Anda di halaman 1dari 27

I.

PENDAHULUAN

Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasi dari
lingkungan hidupmanusia. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta
merupakan cermin kesehatan dankehidupan. Salah satu kelainan kulit adalah
eritroderma (Djuanda, 2010 ; Utama dan Kurniawan, 2007).
Eritroderma merupakan keradangan kulit yang mengenai 90% atau lebih
pada permukaan kulit yang biasanya disertai skuama. Pada beberapa kasus, skuama
tidak selaluditemukan, misalnya pada eritroderma yang disebabkan oleh alergi obat
secara sistemik, padamulanya tidak disertai skuama. Pada eritroderma yang kronik,
eritema tidak begitu jelas karena bercampur dengan hiperpigmentasi. Nama lain
penyakit ini adalah dermatitis eksfoliativa generalisata, meskipun
sebenarnyamempunyai pengertian yang agak berbeda. Pengelupasan skuamayang
terjadi, walaupun kadang-kadang tidak begitu terlihat, Diagnosis eritroderma
ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran klinis, dan pemeriksaan laboratorium,
pemeriksaan histopatologi dapat membantu menentukan penyakityang mendasarinya.
Diagnosis yang akurat dari penyakit ini merupakan suatu proses yang sistematis di
mana dibutuhkan pengamatan yang seksama, evaluasi serta pengetahuan
tentangterminology, dermatologi, morfologi serta diagnosis banding (Djuanda, 2007).
Pengobatan disesuaikandengan penyakit yang mendasarinya, namun tetap
memperhatikan keadaan umum sepertikeseimbangan cairan dan elektrolit tubuhm
memperbaiki hipoalbumin dan anemia, serta pengendalian infeksi
sekunder.Eritroderma bukan merupakan kasus yang sering ditemukan, namun
masalah yangditimbulkannya cukup parah. Diagnosis yang ditegakkan lebih awal,
cepat dan akurat serta penatalaksanaan yang tepat sangat memengaruhi prognosis
penderita (Djuanda, 2007).

1
II. LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. Abdul Salam
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 74 tahun
Pekerjaan : Pensiunan
Status Pernikahan : Menikah
Alamat : Jambu 03/05 Wangon
Agama : Islam
Tanggal pemeriksaan : 5Februari 2018

B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan gatal diseluruh tubuh
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSMS dengan keluhan gatal diseluruh tubuh.
Gatal sejak 2 minggu yang lalu. Gatal terus-menerus dan dirasa semakin
memberat dan meluas hingga mengganggu aktivitas pasien. Pasien
mengatakan tidak ada hal yang menambah maupun mengurangi keluhan.
Pasien mengeluhkan rasa gatal disertai nyeri. Sebelumnya pasien merasakan
gatal dan sudah berobat kedokter umum untuk mendapat pengobatan.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat keluhan yang sama sebelumnya diakui
b. Riwayat alergi obat, makanan dan cuaca dingin disangkal
c. Riwayat pengobatan: pasien sudah memeriksakan keluhannya
sebelumnya
4. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Riwayat keluhan yang sama pada anggota keluarga yang lain disangkal

2
b. Riwayat alergi obat, makanan, debu dan cuaca dingin pada anggota
keluarga disangkal
c. Riwayat diabetes mellitus pada anggota keluarga yang lain disangkal
d. Riwayat Hipertensi pada anggota keluarga yang lain disangkal
5. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien tinggal bersama istri dan satu orang cucunya. Pasien sudah tidak
bekerja, sejak dua tahun lalu, dan hanya beraktivitas dirumah. Pasien
memiliki riwayat merokok, dan menyangkal minum minuman beralkohol.
Pasien makan tiga kali sehari dengan nasi, dan lauk pauk. Pasien dirawat di
RS Margono dengan biaya pribadi
Kesan: Status sosial ekonomi menengah

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaaan umum : Sedang
2. Kesadaran : Compos mentis
3. Vital Sign
TD : 130/90 mmHg
Nadi : 96 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36.5°C
4. Antopometri
Tinggi badan : 165 Cm
Berat badan : 75 Kg
5. Status Generalis
Kepala : Mesochepal, simetris, rambut putih, distribusi merata
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Hidung : Simetris, deviasi septum (-), sekret (-), discharge (-)
Telinga : Simetris, sekret (-), discharge (-)
Mulut : Mukosa bibir dan mulut lembab, sianosis (-),
Tenggorokan : T1 – T1 tenang, tidak hiperemis

3
Thorax : Simteris. Retraksi (-)
Jantung : BJ I-II regular, gallop (-), murmur (-).
Paru : SD vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-)
Abdomen : Datar, supel, timpani, BU (+) normal
Kelenjar Getah Bening : tidak teraba pembesaran.
Ekstremitas : Akral hangat, edema , sianosis
6. Status Dermatologis
Lokasi : generalisata
Effloresensi :
1. Makula plak hiperpigmentasi diatas kulit eritem dengan skuama
generelisata
2. Makula plak hipopigmentasi-hiperpigmentasi dengan skuama

Gambar 2.1 effloresensi generalisata

Gambar 2.3 effloresensi pada regio lumbal

4
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah Lengkap Hasil Pemeriksaan
01 Februari 2018
Hb 9.6 (L)
Leukosit 11960 (L)
Ht 39 (L)
Eritrosit 3.4 (L)
Trombosit 359000 (L)
MC 86.6
MCH 28.6
MCHC 33.0
RDW 10.5 (H)
MP 9.6
HitungJenis
Basofil 0.4
Eosinofil 28.1 (H)
Batang 0.1 (L)
Segmen 41.7 (L)
Limfosit 23.9 (L)
Monosit 5.9

Kimia Klinik Hasil Pemeriksaan


01 Februari 2018
SGOT 20
SGPT 24
UreumDarah 115 (H)
KreatininDarah 32.5
GDS 90
Na 144
Kalium 4.99 (H)
Klorida 117 (H)
Kalsium 7.8 (L)

5
Kimia Klinik HasilPemeriksaan
02 Februari 2018
Total protein 6.10 (L)
Albumin 24
Globulin 115 (H)
Urin
BeratJenis 10
Protein 30
Leukosit 25
Sedimen
Eritrosit 9-11
Leukosit 13-15
Epitel 1-2
GranulerKasar 0-1
Bakteri 11-20

E. STATUS DERMATOLOGIS
Lokasi generalisata

F. RESUME
Pasien datang ke IGD RSMS dengan keluhan gatal diseluruh tubuh. Gatal
sejak 2 minggu yang lalu. Gatal terus-menerus dan dirasa semakin memberat dan
meluas hingga mengganggu aktivitas pasien. Pasien mengatakan tidak ada hal
yang menambah maupun mengurangi keluhan. Pasien mengeluhkan rasa gatal
disertai nyeri. Sebelumnya pasien merasakan gatal dan sudah berobat kedokter
umum untuk mendapat pengobatan.
Riwayat keluhan yang sama sebelumnya diakui dan riwayat pengobatan
keluhannya sebelumnya diakui pasien. Riwayat keluhan yang sama pada anggota
keluarga yang lain disangkal. Riwayat diabetes mellitus pada anggota keluarga
yang lain disangkal. Riwayat Hipertensi pada anggota keluarga yang lain
disangkal

G. DIAGNOSIS BANDING
1. Psoriasis
2. Drug Eruption

6
H. DIAGNOSIS KERJA
Eritroderma e.c. Alergiobat

I. PENATALAKSANAA
1. Edukasi
a. Rawat Inap
b. Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakitnya.
c. Mencegah garukan dan gosokan padadaerah yang gatal
d. Istirahat yang cukup
e. Hindari stress psikologis
f. Menjaga kebersihan kulit dengan mandi
g. Diet tinggi protein (ekstra putih telur 3x/hari)
2. Farmakologi
a. Inj. Metilprednisolon 2x1 Amp
b. Inj. Ranitidin 2x1 Amp
c. Inj. Difenhidramin 2x1 Amp
d. Inj. Gentamisin 2x80 mg

J. Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad malam
Quo ad cosmeticam : dubia ad bonam

7
III. TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Eritroderma adalah kelainan kulit yang ditandai dengan adanya kemerahan
atau eritema yang bersifat generalisata yang mencakup 90% permukaan tubuh
yang berlangsung dalam beberapa hari sampai beberapa minggu. Bila eritemanya
antara 50-90% dinamakan pre-eritroderma (Djuanda, 207).

B. Epidemiologi
Insidens eritroderma sangat bervariasi, menurut penelitian dari 0,9-70 dari
100.000 populasi. Penyakit ini dapat mengenai pria ataupun wanita namun paling
sering pada pria dengan rasio 2 : 1 sampai 4 : 1, dengan onset usia rata-rata > 40
tahun, meskipun eritroderma dapat terjadi pada semua usia. Insiden eritroderma
makin bertambah. Penyebab utamanya adalah psoriasis. Hal tersebut seiring
dengan meningkatnya insidens psoriasis (Djuanda, 2007 ; Utama dan Kurniawan,
2007).
Penyakit kulit yang sedang diderita memegang peranan penting lebih dari
setengah kasus dari eritroderma. Identifikasi psoriasis mendasari penyakit kulit
lebih dari seperempat kasus. Didapatkan laporan bahwa terdapat 87 dari 160 kasus
adalah psoriasis berat (Okoduwa, 2009).
Abraham et al. menyatakan bahwa dari 101 kasus eritroderma didapatkan 75%
adalah pria dengan usia rata-rata 50 tahun, dengan durasi penyakit adalah 5
tahun. Anak-anak bisa menderita eritroderma diakibatkan alergi terhadap obat.
Alergi terhadap obat bisa karena pengobatan yang dilakukan sendiri ataupun
penggunaan obat secara tradisional (Okoduwa, 2009).
C. Etiologi
Eritroderma dapat disebabkan oleh akibat alergi obat secara sistemik,
perluasan penyakit kulit, penyakit sistemik termasuk keganasan. Penyakit kulit
yang dapat menimbulkan eritroderma diantaranya adalah psoriasis 23%,

8
dermatitis spongiotik 20%, alergi obat 15%, CTCL atau sindrom sezary 5%.
(Okoduwa et al., 2009; Sehgal, 2004; Siregar, 2005) :

1. Akibat alergi obat secara sistemik


Untuk menentukanya diperlukan anamnesis menganai riwayat masuknya obat
ke dalam badan dengan berbagai cara (per oral, infus, supposituria,
intravaginal, maupun obat luar seperti obat kumur). Keadaan ini banyak
ditemukan pada dewasa muda. Obat yang dapat menyebabkan eritroderma
diantaranya arsenik organik, emas, penisilin, barbiturat. Apabila terdapat obat
lebih dari satu yang masuk kedalam tubuh yang disangka sebagai
penyebabnya adalah obat yang paling sering menyebabkan alergi.
2. Eritroderma akibat perluasan penyakit kulit
Pada penyakit tersebut yang sering terkena misalnya psoriasis, pemfigus
foliaseus, dermatitis atopik, pitiriasis rubra pilaris dan liken planus.
Eritroderma et causa psoriasis, merupakan eritroderma yang paling banyak
ditemukan dan dapat disebabkan oleh penyakit psoriasis maupun akibat
pengobatan psoriasis yang terlalu kuat misalnya pengobatan topical dengan ter
dengan konsentrasi yang terlalu tinggi (Virendra N. Sehgal, 2004).
Dermatitis seboroik pada bayi juga dapat menyebabkan eritroderma
yang juga dikenal penyakit Leiner. Etiologinya belum diketahui pasti. Usia
penderita berkisar 4-20 minggu. Ptyriasis rubra pilaris yang berlangsung
selama beberapa minggu dapat pula menjadi eritroderma. Selain itu yang
dapat menyebabkan eritroderma adalah pemfigus foliaseus, dermatitis atopik
dan liken planus (Djuanda, 2007).
3. Eritroderma akibat penyakit sistemik termasuk keganasan
Berbagai penyakit atau kelainan alat dalam termasuk infeksi fokal dapat
memberi kelainan kulit berupa eritroderma.Jadi setiap kasus eritroderma yang
tidak termasuk akibat alergi obat dan akibat perluasan penyakit kulit harus
dicari penyebabnya, yang berarti perlu pemeriksaan menyeluruh (termasuk
pemeriksaan laboratorium dan sinar X toraks), untuk melihat adanya infeksi

9
penyakit pada alat dalam dan infeksi fokal.Ada kalanya terdapat leukositosis
namun tidak ditemukan penyebabnya, jadi terdapat infeksi bakterial yang
tersembunyi (occult infection) yang perlu diobati.
4. Eritroderma yang tidak diketahui penyebabnya
Eritroderma yang tidak diketahui penyebabnya ini yakni sekitar 5-10% dari
semua kasus eritroderma. Sebagian para penderita eritroderma yang mula-
mula tidak diketahui penyebabnya ini kemudian berkembang menjadi sindrom
Sezary.
Tabel 2.1. Proses yang Berkaitan dengan Timbulnya Eritroderma

Penyakit Kulit Penyakit Sistemik Obat-obatan


Dermatitis atopik Mikosis fungoides Sulfonamid
Dermatitis kontak Penyakit Hodgkin Antimalaria
Dermatofitosis Limfoma Penisilin
Penyakit Leiner Leukemia akut dan kronis Sefalosporin
Liken planus Multipel mieloma Arsen
Mikosis fungoides Karsinoma paru Merkuri
Pemfigus foliaceus Karsinoma rektum Barbiturat
Pitiriasis rubra Karsinoma tuba falopii Aspirin
Psoriasis Dermatitis Kodein
Sindrom Reiter papuloskuamosa pada Difenilhidantoin
Dermatitis seboroik AIDS Yodium
Dermatitis statis Isoniazid
Kuinidin
Kaptopril
Sumber: Fitzpatrick et all. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine.

10
D. Patogenesis
Dalam mempelajari patogenis dari eritroderma membutuhkan pengetahuan
biologi normal dari epidermis. Seperti pada jaringan lainnya, epidermis
melakukan regenerasi secara rutin yang terjadi pada membrana basalis, dan sel-sel
ini berubah menjadi struktur keratin yang utuh melalui proses selama 10-12 hari.
Pada umumnya, sel-sel ini membutuhkan tambahan sekitar 12-14 hari lagi di
stratum korneum sebelum sel ini dilepaskan (Freederg IM., Exfoliative D.,
Fitzpatrick., et all, 2009).

Berdasarkan penelitian, jumlah skuama yang hilang pada manusia normal


antara 500-1000 mg/hari. Pengelupasan keratin paling banyak terjadi pada
telapak tangan, kulit kepala, dan dahi (kurang lebih 2-3,5 gr/m2 per 24 jam) dan
paling sedikit pada dada, lengan bawah dan tungkai bawah (0,1 gr/m2 per 24 jam).
Karena Tubuh mengkatabolisme 50-60 gr protein per hari, pengelupasan kulit
yang fisiologis ini berperan penting dalam metabolisme protein secara
keseluruhan (Freederg IM., Exfoliative D., Fitzpatrick., et all, 2009).

Pada eritroderma terjadi peningkatan laju pengelupasan epidermis.


Meskipun beberapa peneliti memperkirakan sekitar 100 gr epidermis hilang setiap
harinya, tetapi pada beberapa literatur menyatakan bahwa hanya 20-30 gr yang
hilang. Pada skuama penderita eritroderma ditemukan peningkatan jumlah asam
nukleat dan hasil metabolismenya, penurunan jumlah asam amino, dan
peningkatan jumlah protein bebas (Freederg IM., Exfoliative D., Fitzpatrick., et
all, 2009).

Reaksi tubuh terhadap suatu agen dalam tubuh (baik itu obat-obatan,
perluasan penyakit kulit dan penyakit sistemik) adalah berupa pelebaran
pembuluh darah kapiler (eritema) yang generalisata. Eritema berarti terjadi
pelebaran pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke kulit meningkat
sehingga kehilangan panas bertambah. Akibatnya pasien merasa dingin dan
menggigil. Pada eritroderma kronis dapat terjadi gagal jantung. Juga dapat terjadi

11
hipotermia akibat peningkatan perfusi kulit. Penguapan cairan yang makin
meningkat dapat menyebabkan dehidrasi. Bila suhu badan meningkat, kehilangan
panas juga meningkat. Pengaturan suhu terganggu. Kehilangan panas
menyebabkan hipermetabolisme kompensatoar dan peningkatan laju metabolisme
basal. Kehilangan cairan oleh transpirasi meningkat sebanding laju metabolisme
basal (Freederg IM., Exfoliative D., Fitzpatrick., et all, 2009).

Kehilangan skuama dapat mencapai 9 gram/m2 permukaan kulit atau lebih


sehari sehingga menyebabkan kehilangan protein Hipoproteinemia dengan
berkurangnya albumin dan peningkatan relatif globulin terutama gammaglobulin
merupakan kelainan yang khas. Edema sering terjadi, kemungkinan disebabkan
oleh pergesaran cairan ke ruang ekstravaskuler (Freederg IM., Exfoliative D.,
Fitzpatrick., et all, 2009).

Eritroderma akut dan kronis dapat menganggu mitosis rambut dan kuku
berupa kerontokan rambut dan kuku berupa kerontokan rambut difus dan
kehilangan kuku. Pada eritroderma yang telah berlangsung berbulan – bulan dapat
terjadi perburukan keadaan umum yang progresif (Freederg IM., Exfoliative D.,
Fitzpatrick., et all, 2009 ; Okaduwa, 2009).

E. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada eritroderma antara lain sebagai berikut (Harahap,
2000; Djuanda, 2007; Bruno, 2009; Okudawa et al., 2009; Yuan, 2010; Umar,
2012):

12
Gambar 3.1 Eritroderma karena alergi obat (gambar kiri); Red Man Syndrome
(gambar kanan)
Sumber: www.your-doctor.net/dermatology_atlas
1. Eritroderma akibat alergi obat biasanya secara sistemik
Adanya riwayat penggunaan obat sebelum muncul gejala klinis perlu
dikaji ulang untuk menkonfirmasi penyebab terjadinya eritroderma akibat
obat.Pada umumnya alergi ini timbul secara akut dalam waktu 10 hari. Dapat
pula bervariasi mulai dari waktu masuknya obat ke dalam tubuh hingga
timbul penyakit dapat segera sampai sampai 2 minggu. Gambaran klinisnya
berupa eritema universal.Pada stadium akut tidak terdapat skuama, pada
stadium penyembuhan baru timbul skuama (Djuanda, 2007).
2. Eritroderma akibat perluasan penyakit kulit
Eritroderma yang sering terjadi ialah akibat psoriasis dan dermatitis
seboroik pada bayi (penyakit Leiner). Riwayat psoriasis yang bersifat kronik
dan residif dapat menjadi salah satu penyebab terjadi eritroderma. Kelainan
kulit berupa skuama yang berlapis-lapis dan kasar di atas kulit yang
eritematosa, sirkumskripta (Yuan, 2010).

13
Umumnya didapati eritema yang tidak merata. Pada tempat predileksi
psoriasis dapat ditemukan kelainan yang lebih eritematosa dan agak
meninggi dari pada disekitarnya dan skuama ditempat itu lebih tebal. Kuku
juga dapat ditemuka pitting nail berupa lekukan miliar, tanda ini hanya
menyokong dan tidak patognomonis untuk psoriasis. Sebagian penderita
tidak menunjukkan kelainan semacam itu, hanya terlihat eritema yang
menyeluruh dan skuama. Pada saat eritrodermanya mengurang, maka
mulailah tampak gejala psoriasis (Djuanda, 2007; Umar, 2012).
Sebagian penderita tidak menunjukkan kelainan semacam itu, jadi
terlihat hanya eritema yang menyeluruh dan skuama. Pada penderita
demikian kami baru mengetahui bahwa penyebabnya psoriasis setelah diberi
terapi dengan kortikosteroid. Pada saat eritrodermanya mengurang, maka
mulailah tampak gejala psoriasis (Umar, 2012).
Penyakit Leiner atau eritroderma deskuamativum ini biasanya terjadi
pada penderita dengan usia antara 4 minggu sampai 20 minggu. Keadaan
umum penderita baik, biasanya tanpa keluhan.Kelainan kulit berupa eritema
universal disertai skuama yang kasar (Djuanda, 2007).
3. Eritroderma akibat penyakit sistemik termasuk keganasan
Berbagai penyakit atau kelainan alat dalam dapat menyebabkan
kelainan kulit berupa eritroderma.Jadi setiap kasus eritroderma yang tidak
termasuk golongan I dan II harus dicari penyebabnya, yang berarti harus
diperiksa secara menyeluruh, apakah ada penyakit pada alat dalam dan harus
dicari pula apakah ada infeksi dalam dan infeksi fokal.Termasuk di dalam
golongan ini ialah sindrome Sezary (Harahap, 2000). Sindrom Sezary
merupakan penyakit yang termasuk limfoma, ada yang berpendapat
merupakan stadium dini mikosis fungoides. Penyebabnya belum diketahui,
diduga berhubungan dengan infeksi virus HTLV-V dan dimasukkan
kedalam CTCL (Cutaneous T-Cell Lymphoma) (Okoduwa, et al., 2009).
Prevalensi yang sering adalah pada orang dewasa, mulainya penyakit
pada pria rata-rata berumur 64 tahun, sedangkan pada wanita 53 tahun.

14
Sindrom ini ditandai dengan eritema berwarna merah membara yang
universal disertai skuama dan rasa sangat gatal. Selain itu terdapat pula
infiltrasi pada kulit dan edema. Pada sepertiga hingga setengah para
penderita didapati splenomegali, limfadenopati superfisial, alopesia,
hiperpigmentasi, hiperkeratosis palmaris dan plantaris, serta kuku yang
distrofik (Okoduwa, et al., 2009).
Pada pemeriksaan laboratorium sebagian besar kasus menunjukkan
leukositosis, 19% dengan eosinofilia dan limfositosis. Selain itu terdapat
pula limfosit atipik yang disebut sel Sezery. Sel ini besarnya 10-20,
mempunyai sifat yang khas, di antaranya intinya homogen, lobular, dan tak
teratur. Selain terdapat dalam darah, sel tersebut juga terdapat dalam kelenjar
getah bening dan kulit.untuk menentukannya memerlukan keahlian khusus.
Biopsi pada kulit juga memberi kelainan yang agak khas, yakni terdapat
infiltrat pada dermis bagian atas dan terdapatnya sel Sezary (Okoduwa, et
al., 2009). Pada stadium akut terjadi erupsi terjadi bercak-bercak atau
eritematous yang menyeluruh disertai gejala panas, rasa tidak enak badan
dan kadang-kadang gejala gastrointestinal. Warna kulit berubah dari merah
muda menjadi merah gelap. Sesudah satu minggu dimulai gejala eksfoliasi
(pembentukan skuama) yang khas dan biasanya dalam bentuk serpihan kulit
yang halus yang meninggalkan kulit yang licin serta berwarna merah
dibawahnya. Gejala ini disertai dengan pembentukan sisik yang baru ketika
sisik yang lama terlepas. Kerontokan rambut dapat menyertai kelainan ini
eksaserbasi sering terjadi (Bruno, 2009).

F.Penegakan Diagnosis
Diagnosis eritroderma ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran klinis,
dan pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan histopatologi dapat membantu
menentukan penyakit yang mendasarinya. Diagnosis yang akurat dari penyakit
ini merupakan suatu proses yang sistematis dimana dibutuhkan pengamatan yang
seksama, evaluasi serta pengetahuan tentang terminology, dermatologi,

15
morfologi serta diagnosis banding. Pengobatannya disesuaikan dengan diagnosis
penyakit yang mendasarinya, dengan tetap memperhatikan keadaan umum
seperti keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh, memperbaiki hipoalbumin dan
anemia, serta pengendalian infeksi sekunder (Bergström, 2009).
1. Anamnesis
Dibutuhkan anamnesis yang lengkap dalam menegakkan diagnosis
eritroderma. Seperti riwayat pemakaian obat atau medikasi lain. Pasien
dengan penyakit kulit sebelumnya (psoriasism dermatitis). Atau pasien
dengan penyakit sistemik atau keganasan
2. Pemeriksaan Fisik
Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya eritema yang universal dapat
disertai dan tidak oleh skuama, karena harus melihat dari tanda dan gejala
yang sudah ada sebelumnya misalnya, warna hitam-kemerahan dan perubahan
kuku pada psoriasis; hiperkeratotik skala besar kulit kepala, biasanya tanpa
rambut rontok di psoriasis dan dengan rambut rontok di pitriasis rubra.
Likenifikasi, erosi dan ekskoriasi di dermatitis atopik dan eksema.
Gambaran klinis eritroderma beraneka ragam dan bervariasi
tiap individu.Kelainan yang paling pertama muncul adalah eritema, yang
disebabkan oleh pelebaranpembuluh darah, yang umumnya terjadi pada area
genitalia, ekstremitas, atau kepala.Eritema ini akan meluas sehingga dalam
beberapa hari atau minggu seluruh permukaankulit akan terkena, yang akan
menunjukan gambaran yang disebut “red man syndrome”(Margaret,
Bernstein, dan Rothe, 2012).

Mula-mula timbul bercak eritema yang dapat meluas ke seluruh tubuh


dalam waktu 12-48 jam. Deskuamasi yang difus dimulai dari daerah lipatan,
kemudian menyeluruh. Dapat juga mengenai membrane mukosa, terutama
yang disebabkan oleh obat. Kulit kepala dapat terlibat, yang akan meluas ke
folikel rambut dan matriks kuku.Kurang lebih 25% dari pasien mengalami
alopesia, dan pada banyak kasus, kuku akan mengalami kerapuhan sebelum

16
lepas seluruhnya. Telapak tangan dan kaki biasanya ikut terlibat, namun
jarang mengenai membran mukosa. Sering terjadi pula bercak hiper dan
hipopigmentasi. Pada eritroderma kronis, eritema tidak begitu jelas karena
bercampur dengan hiperpigmentasi. Dapat terjadi limfadenopati dan
hepatomegaly (Margaret, Bernstein, dan Rothe, 2012; Champion, 2008).
Skuama timbul setelah 2-6 hari, sering mulai di daerah lipatan.
Skuamanya besar pada keadaan akut, dan kecil pada keadaan kronis.
Warnanya bervariasi dari putih sampai kuning. Kulit merah terang, panas,
kering dan kalau diraba tebal. Pasien mengeluh kedinginan.Pengendalian
regulasi suhu tubuh menjadi hilang, sehingga sebagai kompensasi terhadap
kehilangan panas tubuh, sekujur tubuh pasien menggigil untuk dapat
menimbulkan panas metabolik (Harahap, 2008; Utama dan kurniawan, 2007).
Dahulu eritroderma dibagi menjadi primer dan sekunder. Pendapat
sekarang semua eritroderma ada penyebabnya, jadi eritroderma selalu
sekunder. Eritroderma akibat alergi obat secara sistemik diperlukan anamnesis
yang teliti untuk mencari obat penyebabnya. Umumnya alergi timbul akut
dalam waktu 10 hari. Pada mulanya kulit hanya eritem saja, setelah
penyembuhan barulah timbul skuama (Siregar, 2004).
Eritroderma akibat perluasan penyakit kulit seringkali pada psoriasis
dan dermatitis seboroik bayi. Psoriasis dapat menjadi eritroderma karena dua
hal yaitu: karena penyakitnya sendiri atau karena pengobatan yang terlalu
kuat. Psoriasis yang menjadi eritroderma tanda khasnya akan menghilang.
Pada eritroderma et causa psoriasi, merupakan eritroderma yang disebabkan
oleh penyakit psoriasis atau pengobatan yaitu kortikosteroid sistemik, steroid
topikal, komplikasi fototerapi, stress emosional yang berat, penyakit
terdahulunya misalnya infeksi (Siregar, 2004).
Dermatitis seboroik pada bayi (penyakit Leiner) terjadi pada usia
penderita berkisar 4-20 minggu. Kelainan berupa skuama berminyak dan
kekuningan di kepala. Eritema dapat pada seluruh tubuh disertai skuama yang
kasar (Siregar, 2004).

17
Eritroderma akibat penyakit sistemik termasuk keganasan, yang tidak
termasuk golongan akibat alergi obat dan akibat perluasan penyakit kulit,
harus dicari penyebabnya dan diperiksa secara menyeluruh, termasuk dengan
pemeriksaan laboratorium dan foto toraks. Termasuk dalam golongan ini
adalah sindrom Sezary (Djuanda, 2007).
Penyakit ini termasuk limfoma. Penyebabnya belum diketahui, diduga
berhubungan dengan infeksi virus HTLV-V dan dimasukkan ke dalam CTCL
(Cutaneus T-Cell Lymphoma). Yang diserang adalah orang dewasa, mulanya
penyakit pada pria rata-rata berusia 64 tahun, sedangkan pada wanita berusia
53 tahun.Sindrom ini ditandai dengan eritema berwarna merah membara yang
universal disertai skuama dan rasa sangat gatal. Selain itu terdapat infiltrat
pada kulit dan edema. Pada sepertiga hingga setengah pada pasien didapati
splenomegali, limfadenopati superfisial, alopesia, hiperpigmentasi,
hiperkeratosis palmaris et plantaris, serta kuku yang distrofik (Djuanda,
2007).
Eritroderma kronis juga akan bermanifestasi pada kulit kepala dimana
pada kulit kepala timbul sisik (skuama), kelainan kuku berupa
onikolisis, hiperkeratosis subungual, perdarahan, paronikia, beau lines, dan
bahkan dapat terjadi onikomadesis (Grant-Kels et al., 2008).

3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium tidak begitu spesifik pada eritroderma.
Dapat ditemukan anemia ringan, leukositosis dengan eosinofilia, penurunan
albumin serum, peningkatan relative gammaglobulin dan IgE. Pemeriksaan
histopatologi pada kebanyakan pasien dengan eritroderma dapat membantu
mengidentifikasi penyebab eritroderma sampai dengan 50% kasus. Pada tahap
akut,spongiosis dan parakeratosis menonjol sehingga terjadi edema.
Diagnosis agak sulit ditegakkan, harus melihat dari tanda dan gejala yang
sudah ada sebelumnya misalnya, warna hitam-kemerahan di psoriasis dan
kuning-kemerahan di pilaris rubra pityriasis; perubahan kuku khas psoriasis;

18
likenifikasi, erosi, dan ekskoriasi di dermatitis atopik dan eksema menyebar,
relatif hiperkeratosis tanpa skuama, dan pityriasis rubra; ditandai bercak kulit
dalam eritroderma. Dengan beberapa biopsi biasanya dapat menegakkan
diagnosis (Akhyani et al., 2005; Djuanda, 2007).

mencari tanda dari etiologi dari


+
riwayat dan pemeriksaan fisik

terlihat multiple pada biopsy + +


punch; diulangi biopsy 3-6 bulan
untuk menentukan diagnosis pasti
diagnosis pasti dan
pengobatan yang
- tepat --

dilakukan pemeriksaan tambahan :


biopsy untuk immunofluorescence,
CBC, CD4: ratio CD8, CXR, biopsy +
kelenjar limfa

pikirkan DD lain
+
Diagram 1. Diagnosis pasien yang dicurigai
(CBC = pemeriksaan sel darah, CXR = x-ray thoraks)
Sumber: Champion RH ed. Rook’s, textbook of dermatology, 5th ed

19
Pada kebanyakan pasien dengan eritroderma histopatologi dapat membantu
mengidentifikasi penyebab eritroderma pada sampai dengan 50% kasus, biopsi
kulit dapat menunjukkan gambaran yang bervariasi,tergantung berat dan durasi
proses inflamasi. Pada tahap akut, spongiosis dan parakeratosis menonjol, terjadi
edema. Pada stadium kronis, akantosis dan perpanjangan rete ridge lebih
dominan (Champion, 2008).
Eritroderma akibat limfoma, yang infiltrasi bisa menjadi semakin
pleomorfik, dan mungkin akhirnya memperoleh fitur diagnostik spesifik, seperti
bandlike limfoid, infiltrat di dermis-epidermis, dengan sel cerebriform
mononuklear atipikal dan Pautrier's microabscesses. Pasien dengan sindrom
Sezary sering menunjukkan beberapa fitur dari dermatitis kronis, dan eritroderma
jinak mungkin kadang-kadang menunjukkan beberapa gambaran tidak jelas pada
limfoma (Champion, 2008).
Pemeriksaan immunofeno tipe infiltrat limfoid juga mungkin sulit menyelesaikan
permasalahan karena pemeriksaan ini umumnya memperlihatkan gambaran sel T
matang pada eritroderma jinak maupun ganas. Pada psoriasis papilomatosis dan
gambaran clubbing lapisan papiler dapat terlihat, dan pada pemfigus foliaseus,
akantosis superficial juga ditemukan. Pada eritroderma ikhtisioform dan ptiriasis
rubra pilaris, biopsi diulang dari tempat-tempat yang dipilih dengan cermat dapat
memperlihatkan gambaran khasnya (Champion, 2008).
G. Diagnosa Banding
Terdapat beberapa diagnosis banding pada eritorderma, antara lain (Umar, 2011 ;
Shimizu, 2007) :
a. Dermatitis Atopik
Dermatitis atopik adalah peradangan kulit kronis yang terjadi di lapisan
epidermis dan dermis, sering berhubungan dengan riwayat atopik pada
keluarga asma bronchial, rhinitis alergi, konjungtivitis. Atopik terjadi diantara
15-25% populasi, berkembang dari satu menjadi banyak kelainan dan
memproduksi sirkulasi antibodi IgE yang tinggi, lebih banyak karena alergi
inhalasi. Dermatitis atopik adalah penyakit kulit yang mungkin terjadi pada

20
usia berapapun, tetapi biasanya timbul sebelum usia 5 tahun. Biasanya, ada
tiga tahap: balita, anak-anak dan dewasa.
Dermatitis atopik merupakan salah satu penyebab eritroderma pada orang
dewasa dimana didapatkan gambaran klinisnya terdapat lesi pra-existing,
pruritus yang parah, likenifikasi dan prurigo nodularis, sedangkan pada
gambaran histologi terdapat akantosis ringan, spongiosis variabel, dermal
eosinofil dan parakeratosis.
b. Psoriasis
Eritroderma psoriasis dapat disebabkan oleh karena pengobatan topikal yang
terlalu kuat atau oleh penyakitnya sendiri yang meluas.Ketika psoriasis
menjadi eritroderma biasanya lesi yang khas untuk psoriasis tidak tampak lagi
karena terdapat menghilang dimana plak-plak psoriasis menyatu, eritema dan
skuama tebal universal. Psoriasis mungkin menjadi eritroderma dalam proses
yang berlangsung lambat dan tidak dapat dihambat atau sangat cepat. Faktor
genetik berperan.Bila orang tuanya tidak menderita psoriasis resiko mendapat
psoriasis 12 %, sedangkan jika salah seseorang orang tuanya menderita
psoriasis resikonya mencapai 34 – 39%.Psoriasis ditandai dengan adanya
bercak-bercak, eritema berbatas tegas dengan skuama yang kasar, berlapis-
lapis dan transparan disertai fenomena tetesan lilin, Auspitz, dan Kobner.
c. Dermatitis Seboroik
Dermatitis seboroik adalah peradangan kulit yang kronis ditandai dengan
plak eritema yang sering terdapat pada daerah tubuh yang banyak
mengandung kelenjar sebasea seperti kulit kepala, alis, lipatan nasolabial,
belakang telinga, cuping hidung, ketiak, dada, antara skapula. Dermatitis
seboroik dapat terjadi pada semua umur, dan meningkat pada usia 40 tahun.
Biasanya lebih berat apabila terjadi pada laki-laki daripada wanita dan lebih
sering pada orangorang yang banyak memakan lemak dan minum alkohol.
Biasanya kulit penderita tampak berminyak, dengan kuman
pityrosporumovale yang hidup komensal di kulit berkembang lebih
subur.Pada kepala tampak eritema dan skuama halus sampai kasar

21
(ketombe).Kulit tampak berminyak dan menghasilkan skuama putih yang
berminyak pula.Penderita akan mengeluh rasa gatal yang hebat. DS dapat
diakibatkan oleh ploriferasi epidermis yang meningkat seperti pada
psoriasis.Hal ini dapat menerangkan mengapa terapi dengan sitostatik dapat
memperbaikinya.Pada orang yang telah mempunyai faktor predisposisi,
timbulnya dermatitis seboroik dapat disebabkan oleh faktor kelelahan sterss
emosional infeksi, atau defisiensi imun.

H. Penatalaksanaan
Terapi yang optimal untuk eritroderma tergantung pada penegakan
penyebab penyakit. 2 Pada eritroderma karena alergi obat, penghentian dari
obat-obat yang menyebabkan alergi atau berpotensi menyebabkan alergi
memberikan hasil yang baik. Pada eritroderma karena penyakit kulit, penyakit
yang mendasari harus diatasi. Pemberian salep ter pada psoriasis sebaiknya
secara hati-hati karena mampu mencetuskan eksaserbasi eritroderma (Djuanda,
2010 ; Okudawa, 2009).
Terdapat peningkatan kehilangan cairan transepidermal, dehidrasi sering
ditemukan sebagai komplikasi. Input dan output cairan harus dipantau secara
hati-hati.Pemberian kortikosteroid topikal efektif dalam mengatasi inflamasi
pada kulit. Pemberian antihistamin ditujukan untuk mengatasi pruritus
(Djuanda, 2010 ; Okudawa, 2009).
Pada eritroderma idiopatik, pemberian steroid diindikasikan apabila
pengunaan terapi konservatis tidak menunjukan perbaikan. Rata-rata 100-300
mg kortison diberikan perhari dan biasanya digunakan sebagai terapi awal,
walaupun dosis rumatan harian hanya 50 mg kortison. Pemberian kortikosteroid
harus dipantau secara ketat dalam hal efek samping, terutama pada pasien usia
lanjut (Djuanda, 2010).
I. Prognosis
Prognosis eritroderma tergantung pada proses penyakit yang
mendasarinya. Prognosis pada kasus alergi obat adalah baik setelah obat

22
dihentikan. Penyembuhan golongan ini adalah yang tercepat dibandingkan
dengan golongan lain. Prognosis kasus akibat gangguan sistemik seperti
limfoma akan tergantung pada keberhasilan pengobatan penyakitnya itu sendiri.
Kasus idiopatik adalah kasus yang sulit diramalkan, dapat bertahan dalam
waktu yang lama, dan seringkali disertai dengan keadaan umum yang lemah.
Pada eritroderma yang belum diketahui sebabnya, pengobatan dengan
kortikosteroid hanya mengurangi gejalanya, danpasien akan mengalami
ketergantungan kortikosteroid (Siregar, 2004; Freedberg et al, 2003).

23
IV. PEMBAHASAN

Pasien datang ke IGD RSMS dengan keluhan gatal diseluruh tubuh.


Gatal sejak 2 minggu yang lalu. Gatal terus-menerus dan dirasa semakin
memberat dan meluas hingga mengganggu aktivitas pasien. Pasien mengatakan
tidak ada hal yang menambah maupun mengurangi keluhan. Pasien mengeluhkan
rasa gatal disertai nyeri. Sebelumnya pasien merasakan gatal dan sudah berobat
ke dokter umum untuk mendapat pengobatan.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien baik.
Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal. Pemeriksaan status lokalis didapatkan
makula eritematous, hiperpigmentasi dengan batas tidak tegas disertai skuama
multipel yang halus tersebar diregio gluteal, pedis dan manus. Berdasarkan
anamnesis dan gambaran klinis yang ditemukan pada pasien, maka dapat
ditegakkan diagnosis eritroderma.
Penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien adalah memberikan
kombinasi obat topikal dan parenteral. Obat topikal terdiri atas mikonazol, fucilex
oinment, desoksimetason krim, dan soft uderm yang dicampurkan menjadi satu di
salam pot dan dioleskan sebanyak 2 kali sehari saat pagi dan malam. Obat
parenteral yang diberikan yaitu Ranitidin 2x1 amp, Difenhidramin 2x1 amp, dan
Gentamisin 2x80 mg. Edukasi pasien mengenai penyakit yang dideritanya dan
menyerankan untuk mencegah garukan dan gosokan pada derah yang gatal,
istirahat cukup, hindaro stres psikologis, menjaga kebersihan kulit dengan mandi,
dan diet tinggi protein.

24
V. KESIMPULAN

1. Eritroderna adakah kelainankulit yang ditandai dengan adanya eritema


universalis, biasanya disertai skuama.
2. Eritroderma dapat disebabkan oleh akibat alergi obat secara sistemik,
perluasan penyakit kulit, penyakit sistemik termasuk keganasan.
3. Makula plak hiperpigmentasi diatas kulit eritem dengan skuama
generelisata. Makula plak hipopigmentasi-hiperpigmentasi dengan skuama
4. Terapi farmakologis yang diberikan yaitu obat topikal yang mengandung
kortikosteroid, antijamur, dan antibiotik, serta obat parenteral berupa
antihistamin dan antibiotik sistemik.

25
DAFTAR PUSTAKA

Akhyani M et al., 2005. Erythroderma: a clinical study of 97 cases. BMC


Dermatology.vol; 5:5

Bergström, FC., Simone R., Masego J., Pobert NP., Ashley MB., David JK., et al.
2009. Scabies Mite Inactivated Serine Protease Paralog Inhibit the Human
Complement System. Journal Immunology. 182 (12): 17

Bruno TF, Grewal P. Erythroderma: a dermatologic emergency. CJEM. May


2009;11(3):244-6

Champion RH ed. Eczema, Lichenification, pririgo and Erythroderma. In : champion


RHeds. Rook’s, textbook of dermatology, 5th ed. Washington;
Blackwell ScientificPublications. 2008. p; 17.48

Champion RH. 2008. Eczema, Lichenification, Prurigo, and Erythroderma. In:


Champion RH eds. Rook’s, Textbook of Dermatology, Washington: Blackwell
Scientific Publications. p;17.48-17.52.

Djuanda A. 2007. Dermatosis Eritroskuamosa. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.


5th ed. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. p:197-200

Djuanda A. 2011. Dermatosis Eritroskuamosa. Dalam Djuanda A, Hamzah M, Aisah


S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Keenam Cetakan Kedua. Jakarta:
Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Djuanda, Adhi. 2015. Eritroderma. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 7.
Jakarta:Badan Penerbit FKUI.

Freedberg I.M.,. Eisen A.Z., Wolff K., Austen K.F., Goldsmith L., dan Katz S.I.
2009. Exfoliative Dermatitis. In: Fitzpatrick’s Dermatology in General
Medicine. McGraw Hill. USA.

Harahap M. 2000. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta : Hipokrates. 28

Harahap, M. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates, 2008.

Jih H, Kimyai-Asadi A, Freedberg IM. 2003. Exfoliative Dermatitis. Dalam


Freedberg IM,

26
Margaret J, Bernstein ML, Rothe MJ. Exfoliative dermatitis. In: Wolff K, Goldsmith
LA,Katz SI, editors. Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine. 8 th ed.
New York:Mc. Graw Hill Medical; 2012. P. 225 - 32.

Okoduwa, C., Lambert W.C., Schwartz R.A., Kubeyinje E., Eitokpah A., Sinha S.,
dan Chen W. 2009. Erythroderma: Review of a Potentially Life-Threatening
Dermatosis. Indian Journal of Dermatology 54(1): 1-6.

Seghal, Virendra N dan Sendana, K. 2004. Erythroderma/exfoliative dermatitis : A


Synopsis. International Journal of Dermatology, 43, 39-47.

Siregar, R.S. 2004. Eritroderma. Dalam: Saripati Penyakit Kulit. Edisi ke 2. EGC.
Jakarta. hal 236-237.

Siregar, RS. Saripati Penyakit Kulit. Jakarta: EGC, 2004.

Shimizu H. Shimizu’s textbook of dermatology. 1st ed. Hokkaido: Nakayama Shoten


Publishers; 2007.p; 122-25, 98-101.

Umar, S. 2012. Erythroderma (Generalized Exfoliative Dermatitis). Di akses di


http://emedicine.medscape.com/article/1106906-overview#showall

Utama HW, Kurniawan D. 2007. Erupsi Alergi Obat. Tesis. Palembang :


FakultasKedokteran Universitas Sriwijaya. p:11.

Yuan XY, Guo JY, Dang YP, Qiao L, Liu W. Erythroderma: A clinical-etiological
study of 82 cases. Eur J Dermatol. May-Jun 2010;20(3):373-7

Yuri, T., Jadotte et al. 2015. Drug Eruptions and Erythroderma. In : Cutaneous Drug
Eruption. Springer : London.

27

Anda mungkin juga menyukai