Disusun oleh :
SEMARANG
2016
BAB I
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
Ginjal pada umumnya adalah alat untuk menyaring sejumlah besar volume
darah dan melewatkan filtrat hasil saringan melalui tubulus yang panjang, dilapisi
oleh sel-sel yang dengan selektif mengangkut senyawa ke dalam dan keluar filtrat.
Sebagian besar pengangkutan selektif tersebut menyangkut penyerapan air dan solute
(bahan-bahan terlarut) dari filtrat, untuk digunakan kembali di dalam tubuh. Sebagian
lagi berupa sekresi aktif dari sel-sel kedalam filtrat. Hasil akhir dari semua proses ini
adalah urin yang bila semuanya berjalan baik, memuat tiap kelebihan air dan
elektrolit yang telah diminum, bersama-sama dengan produksi harian urea, asam urat,
kreatinin, dan produk sisa lainnya yang tak dibuang di tempat lain. (Mc Gilvery
Goldstein, 1996 )
Saluran kemih terdiri dari ginjal yang terus menerus menghasilkan urin, dan berbagai
saluran reservoir yang dibutuhkan untuk membawa urin keluar tubuh. Ginjal
merupakan organ berbentuk seperti kacang yang terletak di kedua sisi columna
vertebralis (Price dan Wilson, 2006). Kedua ginjal terletak retroperitoneal pada
dinding abdomen, masing–masing di sisi kanan dan sisi kiri columna vertebralis
setinggi vertebra T12 sampai vertebra L3. Ginjal kanan terletak sedikit lebih rendah
dari pada ginjal kiri karena besarnya lobus hepatis dekstra. Masing–masing ginjal
memiliki facies anterior dan facies posterior, margomedialis dan margo lateralis,
ekstremitas superior dan ekstremitas inferior (Moore dan Agur, 2002).
Pada orang dewasa, panjang ginjal adalah sekitar 12 cm sampai 13 cm, lebarnya 6
cm, tebalnya 2,5 cm dan beratnya sekitar 150 g. Ukurannya tidak berbeda menurut
bentuk dan ukuran tubuh. Perbedaan panjang dari kutub ke kutub kedua ginjal yang
lebih dari 1,5 cm atau perubahan bentuk merupakan tanda yang penting, karena
sebagian besar manifestasi penyakit ginjal adalah perubahan struktur dari ginjal
tersebut (Price dan Wilson, 2006).
Ginjal dibungkus oleh jaringan fibrosa tipis dan mengkilat yang disebut kapsula
fibrosa ginjal dan di luar kapsul ini terdapat jaringan lemak perineal. Di sebelah
kranial ginjal terdapat kelenjar anak ginjal atau glandula adrenal / suprarenal yang
berwarna kuning. Kelenjar adrenal bersama ginjal dan jaringan lemak perineal
dibungkus oleh fascia gerota. Di luar fascia gerota terdapat jaringan lemak
retroperitoneal atau disebut jaringan lemak pararenal. Di bagian posterior, ginjal
dilindungi oleh otot–otot punggung yang tebal serta costae ke XI dan XII,sedangkan
di bagian anterior dilindungi oleh organ–organ intraperitoneal (Purnomo, 2003).
Secara anatomis ginjal terbagi menjadi 2 bagian korteks dan medulla ginjal
(Junquiera dan Carneiro, 2002). Didalam korteks terdapat berjuta–juta nefron
sedangkan di dalam medula banyak terdapat duktuli ginjal. Nefron adalah unit
fungsional terkecil dari ginjal yang terdiri atas tubulus kontortus proksimal, tubulus
kontortus distal, dan tubulus koligentes (Purnomo, 2003).
Setiap ginjal memiliki sisi medial cekung, yaitu hilus tempat masuknya syaraf, masuk
dan keluarnya pembuluh darah dan pembuluh limfe, serta keluarnya ureter dan
memiliki permukaan lateral yang cembung (Junquiera dan Carneiro, 2002). Sistem
pelvikalises ginjal terdiri atas kaliks minor, infundibulum, kaliks major, dan
pielum/pelvis renalis (Junquiera dan Carneiro, 2002).
Ginjal mendapatkan aliran darah dari arteri renalis yang merupakan cabang langsung
dari aorta abdominalis, sedangkan darah vena dialirkan melalui vena renalis yang
bermuara ke dalam vena kava inferior. Sistem arteri ginjal adalah end arteries yaitu
arteri yang tidak mempunyai anastomosis dengan cabang–cabang dari arteri lain,
sehingga jika terdapat kerusakan salah satu cabang arteri ini, berakibat timbulnya
iskemia/nekrosis pada daerah yang dilayaninya (Purnomo, 2003).
Arteri renalis memasuki ginjal melalui hilum dan kemudian bercabang-cabang secara
progresif membentuk arteri interlobaris, arteri arkuarta, arteri interlobularis, dan
arteriol aferen yang menuju ke kapiler glomerulus tempat sejumlah besar cairan dan
zat terlarut difiltrasi untuk pembentukan urin. Ujung distal kapiler pada setiap
glomerulus bergabung untuk membentuk arteriol eferen, yang menuju jaringan
kapiler kedua, yaitu kapiler peritubulus yang mengelilingi tubulus ginjal. Kapiler
peritubulus mengosongkan isinya ke dalam pembuluh sistem vena, yang berjalan
secara paralel dengan pembuluh arteriol secara prorgesif untuk membentuk vena
interlobularis, vena arkuarta, vena interlobaris, dan vena renalis, yang meninggalkan
ginjal disamping arteri renalis dan ureter (Guyton dan Hall, 2008).
Gambar 2. Sistem Perdarahan Ginjal Manusia (Sloomianka, 2009)
Unit kerja fungsional ginjal disebut sebagai nefron. Dalam setiap ginjal terdapat
sekitar 1 juta nefron yang pada dasarnya mempunyai struktur dan fungsi yang sama.
Dengan demikian, kerja ginjal dapat dianggap sebagai jumlah total dari fungsi semua
nefron tersebut (Price dan Wilson, 2006). Setiap nefron terdiri atas bagian yang
melebar yakni korpuskel renalis, tubulus kontortus proksimal, segmen tipis, dan tebal
ansa henle, tubulus kontortus distal, dan duktus koligentes (Junquiera dan Carneiro,
2002).
Darah yang membawa sisa–sisa hasil metabolisme tubuh difiltrasi di dalam glomeruli
kemudian di tublus ginjal, beberapa zat masih diperlukan tubuh untuk mengalami
reabsorbsi dan zat–zat hasil sisa metabolism mengalami sekresi bersama air
membentuk urin. Setiap hari tidak kurang 180 liter cairan tubuh difiltrasi di
glomerulus dan menghaslkan urin 1-2 liter. Urin yang terbentuk di dalam nefron
disalurkan melalui piramida ke sistem pelvikalis ginjal untuk kemudian disalurkan ke
dalam ureter (Purnomo, 2003).
Setiap korpuskel renalis terdiri atas seberkas kapiler, yaitu glomerulus yang
dikelilingi oleh kapsul epitel berdinding ganda yang disebut kapsula bowman.
Lapisan dalam kapsul ini (lapisan visceral) menyelubungi kapiler glomerulus.
Lapisan luar membentuk batas luar korpuskel renalis dan disebut lapisan parietal
kapsula bowman. Lapisan parietal kapsula bowman terdiri atas epitel selapis gepeng
yang ditunjang lamina basalis dan selapis tipis serat retikulin (Ju nquiera dan
Carneiro, 2002). Sel viseral membentuk tonjolan–tonjolan atau kaki–kaki yang
dikenal sebagai podosit, yang bersinggungan dengan membran basalis pada jarak-
jarak tertentu sehingga terdapat daerah–daerah yang bebas dari kontak antar selepitel
(Price dan Wilson, 2006). Sel endotel kapiler glomerulus merupakan jenis kapiler
bertingkap namun tidak dilengkapi diafragma tipis yang terdapat pada kapiler
bertingkap lain (Junquiera dan Carneiro, 2002).
Komponen penting lainnya dari glomerulus adalah mesangium, yang terdiri
dari sel mesangial dan matriks mesangial. Sel mesangial aktivitas fagositik dan
menyekresi prostatglandin (Price dan Wilson, 2006). Sel mesangial bersifat kontraktil
dan memiliki reseptor untuk angiotensin II. Bila reseptor ini teraktifkan, aliran
glomerulus akan berkurang. Sel mesangia juga memiliki beberapa fungsi lain, sel
tersebut member tunjangan struktural pada glomerulus, menyintesis matriks ekstrasel,
mengendositosis dan membuang molekul normal dan patologis yang terperangkap di
membran basalis glomerulus, serta menghasilkan mediator kimiawi seperti sitokin
dan prostaglandin (Junquiera dan Carneiro, 2002).
Pada kutub urinarius di korpuskel renalis, epitel gepeng dilapisan parietal kapsula
bowman berhubungan langsung dengan epitel tubulus kontortus proksimal yang
berbentuk kuboid atau silindris rendah. Filtrat glomerulus yang ter bentuk di dalam
korpuskel renalis, masuk ke dalam tubulus kontortus proksimal yang merupakan
tempat dimulainya proses absorbsi dan ekskresi. Selain aktivitas tersebut, tubulus
kontortus proksimal mensekresikan kreatinin dan subsatansi asing bagi organisme,
seperti asam para aminohippurat dan penisilin, dari plasma interstitial ke dalam
filtrate (Junquiera dan Carneiro, 2002).
Ansa henle adalah struktur berbentuk huruf U yang terdiri atas segmen tebal
desenden, segmen tipis desenden, segmen tipis asenden dan segmen tebal asenden.
Ansa henle terlibat dalam retensi air, hanya hewan dengan ansa demikian dalam
ginjalnya yang mampu menghasilkan urin hipertonik sehingga cairan tubuh dapat
dipertahankan (Junquiera dan Carneiro, 2002)
Tubulus koligentes yang lebih kecil dilapisi oleh epitel kuboid. Di sepanjang
perjalanannya, tubulus dan duktus koligentes terdiri atas sel–sel yang tampak pucat
dengan pulasan biasa. Epitel duktus koligentes responsive terhadap vasopressin
arginin atau hormone antidiuretik yang disekresi hipofisis posterior. Jika masukan air
terbatas, hormon antidiuretik disekresikan dan epitel duktus koligentes mudah dilalui
air yang diabsorbsi dari filtrate glomerulus (Junquiera dan Carneiro, 2002).
Aparatus jukstaglomerulus (JGA) terdiri dari sekelompok sel khusus yang letaknya
dekat dengan kutub vaskular masing–masing glomerulus yang berperan penting
dalam mengatur pelepasan renin dan mengontrol volume cairan ekstraseluler dan
tekanan darah. JGA terdiri dari tiga macam sel yaitu :
Ginjal memiliki berbagai fungsi antara lain, ekskresi produk sisa metabolisme
dan bahan kimia asing, pengaturan keseimbangan air dan elektrolit, pengaturan
osmolaritas cairan tubuh, pengaturan keseimbangan asam dan basa, sekresi dan
ekskresi hormone dan glukoneogenesis (Guyton & Hall, 2008). Price & Wilson pada
tahun 2006 menjelaskan fungsi utama ginjal sebagai fungsi ekskresi dan non ekskresi.
Fungsi ekskresinya antara lain untuk mempertahankan osmolaritas plasma sekitar 285
mili Osmol dengan mengubah ekskresi air, mempertahankan volume ECF (Extra
Cellular Fluid) dan tekanan darah dengan mengubah ekskresi natrium, untuk
mempertahankan konsentrasi plasma masing-masing elektrolit individu dalam
rentang normal. Serta untuk mempertahankan derajat keasaman / pH plasma sekitar
7,4 dengan mengeluarkan kelebihan hidrogen dan membentuk kembali karbonat.
Fungsi ekskresi ginjal juga meliputi ekskresi produk akhir nitrogen dari metabolism
protein (terutama urea, asam urat dan kreatinin) dan sebagai jalur ekskretori untuk
sebagian besar obat. Fungsi non-ekskresinya meliputi sintesis dan aktifasi hormon,
mensekresi renin yang memilliki peran penting dalam pengaturan tekanan darah,
menghasilkan eritropoetin untuk merangsang produksi sel darah merah oleh sumsum
tulang, serta mensekresi prostaglandin, yang berperan sebagai vasodilator dan bekerja
secara lokal serta melindungi dari kerusakan iskemik ginjal. Sebagai fungsinya
sebagai organ non-ekskresi, ginjal juga mendegradasi hormon polipeptida, insulin,
glukagon, parathormon, prolaktin, hormon pertumbuhan, ADH (antidiuretik hormon)
dan hormon gastrointestinal. Sistem ekskresi terdiri atas dua buah ginjal dan saluran
keluar urin (Price & Wilson, 2006). Ginjal adalah organ utama untuk membuang
produk sisa metabolism yang tidak diperlukan lagi oleh tubuh. Produk-produk ini
meliputi urea (dari sisa metabolisme asam amino), kreatin asam urat (dari asam
nukleat), dan produk akhir dari pemecahan hemoglobin (bilirubin).
Ginjal berfungsi untuk membuang kelebihan cairan dan produk sisa dari darah, Jika
ginjal tersebut mengalami penurunan maka disebut dengan penurunan fungsi ginjal.
penurunan fungsi ginjal terbagi menjadi 2 jenis yaitu :
1. Penurunan fungsi ginjal akut – Yang terjadi secara tiba-tiba dan biasanya
berlangsung singkat dan diharapkan dapat pulih.
2. Penurunan fungsi ginjal kronik – Yang terjadi secara perlahan-lahan dan bertahap
kemudian menjadi lebih berat dan akhirnya terjadi gagl ginjal.
Gejala penyakit ini tidak khas seringkali saat gejala dirasakan pasien sudah berada
ditahap gagal ginjal akhir (stadium 5). Gejala bervariasi dari ringan sampai berat
“keluhan dapat berupa seperti : rasa lemah, mudah lelah, pucat, mual, muntah sampai
dengan sesak nafas hebat dan penurunan kesadaran dapat juga tidak ada gejala sama
sekali dan ditemukan secara tidak sengaja saat dilakukan pemeriksaan laboratorium”.
Penyebab penurunan fungsi ginjal sendiri ada 3 kelopmpok besar yaitu :
2.6. Urinalisasi
2.8.1. Kreatinin
1. Definisi
Sebagai petunjuk kasar, peningkatan dua kali lipat kadar kreatinin serum
mengindikasikan adanya penurunan fungsi ginjal sebesar 50%, demikian juga
peningkatan kadar kreatinin tiga kali lipat mengisyaratkan penurunan fungsi ginjal
sebesar 75% (Soeparman dkk, 2002).
2. Metabolisme
Kreatinin terdapat dalam otot, otak, dan darah dalam bentuk terfosforilasi
sebagai fosfokreatin dan dalam keadaan bebas. Kretinin dalam jumlah sedikit sekali
juga terdapat dalam urin normal. Kreatinin adalah anhidrida dari keratin, dibentuk
sebagaian besar dalam otot dengan pembuangan air dari keratin fosfat secara tidak
reversibel dan nonenzimatik. Kreatinin bebas terdapat dalam darah dan urin,
pembentukan kreatinin adalah langkah permulaan yang diperlukan untuk ekskresi
sebagian besar keratin (Victor W, 2006).
3. Metode Pemeriksaan
a. Macam pemeriksaan kreatinin darah adalah :
1.1. Jaffe Reaction
Dasar dari metode ini dalah kreatinin dalam suasana alkalis dengan asam pikrat
membentuk senyawa kuning jingga. Alat yang digunakan photometer (Marks,
2000).
1.2. Kinetik
Dasar metodenya relatif sama hanya dalam pengukuran dibutuhkan sekali
pembacaan. Alat yang digunakan autonalyzer (Marks, 2000).
1.3. Enzimatik
Dasar metode ini adanya substrat dalam sampel bereaksi dengan enzim
membentuk senyawa enzim substrat menggunakan fotometer (Marks, 2000).
Dari ketiga metode di atas, yang banyak dipakai adalah “Jaffe Reaction”,
dimana metode ini dapat menggunakan serum atau plasma yang telah dideproteinasi
dan tanpa deproteinasi. Kedua cara tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangan
salah satunya adalah untuk deproteinasi cukup banyak memakan waktu yaitu sekitar
30 menit, sedangkan tanpa deproteinasi hanya memerlukan waktu yang relatif singkat
yaitu antara 2-3 menit (Human Diagnostik Creatinin; ST.Reagensia Creatinin)
b. Deproteinasi
Cara ini adalah dengan penambahan Trichlor Acetic Acid (TCA) 1,2 N yang
berfungsi mengendapkan protein dan senyawa-senyawa kimia askorbat, aseto
asetat, piruvat, sefalosporin, dan metildopa. Sebelum melakukan pengukuran,
setelah diputar dengan kecepatan tinggi antara 5-10 menit dan filtratnya kemudian
untuk melakukan pemeriksaan. Tes linier sampai dengan konsentrasi 10 mg/dl
urin (Wyss, 2000).
c. Tanpa Deproteinas
Cara ini adalah fixed time kinetic, yaitu pengukuran kreatinin dalam suasana
alkalis dan konsentrasi ditentukan dengan ketepatan waktu pembacaan. Tes linier
sampai dengan konsentrasi 13 mg/dl serum, dan 500 mg/dl urin (Wyss, 2000).
4. Tujuan Pemeriksaan
5. Pra Analitik
Pada tahap ini mencakup persiapan pasien, sample, reagen yang akan digunakan
terlebih dahulu diperiksa, dan alat yang akan dipakai.
a. Persiapan pasien : tidak ada persiapan khusus.
b. Persiapan sample : 3-5 ml sampel darah vena dalam tabung bertutup
merah (plain tube) atau tabung bertutup hijau (heparin) sentripuge yang
kemudian di sentripuge selama 5 menit.
c. Persiapan Reagen berupa larutan kerja dan standar terlebih dahulu diperiksa
tanggal kadaluarsa reagen tersebut.
d. Persiapan alat berupa spektrofometer yang harus dipanaskan terlebih dahulu.
6. Prosedur
Jenis sampel untuk uji kreatinin darah adalah serum atau plasma heparin.
Kumpulkan 3-5 ml sampel darah vena dalam tabung bertutup merah (plain tube) atau
tabung bertutup hijau (heparin). Lakukan sentrifugasi dan pisahkan serum/plasma-
nya. Catat jenis obat yang dikonsumsi oleh penderita yang dapat meningkatkan kadar
kreatinin serum. Tidak ada pembatasan asupan makanan atau minuman, namun
sebaiknya pada malam sebelum uji dilakukan, penderita dianjurkan untuk tidak
mengkonsumsi daging merah. Kadar kreatinin diukur dengan metode kolorimetri
menggunakan spektrofotometer, fotometer atau analyzer kimiawi
9. Interpretasi data
2.8.2. Ureum
1. Definisi
2. Metabolisme
Gugus amino dilepas dari asam amino, bila asam amino itu dirombak ulang
menjadi sebagian dari protein atau dirombak dan dikeluarkan dari tubuh.
Aminotransferase (transaminase) yang ada diberbagai jaringan mengkatalisis
pertukaran gugus amino antara senyawa-senyawa yang ikut serta dalam reaksi-reaksi
sintesis. Deaminasi oksidatif memisahkan gugus amino dari molekul aslinya dan
gugusan amino yang dilepaskan itu diubah menjadi amonia. Amonia diantar ke hati
dan dirubah menjadi reaksi-reaksi bersambung.
Seluruh urea dibentuk di dalam hati dari katabolisme asam-asam amino dan
merupakan produk ekskresi metabolisme protein yang utama. Konsentrasi urea dalam
plasma darah terutama menggambarkan keseimbangan antara pembentukan urea dan
katabolisme protein serta ekstraksi urea oleh ginjal. Sejumlah urea dimetabolisme
lebih lanjut dan sejumlah kecil hilang dalam keringat dan feses (Baron, 1995)
3. Metode Pemeriksaan
4. Prinsip Pemeriksaan
a. Kolorimetri
Prinsip pemeriksaan ureum dengan metode kolorimetri adalah urea
dihidrolisis oleh urease menjadi ammonia dan karbon dioksida. Kemudian
ammonia bereaksi dengan alkalin hipoklorit dan sodium salisilat dengan adanya
sodium nitropusid membentuk warna komplek berwarna hijau, intensitas warna
yang terbentuk sebanding dengan kadar ureum dalam sampel, dan dibaca pada
photometer DTN 410 dengan λ 550 nm.
b. UV Auto Fast-rate
Prinsip pemeriksaan ureum metode UV Auto Fast-rate adalah urea ditambah
air dengan adanya urease membentuk 2 amonium dan 2HCO3, kemudian
ammonium bereaksi dengan 2 Oxoglutarate dan NADH dengan adanya GLDH
menjadi L-Glutamate dan NAD+ serta air, perjalanan reaksi konstan selama 60
detik, peningkatan absorban dari GLDH sebanding dengan kadar urea dalam
sampel, dan dibaca pada Photometer DTN 410 dengan λ 340 nm.
5. Tujuan Pemeriksaan
Untuk mengukur kadar ureum dalam darah dan mengetahui performa ginjal
dalam membersihkan darah. Sedangkan pada pederita gagal ginjal yang menjalani
treatment dialysis untuk mengetahui tingkat keberhasilan dari treatment dialysis yang
dilakukan.
6. Pra Analitik
Pada tahap ini mencakup persiapan pasien, sample, reagen yang akan
digunakan terlebih dahulu diperiksa, dan alat yang akan dipakai.
e. Persiapan pasien : tidak ada persiapan khusus.
f. Persiapan sample : darah sebanyak 2 cc yang ditampung dalam tabung
sentripuge yang kemudian di sentripuge selama 5 menit.
g. Persiapan Reagen berupa larutan kerja dan standar terlebih dahulu diperiksa
tanggal kadaluarsa reagen tersebut.
h. Persiapan alat berupa spektrofometer yang harus dipanaskan terlebih dahulu.
7. Prosedur
Untuk mengukur kadar ureum diperlukan sampel serum atau plasma heparin.
Kumpulkan 3-5 ml darah vena pada tabung bertutup merah atau bertutup hijau
(heparin), hindari hemolisis. Centrifus darah kemudian pisahkan serum/plasma-nya
untuk diperiksa. Penderita dianjurkan untuk puasa terlebih dulu selama 8 jam
sebelum pengambilan sampel darah untuk mengurangi pengaruh diet terhadap hasil
laboratorium.
Kadar ureum (BUN) diukur dengan metode kolorimetri menggunakan
fotometer atau analyzer kimiawi. Pengukuran berdasarkan atas reaksi enzimatik
dengan diasetil monoksim yang memanfaatkan enzim urease yang sangat spesifik
terhadap urea. Konsentrasi urea umumnya dinyatakan sebagai kandungan nitrogen
molekul, yaitu nitrogen urea darah. Namun di beberapa negara, konsentrasi ureum
dinyatakan sebagai berat urea total. Nitrogen menyumbang 28/60 dari berat total urea,
sehingga konsentrasi urea dapat dihitung dengan mengalikan konsentrasi BUN
dengan 60/28 atau 2,14.
8. Kelainan kadar urea
d. Interpretasi data
2.8.3. Cystin C
1. Definisi
• Usia
• Jenis kelamin
• Massa otot
• Asupan protein
2. Metabolisme
3. Metode pemeriksaan
Metode awal pemeriksaan CysC ini termasuk radial immunodifusi dan enzim
immunoassay, membutuhkan waktu yang lama, dan presisinya rendah. Metode
terakhir yang ditemukan adalah automated homogeneous immunoassay menggunakan
latex atau partikel polystyrene yang dilapisi dengan antibodi CysC spesifik. Ada dua
versi berbeda untuk metode latex immunoassay, pertama berdasarkan metode
particle-enhanced turbidimetric immunoassay/PETIA) yang ditemukan oleh Kyhse
Anderson et al pada tahun 1994, dan metode kedua berdasarkan nefelometri
(particle-enhanced nephelometric immunoassay/PENIA) yang diperkenalkan oleh
Dade Behring GmBh tahun 1997.
Metode kedua presisinya lebih baik dari metode pertama dan interval
referensinya dilaporkan lebih kons isten, sehingga metode PENIA merupakan
metode terbaik untuk pemeriksaan CysC.
4. Prinsip pemeriksaan
Penelitian Kort et al. 2005, yang memeriksa kadar CysC dari sampel vena
dan kapiler, memperlihatkan bahwa tidak ada perbedaan sistematik antara sampel
vena dengan kapiler. Penelitian ini menunjukkan bahwa serum CysC dapat
diperiksa dari darah yang didapatkan dari kapiler ujung jari.
Prinsip Pemeriksaan
Prinsip Pemeriksaan
Cystatin C yang didapatkan dari sampel serum atau plasma dicampur dengan
anti CysC yang didapatkan dari immunopartikel. Kompleks partikel yang terbentuk
akan menyerap cahaya, dan dengan turbidimetri penyerapan cahaya berhubungan
dengan kadar CysC melalui interpolasi pada sebuah kurva kalibrasi standar yang
ditetapkan.
Prinsip Pemeriksaan
5. Tujuan pemeriksaan
6. Pra analitik
7. Interpretasi data