Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Penderita Stroke saat ini menjadi penghuni terbanyak di bangsal atau ruangan
pada hampir semua pelayanan rawat inap penderita penyakit syaraf. Karena, selain
menimbulkan beban ekonomi bagi penderita dan keluarganya, Stroke juga menjadi
beban bagi pemerintah dan perusahaan asuransi kesehatan. Berbagai fakta
menunjukkan bahwa sampai saat ini, Stroke masih merupakan masalah utama di
bidang neurologi maupun kesehatan pada umumnya. Untuk mengatasi masalah
krusial ini diperlukan strategi penangulangan Stroke yang mencakup aspek
preventif, terapi rehabilitasi, dan promotif.Keberadaan unit Stroke di rumah sakit tak
lagi sekadar pelengkap, tetapi sudah menjadi keharusan, terlebih bila melihatangka
penderita Stroke yang terus meningkat dari tahun ke tahun di Indonesia. Karena
penanganan Stroke yang cepat, tepat dan akurat akan meminimalkan kecacatan yang
ditimbulkan. Untuk itulah penulis menyusun makalah mengenai Stroke yang
menunjukan masih menjadi salah satu pemicu kematian tertinggi di Indonesia.
Stroke merupakan penyakit peredaran darah otak yang diakibatkan oleh
tersumbatnya aliran darah ke otak atau pecahnya pembuluh darah di otak, sehingga
suplai darah ke otak berkurang (Smletzer & Bare, 2005).
Secara umum gangguan pembuluh darah otak atau stroke merupakan gangguan
sirkulasi serebral. Merupakan gangguan neurologik fokal yang dapat timbul
sekunder dari suatu proses patologi pada pembuluh darah serebral. Stroke bukan
merupakan penyakit tunggal tetapi merupakan kumpulan tanda dan gejala dari
beberapa penyakit diantaranya: hipertensi, penyakit jantung, peningkatan lemak
dalam darah, diabetes mellitus, dan penyakit vaskuler perifer (Markus, 2001).
Stroke hemoragik terjadi perdarahan yang berasal dari pecahnya arteri penetrans
yang merupakan cabang dari pembuluh darah superfisial dan berjalan tegak lurus

1
menuju parenkim otak yang di bagian distalnya berupa anyaman kapiler.
Aterosklerosis dapat terjadi dengan bertambahnya umur dan adanya hipertensi
kronik, sehingga sepanjang arteri penetrans terjadi aneurisma kecil-kecil dengan
diameter 1 mm. Peningkatan tekanan darah yang terus menerus akan mengakibatkan
pecahnya aneurisme ini, sehingga dapat terjadi perdarahan dalam parenkim otak
yang bisa mendorong struktur otak dan merembas kesekitarnya bahkan dapat masuk
kedalam ventrikel atau ke ruang intrakranial.
Dari hasil data penelitian di Oxford, Inggris bahwa penduduk yang mengalami
stroke disebabkan kondisi-kondisi sebagai berikut : tekanan darah tinggi tetapi tidak
diketahui 50-60%, Iskemik Heart Attack 30%, TIA 24%, penyakit arteri lain 23%,
Heart Beat tidak teratur 14%, dan DM 9%. Stroke hemoragik intraserebral banyak
terjadi pada wanita dengan tanda awal nyeri kepala (sekitar 25 % kasus), sering
terjadi setelah pasien beraktivitas dan berkembang secara progresif setelah 24 jam,
prognosa jelek dan dapat menyebabkan kematian. Hemoragik subarachnoid biasa
terjadi pada wanita usia muda dan pertengahan, biasanya ditanda adanya nyeri
kepala, sering timbul setelah beraktifitas ataupun secara tiba-tiba/mendadak dapat
menyebabkan koma dan kematian (Lewis, Heitkemper, dan Dirksen, 2000).
Jumlah penderita stroke di Indonesia kini kian meningkat dari tahun ke tahun.
Stroke merupakan penyakit nomor tiga yang mematikan setelah jantung dan kanker.
Disamping itu, stroke juga merupakan penyebab kecatatan. Sehingga keadaan
tersebut menempatkan stroke sebagai masalah kesehatan yang serius.
Rendahnya kesadaran akan faktor risiko stroke, kurang dikenalinya gejala
stroke, belum optimalnya pelayanan stroke dan ketaatan terhadap program terapi
untuk pencegahan stroke ulang yang rendah merupakan permasalahan yang muncul
pada pelayanan stroke di Indonesia. Keempat hal tersebut berkontribusi terhadap
peningkatan kejadian stroke baru, tingginya angka kematian akibat stroke, dan
tingginya kejadian stroke ulang di Indonesia (Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 2008).
Melihat banyaknya kasus CVA yang terjadi, maka kita membuat makalah ini
agar kita bisa mengenali gejala, menentukan jenis penyakit, hingga memilih jenis

2
terapi yang tepat yang perlu kita ketahui agar tidak ada lagi yang namanya terlambat
untuk berobat.

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Untuk memahami asuhan keperawatan CVA

1.2.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui konsep dasar teori CVA

2. Untuk mengetahui asuhan keperawatan CVA

1.3 Manfaat

Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat menambah wawasan dan referensi
untuk mahasiswa keperawatan ataupun praktisi keperawatan dalam mengelola atau
menangani pasien dengan kasus sistem pencernaan.

3
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi
CVA (Cerebro Vascular Accident) merupakan kelainan fungsi otak yang timbul
mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak yang
dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja dengan gejala-gejala berlangsung
selama 24 jam atau lebih yang menyebabakan cacat berupa kelumpuhan anggota
gerak, gangguan bicara, proses berpikir, daya ingat dan bentuk-bentuk kecacatan
lain hingga menyebabkan kematian (Muttaqin, 2008:234).
CVA Infark adalah sindrom klinik yang awal timbulnya mendadak, progresif
cepat, berupa defisit neurologi fokal atau global yang berlangsung 24 jam terjadi
karena trombositosis dan emboli yang menyebabkan penyumbatan yang bisa terjadi
di sepanjang jalur pembuluh darah arteri yang menuju ke otak. Darah ke otak
disuplai oleh dua arteria karotis interna dan dua arteri vertebralis. Arteri-arteri ini
merupakan cabang dari lengkung aorta jantung (arcus aorta) (Suzanne, 2002: 2131).
A. Anatomi Fisiologi
1. Otak
Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang lebih
100 triliun neuron. Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum (otak
besar), serebelum (otak kecil), brainstem (batang otak), dan diensefalon.
(Satyanegara, 1998).
Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum dan korteks
serebri. Masing-masing hemisfer serebri terdiri dari lobus frontalis yang
merupakan area motorik primer yang bertanggung jawab untuk gerakan-
gerakan voluntar, lobur parietalis yang berperanan pada kegiatan memproses
dan mengintegrasi informasi sensorik yang lebih tinggi tingkatnya, lobus
temporalis yang merupakan area sensorik untuk impuls pendengaran dan

4
lobus oksipitalis yang mengandung korteks penglihatan primer, menerima
informasi penglihatan dan menyadari sensasi warna.
Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh
duramater yang menyerupai atap tenda yaitu tentorium, yang
memisahkannya dari bagian posterior serebrum. Fungsi utamanya adalah
sebagai pusat refleks yang mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot,
serta mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk mempertahankan
keseimbangan sikap tubuh.
Bagian-bagian batang otak dari bawah ke atas adalah medula oblongata,
pons dan mesensefalon (otak tengah). Medula oblongata merupakan pusat
refleks yang penting untuk jantung, vasokonstriktor, pernafasan, bersin,
batuk, menelan, pengeluaran air liur dan muntah. Pons merupakan mata
rantai penghubung yang penting pada jaras kortikosereberalis yang
menyatukan hemisfer serebri dan serebelum. Mesensefalon merupakan
bagian pendek dari batang otak yang berisi aquedikus sylvius, beberapa
traktus serabut saraf asenden dan desenden dan pusat stimulus saraf
pendengaran dan penglihatan.
Diensefalon di bagi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus, epitalamus
dan hipotalamus. Talamus merupakan stasiun penerima dan pengintegrasi
subkortikal yang penting. Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti
sepenuhnya, tetapi lesi pada subtalamus akan menimbulkan hemibalismus
yang ditandai dengan gerakan kaki atau tangan yang terhempas kuat pada
satu sisi tubuh. Epitalamus berperanan pada beberapa dorongan emosi dasar
seseorang. Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan dari sistem
susunan saraf otonom perifer yang menyertai ekspresi tingkah dan emosi.
(Sylvia A. Price, 1995)
2. Sirkulasi darah otak
Otak menerima 17% curah jantung dan menggunakan 20% konsumsi
oksigen total tubuh manusia untuk metabolisme aerobiknya. Otak
diperdarahi oleh dua pasang arteri yaitu arteri karotis interna dan arteri

5
vertebralis. Da dalam rongga kranium, keempat arteri ini saling berhubungan
dan membentuk sistem anastomosis, yaitu sirkulus Willisi.(Satyanegara,
1998).
Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteria karotis komunis
kira-kira setinggi rawan tiroidea. Arteri karotis interna masuk ke dalam
tengkorak dan bercabang kira-kira setinggi kiasma optikum, menjadi arteri
serebri anterior dan media. Arteri serebri anterior memberi suplai darah pada
struktur-struktur seperti nukleus kaudatus dan putamen basal ganglia,
kapsula interna, korpus kolosum dan bagian-bagian (terutama medial) lobus
frontalis dan parietalis serebri, termasuk korteks somestetik dan korteks
motorik. Arteri serebri media mensuplai darah untuk lobus temporalis,
parietalis dan frontalis korteks serebri.
Arteria vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang
sama. Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum,
setinggi perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu
membentuk arteri basilaris, arteri basilaris terus berjalan sampai setinggi
otak tengah, dan di sini bercabang menjadi dua membentuk sepasang arteri
serebri posterior. Cabang-cabang sistem vertebrobasilaris.
Ini memperdarahi medula oblongata, pons, serebelum, otak tengah dan
sebagian diensefalon. Arteri serebri posterior dan cabang-cabangnya
memperdarahi sebagian diensefalon, sebagian lobus oksipitalis dan
temporalis, aparatus koklearis dan organ-organ vestibular. Darah vena
dialirkan dari otak melalui dua sistem: kelompok vena interna yang
mengumpulkan darah ke vena galen dan sinus rektus, dan kelompok vena
eksterna yang terletak di permukaan hemisfer otak yang mencurahkan darah
ke sinus sagitalis superior dan sinus-sinus basalis lateralis, dan seterusnya ke
vena-vena jugularis, dicurahkan menuju ke jantung. (Harsono, 2000)
Sirkulasi Willisi adalah area dimana percabangan arteri basilar dan
karotis internal bersatu. Sirkulus Willisi terdiri atas dua arteri serebral, arteri
komunikans anterior, kedua arteri serebral posterior dan kedua arteri

6
komunikans anterior. Jaringan sirkulasi ini memungkinkan darah
bersirkulasi dari satu hemisfer ke hemisfer yang lain dan dari bagain anterior
ke posterior otak. Ini merupakan sistem yang memungkinkan sirkulasi
kolateral jika satu pembuluh mengalami penyumbatan. (Hudak & Gallo,
2005: 254)
2.2 Etiologi
Ada beberapa penyebab CVA infark (Muttaqin, 2008: 235)
1. Trombosis serebri
Terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga
menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan edema dan
kongesti disekitarnya. Trombosis biasanya terjadi pada orang tua yang
sedang tidur atau bangun tidur. Terjadi karena penurunan aktivitas simpatis
dan penurunan tekanan darah. Trombosis serebri ini disebabkan karena
adanya:
a. Aterosklerostis: mengerasnya/berkurangnya kelenturan dan elastisitas
dinding pembuluh darah.
b. Hiperkoagulasi: darah yang bertambah kental yang akan menyebabkan
viskositas/ hematokrit meningkat sehingga dapat melambatkan aliran
darah cerebral.
c. Arteritis: radang pada arteri.
2. Emboli
Dapat terjadi karena adanya penyumbatan pada pembuluhan darah otak oleh
bekuan darah, lemak, dan udara. Biasanya emboli berasal dari thrombus di
jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebri. Keadaan-
keadaan yang dapat menimbulkan emboli:
a. Penyakit jantung reumatik
b. Infark miokardium
c. Fibrilasi dan keadaan aritmia : dapat membentuk gumpalan-gumpalan
kecil yang dapat menyebabkan emboli cerebri
d. Endokarditis : menyebabkan gangguan pada endokardium

7
 Faktor Resiko Terjadinya CVA (Brunner & Suddarth, 2000: 94-95) :
a) Hypertensi, faktor resiko utama
b) Penyakit kardiovaskuler
c) Kadar hematokrit tinggi
d) DM (peningkatan anterogenesis)
e) Pemakaian kontrasepsi oral
f) Penurunan tekanan darah berlebihan dalam jangka panjang
g) Obesitas, perokok, alkoholisme
h) Kadar esterogen yang tinggi
i) Usia > 35 tahun
j) Penyalahgunaan obat
k) Gangguan aliran darah otak sepintas
l) Hyperkolesterolemia
m) Infeksi
n) Kelainan pembuluh darahh otak (karena genetik, infeksi dan ruda paksa)
o) Lansia
p) Penyakit paru menahun (asma bronkhial)
q) Asam urat
 Faktor resiko CVA infark (Muttaqin, 2008: 236) :
a) Hipertensi.
b) Penyakit kardiovaskuler-embolisme serebri berasal dari jantung:
Penyakit arteri koronaria, gagal jantung kongestif, hipertrofi ventrikel
kiri, abnormalitas irama (khususnya fibrilasi atrium), penyakit jantung
kongestif.
c) Kolesterol tinggi
d) Obesitas
e) Peningkatan hematokrit
f) Diabetes Melitus
g) Merokok

8
2.3 Klasifikasi CVA
Berdasarkan patologi dan manifestasi klinis :
1. Stroke Haemorhagi
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subarachnoid.
Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu.
Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa
juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun.
Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologi fokal yang akut dan
disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara
spontan bukan oleh karena trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya
pembuluh arteri, vena dan kapiler. (Djoenaidi Widjaja et. al, 1994).
 Perdarahan otak dibagi dua, yaitu:
a. Perdarahan Intraserebral
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena
hypertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak,
membentuk massa yang menekan jaringan otak dan menimbulkan
edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat
mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak. Perdarahan
intraserebral yang disebabkan karena hypertensi sering dijumpai di
daerah putamen, talamus, pons dan serebelum. (Simposium Nasional
Keperawatan Perhimpunan Perawat Bedah Syaraf Indonesia, Siti
Rohani, 2000, Juwono, 1993: 19).
b. Perdarahan Subarachnoid
Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM.
Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi
Willisi dan cabang-cabangnya yang terdapat di luar parenkim otak
(Juwono, 1993: 19). Pecahnya arteri dan keluarnya ke ruang sub
arachnoid menyebabkan TIK meningkat mendadak, meregangnya
struktur peka nyeri dan vasospasme pembuluh darah serebral yang
berakibat disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran)

9
maupun fokal (hemiparese, gangguan hemi sensorik, afasia, dll).
(Simposium Nasional Keperawatan Perhimpunan Perawat Bedah
Syaraf Indonesia, Siti Rohani, 2000).
Pecahnya arteri dan keluarnya darah keruang subarakhnoid
mengakibatkan tarjadinya peningkatan TIK yang mendadak,
meregangnya struktur peka nyeri, sehinga timbul nyeri kepala hebat.
Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput
otak lainnya. Peningkatam TIK yang mendadak juga mengakibatkan
perdarahan subhialoid pada retina dan penurunan kesadaran.
Perdarahan subarakhnoid dapat mengakibatkan vasospasme
pembuluh darah serebral. Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5 hari
setelah timbulnya perdarahan, mencapai puncaknya hari ke 5-9, dan
dapat menghilang setelah minggu ke 2-5. Timbulnya vasospasme
diduga karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal dari darah
dan dilepaskan kedalam cairan serebrospinalis dengan pembuluh
arteri di ruang subarakhnoid. Vasispasme ini dapat mengakibatkan
disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun
fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia danlain-lain).
Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat
terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel saraf hampir
seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak punya cadangan O2
jadi kerusakan, kekurangan aliran darah otak walau sebentar akan
menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan
glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang
dari 20 mg% karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa
sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila
kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala
disfungsi serebral. Pada saat otak hipoksia, tubuh berusaha
memenuhi O2 melalui proses metabolik anaerob, yang dapat
menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak.

10
2. Stroke Non Haemorhagic (CVA Infark)
Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya
terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari.
Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia
dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. Kesadaran umummnya baik.
 Berdasarkan perjalanan penyakit atau stadiumnya:
1. TIA (Trans Iskemik Attack)
Gangguan neurologis setempat yang terjadi selama beberapa menit sampai
beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan spontan dan
sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
2. Stroke involusi
Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan neurologis
terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam
atau beberapa hari.
3. Stroke komplit
Gangguan neurologi yang timbul sudah menetap atau permanen. Sesuai
dengan istilahnya stroke komplit dapat diawali oleh serangan TIA berulang.

11
2.4 Pathway

12
2.5 Tanda Dan Gejala
Menurut Hudak dan Gallo dalam buku keperawatn Kritis (2000: 258-260), yaitu:
1. Lobus Frontal
a. Defisit Kognitif : kehilangan memori, rentang perhatian singkat, peningkatan
distraktibilitas (mudah buyar), penilaian buruk, tidak mampu menghitung,
memberi alasan atau berpikir abstrak.
b. Defisit Motorik : hemiparese, hemiplegia, distria (kerusakan otot-otot
bicara), disfagia (kerusakan otot-otot menelan).
c. Defisit aktivitas mental dan psikologi antara lain : labilitas emosional,
kehilangan kontrol diri dan hambatan soaial, penurunan toleransi terhadap
stres, ketakutan, permusuhan frustasi, marah, kekacuan mental dan
keputusasaan, menarik diri, isolasi, depresi.
2. Lobus Parietal
a. Dominan :
1. Defisit sensori antara lain defisit visual (jaras visual terpotong sebagian
besar pada hemisfer serebri), hilangnya respon terhadap sensasi
superfisial (sentuhan, nyeri, tekanan, panas dan dingin), hilangnya
respon terhadap proprioresepsi (pengetahuan tentang posisi bagian
tubuh).
2. Defisit bahasa/komunikasi
a) Afasia ekspresif (kesulitan dalam mengubah suara menjadi pola-pola
bicara yang dapat dipahami)
b) Afasia reseptif (kerusakan kelengkapan kata yang diucapkan)
c) Afasia global (tidak mampu berkomunikasi pada setiap tingkat)
d) Aleksia (ketidakmampuan untuk mengerti kata yang dituliskan)\
e) Agrafasia (ketidakmampuan untuk mengekspresikan ide-ide dalam
tulisan).
b. Non Dominan
Defisit perseptual (gangguan dalam merasakan dengan tepat dan
menginterpretasi diri/lingkungan) antara lain:

13
1. Gangguan skem/maksud tubuh (amnesia atau menyangkal terhadap
ekstremitas yang mengalami paralise)
2. Disorientasi (waktu, tempat dan orang)
3. Apraksia (kehilangan kemampuan untuk mengguanakan obyak-obyak
dengan tepat)
4. Agnosia (ketidakmampuan untuk mengidentifikasi lingkungan melalui
indra)
5. Kelainan dalam menemukan letak obyek dalam ruangan
6. Kerusakan memori untuk mengingat letak spasial obyek atau tempat
7. Disorientasi kanan kiri
3. Lobus Occipital
Deficit lapang penglihatan penurunan ketajaman penglihatan,
diplobia(penglihatan ganda), buta.
4. Lobus Temporal
Defisit pendengaran, gangguan keseimbangan tubuh
2.6 Pemeriksaan Penunjang
Periksaan penunjang pada pasien CVA infark:
1. Laboratorium :
a. Pada pemeriksaan paket stroke: Viskositas darah pada apsien CVA ada
peningkatan VD > 5,1 cp, Test Agresi Trombosit (TAT), Asam Arachidonic
(AA), Platelet Activating Factor (PAF), fibrinogen (Muttaqin, 2008: 249-
252)
b. Analisis laboratorium standar mencakup urinalisis, HDL pasien CVA infark
mengalami penurunan HDL dibawah nilai normal 60 mg/dl, Laju endap
darah (LED) pada pasien CVA bertujuan mengukur kecepatan sel darah
merah mengendap dalam tabung darah LED yang tinggi menunjukkan
adanya radang. Namun LED tidak menunjukkan apakah itu radang jangka
lama, misalnya artritis, panel metabolic dasar (Natrium (135-145 nMol/L),
kalium (3,6- 5,0 mMol/l), klorida,) (Prince, dkk ,2005:1122).

14
2. CT scan : pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya secara
pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang
pemadatan terlihat di ventrikel atau menyebar ke permukaan otak (Muttaqin,
2008:140).
3. Pemeriksaan sinar X toraks: dapat mendeteksi pembesaran jantung
(kardiomegali) dan infiltrate paru yang berkaitan dengan gagal jantung
kongestif (Prince,dkk,2005:1122).
4. Ultrasonografi (USG) karaois: evaluasi standard untuk mendeteksi gangguan
aliran darah karotis dan kemungkinan memmperbaiki kausa stroke (Prince,dkk
,2005:1122).
5. Angiografi serebrum : membantu menentukan penyebab dari stroke secara
Spesifik seperti lesi ulseratrif, stenosis, displosia fibraomuskular, fistula
arteriovena, vaskulitis dan pembentukan thrombus di pembuluh besar (Prince,
dkk ,2005:1122).
6. Pemindaian dengan Positron Emission Tomography (PET): mengidentifikasi
seberapa besar suatu daerah di otak menerima dan memetabolisme glukosa serta
luas cedera (Prince, dkk ,2005:1122).
7. Ekokardiogram transesofagus (TEE): mendeteksi sumber kardioembolus
potensial (Prince, dkk ,2005:1123).
8. MRI : menggunakan gelombang magnetik untuk memeriksa posisi dan besar /
luasnya daerah infark (Muttaqin, 2008:140).
2.7 Penatalaksanaan
Ada bebrapa penatalaksanaan pada pasien dengan CVA infark (Muttaqin, 2008:14):
1. Untuk mengobati keadaan akut, berusaha menstabilkan TTV dengan :
a) Mempertahankan saluran nafas yang paten
b) Kontrol tekanan darah
c) Merawat kandung kemih, tidak memakai keteter
d) Posisi yang tepat, posisi diubah tiap 2 jam, latihan gerak pasif.
2. Terapi Konservatif

15
a) Vasodilator untuk meningkatkan aliran serebral
b) Anti agregasi trombolis: aspirin untuk menghambat reaksi pelepasan
agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
c) Anti koagulan untuk mencegah terjadinya atau memberatnya trombosisiatau
embolisasi dari tempat lain ke sistem kardiovaskuler.
d) Bila terjadi peningkatan TIK, hal yang dilakukan:
1. Hiperventilasi dengan ventilator sehingga PaCO2 30-35 mmHg
2. Osmoterapi antara lain :
a. Infus manitol 20% 100 ml atau 0,25-0,5 g/kg BB/ kali dalam waktu
15-30 menit, 4-6 kali/hari.
b. Infus gliserol 10% 250 ml dalam waktu 1 jam, 4 kali/hari
3. Posisi kepala head up (15-30⁰)
4. Menghindari mengejan pada BAB
5. Hindari batuk
6. Meminimalkan lingkungan yang panas

2.8 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Identitas
Biasanya dialami oleh usia tua, namun tidak menutup kemungkinan juga
dapat dia alami oleh usia muda, jenis kelamin, dan juga ras juga dapat
mempengaruhi.
b. Keluhan utama
Kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat
berkomunikasi, dan penurunan kesadaran pasien.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Stroke infark mendadak saat istirahat atau bangun pagi,
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes mellitus,
penyakit jantung (terutama aritmia), penggunaan obat-obatan anti koagulan,

16
aspirin, vasodilator, obesitas. Adanya riwayat merokok, penggunaan alkohol
dan penyalahgunaan obat (kokain).
e. Riwayat penyakit keluarga
Adanya riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes mellitus, atau
adanya riwayat stroke pada generasi terdahulu.
f. Riwayat psikososial-spiritual
Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat
mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat
mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga. Perubahan
hubungan dan peran terjadi karena pasien kesulitan untuk berkomunikasi
akibat sulit berbicara. Rasa cemas dan takut akan terjadinya kecacatan serta
gangguan citra diri.
g. Kebutuhan
1. Nutrisi : adanya gejala nafsu makan menurun, mual muntah pada fase
akut, kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi, tenggorokan,
disfagia ditandai dengan kesulitan menelan, obesitas.
2. Eliminasi : menunjukkan adanya perubahan pola berkemih seperti
inkontinensia urine, anuria. Adanya distensi abdomen (distesi bladder
berlebih), bising usus negatif (ilius paralitik), pola defekasi biasanya
terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus
3. Aktivitas : menunjukkan adanya kesukaran untuk beraktivitas karena
kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah,
gangguan tonus otot, paralitik (hemiplegia)
4. Istirahat : klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang
otot/nyeri otot
h. Pemeriksaan Fisik
1. Sistem Respirasi (Breathing) : batuk, peningkatan produksi sputum,
sesak nafas, penggunaan otot bantu nafas, serta perubahan kecepatan dan
kedalaman pernafasan. Adanya ronchi akibat peningkatan produksi
sekret dan penurunan kemampuan untuk batuk akibat penurunan

17
kesadaran klien. Pada klien yang sadar baik sering kali tidak didapati
kelainan pada pemeriksaan sistem respirasi.
2. Sistem Cardiovaskuler (Blood) : dapat terjadi hipotensi atau hipertensi,
denyut jantung irreguler, adanya murmur
3. Sistem neurologi
a. Tingkat kesadaran: bisa sadar baik sampai terjadi koma. Penilaian
GCS untuk menilai tingkat kesadaran klien
b. Refleks Patologis
Refleks babinski positif menunjukan adanya perdarahan di otak/
perdarahan intraserebri dan untuk membedakan jenis stroke yang
ada apakah bleeding atau infark
c. Pemeriksaan saraf kranial
1. Saraf I: biasanya pada klien dengan stroke tidak ada kelainan
pada fungsi penciuman.
2. Saraf II: disfungsi persepsi visual karena gangguan jarak sensorik
primer diantara sudut mata dan korteks visual. Gangguan
hubungan visula-spasial sering terlihat pada klien dengan
hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian
tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokkan
pakaian ke bagian tubuh..
3. Saraf III, IV dan VI apabila akibat stroke mengakibatkan paralisis
seisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan
gerakan konjugat unilateral disisi yang sakit.
4. Saraf VII persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah
asimetris, otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat
5. Saraf XII lidah asimetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan
fasikulasi. Indera pengecapan normal.
4. Sistem perkemihan (Bladder) : terjadi inkontinensia urine.
5. Sistem reproduksi: hemiparese dapat menyebabkan gangguan
pemenuhan kebutuhan seksual.

18
6. Sistem endokrin: adanya pembesaran kelejar kelenjar tiroid
Sistem Gastrointestinal (Bowel) : adanya keluhan sulit menelan,
nafsu makan menurun, mual dan muntah pada fase akut. Mungkin
mengalami inkontinensia alvi atau terjadi konstipasi akibat penurunan
peristaltik usus.
Adanya gangguan pada saraf V yaitu pada beberapa keadaan
stroke menyebabkan paralisis saraf trigeminus, didapatkan penurunan
kemampuan koordinasi gerakan mengunyah, penyimpangan rahang
bawah pada sisi ipsilateral dan kelumpuhan seisi otot-otot pterigoideus
dan pada saraf IX dan X yaitu kemampuan menelan kurang baik,
kesukaran membuka mulut.
7. Sistem muskuloskeletal dan integument : kehilangan kontrol volenter
gerakan motorik. Terdapat hemiplegia atau hemiparesis atau hemiparese
ekstremitas. Kaji adanya dekubitus akibat immobilisasi fisik.Skala
ukuran kekuatan otot :
1. 0 : Tak bergerak, tak berkontraksi, 100% pasif, apabila lengan dan
kaki diangkat dan dilepaskan akan jatuh
2. 1 : Ada kontraksi, sedikit bergerak, ada tahanan sedikit saat
ekstremitas dijatuhkan
3. 2 : Sedikit dapat menahan daya gravitasi, tetapi tak mampu menahan
dorongan yang ringan dari pemeriksa
4. 3: Mampu menahan gravitasi tetapi tak mampu menahan dorongan
yang ringan dari pemeriksa
5. 4 : Mempunyai kekuatan otot yang kurang dibanding sisi yang lain.
Dapat menahan gravitasi dan tekanan sedang
6. 5 : Kekuatan utuh (normal) dapat menahan gravitasi, bergerak
dengan kekuatan penuh

19
2. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi Keperawatan
a. Risiko ketidakefektifan Perfusi jaringan serebral
Berhubungan dengan :
1. edema serebral
2. embolisme
3. aterosklerosis
4. koagulasi intravaskuler

NOC :Setelah dilakukan tindakan keperawatan perfusi jaringan serebral


adekuat dengan kriteria hasil :

a. Fungsi neurologis normal (5)


b. Tekanan intra kranial dalam batas normal(5)
c. Tidak terdapat nyeri kepala(5)
d. Tidak terdapat cartid bruit(5)
e. Tidak terdapat kegelisahan(5)
f. Tidak terdapat lesu(5)
g. Tidak terdapat kecemasan(5)
h. Tidak ada agitasi(5)
i. Tidak terdapat muntah(5)
j. Tidak pingsan(5)

NIC :Intrakranial Pressure (ICP) Monitoring (Monitor tekanan intrakranial)

a. Berikan informasi kepada keluarga


b. Monitor tekanan perfusi serebral
c. Catat respon pasien terhadap stimuli
d. Monitor tekanan intrakranial pasien dan respon neurology terhadap
aktivitas
e. Monitor jumlah drainage cairan serebrospinal
f. Monitor intake dan output cairan
g. Restrain pasien jika perlu

20
h. Monitor suhu dan angka WBC
i. Kolaborasi pemberian antibiotik
j. Posisikan pasien pada posisi semifowler
k. Minimalkan stimuli dari lingkungan
 Cerebral Perfussion Promotion
a. Kolaborasi dengan dokter untuk menentukan parameter
hemodinamik yang diperlukan,
b. pertahankan posisi kepala pasien lebih tinggi 15 derajat
c. hindari aktivitas secara tiba-tiba
d. pertahankan serum glukosa pada rentang normal
e. monitor tanda-tanda perdarahan
f. monitor status neurologi
b. Nyeri
Berhubungan denganagen cedera biologis
NOC :Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pain Control dengan kriteria
hasil:
a. Mengenali faktor penyebab (5)
b. Mengenali onset (lamanya sakit) (5)
c. Menggunakan metode pencegahan untuk mengurangi nyeri(5)
d. Menggunakan metode nonanalgetik untuk mengurangi nyeri (5)
e. Mengunakan analgesik sesuai dengan kebutuhan (5)
f. Mencari bantuan tenaga kesehatan(5)
g. Melaporkan gejala pada petugas kesehatan (5)
h. Mengenali gejala gejala nyeri(5)
i. Melaporkan nyeri yang sudah terkontrol(5)

NIC : Manajemen nyeri (Pain Management) :

a. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan


b. Kaji nyeri secara komprehensif meliputi (lokasi, karakteristik, dan
onset, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri)

21
c. Kaji skala nyeri
d. Gunakan komunikasi terapeutik agar klien dapat mengekspresikan
nyeri
e. Kaji factor yang dapat menyebabkan nyeri timbul
f. Anjurkan pada pasien untuk cukup istirahat
g. Control lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
h. Monitor tanda tanda vital
i. Ajarkan tentang teknik nonfarmakologi (relaksasi) untuk mengurangi
nyeri
j. Jelaskan factor factor yang dapat mempengaruhi nyeri
k. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat

Analgesic Administration

a. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum


pemberian obat
b. Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi
c. Cek riwayat alergi
d. Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik ketika
pemberian lebih dari satu
e. Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri
f. Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal
g. Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara
teratur
h. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama
kali
i. Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat
j. Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek samping)

22
c. Resiko Kerusakan Menelan
Faktor resiko :
a. Penurunan tingkat kesadaran
b. Gangguan menelan
c. Gangguan reflek
d. Penurunan motilitas gastrointestinal

NOC :Setelah dilakukan tindakan keperawatn aspirasi terkontrol dengan


kriteria :

a. Identifikasi faktor risiko(5)


b. Terhindar dari faktor risiko(5)
c. Posisikan dengan meninggikan kepala ada saat makan dan minum(5)
d. Pilih makanan sesuai dengan kemampuannya(5)
e. Posisikan senyaman mungkin pada saat makan dan minum(5)
f. Jaga keamanan pada saat makan dan minum(5)

NIC:Aspiration precaution

a. Monitor tingkat kesadaran, reflek batuk dan kemampuan menelan


b. Monitor status paru
c. Pelihara jalan nafas
d. Lakukan suction jika diperlukan
e. Cek nasogastrik sebelum makan
f. Hindari makan kalau residu masih banyak
g. Potong makanan kecil kecil
h. Haluskan obat sebelumpemberian
i. Naikkan kepala 30-45 derajat setelah makan

23
d. Gangguan sensori
Faktor resiko :
1. Disfungsi sensorik (penekanan sensorik patologi intrakranial )
2. Penurunan ketidaksadaran

NOC :Setelah dilakukan tindakan keperawatan risiko cedera terkontrol


dengan kriteria sebagai berikut :

a. Klien terbebas dari cedera(5)


b. Klien mampu menjelaskan cara/metode untukmencegah
injury/cedera(5)
c. Klien mampu menjelaskan factor resiko dari lingkungan/perilaku
personal(5)
d. Mampumemodifikasi gaya hidup untukmencegah injury(5)
e. Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada(5)
f. Mampu mengenali perubahan status kesehatan(5)

NIC : Environment Management (Manajemen lingkungan)

a. Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien


b. Identifikasi kebutuhan keamanan pasien, sesuai dengan kondisi
fisik dan fungsi kognitif pasien dan riwayat penyakit terdahulu
pasien
c. Menghindarkan lingkungan yang berbahaya (misalnya
memindahkan perabotan)
d. Memasang side rail tempat tidur
e. Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih
f. Menempatkan saklar lampu ditempat yang mudah dijangkau
pasien.
g. Membatasi pengunjung
h. Memberikan penerangan yang cukup
i. Menganjurkan keluarga untuk menemani pasien.

24
j. Mengontrol lingkungan dari kebisingan
k. Memindahkan barang-barang yang dapat membahayakan
l. Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga atau pengunjung
adanya perubahan status kesehatan dan penyebab penyakit.
e. Defisit perawatan diri
Faktor yang berhubungan :
1. kelemahan
2. kerusakan kognitif atau perceptual
3. kerusakan neuromuskular/ otot-otot saraf

NOC :Setelah dilakukan tindakan Self care : Activity of Daily Living


(ADLs) terpenuhi dengan kriteria sebagai berikut:

a. Klien terbebas dari bau badan(5)


b. Menyatakan kenyamanan terhadap kemampuan untuk melakukan
ADLs(5)
c. Dapat melakukan ADLS dengan bantuan(5)

NIC :Self Care assistance : ADL

a. Monitor kemempuan klien untuk perawatan diri yang mandiri.


b. Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk kebersihan
diri, berpakaian, berhias, toileting dan makan.
c. Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh untuk
melakukan self-care.
d. Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang normal
sesuai kemampuan yang dimiliki.
e. Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri bantuan ketika
klien tidak mampu melakukannya.
f. Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong kemandirian, untuk
memberikan bantuan hanya jika pasien tidak mampu untuk
melakukannya.

25
g. Berikan aktivitas rutin sehari- hari sesuai kemampuan.
h. Pertimbangkan usia klien jika mendorong pelaksanaan aktivitas
sehari-hari.
f. Kerusakan integritas fisik
Faktor yang berhubungan :
1. Eksternal :Immobilitas fisik.
2. Internal :Perubahan sensasi

NOC :Setelah dilakukan tindakan keperawatan Tissue Integrity : Skin and


Mucous Membranes adekuat dengan kriteria hasil :

a. Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas,


temperatur, hidrasi, pigmentasi) (5)
b. Tidak ada luka/lesi pada kulit(5)
c. Perfusi jaringan baik(5)
d. Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan
mencegah terjadinya sedera berulang(5)
e. Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan
perawatan alami(5)

NIC :Perawatan luka (wound care)

a. Ganti balutan
b. Bersihkan rambut diarea luka
c. Kaji karakteristik luka meliputi : cairan, warna, ukuran
d. Bersihkan menggunakan NaCl / normal saline / pembersih non toksik
e. Berikan perawatan diarea insisi
f. Berikan perawatan pada daerah ulcer
g. Berikan balutan sesuai dengan tipe luka
h. Jaga kesterilan dalam melakukan perawatan luka
i. Ganti balutan jika terdapat banyak eksudat
j. Bandingkan laporan perkembangan luka setiap hari

26
k. Ganti posisi pasien setiap 2 jam sekali
l. Anjurkan untuk mengkonsumsi cairan yang adekuat
m. Anjurkanpengaturan makanan yang seimbang
n. Anjurkan pasien atau keluarga untuk melaporkan jika ada tanda dan
gejala infeksi
o. Catat kondisi luka di buku perkembangan pasien

Pressure Management

a. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar


b. Hindari kerutan padaa tempat tidur
c. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
d. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali
e. Monitor kulit akan adanya kemerahan
f. Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah yang tertekan
g. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
h. Monitor status nutrisi pasien
i. Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat

g. Kerusakan komunikasi verbal

Faktor yang berhubungan:

Penurunan, hambatan, ketidak mampuan untuk menerima, memproses,


mengirim dan menggunakan sistem symbol.

NOC : setelah dilakukan tindakan keperawatan kerusakan komunikasi


verbal dengan kriteria hasil :

a. Mengindikasikan pemahaman tentang masalah komunikasi


b. Membuat metode komunikasi dimana kebutuhan dapat
diekspresikan
c. Menggunakan sumber-sumber dengan tepat

27
NIC : Communication Enhancement : Speech Deficit

a. Gunakan penerjemah, jika diperlukan


b. Berikan satu kalimat simple setiap bertemu, jika diperlukan
c. Konsultasikan dengan dokter kebutuhan terapi wicara
d. Dorong pasien untuk berkomunikasi secara perlahan dan untuk mengulangi
permintaan
e. Dengarkan dengan penuh perhatian

h. Gangguan Kebutuhan Nutrisi

Berhubungan dengan :

1. Ketidakmampuan pemasukan

2. Ketidakmampuan mencerna makanan

3. Ketidakmampuan mengabsorpsi zat-zat gizi

4. Faktor biologis

5. Faktor psikologis

6. Faktor ekonomi.

NOC : Nutritional Status : food and Fluid Intake

Kriteria Hasil :

a. Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan

b. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan

c. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi

d. Tidak ada tanda tanda malnutrisi

e. Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti

28
NIC : Nutrition Management

1. Kaji adanya alergi makanan


2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori
dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
4. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
5. Berikan substansi gula
6. Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
7. Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan
dengan ahli gizi)
8. Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.
9. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
10. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
11. Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang
dibutuhkan
12. Nutrition Monitoring
13. BB pasien dalam batas normal
14. Monitor adanya penurunan berat badan
15. Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan
16. Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan

29
3. Implementasi Keperawatan

Implementasi merupakan langkah keempat dalam proses keperawatan dengan


melaksanakan rencana intervensi untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tujuan
dari implementasi adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah
ditetapkan untuk mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit,
pemulihan kesehatan, dan memfasilitasi koping. Selama tahap implementasi
perawat, terus melakukan pengumpulan data dan memilih asuhan keperawatan
yang paling sesuai dengan kebutuhan klien. Semua intervensi didokumentasikan
kedalam format yang telah ditetapkan institusi.

4. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dan tindakan


intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan
keberhasilan dari diagnosis keperawatan, rencana intervensi dan
implementasinya. Tahap evaluasi memungkinkan perawat untuk memonitor
“kealpaan” yang terjadi selama tahap pengkajian, analisis, perencanaan, dan
implementasi intervensi. Evaluasi dibagi menjadi dua antara lain :

1.Evaluasi proses adalah aktivitas dari proses keperawatan dan hasil kualitas
pelayanan asuhan keperawatan. Evaluasi proses harus dilaksanakan segera
setelah perencanaan keperawatan diimplementasikan untuk membantu
menilai efektivitas intervensi tersebut. Evaluasi proses harus terus menerus
dilaksanakan hingga tujuan yang telah ditentukan tercapai. Sistem penulisan
atau dokumentasi pada evaluasi proses ini dapat menggunakan sistem SOAP
atau model dokumentasi lainnya.

2. Evaluasi hasil adalah perubahan perilaku atau status kesehatan klien pada
akhir asuhan keperawatan. Tipe evaluasi ini dilaksanakan pada akhir asuhan
keperawatan secara paripurna. Evaluasi hasil bersifat objektif, fleksibel, dan
efesien.

30
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
CVA (Cerebro Vascular Accident) merupakan kelainan fungsi otak yang
timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah
otak yang dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja dengan gejala-gejala
berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabakan cacat berupa
kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara, proses berpikir, daya ingat dan
bentuk-bentuk kecacatan lain hingga menyebabkan kematian

31
DAFTAR PUSTAKA

Dochterman, Joanne McClaskey. (2004). Nursing Interventions Classification (NIC).


United states of America: Mosby

Hudak, C. M. Gallo, B. M. (2008). Keperawatan Kritis Pendekatan Holistic Edisi


holistik volume II. Jakarta: EGC.

Herdman, T. Heather. (2012). Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC.

Muttaqin, Arif. (2008). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Persyarafan. Jakarta: salemba medika.

Price, Sylvia A. (2002).Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta:


EGC.

32

Anda mungkin juga menyukai