Anda di halaman 1dari 14

STUDI KOTA TEPIAN AIR

PENATAAN SEKTOR PEDAGANG KAKI LIMA


BELAKANG JATILAND MALL

Disusun oleh:
KELOMPOK I

MOCH FAHREZA PRATAMA 0726 1411 010

RANDY PRATAMA 0726 1411 027

SUCI ELVIRA 0726 1411 023

AHMAD BUAMONA 0726 1411 058

PRODI ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS KHAIRUN TERNATE
2017
A. Definisi Kota Tepian Air

Pengertian “waterfront” dalam Bahasa Indonesia secara harafiah adalah daerah tepi laut, bagian
kota yang berbatasan dengan air, daerah pelabuhan (Echols, 2003).

Menurut direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dalam Pedoman Kota Pesisir (2006)
mengemukakan bahwa Kota Pesisir atau waterfront city merupakan suatu kawasan yang terletak
berbatasan dengan air dan menghadap ke laut, sungai, danau dan sejenisnya.

Pada awalnya waterfront tumbuh di wilayah yang memiliki tepian (laut, sungai, danau) yang
potensial, antara lain: terdapat sumber air yang sangat dibutuhkan untuk minum, terletak di sekitar
muara sungai yang memudahkan hubungan transportasi antara dunia luar dan kawasan pedalaman,
memiliki kondisi geografis yang terlindung dari hantaman gelombang dan serangan musuh.
Perkembangan selanjutnya mengarah ke wilayah daratan yang kemudian berkembang lebih cepat
dibandingkan perkembangan waterfront.

Kondisi fisik lingkungan waterfront city secara topografi merupakan pertemuan antara darat dan
air, daratan yang rendah dan landai, serta sering terjadi erosi dan sedimentasi yang bisa menyebabkan
pendangkalan. Secara hidrologi merupakan daerah pasang surut, mempunyai air tanah tinggi, terdapat
tekanan air sungai terhadap air tanah, serta merupakan daerah rawa sehingga run off air rendah. Secara
geologi kawasan tersebut sebagian besar mempunyai struktur batuan lepas, tanah lembek, dan rawan
terhadap gelombang air. Secara tata guna lahan kawasan tersebut mempunyai hubungan yang intensif
antara air dan elemen perkotaan. Secara klimatologi kawasan tersebut mempunyai dinamika iklim,
cuaca, angin dan suhu serta mempunyai kelembaban tinggi. Pergeseran fungsi badan perairan laut
sebagai akibat kegiatan di sekitarnya menimbulkan beberapa permasalahan lingkungan, seperti
pencemaran. Kondisi ekonomi, sosial dan budaya waterfront city memiliki keunggulan lokasi yang dapat
menjadi pusat pertumbuhan ekonomi, penduduk mempunyai kegiatan sosio-ekonomi yang berorientasi
ke air dan darat, terdapat peninggalan sejarah dan budaya, terdapat masyarakat yang secara tradisi
terbiasa hidup (bahkan tidak dapat dipisahkan) di atas air. Terdapat pula budaya/tradisi pemanfaatan
perairan sebagai transportasi utama, merupakan kawasan terbuka (akses langsung) sehingga rawan
terhadap keamanan, penyelundupan, peyusupan (masalah pertahanan keamanan) dan sebagainya.

B. Acuan Normatif Kota Tepian Air

Struktur Peraturan Perundangan-undangan (Family Tree) tentang Penataan Kawasan Kota Tepi
Air menurut Pedoman Penataan Ruang Kawasan Perkotaan Tepi Air di Indonesia, 1998 dapat
digambarkan seperti berikut:
(Sumber : Pedoman Penataan Ruang Kawasan Perkotaan Tepi Air di Indonesia, Direktorat Bina
Tata Perkotaan dan Perdesaan, Ditjen Cipta Karya, Dep. PU, September 1998)

Aturan Garis Sempadan Pantai Pantai Dan Sungai

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 51 TAHUN 2016
TENTANG
BATAS SEMPADAN PANTAI
Pasal 1
1. Batas sempadan pantai adalah ruang sempadan pantai yang ditetapkan berdasarkan metode
tertentu.
2. Sempadan pantai adalah daratan sepanjang tepian pantai, yang lebarnya proporsional dengan
bentukdan kondisi fisik pantai, minimal 100 (seratus) meter dari titik pasang tertinggi ke arah
darat.

Pasal 6
(1) Penghitungan batas sempadan pantai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 harus disesuaikan
dengan karakteristik topografi, biofisik, hidro-oseanografi pesisir, kebutuhan ekonomi dan budaya,
serta ketentuan lain yang terkait.
(2) Penghitungan batas sempadan pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mengikuti
ketentuan:
a. perlindungan terhadap gempa dan/atau tsunami;
b. perlindungan pantai dari erosi atau abrasi;
c. perlindungan sumber daya buatan di pesisir dari badai, banjir, dan bencana alam lainnya;
d. perlindungan terhadap ekosistem pesisir, seperti lahan basah, mangrove, terumbu karang, padang
lamun, gumuk pasir, estuaria, dan delta;
e. pengaturan akses publik; dan
f. pengaturan untuk saluran air dan limbah.

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT


REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 28/PRT/M/2015
TENTANG
PENETAPAN GARIS SEMPADAN SUNGAI DAN GARIS SEMPADAN DANAU
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA

Pasal 5
(1) Garis sempadan pada sungai tidak bertanggul di dalam kawasan perkotaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a, ditentukan:
a. paling sedikit berjarak 10 (sepuluh) meter dari tepi kiri dan kanan palung sungai sepanjang alur
sungai, dalam hal kedalaman sungai kurang dari atau sama dengan 3 (tiga) meter;
b. paling sedikit berjarak 15 (lima belas) meter dari tepi kiri dan kanan palung sungai sepanjang
alur sungai, dalam hal kedalaman sungai lebih dari 3 (tiga) meter sampai dengan 20 (dua puluh)
meter; dan
c. paling sedikit berjarak 30 (tiga puluh) meter dari tepi kiri dan kanan palung sungai sepanjang
alur sungai, dalam hal kedalaman sungai lebih dari 20 (dua puluh) meter.Pasal 6
(1) Sungai tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat
(2) huruf b, terdiri atas:
a. sungai besar dengan luas daerah aliran sungai lebih besar dari 500 (lima ratus) Km2; dan
b. sungai kecil dengan luas daerah aliran sungai kurang dari atau sama dengan 500 (lima ratus)
Km2.
(2) Garis sempadan sungai besar tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a, ditentukan paling sedikit berjarak 100 (seratus) meter dari tepi kiri
dan kanan palung sungai sepanjang alur sungai.
(3) Garis sempadan sungai kecil tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b, ditentukan paling sedikit 50 (lima puluh) meter dari tepi kiri
dan kanan palung sungai sepanjang alur sungai.
(Peraturan Bangunan dan Garis Sempadan Kawasan Tepian Air)

C. Prinsip Kawasan Tepian Air

Mengenai prinsip perancangan sendiri (Isfa Sastrawati, Prinsip Perancangan Kawasan Tepian
Air, 2003) merupakan dasar – dasar penataan kota atau kawasan yang memasukkan berbagai aspek
pertimbangan dan komponen penataan untuk mencapai suatu perancangan kota atau kawasan
yang baik. Bila dihubungkan dengan pembangunan kota, kawasan Tepian Air adalah area yang
dibatasi oleh air dan komunitasnya yang dalam pengembangannya mampu memasukkan nilai
manusia, yaitu kebutuhan akan ruang publik dan nilai alami. Dari pengertian di atas, maka dapat
didefinisikan bahwa prinsip perancangan kawasan tepianair merupakan dasar-dasar penataan
kawasan yang memasukkan aspek yang perlu dipertimbangkan dan komponen penataan di wilayah
tepianair. Tujuan prinsip perancangan ini adalah mengembangkan potensi fifik dan non fisik di
kawasan tepianair, serta mendapatkan solusi masalah dan potensi masalah yang ada tanpa
mengabaikan faktor lingkungan alam dan kebutuhan manusia sehingga didapatkan suatu penataan
kawasan yang lebih baik.

Bagan Alur Pikir Perumusan Prinsip Perancangan Kawasan Tepi Air


Sumber: Sastrawati, 2003

Aspek yang dipertimbangkan dan komponen pentaaan kawasan tepi air adalah sebagai berikut.
 Kenyamanan
 Keselamatan
 Keamanan
 Aksesibilitas
 Keindahan
 Kesempatan Usaha

D. Kriteria Kawasan Tepian Air


 Berlokasi dan berada di tepi suatu wilayah perairan yang besar (laut, danau, sungai, dan
sebagainya).
 Biasanya merupakan area pelabuhan, perdagangan, permukiman, atau pariwisata.
 Memiliki fungsi-fungsi utama sebagai tempat rekreasi, permukiman, industri, atau pelabuhan.
 Dominan dengan pemandangan dan orientasi ke arah perairan.
 Pembangunannya dilakukan ke arah vertikal horizontal

E. Jenis – Jenis Waterfront

Berdasarkan tipe proyeknya, waterfront dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu :


 Konservasi adalah penataan waterfront kuno atau lama yang masih ada sampai saat ini dan
menjaganya agar tetap dinikmati masyarakat.
 Pembangunan Kembali (redevelopment) adalah upaya menghidupkan kembali fungsi-
fungsi waterfront lama yang sampai saat ini masih digunakan untuk kepentingan masyarakat
dengan mengubah atau membangun kembali fasilitas-fasilitas yang ada.
 Pengembangan (development) adalah usaha menciptakan waterfront yang memenuhi
kebutuhan kota saat ini dan masa depan dengan cara mereklamasi pantai.

Berdasarkan fungsinya, waterfront dapat dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu :

 Mixed-used waterfront, adalah waterfront yang merupakan kombinasi dari perumahan,


perkantoran, restoran, pasar, rumah sakit, dan/atau tempat-tempat kebudayaan.
 Recreational waterfront, adalah semua kawasan waterfront yang menyediakan sarana-sarana
dan prasarana untuk kegiatan rekreasi, seperti taman, arena bermain, tempat pemancingan,
dan fasilitas untuk kapal pesiar.
 Residential waterfront, adalah perumahan, apartemen, dan resort yang dibangun di pinggir
perairan.
 Working waterfront, adalah tempat-tempat penangkapan ikan komersial, reparasi kapal pesiar,
industri berat, dan fungsi-fungsi pelabuhan. (Breen, 1996).

F. Aspek Dasar Perancangan


Dalam perancangan kawasan tepian air, terdapat dua aspek penting yang mendasari
keputusan-keputusan serta solusi rancangan yang dihasilkan. Kedua aspek tersebut adalah faktor
geografis serta konteks perkotaan (Wren, 1983 dan Toree, 1989).
a. Faktor Geografis
Merupakan hal-hal yang menyangkut geografis kawasan dan akan menentukan jenis serta pola
penggunaannya. Termasuk di dalam aspek ini adalah sebagai berikut:
 Kondisi perairan, yaitu jenis (laut, sungai, dst), dimensi dan konfigurasi, pasang-surut, serta
kualaitas airnya.
 Kondisi lahan, yaitu ukuran, konfigurasi, daya dukung tanah, serta kepemilikannya.
 Iklim, yaitu menyangkut jenis musim, temperatur, angin, serta curah hujan.

b. Konteks perkotaan (Urban Context)


Merupakan faktor-faktor yang akan memberikan identitas bagi kota yang bersangkutan serta
menentukan hubungan antara kawasan waterfront yang dikembangkan dengan bagian kota yang
terkait. Termasuk dalam aspek ini adalah:
 Pemakai, yaitu mereka yang tinggal, bekerja atau berwisata di kawasan waterfront, atau
sekedar merasa "memiliki" kawasan tersebut sebagai sarana publik.
 Khasanah sejarah dan budaya, yaitu situs atau bangunan bersejarah yang perlu ditentukan arah
pengembangannya (misalnya restorasi, renovasi atau penggunaan adaptif) serta bagian tradisi
yang perlu dilestarikan.
 Pencapaian dan sirkulasi, yaitu akses dari dan menuju tapak serta pengaturan sirkulasi
didalamnya.
 Karakter visual, yaitu hal-hal yang akan memberi ciri yang membedakan satu kawasan
waterfront dengan lainnya. Ciri ini dapat dibentuk dengan material, vegetasi, atau kegiatan
yang khas, seperti "Festival Market Place" (ruang terbuka yang dikelilingi oleh kegiatan
pertokoan dan hiburan). Konsep festival ini pertama kali dibangun di proyek Faneuil Hall,
Boston, dan diilhami oleh dua jembatan toko kuno di Italia, yaitu Ponte Vecchio di Firenze dan
Ponte Riaalto di Venezia.

G. Elemen Perancangan
Dalam mengolah kawasan tepian air, beberapa elemen dapat diberikan penekanan dengan
memberikan solusi disain yang spesifik, yang membedakan dengan olahan kawasan lainnya atau yang
dapat memberikan kesan mendalam sehingga selalu dikenang oleh pengungjungnya. Di antara elemen-
elemen penting dalam waterfront development adalah:
a. Pesisir
Kawasan tanah atau pesisir yang landai/datar dan langsung bertasan dengan air. Merupakan
tempat berjemur atau duduk-duduk dibawah keteduhan pohon (kelapa atau jenis pohon pantai lainnya)
sambil menikmati pemandangan perairan.
b. Promenade/Esplanade
Perkerasan di Kawasan tepian air untuk berjalan-jalan atau berkendara (sepeda atau kendaraan
tidak bermotor lainnya) sambil menikmati pemandangan perairan. Bila permukaan perkerasan hanya
sedikit di atas permukaan air disebut promenade, sedangkan perkerasan yang diangkat jauh lebih tinggi
dari permukaan (sperti balkon) disebut esplanade. Pada beberapa tempat dari promenade dapat dibuat
tangga turun ke air, yang disebut "tangga pemandian" (baptismal steps).
c. Dermaga
Tempat bersandar kapal/perahu yang sekaligus berfungsi sebagai jalan di atas air untuk
menghubungkan daratan dengan kapal atau perahu. Pada masa kini dermaga dapat diolah sebagai
elemen arsitektural dalam penataan kawasan tepian air, dan diperluas fungsinya antara lain sebagai
tempat berjemur.
d. Jembatan
Penghubung antara dua bagian daratan yang terpotong oleh sungai atau kanal. Jembatan
adalah elemen yang sangat populer guna mengekspresikan misi arsitektural tertentu, misalnya
tradisional atau hightech, sehingga sering tampil sebagai sebuah scuilpture. Banyak jembatan yang
kemudian menjadi Lengaran (landmark) bagi kawasannya, misalnya Golden Gate di San Francisco atau
Tower Bridge di London.
e. Pulau buatan/bangunan air
Bangunan atau pulau yang dibuat/dibangun di atas air di sekitar daratan, untuk menguatkan
kehadiran unsur air di kawasan tersebut. Bangunan atau pulau ini bisa terpisah sama sekali dari daarata,
bisa juga dihubungkan dengan jembatan yang merupakan satu kesatuan perancangan.
f. Ruang terbuka (urban space)
Berupa taman atau plaza yang dirangkaikan dalam satu jalinan ruang dengan kawasan tepian
air. Contoh klasik dari rangkaian urbaan space di kawasan tepian air adalah Piazza de La Signoria yang
dihubungkan dengan Ponte Veccnio, di Firenze, serta Piazza San MMarco dengan Grand Canal, di
Venezia.
g. Aktivitas
Guna mendukung penataan fisik yang ada, perlu dirancang kegiatan untuk meramaikan atau
memberi ciri khas pada kawasan pertemuan antara daratan dan perairan. "Floating market" misalnya,
adalah kegiatan tradisional yang dapat ditampilkan untuk menambah daya tarik suatu kawasan
waterfront, sedang festival market place adalah contoh paduan aktivitas (hiburan dan perbelanjaan)
dengan tata ruang waterfront (plaza atau urban space). Selain itu juga terdapat jenis kegiatan yang bisa
ditampilkan secara berkala, misalnya festival perahu/gondola atau layang-layang.
h. Fungsi
Mengingat bahwa salah satu sebab maraknya pembangunan di kawasna tepian air disebabkan
oleh langkahnya lahan perkotaan, maka fungsi-fungsi yang diberikan pada proyek-proyek waterfront
juga mencerminkan kebutuhan perkotaan pada masa kini. Meski bisa dibedakan adanya berbagaai
fungsi, namun pada suatu kawasan tepian air bisa dihadirkan beberapa fungsi sekaligus. Sedangkan
fungsi-fungsi dimaksud antara lain adalah:
 Hunian
Salah satu kelebihan hunian di kawasan tepian air adalah dimungkinkannya untuk
menambatkan kapal-kapal pribadi (boat/yacht) di sekitar rumah. Bentuk hunian dapat berupa
rumah-rumah tunggal atau berupa kondominium. Jenis waterfront housing ini diperkenalkan di
Port Grimaud, Prancis (1966), kemudian di contoh diberbagai tempat, antara lain Port Louis,
Lousiana AS (1986) dan Pantai Mutiara, Jakarta (1987). Keberhasilan proyek perumahan tepi air
Pantai Mutiara telah mendorong pengembangan proyek serupa di Pantai Indah Kaapuk dan
perluasan Ancol.
 Bisnis
Pembangunan kawasan bisnis berskala besar di kawasan tepian air, dipelopori oleh proyek
Battery City Park di New York, telah melambungkan citra waterfront development sebagai
urban project yaang menggejala di kota-kota besar dunia sejak awal tahun 80-an. Menara-
menara kantor dan hotel merupakan unsur yang dominan dalam membentuk wajah kawasan
tepian air. Wajah seperti inilah yang kemudian bisa disaksikan antara lain di Canary Wharf -
salah satu bagian kawasan London Docklands atau CBD (Central Business District) di kawasan
Olympic Village, Barcelona. Sedangkan yang masih dalam tahap konstruksi adalah kompleks
Watertad di Rotterdam serta Dowtown Core Portview di Marina Bay, Singapura.
 Komersial dan hiburan
Sejak akhir tahun 60-an kawasan bekas pelabuhan lama di kota-kota pantai Amerika telah
berhasil dikembangkan menjadi sarana komersial dan hiburan/rekreasi. Bekas bangunan
dermaga atau gudang dimanfaatkan menjadi pusat-pusat perbelanjaan. Selain itu juga dibuat
ruang terbuka (Plaza) yang secara berkala diisi dengan kegiatan pertunjukan atau keramaian
lainnya. Solusi gaya Amerika ini banyak mewarnai penataan kawasan tepian air kota-kota besar
lain diseluruh dunia.

H. Teori Literatur terkait Penataan Pedagang Kaki Lima (PKL) pada Kota Tepian Air

Bentuk sarana perdagangan yang digunakan oleh PKL menurut waworoentoe 1973, dalam widjajanti,
2000: 39-40)

 Gerobak/kereta dorong, bentuk sarana ini terdiri dari 2 (dua) macam, yaitu gerobak/kereta
dorong tanpa atap dan gerobak/kereta dorong yang beratap

 Pikulan/keranjang, bentuk sarana perdagangan ini digunakan oleh PKL keliling (mobile hawkers)
atau semi permanen (semi static)

 Warung semi permanen, terdiri dari beberapa gerobak/kereta dorong yang diatur secara
berderet dan dilengkapi dengan kursi dan meja. Bagian atap dan sekelilingnya biasanya ditutup
dengan pelindung yang terbuat dari material tidak tembus air. PKL ini dapat dikategorikan
pedagang permanen (static) yang umumnya untuk jenis dagangan makanan dan minuman.

 Kios, sebuah bilik semi permanen, yang mana pedagang yang bersangkutan juga tinggal di
tempat tersebut. PKL ini dapat dikategorikan sebagai pedagang menetap (static).

 Gelaran/alas, PKL menggunakan alas berupa tikar, kain atau lainnya untuk menjajakan
dagangannya. Berdasarkan sarana tersebut, pedagang ini dapat dikategorikan dalam aktivitas
semi permanen (semi static).

Berdasarkan pola penyebarannya, aktivitas PKL menurut Mc. Gee dan Yeung (1977: 36-37) dapat
dikelompokkan dalam 2 (dua) pola, yaitu:

 Pola Penyebaran Mengelompok (Focus Aglomeration)


 Pola Penyebaran Memanjang (Linier Concentration)

Anda mungkin juga menyukai