terhadap penyakit dan kematian (Darmojo, 2010). Terjadinya
proses menua disertai dengan berbagai perubahan baik dari fisik dan psikososial. Perubahan fisik
dapat dilihat antara lain dari perubahan penampilan pada bagian wajah, tangan dan kulit.
Perubahan lainnya pada bagian dalam tubuh seperti pada system saraf otak, limpa, hati. Perubahan
pada panca indra ternyata juga terjadi yaitu pada penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa,
perubahan pada motorik antara lain berubahnya kekuatan, kecepatan dan belajar ketrampilan baru
Perubahan- perubahan yang terjadi pada lansia baik perubahan fisiologik maupun
kelemahan dan keterbatasan yang dialami akan menimbulkan dampak pada lansia yaitu berupa
perubahan yang terjadi. Perubahan tersebut diperberat dengan factor resiko yang menyertai
sehingga menimbulkan konsekwensi atau gangguan kesehatan yang akhirnya akan berpengaruh
pada penurunan aktivitas kehidupan sehari-hari (Darmojo, 2010). Masalah kesehatan yang sering
terjadi pada lansia berbeda dari orang dewasa. Sering disebut dengan istilah 14 I, yaitu Immobility
(kurang bergerak), Instablity (berdiri dan berjalan tidak stabil atau mudah jatuh), Incontiment
(beser buang air kecil atau buang air besar), intelectual impairment (gangguan intelektual atau
demensia), infection (infeksi), impairment of vision and hearing, taste, smell, communication,
convalescence, skin integrity (gangguan panca indra, komunikasi, penyembuhan, dan kulit),
inpaction (sulit buang air besar), isolation (depresi), inanition (kurang gizi), impecunity (tidak
punya uang), latrogenesis (menderita penyakit akibat obat-obatan), imsomnia (gangguan tidur),
immune deficiency (daya tahan tubuh yang menurun), impotence (impotensi) (Siburian, 2006).
Menurut Maurier dan Smith (2008) 45% lansia usia diatas 75 tahun mengalami kelemahan
dan keterbatasan dan 85% dibantu oleh keluarga dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Menurut
Stanhope dan Lancaster (2008) 60% lansia membutuhkan bantuan dalam mengatasi keterbatasan,
15% lansia usia diatas 65 tahun mempunyai kesulitan dalam memenuhi kebutuhan dasar dan
kebutuhan instrumental. Ditemukan 31% lansia perempuan dan 18% lansia laki-laki tidak mampu
melakukan satu dari lima kegiatan yang diberikan. Hal tersebut sesuai dengan penelitian putri
(2012) yang meneliti tentang hubungan antara dukungan keluarga dengan kemandirian lansia
dalam pemenuhan aktivitas sehari-hari. Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 51,8% lansia
Menrunnya tingkat kemandirian lansia, serta banyaknya lansia yang tinggal dimasyarakat,
hidup seorang diri, terlantar, tinggat ketergantungan yang tinggi, dan mengalami berbagai penyakit
degeneratif membuat lansia membutuhkan orang lain dalam memenuhi kebutuhan terutama
keluarga karena keluarga merupakan salah satu pemberi perawatan utama bagi lansia. Menurut
Suardiman (2010) upaya yang dilakukan terkait dengan kesehatan lansia diantaranya
kemampuan dan peran serta keluarga dalam menghayati dan mengatasi kesehatan lansia. Menurut
(Friedman,2010), sebuah keluarga yang berfungsi dengan baik jika saling memberikan motivasi,
memberikan kebebasan serta memberikan perlindungan dan keamanan untuk mencapai potensi
Keluarga adalah tempat bagi anggota keluarga untuk belajar tentang kesehatan penyakit
serta sebagai tempat memberi dan memperoleh perawatan sepanjang kehidupan anggota keluarga.
Kesehatan keluarga dapat tergambar dari kemampuan keluarga memberikan bantuan kepada
anggota keluarga untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri dan kemampuan keluarga memenuhi
fungsi keluarga serta mencapai tugas perkembangan yang sesuai dengan tingkat perkembangan
keluarga dengan lansia. Pemberian perawatan pada lansia merupakan tanggung jawab keluarga
sehingga keluarga memiliki potensi besar sebagai mitra dalam mempertahankan dan memulihkan
individu maupun keluarga. Keluarga merupakan sebuah jaringan yang erat hubungannya, sebuah
jaringan interdependen yang anggotanya akan saling mempengaruhi (friedman, 2010). Peran dan
pelaksanaan tanggung jawab keluarga sangat mempengaruhi kondisi anggota keluarga dalam
berinteraksi, ataupun dalam memenuhi semua kebutuhan anggota keluarga, sesuai dengan tumbuh
kembang seluruh anggota keluarga, termasuk pemenuhan kebutuhan kesehatan. Menurut Depkes
(2010) bahwa tugas kesehatan keluarga terdiri dari keluarga mengenal masalah kesehatan setiap
anggota keluarga, keluarga mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat, keluara
Pelaksanaan tugas kesehatan bukan hanya fungsi esensial dan dasar keluarga, namun
fungsi yang mengembnag focus sentral dalam keluarga yang berfungsi dengan baik dan sehat.
Akan tetapi memenuhi fungsi perawatan kesehatan bagi semua anggota keluarga akan menemui
kesulitan akibat adanya tantangan eksternal dan internal (friedman, 2010). Fungsi perawatan
keluarga, tetapi pada kenyataannya tidak semua keluarga memahami dengan baik dalam
melaksanakan tugas kesehatan keluarga khususnya yang berkaitkan dengan kejadian pengabaian
Data tentang pelaksanaan tugas keluarga baik secara Nasional maupun pelaksanaan tugas
keluarga di Bali,datanya tidak peneliti temukan akan tetapi peneliti terkait pelaksanaan tugas
keluarga yang datanya dapat dijadikan justifikasi tentang pelaksanaan tugas keluarga diantaranya
dilakukan oleh Handayani tahun 2014 yang meneliti tentang hubungan pelaksanaan tugas
kesehatan keluarga dengan tingkat kecemasan penderita diabetes mellitus tipe 2 di poliklinik
penyakit dalam RSUD dr. R. Goetang Taroenadibrata Purbalingga. Hasil penelitian menunjukan
bahwa sebagian besar keluarga (69,6%) aktif dalam melaksanakan tugas kesehatannya dan
sebanyak 31,4% kurang aktif dalam melaksanakan tugas kesehatan keluarga melaksanakan tugas
kesehatan keluarga. Hasil analisis menunjukan ada hubungan yang signifikan antara pelaksanaan
tugas kesehatan keluarga dan tingkat kecemasan (p=0,003). Penelitian Ramlah tahun 2012 tentang
hubungan pelaksanaan tugas kesehatan dengan pengabaian lansia di Wilayah Kerja Puskesmas
Kassi-Kassi Makasar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar keluarga (71,1%) baik
melaksanakan tugas kesehatan keluarga dan sebanyak 29,9% keluarga kurang baik dalam
melaksanakan tugas kesehatannya. Hasil analisis menunjukan ada hubungan pelaksanaan tugas
Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah “Apakah ada hubungan pelaksanaan tugas kesehatan keluarga dengan kemandirian lansia
1.4.1.2 Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai kajian keilmuan dalam analisis
1.4.1.3 Sebagai bahan masukan bagi tenaga kesehatan khususnya ilmu keperawatan dalam
1.4.2.1 Bagi keluarga lansia diharapkan dari hasil penelitian ini dapat menjadi sumber
1.4.2.2 Bagi Intalasi Pendidikan dapat dijadikan literatur untuk menambah wawasan dan