Perdagangan Kopi
Indonesia merupakan salah satu negara net exporter kopi. Oleh karena
itu, kebijakan pemerintah yang menonjol di bidang perdagangan lebih berkaitan
dengan ekspor kopi. Namun kopi juga diimpor oleh pabrik pengolahan kopi di
Indonesia sebagai bahan pencampur (blending) agar diperoleh aroma dan rasa
yang lebih baik. Jenis kopi yang masih diimpor karena kurang mencukupi adalah
kopi Arabika. Produksi utama adalah Robusta yang aroma dan rasanya tidak
seperti kopi Arabika. Kebijakan perdagangan yang pernah ditempuh Indonesia
adalah sebagai berikut.
Tabel 4.2. Perkembangan ekspor kopi Indonesia ke negara kuota (ICO) dan
negara non-kuota (non-ICO), 1985/1986 – 1989/190
Dari Tabel 4.4 juga terlihat bahwa ekspor kopi Indonesia terdiri dari tiga
produk utama, yaitu: (1) coffee not roasted not decaffeinated, robusta oib; (2)
coffee not roasted not decaffeinated, arabica, wib; dan (3) other coffee not
roasted not defaeinated. Tampak bahwa ekspor kopi Indonesia sangat
didominasi oleh jenis robusta dan dalam bentuk kopi biji kering yang belum di
oven (roasted) dengan pangsa rata-rata 90% selama 1996-2001. Dominasi
produk ekspor demikian menyebabkan harga ekspor tetap rendah.
Salah satu permasalahan yang dihadapi adalah rendahnya mutu biji kopi hasil
petani. Kebutuhan petani yang mendesak akan uang untuk memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari menyebabkan ada biji kopi yang dipanen petani
sebelum masak (petik hijau). Peirlaku petani seperti ini juga disebabkan oleh
perilaku pedagang atau eksportir yang tidak memberikan insentif kepada petani
atas mutu biji kopi yang baik/tua (petik merah). Pedagang dan eksportir hanya
memberikan harga rata-rata, tanpa membedakan mutu kopi, sehingga petani
enggan melakukan grading.
Ada lima negara tujuan utama ekspor kopi Indonesia, yaitu AS, Jepang,
Jerman Barat, Polandia dan Korea Selatan dengan pangsa masing-masing
20,71%, 14,79%, 14,30%, 7,81% dan 4,90% pada tahun 2001. Selebihnya
sebanyak 37,5% tersebar di anyak negara Eropa, Timur Tengah dan Asia. AS
dan Jepang secara tradisional merupakan pasar utama ekspor kopi Indonesia. Di
masa datang, Indonesia perlu mengembangkan ekspor ke lebih banyak negara
tujuan lainnya sebagai pasar baru.
Pesaing Indonesia
Tabel 4.5. Pangsa Ekspor Negara-negara eksportir kopi dunia, 1997-2001 (%)
Perkebunan Rakyat
Areal kopi rakyat merupakan 94,09% (rata-rata) dari total areal kopi
nasional selama 1996-2001. Perkembangan, luas dan produksi kopi rakyat
selama periode tersebut ditunjukkan pada Tabel 4.6. Luas kopi rakyat cenderung
meningkat selama 1996-1997, tetapi kemudian menurun cukup cepat pada tahun
1998 dan berlanjut sampai 1999 akibat krisis ekonomi. Pada tahun 2000 sedikit
meningkat dan berlanjut smapai 2001. Secara rata-rata, luas kopi rakyat
menurun 0,73% per tahun selama 1996-2001.
Perkebunan Besar
Luas areal kopi PBN hanya merupakan 3,11% (rata-rata) dari areal kopi
nasional selama periode 1996-2001. Dari Tabel 4.6 dapat diketahui bahwa luas
areal kopi PBN meningkat drastis pada tahun 1997, yang berlanjut smapai
dengan 1998 dan 1999 dengan laju menurun. Pada tahun 2000 sedikit menurun,
tetapi pada tahun 2001 sedikit meningkat lagi. Secara rata-rata luas kopi PBN
meningkat 11,05% pe rtahun selama 1996-2001.
Luas kopi PBS merupakan 2,80% (rata-rata) dari areal kopi nasional
selama periode 1996-2001. Jika dilihat perkembangannya, areal kopi PBS juga
meningkat cukup cepat pada tahun 1997, dan melonjak pad atahun 1998 tetapi
kemudian merosot pada tahun 1999, kemudian terus menurun sampai 2001.
Secara rata-rata, luas kopi PBS meningkat 0,13% per tahun selama 1996-2001.
Total areal kopi nasional sedikit meningkat pada tahun 1997, kemudian
menurun terus selama 1998-2000 dan emudian sedikit meningkat pada tahun
2001. Secara rata-rata, luas kopi nasional menurun 0,52% per tahun selama
1996-2001. Total produksi kopi nasional menurun pada tahun 1997, lalu
meningkat cepat tahun 1998 dan meningkat lagi pada tahun 1999, lalu sedikit
menurun dan kembali meningkat pada tahun 2001. Secara rata-rata, produksi
kopi nasional meningkat 3,55% per tahun selama 1996-2001.
Pola Pengembangan
Ada dua jenis kopi yang ditanam di Indonesia, yaitu kopi Robusta dan kopi
Arabika. Namun kopi Robusta sangat mendominasi dengan pangsa luas areal
90,5%. Untuk kopi Robusta, dan ada tiga jenis manajemen, yaitu Perkebunan
Rakyat, Perkebunan Besar Pemerintah (PTP) dan Perkebunan Besar Swasta
Nasional (PBSN). Untuk kopi Robusta, pemerintah menempuh lima pola
pengembangan perkebunan rakyat, yaitu: (1) Peremajaan, Rehabilitasi dan
Perluasan Tanaman Ekspor (PRPTE), (2) Unit Pelaksana Proyek (UPP)
Berbantuan, (3) Partial, (4) Swadaya Berbantuan, dan (5) Swadaya Murni. Untuk
PTP, hanya terdapat kebun non-inti, sedangkan untuk PBSN hanya ada kebun
non-program.Untuk jenis kopi Arabika juga ada tiga jenis manajemen, yaitu dua
pola pengembangan, yaitu Perkebunan Rakyat, Perkebunan Besar Pemerintah
(PBN) dan Perkebunan Besar Swasta Nasional (PBSN). Untuk perkebunan
rakyat, pemerintah hanya menempuh dua pola pengembangan, yaitu: (1)
Swadaya Berbantuan dan (2) Swadaya Murni. Untuk PBN, hanya terdapat kebun
non-inti, sedangkan untuk PBSN hanya ada perkebunan kopi non-program.
Kredit
Luas Produksi
Jumla
Jenis Prod/ Luas/
TBM TM TTM Total h
Manajeme % Ton % ha KK
(ha) (ha) (ha) (ha) petani
n (kg) (ha)
(KK)
1.Perkebu
nan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Rakyat: 2029 2435 664 33025 3,2 1317 2,7 541 55361 0,597
3152 0 6 3299 4 1 7 197 5961 0,553
a.Plasma 1183 147 0 4888 0,3 29 0,0 367 17151 0,285
9701 3402 303 18884 2 1250 1 479 36439 0,518
b.PRPTE 1451 8361 822 91116 0,4 4003 0,2 633 18736 0,486
c.UPP 63 6815 844 6 8 4314 6 627 3 0,488
Berbantua 1612 70 33 97126 1,8 15 0,8 19887
n 28 7178 922 2 5 4498 4 78
d.Partial 16,60 30 04 100 89, 68 90,
e. 73,91 9,49 27 87
Swadaya 95, 94,
Berbantua 16 76
n
f.Swadaya
Murni
Jumlah
(1)
%
2.PBN:
a.Inti 0 0 0 0 0 0 0 0
b.Non 2328 2283 86 25247 2,4 1476 3,11 647
Inti 2328 3 86 25247 7 3 3,11 647
Jumlah 9,22 2283 0,34 100 2,4 1467
(2) 3 7 3
% 90,44
3.PBS:
a.PBSN
0 0 0 0 0 0 0 0
-Porgram 0 0 0 0 0 0 0 0
-Inti 6552 1589 178 24205 2,3 1011 2,1 636
-Non 6552 3 0 24205 7 0 3 636
Program 0 1589 176 0 2,3 1011 2,1 0
6552 3 0 24205 7 0 3 636
Jumlah 27,27 0 0 0 0 0
(a) 1589 176 2,3 1011 2,1
b.PBSA 3 0 7 0 3
Jumlah 65,66 7,27 0,0
(3) 1
%
Total 1701 7565 940 10207 100 4747 100 628
08 56 50 14 41
% 16,67 74,12 9,21 100
Sumber: Statistik Perkebunan Indonesia 1999-2001: Kopi Robusta (Ditjen Bina Produksi Perkebunan,
2001)
Tabel 4.8. Luas areal dan produksi kopi arabika menurut tipe manajemen di
Indonesia tahun 1999
Luas Produksi
Jenis Prod/h
TBM TM TTM Total
Manajemen % Ton % (kg)
(ha) (ha) (ha) (ha)
1.Perkebunan
Rakyat: 0 0 0 0 0 0 0
a.Plasma 0 0 0 0 0 0 0
b.PRPTE 0 0 0 0 0 0 0
c.UPP 0 0 0 0 0 0 0
Berbantuan 278 195 4 477 0,45 62 0,12
d.Partial 2456 57573 5373 87506 82,12 37010 74,10
e. Swadaya 0 57768 5377 87983 82,56 37072 74,22
Berbantuan 2483 65,66 6,11 100
f.Swadaya 8
Murni 28,2
Jumlah (1) 3
%
2.PBN:
a.Inti 0 0 0 0 0 0 0
b.Non Inti 110 13959 0 14069 13,20 11445 22,91
Jumlah (2) 110 13959 0 14069 13,20 11445 22,91
% 0,78 99,22 0 100
3.PBS:
a.PBSN
-Porgram 0 0 0 0 0 0 0
-Inti 0 0 0 0 0 0 0
-Non 1635 1911 965 4511 4,23 1429 2,86
Program 1635 1911 965 4511 4,23 1429 2,86
Jumlah (a) 0 0 0 0 0 0 0
b.PBSA 1635 1911 965 4511 4,23 1429 2,86
Jumlah (3) 36,2 42,36 21,39 100
% 4
Total 2658 73638 6342 106563 100 49946 100
3
% 24,9 59,10 5,95 100
5
Sumber: Statistik Perkebunan Indonesia 1999-2001: Kopi Robusta (Ditjen Bina Produksi Perkebunan,
2001)
Subsidi
Grade Nilai
1 0-11
2 12-25
3 26-44
4a 45-60
4b 61-80
5 81-150
6 151-225
Luas areal tanaman Kopi Arabika di Propinsi Bali tahun 2001 adalah
14,597 Ha dan menurun menjadi hanya sekitar 8046 Ha pada tahun 2003.
Dalam periode yang sama produksi menurun dari 5,822.13 ton pada tahun 2001
menjadi hanya 3,852.14 ton pada tahun 2003. Penurunan luas areal dan
produksi ini disebabkan oleh menurunnya jumlah tanaman menghasilkan (TM)
dari sekitar 10,644 Ha pada tahun 2001 menjadi hanya 5,667 Ha pada tahun
2003. Pada periode 2001 – 2003 luas pertanaman Kopi Arabika di Bali
mengalami penurunan 6,551 Ha, dengan penurunan luas tanaman menghasilkan
(TM) sebesar 4,977 Ha.
Pada kasus komoditas kopi untuk propinsi Bali dilakukan studi kasus di
Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli. Dasar pertimbangan penentuan lokasi
studi adalah di wilayah ini dikembangkan kopi arabika organik dengan merk kopi
organik „Bali Kintamani“ yang menjadi salah satu komoditas unggulan ekspor
Propinsi Bali.
Aspek lain yang melekat dan menjadi cirikhas kopi „Bali Kintamani“ adalah
wilayah produksi yang berada di sekitar Danau Batur yang memiliki
pemandangan indah, karakteristik budaya Bali yang melekat di wilayah
Kintamani.
Kabupaten/
Petani Penyerapan TK
No Kecamatan
(KK) (HOK)
1 Kec. Bangli 492 39,567
2 Kec. Susut - -
3 Kec. Tembuku 64 2,244
4 Kec. Kintamani 7,489 1,464,341
Jumlah 2001 8,045 1,506,152
1 Kec. Bangli 415 445
2 Kec. Susut - -
3 Kec. Tembuku 64 1,792
4 Kec. Kintamani 6,348 1,331,750
Jumlah 2002 6,827 1,333,987
1 Kec. Bangli 415 445
2 Kec. Susut - -
3 Kec. Tembuku 64 1,792
4 Kec. Kintamani 6,020 1,145,880
Jumlah 2003 6,499 1,148,117
Sumber : Laporan Dinas Perkebunan Propinsi Bali 2001 – 2003
Pada tahun 2003, nilai ekspor Kopi Organik Bali diperkirakan mencapai
sekitar Rp. Milyar lebih. Ekspor dilakukan baik langsung dari Bali maupun via
Surabaya. Kemampuan penyediaan Kopi Organik Bali berdasarkan diskusi
dengan Eksportir Di Jakarta, Surabaya dan Bali saat ini baru mencapai sekitar
31 persen dari potensi permintaan. Permintaan terbesar terutama dari Perancis,
USA, Australia dan Jepang.
Tabel 4.12. Volume dan Nilai Ekspor Komoditas Tembakau Menurut Negara
Tujuan, Tahun 1999
Volume Nilai
No Uraian Negara Tujuan
(ton) (000 US $)
1. Tembakau Federasi Rusia 8.269 5.364
lembaran Germany 5.097 26.661
USA 3.590 5.959
Netherland 3.117 9.489
Belgium 1.961 4.348
Algeria 1.530 2.564
Perancis 915 1.422
Spanyol 796 4.262
Argentina 420 844
Rep. Dominika 433 3.028
Srilangka 363 4.038
Philipina 284 2.179
Puerto Rico 270 648
Brazil 80 84
Bulgaria 54 148
Singapura 27 74
Lainnya 2.668 5.855
Jumlah (1) 29.879 78.967
2. Tembakau irisan USA 1.670 1.270
Philipina 1.403 2.681
Malaysia 1.379 3.224
Federasi Rusia 392 333
Puerto Rico 324 475
Germany 351 704
Belgium 280 617
Netherland 265 1.699
Lainnya 801 1.684
Jumlah (2) 6.865 12.687
3. Tembakau Australia 192 19
olahan lainnya Germany 160 160
Jumlah (3) 352 179
TOTAL (1+2+3) 37.096 91.833
Sumber: Ditjen Bina Produksi Perkebunan, 2001
Salah satu spesifik komoditas tembakau dilihat dari sisi permintaan adalah
tidak jelasnya keterkaitan antara tingkat pendapatan dengan permintaan
terhadap rokok. Artinya bahwa untuk permintaan terhadap rokok mempunyai
elastisitas pendapatan yang inelastis. Permintaan rokok cenderung meningkat
walaupun pada tahun 1997 Indonesia memasuki era krisis ekonomi. Dengan
demikian tampaknya kecanduan seseorang terhadap rokok mungkin sebagai
penyebab utama mengapa elastisitas pendapatannya demikian elastis.
Tabel 4.14. Keragaan, Luas Areal, Produksi dan Petani Pada Komoditas
Tembakau Selama Tahun 1996 – 2001, Indonesia
Tabel 4.15. Produksi Rokok dan Kebutuhan Tembakau Tahun 1995 – 2001
Kebutuhan Penyediaan
Produksi Rokok
Tahun Tembakau Tembakau
(juta batang)
(ribu ton) (ribu ton)
1995 186.909 157,3 124,2
1996 197.740 189,3 146,3
1997 208.937 202,8 160,0
1998 195.984 159,3 60,7
1999 198.996 190,2 101,7
2000 210.205 194,3 175,2
2001 210.177 195,2 164,7
Rataan 201.278 184,1 133,2
Sumber: Lembaga Tembakau Indonesia, 2002
1. Pola Swadaya:
2. Pola Kemitraan
Sampai saat ini tembakau Cerutu dan Voor-Oogst lainnya masih menjadi
kebanggaan masyarakat Jember karena eksistetnsi tembakau cukup besar
peranannya bagi perekonomian masyarakat, baik sebagai sumber penerimaan
negara, sebagai penyedia & perluasan lapangan kerja, sebagai sumber
pendapatan petani maupun pengaruh ikutan lainnya.
2. Menyerap tenaga kerja yang cukup besar setiap tahun sekitar 250.000
orang per tahun yang terdiri dari petani/buruh tani 180.000 orang dan
buruh gudang 70.000 orang.
3. Mendatangkan devisa negara dengan nilai rata-rata per tahun 42,6
juta US$ untuk NaOogst, 13,7 juta US$ untuk TBN, dan 7,7 juta US$
untuk Bobin.
Tembakau Deli
Sejak seratus tahun yang lalu sampai saat ini, tembakau Deli diakui para
pembeli tembakau masih merupakan tembakau yang terbaik di dunia dalam hal
kualitas untuk bahan wrapper cerutu type Eropa. Keunggulan tersebut terutama
dalam hal : (1) Aroma; (2) Rasa (taste); (3) Elastisitas daun; (4) Ketipisan daun;
(5) Bentuk daun yang baik; (6) Warna yang halus dan rata; (7) Daya bakar yang
baik; dan (8) Warna abu(ash) cerutu yang dibakar – putih. Karakter tersebut
muncul karena 2 faktor yaitu : iklim dan tanah. Pada area yang berada di antara
Sungai Wampu Kabupaten Langkat dan Sungai Ular Kab. Deli Serdang,
Sumatera Utara. Karakteristik ini tidak akan muncul jika tembakau Deli ditanam
di tempat lain di seluruh dunia (Brazil, Jember, USA dll.)
Beberapa hal yang perlu diperhatikan agar tidak terjadi kegagalan untuk
masa yang akan datang adalah :
(7) perlunya pilihan bahan kimia dalam budidaya tembakau ini sesuai
dengan waktu dan jumlah yang tepat; dan
Ekspor lada Indonesia terdiri atas delapan jenis produk. Volume dan nilai
ekspor berdasrakan jenis produk tersebut pada tahun 2000 dikemukakan pada
Tabel 4.17. Dari lada putih ada tiga jenis produk yang diekspor, yang sangat
dominan diantaranya adalah other white pepper neither crushed nor ground
(kode HS 0904-112-90) dengan volume ekspor 33.004 ton dengan nilai US$
114,7 juta. Dari lad ahitam juga ada tiga jenis produk yang diekspor, namun yang
sangat dominan adalah other black pepper neither crushed nor ground (kode HS
0904-113-90) dengan volume ekspor 26.545 ton dengan nilai US$ 96 juta pada
tahun2000. Selain itu, masih terdapat dua jenis produk lain dengan volume dan
nilai ekspor yang sangat kecil yaitu lada hijau dan lada bubuk.
Tabel 4.17. Volume dan nilai ekspor lada berdasarkan komposisi jenis produk,
2000
Negara tujuan ekspor lada putih terdiri dari lima negara yaitu Singapura,
USA, Belanda, Jerman dan Jepang. Di smaping itu terdapat sejumlah negara
lain. Kalau diperhatikan keadaan pada tahun 2000, volume ekspor lad aputih
terbesar adalah ke Singapura (17.519 ton), kemudian AS (4.573 ton) dan yang
ketiga adalah negara lain-lain yang secara agregat mendapai 6.088 ton.
Perkembangan volume ekspor selama periode 1995-2000 kecualik\ ke Jerman,
menunjukkan kenaikan yang signifikan. Kenaikan volume ekspor terbesar adalah
ke negara lain-lain yang mencapai 71,0%/tahun, yang pada umumnya
dikategorikan sebagai negara tujuan baru atau non-tradisional. Peningkatan
ekspor terbesar kedua adalah ke AS dengan pertumbuhan 42,88%/tahun.
Volume ekspor lad aputih, walaupun hingga saat ini masih terbesar ke
Singapura, laju peningkatannya adalah 18,07%/tahun, yang lebih kecil bila
dibandingkan ke AS dan Jepang (Tabel 4.18).
Negara
1995 1996 1997 1998 1999 2000 R (%)
Tujuan
Singapura 9.389 9.247 12.658 9.267 15.907 17.519 18,07
AS 1.150 2.440 2.515 2.565 2.139 4.573 42,88
Belanda 1.002 610 917 1.269 1.859 2.887 30,27
Jerman 1.422 969 1.610 1.068 498 743 -27,17
Jepang 770 935 1.063 605 852 1.194 14,65
Lain-lain 1.202 872 1.751 1.403 1.869 6.088 71,00
Jumlah 14.935 16.073 20.514 16.257 23.119 33.004 19,89
Sumber: Trade Statistics (FAO, 2002), diolah
Untuk lada hitam, negara tujuan ekspornya sama dengan lada putih, yang
berbeda adalah dalam besaran volume dan tingkat perkembangannya ke negara
masing-masing. Tujuan utama ekspor lada hitam masih ke Singapura dengan
volume berkisar 6.000-13.739 ton pada periode 1995-2000 dengan kenaikan
rata-rata 12,40%/tahun. Negara tujuan kedua lada hitam adalah ke AS dengan
volume terbesar 4.764 ton pada tahun 1998, tingkat pertumbuhan ekspor ke AS
adalah 143,9%/tahun. Volume ekspor di bawah AS adalah ke Belanda dengan
pertumbuhan 80,5%/tahun. Ekspor ke Jerman dan Jepang masih di bawah 700
ton/tahun, namun pertumbuhannya dalam periode 1995-2000 cukup pesat.
Ekspor ke negara lain-lain ini adalah 101%/tahun (Tabel 4.19)
Negara Trend
1995 1996 1997 1998 1999 2000
Tujuan (%/th)
Singapura 13.543 11.291 8.153 9.428 6.068 13.739 12,40
AS 1.545 1.549 553 4.764 2.376 4.096 143,94
Belanda 1.120 682 241 899 896 2.990 80,52
Jerman 1.092 227 128 630 206 644 97,35
Jepang 128 102 190 626 341 669 84,80
Lain-lain 4.125 3.394 993 3.601 1.069 5.407 101,93
Jumlah 21.548 17.245 10.258 19.948 10.956 27.545 28,07
Sumber: Trade Statistics (FAO, 2002), diolah
Tabel 4.20. Negara pesaing Indonesia dalam produksi lada, 1995-2000 (ton)
Rata-
Negara 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001
rata
Brazil 33.852 32.318 22.359 23.050 27.761 38.435 47.652 32.205
India 60.700 61.580 56.600 57.000 76.000 8.000 58.000 61.040
Indonesia 58.955 52.168 46.600 64.500 64.600 65.100 57.000 58.418
Sri Lanka 15.768 16.276 18.171 19.087 21.000 21.000 21.000 18.900
Thailand 16.000 16.890 17.270 17.810 17.270 17.000 17.000 17.034
China 8.000 7.000 5.000 5.000 7.000 9.000 9.000 7.143
Madagaskar 12.135 14.150 15.150 17.150 18.160 17.665 18.665 16.155
Vietnam 2.000 2.100 1.500 1.700 2.000 1.700 1.700 1.814
9.300 10.500 13.000 15.900 31.000 39.200 42.000 22.986
Dunia 230.279 229.722 208.635 235.482 278.972 281.444 286.438 250.139
Sumber: Production Statistics (FAC, 2002), diolah
Luas areal tanaman lada di Indonesia pada tahun 2001 adalah 136.460
ha. Dari luas tersebut sekitar 52.000 ha berada di Propinsi Bangka-Belitung,
45.000 ha di Propinsi Lampung dan sisanya tersebar di propinsi-propinsi
Sumatera Selatan, Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur. Apabila dilihat dari
pola pengusahannya, hampir seluruhnya (99,8%) diusahakan secara
perkebunan rakyat, hanya 0,02% areal yang dikelola swasta besar dan tidak ada
yang dikelola perkebunan negara.
Jika ditinjau dari segi pertumbuhannya, dalam kurun waktu 1990 - 2000
menunjukkan keragaan yang beragam antara kondisi pertanaman TBM, TM dan
TTM. Pada Tabel 4.18 ditunjukkan bahwa laju pertumbuhan TBM relatif lebih
lambat dibanding laju pertumbuhan TM tetapi lebih cepat dibandingkan TTM.
Sedangkan laju pertumbuhan TM lebih pesat dibanding TBM dan TTM. Kondisi
demikian mengindikasikan bahwa perkembangan lada di Bangka Belitung masih
memiliki peluang pengembangan yang relatif baik.
Tabel 4.21. Perkembangan Luas Areal Lada di Bangka Belitung,Periode 1990 – 2000
(ha)
Tahun Tanaman Belum Tanaman Tanaman Tidak
Menghasilkan Menghasilkan Menghasilkan
1990 19024 21637 6834
1991 16091 18550 6417
1992 15755 19792 5701
1993 13900 20962 4388
1994 13830 20301 5282
1995 12595 19748 5976
1996 10921 18124 4183
1997 14500 19704 4965
1998 14595 21152 5310
1999 15120 25337 5554
2000 18442 24034 6443
Trend 0.72 2.38 0.16
Pada TTM karena tua atau rusak, meski semenjak tahun 1996
kecenderungannya menunjukkan peningkatan akan tetapi lajunya relatif lambat.
Secara keseluruhan kondisi seperti di atas mencerminkan posisi lada masih
memberikan peluang berkembang di daerah Bangka Belitung ini, karena
menurunnya TM dan meningkatnya TTM laju pertumbuhaannya masih bisa
ditutup dengan laju peningkatan TBM yang relatif cepat. Status TBM pada lada
akan berubah menjadi TM setelah berumur minimal 2,5 tahun.
30000
25000
20000
15000
10000
5000
0
1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000
TBM 19024 16091 15755 13900 13830 12595 10921 14500 14595 15120 18442
TM 21637 18550 19792 20962 20301 19748 18124 19704 21152 25337 24034
TTM 6834 6417 5701 4388 5282 5976 4183 4965 5310 5554 6443
Gambar 34. Perkembangan Areal Tanam lada di Bangka Belitung Periode 1990
- 2000
Tabel 4.22. Perkiraan Modal Investasi Tanaman Lada Seluas 300 Hektar
HARGA JUMLAH
NO KETERANGAN SATUAN VOLUME
(Rp) (Rp)
1 Tenaga Kerja Tanaman
Persiapan Tanaman HOK 10,000 63000 630,000,000
Penanaman HOK 10,000 6000 60,000,000
Pemeliharaan TBM HOK 10,000 21000 210,000,000
JUMLAH A 900,000,000
2 Bahan-Bahan
Sandaran buah 5,000 750000 3,750,000,000
Benih Pupuk Hijau kg 10,000 3000 30,000,000
Stek Lada buah 1,500 750000 1,125,000,000
Pupuk
Urea kg 1,200 60000 72,000,000
TSP kg 1,600 22500 36,000,000
KCl kg 3,500 22500 78,750,000
Pupuk Kandang kg 100 750000 75,000,000
Insektisida kg 50,000 750 37,500,000
JUMLAH B 5,204,250,000
3 Peralatan Tanaman
Cangkul unit 25,000 300 7,500,000
Parang unit 20,000 300 6,000,000
Golok unit 20,000 300 6,000,000
Gunting unit 25,000 300 7,500,000
Sprayer unit 200,000 150 30,000,000
Tangga unit 5,000 300 1,500,000
JUMLAH C 58,500,000
TOTAL 6,162,750,000
HARGA JUMLAH
NO KETERANGAN SATUAN VOLUME
(Rp) (Rp)
1 Perontokan HOK 10,000 3600 36,000,000
2 Pengeringan HOK 10,000 3600 36,000,000
3 Sortasi HOK 10,000 10800 108,000,000
4 Karung Goni buah 1,500 7500 11,250,000
5 Perlengkapan Pengeringan buah 500,000 300 150,000,000
6 Operasional Mesin Open Rp/bulan 2,500,000 12 30,000,000
7 Operasional Mesin Sortasi Rp/bulan 2,500,000 12 30,000,000
8 Lain-Lain (2.5 persen) 10,031,250
TOTAL 411,281,250
HARGA JUMLAH
NO KETERANGAN SATUAN VOLUME
(Rp) (Rp)
1 Bangunan Kantor meter 50 750,000 37,500,000
2 Bangunan Pabrik meter 500 750,000 375,000,000
3 Mesin Penepung unit 2 50,000,000 100,000,000
4 Mesin Penyaring unit 2 50,000,000 100,000,000
5 Mesin Pengepakan unit 2 5,000,000 10,000,000
6 Open Pengering unit 1 100,000,000 100,000,000
7 Kendaraan Roda 4 unit 2 150,000,000 300,000,000
8 Kendaraan Roda 2 unit 2 15,000,000 30,000,000
9 Tanah Ha 2 3,000,000 6,000,000
10 Biaya Lain (2.5 persen) 26,462,500
JUMLAH 1,084,962,500
HARGA JUMLAH
NO KETERANGAN SATUAN VOLUME
(Rp) (Rp)
1 Biaya Personalia
Pimpinan/Manajer Rp/Tahun 26 4,000,000 104,000,000
Administrasi Rp/Tahun 65 500,000 32,500,000
Bulanan Rp/Tahun 130 300,000 39,000,000
Borongan Rp/Tahun 1440 300,000 432,000,000
Jumlah 607,500,000
2 Biaya Operasional
Bahan Baku Lada
Rp/Tahun 300,000 43,360 13,008,000,000
Kering
Botol Kemasan Rp/Tahun 1,350,000 750 1,012,500,000
Bahan Baku Penolong Rp/Tahun - - 650,400,000
Bahan Bakar Rp/Tahun 36,000 450 16,200,000
Biaya Lain (2.5 persen) Rp/Tahun 367,177,500
Jumlah 15,054,277,500
TOTAL 15,661,777,500
BAB V
DAFTAR ACUAN
BAB VI.
KESIMPULAN