Anda di halaman 1dari 11

A.

SEJARAH PENEMUAN DAN PENGEMBANGAN PANASBUMI DI INDONESIA


Sejarah penemuan dan pengembangan panasbumi di Indonesia cukup panjang.
Dimulai pada saat penjajahan Belanda (Mansoer dan Idral, 2015) hingga saat ini,
panasbumi di Indonesia masih terus dikembangkan. Eksplorasi dan pengembangan
panasbumi di Indonesia setiap waktunya mengalami berbagai tantangan dan
hambatannya masing masing, baik dari segi teknologi, sosial budaya, ekonomi, maupun
secara keilmuan. Berbagai pengalaman pengembangan panasbumi di Indonesia
menjadi bekal bagi bangsa Indonesia untuk mengembangkan energi ini menjadi lebih
baik di masa depan.
1. 1918 – 1928
Sejarah awal penemuan dan pengembangan panasbumi di Indonesia dimulai
pada tahun 1918 atau pada saat kolonialisme Belanda atas Indonesia (Mansoer dan
Idral, 2015). Pada saat ini JB. Van Dijk mengusulkan energi panasbumi di Kawah
Kamojang, Jawa Barat (Mansoer dan Idral, 2015). Selama kurun waktu 10 tahun
(1918 – 1928), lima sumur bor di Kawah Kamojang telah dibuat, dengan sumur
ketiga (KMJ – 3) menjadi sumur pertama yang sukses dengan kedalaman mencapai
66 meter (Mansoer dan Idral, 2015). Kemudian sejak tahun 1928, aktivitas
pengembangan panasbumi di Indonesia diberhentikan dan dilanjutkan pada tahun
1964 (Neuman van Padang, 1960 dalam Mansoer dan Idral, 2015).

2. 1970 – 1980
Periode ini merupakan periode pertama pengembangan panasbumi setelah
Indonesia merdeka. Pada tahun 1970, kajian lintas ilmu dilakukan di Dieng dengan
komposisi proyek bilateral antara Prancis dan Amerika Serikat serta Indonesia
(VSI, ITB, dan PLN) sebagai tenaga ahli dalam negeri yang membantu dalam
eksplorasi awal ini (Sudarman dan Hochstein, 2014). Kemudian setahun setelahnya,
1971, proyek bilateral datang dari Australia dengan Indonesia dengan tujuan utama
yaitu survei tinjau prospek panas bumi di Jawa yang meliputi Kamojang, Darajat,
Salak – Perbakti, Cisolok) serta Kaldera Bratan di Bali (Sudarman dan Hochstein,
2014). Pada tahun 1974 dan seterusnya, Pertamina ditunjuk oleh pemerintah pusat
melalui Keputusan Presiden no 16 tahun 1974 untuk melakukan eksplorasi
panasbumi di Jawad dan Bali (Sudarman dan Hochstein, 2014).
Gambar 1. Prospek panasbumi di Indonesia (Badan Geologi, 2011 dalam Sudarman
dan Hochstein, 2014)

Pada periode ini, Pertamina juga melakukan prospeksi di daerah Banten antara
tahun 1975 – 1979 bekerjasama dengan Prancis dan Jepang. Survei yang
berkolaborasi dengan Jepang dilakukan di Gunung Kunyit, Sumatra (Sudarman dan
Hochstein, 2014). Survei tinjau juga dilakukan oleh Pusat Vulkanologi Indonesia,
ITB, dan PLN di Sulawesi.
Dalam dekade ini, banyak terjadi transfer ilmu dan teknologi dari pihak luar yang
terlibat dalam eksplorasi panasbumi di Indonesia ke Bangsa Indonesia, khusunya
para peneliti dan praktisi di bidang panasbumi (Sudarman dan Hochstein, 2014).

3. 1980 – 1990
Pada periode ini, Pertamina mealukan pengembangn di beberapa lapangan
seperti deep drilling plan di Kamojang (ekstensi 2 x 55 MWe), pengeboran di
Darajat dan Dieng serta komitmen di Salak – Perbati dan Lahendong (Sudarman
dan Hochstein, 2014). Dalam periode ini, Indonesia, diwakili Pertamina tetap
menjalin kerjasama dengan pihak luar seperti Union Oil Co (Unocal Geothermal
Indonesia) yang merupakan peruhaan pertama yang melakukan joint operation
contract dengan Indonesia untuk pengembangan lapangan Salak – Perbati di tahun
1982 (Sudarman dan Hochstein, 2014). Selain Unioin Oil Co, JOC juga dilakukan
dengan Amoseas Indonesia Inc untuk pengembangan lapangan Darajat di tahun
1984 (Sudarman dan Hochstein, 2014).
Pada tahun 1986, delapan sumur eksplorasi dengan petnsi produksi 150 MWe
berhasil dilaksakana di sektor Perbakti. Pada tahun 1988, lima sumur eksplorasi
yang ekuivalen dengan 55 MWe telah berhasil dibuat di lapangan Darajat.
Pembangkit 55 MWe sebanyak dua buah didirikan di Kamojang pada tahun 1987.
Di Dieng, 14 sumur telah dibor di sekitar Sikidang oleh Pertamina. Di luar Jawa,
seperti di Lahendong, sumur LHD – 1 direlaisasikan pada tahun 1983 dan 5 sumur
lainnya hingga 1986. Di Sumatra, tepatnya di Gunung Kunyit – Lempur, 2 sumur
eksplorasi pada tahun 1983 dan1988 (Sudarman dan Hochstein, 2014).
Pada periode ini, banyak tugas eksplorasi dipimpin oleh Pertamina dengan bantuan
berbagai pihak. Pada periode ini kapasitas yang terpasang mencapai 140 MWe
(Sudarman dan Hochstein, 2014).

4. 1990 – 1999
Pada periode ini terdapat ketidakpastian dari pihak PLN terkait pengembangan
pembangkit listrik di tiga lapangan yang dapat membahayakan pengembangan
panasbumi Indonesi kedepannya (Sudarman dan Hochstein, 2014). Oleh karenanya,
pengelolaan oleh swasta dipernolehkan dan dapat menjual listriknya ke PLN
(Sudarman dan Hochstein, 2014).
Pertamina menwarkan 10 proyek JOC baru seperti blok Sarulla, Silankitang,
Namora – I – Langit, Donotasik, Sibuabuali, Sibayak (Sudarman dan Hochstein,
2014). Grup kedua JOC meliputi lima prospek di jawa yaitu Wayang Windu,
Patuha, Cibuni, Dieng, karaha, dan Telaga Bodas, serta Bedugul di Bali (Sudarman
dan Hochstein, 2014).
Pembangkit listrik PLN tenaga panasbumi direalisasikan pada tahun 1994 di
lapangan Darajat dengan kapasitas mencapai 220 MWe (Sudarman dan Hochstein,
2014). Setelah penyelesauan pembangkit di Salak tahun 1997 dan 20 MWe di
Lahendong, keberlanjutan pembangkit listrik dilaksanakan dibawah badan
independen dibawah perjanjian JOC dengan Pertamina (Sudarman dan Hochstein,
2014).
Pada masa krisis moneter 1997 – 1998, PLN tidak dapat membayar harga yang
telah ditetapkan sebelumnya kepada JOC karena pembayaran dilakukan dengan
dolar US (Sudarman dan Hochstein, 2014). Akibatnya beberapa proyek dihentikan
dan beberapa dibatalkan sehingga mengganggu pengembangan lapangan
Panasbumi, termasuk yang sudah berproduksi (Sudarman dan Hochstein, 2014).
Pada tahun 1999, pembangkit sebesar 110 MWe dibangun di Wayang Windu
yang kemudian bangkrut dan diakusisi oleh PT Star Energy di tahun 2004
(Sudarman dan Hochstein, 2014). Proyek di Bedugul mengalami masa suram
dimana pergantian kepemilikan terus terjadi dan berbagai penolakan menyerang
proyek ini (Sudarman dan Hochstein, 2014).

5. 2000 – 2010
Pada periode ini, pemerintah pusat banyak menerbitkan peraturan baru untuk
mengatur ulang pengembangan panasbumi di Indonesia (Sudarman dan Hochstein,
2014). Pada tahun 2003, berkaitan dengan keputusan presiden no 31 tahun 2003,
pngelolaan panasbumi oleh Pertamina dibawahi oleh PT Pertamina Geothermal
Energy (PGE). Peraturan panasbumi baru (22/2001 dan 27/2003) memberikan
peran kepada Kementerian Energi dan Sumberdaya serta Badan Geologi untuk
melakukan eksplorasi panasbumi di Indonesia (Sudarman dan Hochstein, 2014).
Pertauran baru tahun 2003 menimbulkan kepercayaan diri berlebih terhadap
prediksi potensi panasbumi di Indonesia dimana ditargetkan pada tahun 2025,
10.000 MWe akan terealisasi (Sudarman dan Hochstein, 2014).
Konstruksi dan penyelesaian pembangkit oleh PGE dan PLN di Kamojang unit
4 sebesar 60 MWe, 20 MWe di Lahendong, dan proyek pilot sebesar 10 MWe di
Sibayak, serta 2 unit (117 MWe) di Wayang Windu (Sudarman dan Hochstein,
2014). Pada akhir periode ini, sebesar 1.200 MWe berhasil terealisasi (Sudarman
dan Hochstein, 2014).
Gambar 2. Kapasitas dan Transfer Teknologi selama periode 1970 – 2010 oleh
negara donor dan JOC (Sudarman dan Hochstein, 2014)

6. 2010 – sekarang
Pengembangan panasbumi terus dilakukan di beberapa tempat untuk
meningkatkan kapasitas pembangkit. Selain itu, eksplorasi di tempat lain juga
dilakukan untuk menambah jumlah sumber daya panasbumi Indonesia. Namun tak
disangkal, banyak pula polemic dan tantangan yang menyandera pengembangan
panasbumi di Indonesia seperti penolakan oleh masyarakat sekitar.
Gambar 3. Pembangkit listik tenaga panasbumi di Indonesi hingga tahun 2013
(Badan Geologi Indonesia, 2010 dalam Mansoer dan Idral, 2015)

Gambar 4. Peta sumberdaya panasbumi dan pembangkit listrik di Indonesia (Badan


Geologi Indonesia, 2011 dalam Mansoer dan Idral, 2015)
Tabel 1. Perkembangan kapasitas pembangkit listrik panasbumi di Indonesia
(Mansoer dan Idral, 2015)

B. POTENSI PANAS BUMI DI INDONESIA


Potensi panasbumi di Indonesia adalah yang terbesar di dunia, mencapai 40%
dari cadangan panasbumi di dunia (Suharmanto dkk, 2015). Potensi panasbumi di
Indonesia dieprkirakan mencapai 219 juta BOE atau jika dikonversi menjadi 27 GW,
sedangkan kapasitas yang sudah terinstal hanya sekitar 800.000 MW saja (Suharmanto
dkk, 2015).
Sekitar 80% lokasi panasbumi di Indonesia adalah sistem yang berhubungan
dengan vulkanisme yang aktif dan tersebar di berbagai pulau sebagai berikut: Sumatra
(81 lokasi), Jawa (71 lokasi), Bali dan Nusa Tenggara (27 lokasi), Maluku (15 lokasi),
dan Sulawesi Utara (7 lokasi) (Suharmanto dkk, 2015). Sedangkan yang tidak pada
vulkanik aktif terletak di Sulawesi (43 lokasi), Bangka Belitung (3 lokasi(, Kalimantan
(3 lokasi) dan Papua (2 lokasi) (Suharmanto dkk, 2015)
Total potensi panasbumi di Indonesia dari 27 lokasi yaitu 27.357 MW dengan
14.007 MW sebagai sumberdaya dan 13.350 MW sebagai cadangan (Suharmanto dkk,
2015)
Gambar 5. Distribusi sumberdaya panasbumi di Indonesia (ESDM, 2011 dalam
Suharmanto dkk, 2015)

Gambar 6. Peta persebaran potensi panasbumi di Indonesia (indonesianmatters, 2012


dalam Suharmanto dkk, 2015)
C. PEMANFAATAN PANASBUMI DI INDONESIA
Pemanfaatan panasbumi di Indonesia dilakuakn secara langsung dan tidak
langsung, namun secara ekspansif digunakan secara tidak langsung. Pemanfaatan
panasbumi di Indonesia meliputi:
1. Pembangkit Listrik
Merupakan pemanfaatan panasbumi secara tidak langsung. Pembangkit lsitrik
didirikan dari sistem panasbumi bersuhu tinggi (Darma dkk, 2010). Terdapat 22
area bersuhu tinggi yang menghasilkan listrik melalui pembangkit antara lain
lapangan Sibayak, Wayang Windu, kamojang, Darajat, Lahendong, Dieng, Sarula,
kawah Cibuni, Ulumbu dan lain lain.

Gambar 7. Kapasitas terinstal pembangkit listrik tenaga panasbumi di Indonesia


(Darma dkk, 2010)

2. Pemanfaatan Langsung
Pemanfaatan panasbumi secara langsung sudah berlangsung semenjak lebih
dari 10 tahun lalu (Darma dkk, 2010). Peggunaan secara tradisional untuk
balneology, kolam air panas, dan mata air panas (Darma dkk, 2010). Kemudian,
BPPT mealkukan kajian untuk manganilisis potensi panasbumi di sektor agrikultur
seperti sterilisasi medium pertumbuhan pada pengembangan jamur (Darma dkk,
2010). Pemnafaatan langsung lainnya yaitu digunakan untuk pengolahan gula yang
menggunakan brine yang diproduksi oleh lapangan Lahendong (Darma dkk, 2010).
Jumlah brine yang digunakan mencapai 4 ton/jam (Darma dkk, 2010). Penggunaan
lainnya berupa pengeringandi Lahendong, Mataloko, dan Wai Ratai,
pengembangan jamur di Pangalengan, pengeringan the dan pasteurisasi di
Pengalengan, serta untuk pertanian di Lampung (Darma dkk, 2010).

3. Heat Pump
Pompa panas belum menjadi perhatian penuh dan tidak cukup terkenal dalam
pengembangan panasbumi di Indonesia walaupun sistem panasbumi Indonesia
umumnya tersusun oleh sistem entalpi tinggi (Darma dkk, 2010).

D. ENERGI PANASBUMI DALAM BAURAN ENERGI NASIONAL


Panasbumi termasuk ke dalam energy baru terbarukan (EBT) bersama sumber
energy lain seperti matahari dan angin. Pada 2015, menurut Dewan Energi Nasional
(2015) minyak bumi menjadi pemain utama dalam bauran energy nasional hingga
mencapai 46%, sedangkan EBT hanya pada level 5%. Pada 2025, DEN memprediksi
EBT akan naik menjadi 23% hampir sejajar dengan gas serta minyak bumi. Kemudian
jangka waktu yang lebih jauh yaitu tahun 2050, bauran EBT akan mencapai level 31%,
mengungguli sumber energi lainnya.

Gambar 8. Bauran Energi Nasional (Dewan Energi Nasional [online], 2015)


REFERENSI

Darma, S., Harsoprayitno, S., Setiawan, B., Hadyanto, Sukhyar, R., Soedibjo, A. W.,
Ganefianto, N., dan Stimac J. (2010). Geothermal Energy Update: Geothermal
Energy Development and Utilization in Indonesia. Proceedings World
Geothermal Congress 2010
Dewan Energi Nasional [online]. www.den.go.id
Mansoer, W. R. dan Idral, A. (2015). Geothermal Resources Development in
Indonesia. Proceeding World Geothermal Congress 2015.
Sudarman, S. dan Hochstein, P. (2014). History of Geothermal Exploration in
Indonesia (1970 – 2010). Proceeding 36th New Zealand Geothermal Workshop.
Suharmanto, P., Fitria, A. N., dan Ghaliyah, S. (2015). Indonesian Geothermal Energy
Potential as Source of Alternative Energy Power Plant. KnE Energy. 119 – 124

Anda mungkin juga menyukai