Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

STROKE HEMORAGIK

Disusun untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu

Praktek Klinik Kritis

Di IGD RST Wijaya Kusuma Purwokerto

Disusun Oleh :

Renanda Prihastina

P1337420215110

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN SEMARANG

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN PURWOKERTO

2018
LAPORAN PENDAHULUAN
STROKE HEMORAGIK
A. Latar Belakang
Stroke masih merupakan penyebab utama invaliditas kecacatan
sehingga orang yang mengalaminya memiliki ketergantungan pada orang lain –
pada kelompok usia 45 tahun ke atas dan angka kematian yang diakibatnya cukup
tinggi.Perdarahan intra serebral terhitung sekitar 10 – 15% dari seluruh stroke dan
memiliki tingkat mortalitas lebih tinggi dari infark cerebral. Literature lain
menyatakan 8 – 18% dari stroke keseluruhan yang bersifat hemoragik. Namun,
pengkajian retrospektif terbaru menemukan bahwa 40,9% dari 757 kasus stroke
adalah stroke hemoragik. Namun pendapat menyatakan bahwa peningkatan
presentase mungkin dikarenakan peningkatan kualitas pemeriksaan seperti
ketersediaan CT scan, ataupun peningkatan penggunaan terapeutik agen platelet dan
warfarin yang dapat menyebabkan perdarahan. Stroke adalah penyebab kematian dan
disabilitas utama. Dengan kombinasi seluruh tipe stroke secara keseluruhan, stroke
menempati urutan ketiga penyebab utama kematian dan urutan pertama penyebab
utama disabilitas. Morbiditas yang lebih parah dan mortalitas yang lebih tinggi
terdapat pada stroke hemoragik dibandingkan stroke iskemik. Hanya 20%
pasien yang mendapatkan kembali kemandirian fungsionalnya.
B. Definisi
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang
diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah kulminasi
penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun (Smeltzer and Bare, 2002). Menurut
Doenges (2000) stroke/penyakit serebrovaskuler menunjukan adanya beberapa
kelainan otak baik secara fungsional maupun struktural yang disebabkan oleh keadaan
patologis dari pembuluh darah serebral atau dari seluruh sistem pembuluh darah otak.
Menurut Batticaca (2008) stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi
gangguan peredaran darah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan
otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau kematian.
menurut Corwin (2009) ada dua klasifikasi umum cedera vascular serebral (stroke)
yaitu iskemik dan hemoragik. Stroke iskemik terjadi akibat penyumbatan aliran darah
arteri yang lama kebagian otak. Stroke Hemoragik terjadi akibat perdarahan dalam
otak.
Jadi stroke hemoragik adalah suatu keadaan kehilangan fungsi otak yang
diakibatkan oleh perdarahan dalam otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita
kelumpuhan atau kematian.
C. Etiologi
Menurut Muttaqin (2008) perdarahan intracranial atau intraserebri meliputi
perdarahan di dalam ruang subarachnoid atau di dalam jaringan otak sendiri.
Perdarahan ini dapat terjadi karena aterosklerosis dan hipertensi. Pecahnya pembuluh
darah otak menyebabkan perembesan darah ke dalam parenkim otak yang dapat
mengakibatkan penekanan, pergesaran, dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan,
sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan sehingga terjadi infark otak,
edema, dan mungkin herniasi otak.
Penyebab perdarahan otak yang paling umum terjadi:
1. Aneurisma (dilatasi pembuluh darah) berry, biasanya defek congenital
2. Aneurisma fusiformis dari aterosklerosis
3. Aneurisma mikotik dari vaskulitis nekrose dan emboli sepsis.
4. Malformasi arteriovena, terjadi hubungan persambungan pembuluh darah arteri,
sehingga darah arteri langsung masuk vena
5. Rupture arteriol serebri, akibat hipertensi yang menimbulkan penebalan dan
degenerasi pembuluh darah.
Adapun penyebab stroke hemoragik sangat beragam menurut Ropper et al (2005),
yaitu:
1. Perdarahan intraserebral primer (hipertensif)
2. Ruptur kantung aneurisma
3. Ruptur malformasi arteri dan vena
4. Trauma (termasuk apopleksi tertunda paska trauma)
5. Kelainan perdarahan seperti leukemia, anemia aplastik, ITP, gangguan fungsi hati,
komplikasi obat trombolitik atau anti koagulan, hipofibrinogenemia, dan
hemofilia.
6. Perdarahan primer atau sekunder dari tumor otak.
7. Septik embolisme, myotik aneurisma
8. Penyakit inflamasi pada arteri dan vena
9. Amiloidosis arteri
10. Obat vasopressor, kokain, herpes simpleks ensefalitis, diseksi arteri vertebral, dan
acute necrotizing haemorrhagic encephalitis.
D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang muncul pada klien SH seperti:
1. Pengaruh terhadap status mental:
a. Tidak sadar : 30% - 40%
b. Konfuse : 45% dari pasien biasanya sadar
2. Daerah arteri serebri media, arteri karotis interna akan menimbulkan:
a. Hemiplegia kontralateral yang disertai hemianesthesia (30%-80%)
b. Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35%-50%)
c. Apraksia bila mengenai hemisfer non dominant(30%)
3. Daerah arteri serebri anterior akan menimbulkan gejala:
a. hemiplegia dan hemianesthesia kontralateral terutama tungkai (30%-80%)
b. inkontinensia urin, afasia, atau apraksia tergantung hemisfer mana yang
terkena.
4. Daerah arteri serebri posterior
a. Nyeri spontan pada kepala
b. Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35-50%)
5. Daerah vertebra basiler akan menimbulkan:
a. Sering fatal karena mengenai pusat-pusat vital di batang otak
b. Hemiplegia alternans atau tetraplegia
c. Kelumpuhan pseudobulbar (kelumpuhan otot mata, kesulitan menelan, emosi
labil)
E. Komplikasi
Peningkatan tekanan intrakranial dan herniasi adalah komplikasi yang paling
ditakutkan pada perdarahan intraserebral. Perburukan edema serebri sering
mengakibatkan deteoriasi pada 24-48 jam pertama. Perdarahan awal juga
berhubungan dengan deteorisasi neurologis, dan perluasan dari hematoma tersebut
adalah penyebab paling sering deteorisasi neurologis dalam 3 jam pertama. Pada
pasien yang dalam keadaan waspada, 25% akan mengalami penurunan kesadaran
dalam 24 jam pertama. Kejang setelah stroke dapat muncul. Selain dari hal-hal yang
telah disebutkan diatas, stroke sendiri adalah penyebab utama dari disabilitas
permanen (Denise, 2010).
Prognosis bervariasi bergantung pada tingkap keparahan stroke dan lokasi serta
ukuran dari perdarahan. Skor dari Skala Koma Glasgow yang rendah berhubungan
dengan prognosis yang lebih buruk dan mortalitas yang lebih tinggi. Apabila terdapat
volume darah yang besar dan pertumbuhan dari volume hematoma, prognosis
biasanya buruk dan outcome fungsionalnya juga sangat buruk dengan tingkat
mortalitas yang tinggi. Adanya darah dalam ventrikel bisa meningkatkan resiko
kematian dua kali lipat. Pasien yang menggunakan antikoagulasi oral yang
berhubungan dengan perdarahan intraserebral juga memiliki outcome fungsional yang
buruk dan tingkat mortilitas yang tinggi (Denise, 2010).
F. Patofisiologi
Penghentian total aliran darah ke otak menyebabkan hilangnya kesadaran dalam
waktu 15-20 detik dan kerusakan otak yang irreversibel terjadi setelah tujuh hingga
sepuluh menit. Penyumbatan pada satu arteri menyebabkan gangguan di area otak
yang terbatas (stroke). Mekanisme dasar kerusakan ini adalah selalu defisiensi energi
yang disebabkan oleh iskemia. Perdarahan juga menyebabkan iskemia dengan
menekan pembuluh darah di sekitarnya (Silbernagl, 2007).
Dengan menambah Na+/K+-ATPase, defisiensi energi menyebabkan penimbunan
Na+ dan Ca2+ di dalam sel, serta meningkatkan konsentrasi K+ ekstrasel sehingga
menimbulkan depolarisasi. Depolarisasi menyebabkan penimbunan Cl- di dalam sel,
pembengkakan sel, dan kematian sel. Depolarisasi juga meningkatkan pelepasan
glutamat, yang mempercepat kematian sel melalui masuknya Na+ dan Ca2+
(Silbernagl, 2007).
Pembengkakan sel, pelepasan mediator vasokonstriktor, dan penyumbatan lumen
pembuluh darah oleh granulosit kadang-kadang mencegah reperfusi, meskipun pada
kenyataannya penyebab primernya telah dihilangkan. Kematian sel menyebabkan
inflamasi, yang juga merusak sel di tepi area iskemik (penumbra). Gejala ditentukan
oleh tempat perfusi yang terganggu, yakni daerah yang disuplai oleh pembuluh darah
tersebut (Silbernagl, 2007).
Penyumbatan pada arteri serebri media yang sering terjadi menyebabkan
kelemahan otot dan spastisitas kontralateral, serta defisit sensorik (hemianestesia)
akibat kerusakan girus lateral presentralis dan postsentralis. Akibat selanjutnya adalah
deviasi okular, hemianopsia, gangguan bicara motorik dan sensorik, gangguan
persepsi spasial, apraksia, dan hemineglect (Silbernagl, 2007).
Penyumbatan arteri serebri anterior menyebabkan hemiparesis dan defisit sensorik
kontralateral, kesulitan berbicara serta apraksia pada lengan kiri jika korpus kalosum
anterior dan hubungan dari hemisfer dominan ke korteks motorik kanan terganggu.
Penyumbatan bilateral pada arteri serebri anterior menyebabkan apatis karena
kerusakan dari sistem limbic (Silbernagl, 2007).
Penyumbatan arteri serebri posterior menyebabkan hemianopsia kontralateral
parsial dan kebutaan pada penyumbatan bilateral. Selain itu, akan terjadi kehilangan
memori (Silbernagl, 2007).
Penyumbatan arteri karotis atau basilaris dapat menyebabkan defisit di daerah
yang disuplai oleh arteri serebri media dan anterior. Jika arteri koroid anterior
tersumbat, ganglia basalis (hipokinesia), kapsula interna (hemiparesis), dan traktus
optikus (hemianopsia) akan terkena. Penyumbatan pada cabang arteri komunikans
posterior di talamus terutama akan menyebabkan defisit sensorik (Silbernagl, 2007).
Penyumbatan total arteri basilaris menyebabkan paralisis semua eksteremitas dan
otot-otot mata serta koma. Penyumbatan pada cabang arteri basilaris dapat
menyebabkan infark pada serebelum, mesensefalon, pons, dan medula oblongata.
Efek yang ditimbulkan tergantung dari lokasi kerusakan (Silbernagl, 2007):
G. Pathway

Hipertensi/ terjadi perdarahan

aneurisma

Rupture arteri serebri

Ekstravasasi darah di otak

Vasospasme arteri

Menyebar ke hemisfer otak

Perdarahan serebri TIK Nyeri

Hipertensi/ terjadi perdarahan

Tekanan /perfusi serebral

Iskemia

anoksia Aktifitas elektrolit terhenti

Metabolisme anaerob Pompa Na+ dan Ka+ gagal

Metabolit asam Na+ dan H2O masuk ke sel

Acidosis lokal Edema intrasel

Pompa Na+ gagal Edema Ekstrasel

Nekrosis jaringan dan edema Perfusi jaringan serebral


Kematian progresif sel otak
(defisit fungsi otak)

Lesi Korteks Lesi di Kapsul Lesi batang Lesi di Med.


otak Spinalis
Kerusakan Nerves I- Lesi upper &
Gangguan bicara/penglihatan,
XII lower motor
Nekrosis jaringan dan edema
Gangguan eliminasi
Kesulitan mengunyah & urin
menelan, refleks batuk Defisit perawatan
Gangguan persepsi sensori diri

Gangguan komunikasi verbal Resiko gangguan nutrisi Gangguan


mobilisasi
Resiko ketidakefektifan jalan
nafas
Tirah baring lama

Resiko gangguan integritas


kulit

H. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan penunjang disgnostik yang dapat dilakukan adalah :
1. laboratorium: mengarah pada pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, kolesterol,
dan bila perlu analisa gas darah, gula darah dsb.
2. CT scan kepala untuk mengetahui lokasi dan luasnya perdarahan atau infark
3. MRI untuk mengetahui adanya edema, infark, hematom dan bergesernya struktur
otak
4. Angiografi untuk mengetahui penyebab dan gambaran yang jelas mengenai
pembuluh darah yang terganggu.
5. Fungsi Lumbal : Menunjukan adanya tekanan normal dan biasanya ada
trombosis, emboli serabral dan TIA, sedangkan tekanan meningkat dan cairan
yang mengandung darah menujukan adanya hemoragi suaraknoid intrakranial.
Kadar protein meningkat pada kasus trombosis sehubungan dengan adanya proses
imflamasi.
6. Mengidentifikasi maslah didasarkan pada gelombang otak dan mungkin adanya
daerah lesi yang spesifik.
7. Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang berlawanan dari
masa yang meluas; klasifikasi karptis interna terdapat pada trombosis serebral.
8. Ultrasonografi Doppler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah system
arteri karotis), aliran darah / muncul plak (arteriosklerotik).

Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
1. Identitas Klien
Mengcakup nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, agama, No Mr, pendidikan,
status pekawinan, diangnosa medis dll.
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Dahulu
Biasanya pada klien ini mempunyai riwayat hipertensi, diabetes melitus,
penyakit jantung, anemi, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama,
pengunaan obat-obat antikoagulan, aspirin dan kegemukan/obesitas.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya klien sakit kepala, mual muntah bahkan kejang sampai tak
sadarkan diri, kleumpuhan separoh badan dan gangguan fungsi otak.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya ada anggota keluarga yang menderita atau mengalami penyakit
seperti : hipertensi, Diabetes Melitus, penyakit jantung.
d. Riwayat Psikososial
Biasanya masalah perawatan dan biaya pengobatan dapat membuat emosi
dan pikiran klein dan juga keluarga sehingga baik klien maupun keluarga
sering merasakan sterss dan cemas.
e. Pemeriksaan Fisik
1) Rambut dan hygiene kepala
2) Mata:buta,kehilangan daya lihat
3) Hidung,simetris ki-ka adanya gangguan
4) Leher,
5) Dada
I: simetris ki-ka
P: premitus
P: sonor
A: ronchi
6) Abdomen
I: perut acites
P :hepart dan lien tidak teraba
P :Thympani
A :Bising usus (+)
7) Genito urinaria :dekontaminasi,anuria
8) Ekstramitas :kelemahan,kelumpuhan.
f. Pemeriksaan Fisik Sistem Neurologis
1) Tingkat Kesadaran
a) Kualitatif
Adalah fungsi mental keseluruhan dan derajat kewasapadaan.
 Composmentis → dasar akan diri dan punya orientasi penuh
 Apatis → tingkat kesadaran yang tampak lesu dan mengantuk
 Latargie → tingkat kesadaran yang tampak lesu dan mengantuk
 Delirium → penurunan kesadaran disertai pe ↑ abnormal aktifitas
psikomotor → gaduh gelisah
 Somnolen → keadaan pasien yang selalu mw tidur → diransang
bangun lalu tidur kembali
 Koma → kesadaran yang hilang sama sekali
b) Kuantitatif
Dengan Menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS)
(1) Respon membuka mata ( E = Eye )
 Spontan (4)
 Dengan perintah (3)
 Dengan nyeri (2)
 Tidak berespon (1)
(2) Respon Verbal ( V= Verbal )
 Berorientasi (5)
 Bicara membingungkan (4)
 Kata-kata tidak tepat (3)
 Suara tidak dapat dimengerti (2)
 Tidak ada respons (1)
(3) Respon Motorik (M= Motorik )
 Dengan perintah (6)
 Melokalisasi nyeri (5)
 Menarik area yang nyeri (4)
 Fleksi abnormal/postur dekortikasi (3)
 Ekstensi abnormal/postur deserebrasi (2)
 Tidak berespon (1)
g. Pemeriksaaan Nervus Cranialis
1) Test nervus I (Olfactory)
Fungsi penciuman Test pemeriksaan, klien tutup mata dan minta klien
mencium benda yang baunya mudah dikenal seperti sabun, tembakau, kopi
dan sebagainya. Bandingkan dengan hidung bagian kiri dan kanan.
2) Test nervus II ( Optikus)
Fungsi aktifitas visual dan lapang pandang Test aktifitas visual, tutup
satu mata klien kemudian suruh baca dua baris di koran, ulangi untuk
satunya. Test lapang pandang, klien tutup mata kiri, pemeriksa di kanan,
klien memandang hidung pemeriksa yang memegang pena warna cerah,
gerakkan perlahan obyek tersebut, informasikan agar klien langsung
memberitahu klien melihat benda tersebut.
3) Test nervus III, IV, VI (Oculomotorius, Trochlear dan Abducens)
Fungsi koordinasi gerakan mata dan kontriksi pupil mata (N III).
a) Test N III Oculomotorius (respon pupil terhadap cahaya), menyorotkan
senter kedalam tiap pupil mulai menyinari dari arah belakang dari sisi
klien dan sinari satu mata (jangan keduanya), perhatikan kontriksi
pupil kena sinar.
b) Test N IV Trochlear, kepala tegak lurus, letakkan obyek kurang lebih
60 cm sejajar mid line mata, gerakkan obyek kearah kanan. Observasi
adanya deviasi bola mata, diplopia, nistagmus.
c) Test N VI Abducens, minta klien untuk melihat kearah kiri dan kanan
tanpa menengok.
d) Test nervus V (Trigeminus)
Fungsi sensasi, caranya : dengan mengusap pilihan kapas pada kelopak
mata atas dan bawah.
 Refleks kornea langsung maka gerakan mengedip ipsilateral.
 Refleks kornea consensual maka gerakan mengedip kontralateral.
Usap pula dengan pilihan kapas pada maxilla dan mandibula
dengan mata klien tertutup. Perhatikan apakah klien merasakan
adanya sentuhan
 Fungsi motorik, caranya : klien disuruh mengunyah, pemeriksa
melakukan palpasi pada otot temporal dan masseter.
e) Test nervus VII (Facialis)
 Fungsi sensasi, kaji sensasi rasa bagian anterior lidah, terhadap
asam, manis, asin pahit. Klien tutup mata, usapkan larutan berasa
dengan kapas/teteskan, klien tidak boleh menarik masuk lidahnya
karena akan merangsang pula sisi yang sehat.
 Otonom, lakrimasi dan salvias
 Fungsi motorik, kontrol ekspresi muka dengancara meminta klien
untuk: tersenyum, mengerutkan dahi, menutup mata sementara
pemeriksa berusaha membukanya.
f) Test nervus VIII (Acustikus)
Fungsi sensoris :
1) Cochlear (mengkaji pendengaran), tutup satu telinga klien,
pemeriksa berbisik di satu telinga lain, atau menggesekkan jari
bergantian kanan-kiri.
2) Vestibulator (mengkaji keseimbangan), klien diminta berjalan
lurus, apakah dapat melakukan atau tidak.
g) Test nervus IX (Glossopharingeal) dan nervus X (Vagus)
N IX, mempersarafi perasaan mengecap pada 1/3 posterior lidah,
tapi bagian ini sulit di test demikian pula dengan M.Stylopharingeus.
Bagian parasimpatik N IX mempersarafi M. Salivarius inferior. N X,
mempersarafi organ viseral dan thoracal, pergerakan ovula, palatum
lunak, sensasi pharynx, tonsil dan palatum lunak.
h) Test nervus XI (Accessorius)
Klien disuruh menoleh kesamping melawan tahanan. Apakah
Sternocledomastodeus dapat terlihat ? apakah atropi ? kemudian
palpasi kekuatannya. Minta klien mengangkat bahu dan pemeriksa
berusaha menahan test otot trapezius.
i) Nervus XII (Hypoglosus)
 Mengkaji gerakan lidah saat bicara dan menelan
 Inspeksi posisi lidah (mormal, asimetris / deviasi)
Keluarkan lidah klien (oleh sendiri) dan memasukkan dengan cepat
dan minta untuk menggerakkan ke kiri dan ke kanan.
h. Menilai Kekuatan Otot
Kaji cara berjalan dan keseimbangan
Observasi cara berjalan, kemudahan berjalan dan koordinasi gerakan tangan,
tubuh – kaki.
Periksa tonus otot dan kekuatan
Kekualan otot dinyatakan dengan menggunakan angka dari 0-5
0 = tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot ; Iumpuh total
1 = terlihat kontraksi tetap ; tidak ada gerakan pada sendi.
2 = ada gerakan pada sendi tetapi tidak dapat melawan gravitasi
3 = bisa melawan gravitasi tetapi tidak dapat menahan tahanan pemeriksa
4 = bisa bergerak melawan tahanan pemeriksa tetapi kekuatannya berkurang
5 = dapat melawan tahanan pemeriksa dengan kekuatan maksimal
i. Pemeriksaan reflek
Pemeriksaan refleks biasanya dilakukan paling akhir. Klien biasanya
dalam posisi duduk atau tidur jika kondisi klien tidak memungkinkan.
Evaluasi respon klien dengan menggunakan skala 0 – 4
0 = tidak ada respon
1 = Berkurang (+)
2 = Normal (++)
3 = Lebih dari normal (+++)
4 = Hiperaktif (++++)
1) Reflek Fisiologis
a) Reflek Tendon
 Reflek patella
Pasien bebaring terlentang lutut diangkat keatas fleksi kurang lebih
dari 300. tendon patella (ditengah-tengah patela dan Tuberositas
tibiae) dipukul dengan reflek hamer. respon berupa kontraksi otot
guardrisep femoris yaitu ekstensi dari lutut.
 Reflek Bisep
Lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 900 supinasi dan
lengan bawah ditopang ada atas (meja periksa) jari periksa
ditempat kan pada tendon m.bisep (diatas lipatan siku) kemudian
dipukul dengan reflek hamer.normal jika ada kontraksi otot biceps,
sedikit meningkat bila ada fleksi sebagian ada pronasi, hiperaktif
maka akan tejadi penyebaran gerakan-gerakan pada jari atau sendi.
 Reflek trisep
Lengan bawah disemifleksikan, tendon bisep dipukul dengan
dengan reflek hamer (tendon bisep berada pada jarak 1-2 cm diatas
olekronon) respon yang normal adalah kontraksi otot trisep, sedikit
meningkat bila ada ekstensi ringan dan hiperaktif bila ekstensi bila
ekstensi siku tersebut menyebar keatas sampai ke otot – otot bahu.
 Reflek Achiles
Posisi kaki adalah dorso fleksi untuk memudah kan pemeriksaan
reflek ini kaki yang di[eriksa diletakan/disilangkan diatas tungkai
bawah kontral lateral.tendon achiles dipukul dengan reflek hamer,
respon normal berupa gerakan plantar fleksi kaki.
 Reflek Superfisial
 Reflek kulit perut
 Reflek kremeaster
 Reflek kornea
 Reflek bulbokavernosus
 Reflek plantar
 Reflek Patologis
 Babinski
Merupakan reflek yang paling penting ia hanya dijumpai pada
penyakit traktus kortikospital.untuk melakukan tes ini, goreslah
kuat-kuat bagian lateral telapak kaki bagian lateraltelapak kaki
dari tumit ke arah jari kelingking dan kemudian melintasi bagian
jantung kaki. Respon babinski timbul jika ibu jari kaki melakukan
dorsofleksi dan jari-jari lain menyebar,klau normalnya adalah
fleksi plantar pada semua jari kaki.
Cara lain untuk membangkitkan rangsangan babinski:
 Cara chaddock
Rangsang diberikan dengan jalan menggores bagian lateral
maleolus hasil positif bila gerakan dorsoekstensi dari ibu jari dan
gerakan abduksi dari jarijari lainnya.
 Cara Gordon
Memencet ( mencubit) otot betis
 Cara Oppenheim
 Mengurut dengan kuat tibia dan otot tibialis anterior arah
mengurut kebawah (distal)
 Cara Gonda
Memencet (menekan) satu jari kaki dan kemudian melepaskannya
sekonyong koyong.
j. Rangsangan Meningeal
Untuk mengetahui rangsangan selaput otak (misalnya pada meningitis)
dilakukan pemeriksaan :
(1) Kaku kuduk
Bila leher di tekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu tidak dapat
menempel pada dada --- Kaku kuduk positif (+)
(2) Tanda Brudzunsky I
Letakkan satu tangan pemeriksa di bawah kepala klien dan tangan lain di
dada klien untuk mencegah badan tidak terangkat.Kemudian kepala klien
di fleksikan kedada secara pasif.Brudzinsky I positif (+).
(3) Tanda Brudzinsky II
Tanda brudzinsky II positif (+) bila fleksi klien pada sendi panggul secara
pasif akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pada sendi panggul dan lutut.
(4) Tanda kerniq
Fleksi tungkai atas tegak lurus,lalu dicoba meluruskan tungkai bawah pada
sendi lutut normal-,bila tungkai membentuk sudut 1350 terhadap tungkai
atas. Kerniq + bila ekstensi lutut pasif akan menyebabkan rasa sakit tebila
ekstensi lutut pasif akan menyebabkan rasa sakit terhadap hambatan.
(5) Test lasegue
Fleksi sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan menimbulkan nyeri
sepanjang Mischiadicus.
k. Data Penunjang
(1) Laboratorium
 Hematologi
 Kimia klinik
(2) Radiologi
 CT Scan: Memperlihatkan adanya edema , hematoma, iskemia dan
adanya infark
 MRI: Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik.
 Sinar X Tengkorak: Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal

B. Diagnosa keperawatan
1. Kerusakan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot, kontrol
2. Perfusi jaringan tidak efektif berhubungan dengan perdarahan otak. Oedem
otak
3. Kurang perawatan diri b.d kelemahan fisik
4. Kerusakan komunikasi verbal b.d kerusakan otak
5. Resiko kerusakan integritas kulit b.d faktor mekanik
6. Resiko infeksi b.d penurunan pertahanan primer
C. Rencana keperawatan
No Diagnosa Intervensi Rasional
1. Kerusakan NIC :
mobilitas fisik 1.Terapi latihan Pergerakan aktif/pasif
b.d Mobilitas sendi bertujuan untuk
penurunan o Jelaskan pada mempertahankan fleksibilitas
kekuatan otot klien&kelg tujuan sendi
latihan pergerakan sendi.
o Monitor lokasi dan
ketidaknyamanan
selama latihan
o Gunakan pakaian yang
longgar
o Kaji kemampuan klien
terhadap pergerakan
o Encourage ROM aktif
o Ajarkan ROM
aktif/pasif pada
klien/keluarga.
o Ubah posisi klien tiap 2
jam.
o Kaji
perkembangan/kemajua
n latihan
2. Self care Assistance Ketidakmampuan fisik dan
o Monitor kemandirian psikologis klien dapat
klien menurunkan perawatan diri
o bantu perawatan diri sehari-hari dan dapat
klien dalam hal: terpenuhi dengan bantuan
makan,mandi, toileting. agar kebersihan diri klien
o Ajarkan keluarga dalam dapat terjaga
pemenuhan perawatan
diri klien.
2. Perfusi NIC : Perawatan sirkulasi 1. mengetahui
jaringan Peningkatan perfusi jaringan kecenderungan tk
cerebral tidak otak kesadaran dan potensial
efektif b.d peningkatan TIK dan
perdarahan Aktifitas : mengetahui lokasi. Luas
otak, oedem 1. Monitor status neurologik dan kemajuan kerusakan
2. monitor status respitasi SSP
3. monitor bunyi jantung 2. Ketidakteraturan
4. letakkan kepala dengan pernapasan dapat
posisi agak ditinggikan memberikan gambaran
dan dalam posisi netral lokasi
5. kelola obat sesuai order kerusakan/peningkatan
6. berikan Oksigen sesuai TIK
indikasi 3. Bradikardi dapat terjadi
sebagai akibat adanya
kerusakan otak.
4. Menurunkan tekanan
arteri dengan
meningkatkan drainase &
meningkatkan sirkulasi
5. Pencegahan/pengobatan
penurunan TIK
6. Menurunkan hipoksia
3. Resiko infeksi NIC : Cegah infeksi
b.d 1. Mengobservasi & 1.Onset infeksi dengan
penurunan melaporkan tanda & gejala system imun diaktivasi &
pertahan infeksi, seperti kemerahan, tanda infeksi muncul
primer hangat, rabas dan 2.Klien dengan netropeni
peningkatan suhu badan tidak memproduksi cukup
2. mengkaji suhu klien respon inflamasi karena
netropeni setiap 4 jam, itu panas biasanya tanda &
melaporkan jika sering merupakan satu-
temperature lebih dari 380C satunya tanda
3. Menggunakan thermometer 3.Nilai suhu memiliki
elektronik atau merkuri konsekuensi yang penting
untuk mengkaji suhu terhadap pengobatan yang
4. Catat dan laporkan nilai tepat
laboratorium 4.Nilai lab berkorelasi dgn
5. Kaji warna kulit, riwayat klien &
kelembaban kulit, tekstur pemeriksaan fisik utk
dan turgor lakukan memberikan pandangan
dokumentasi yang tepat menyeluruh
pada setiap perubahan 5.Dapat mencegah
6. Dukung untuk konsumsi kerusakan kulit, kulit yang
diet seimbang, penekanan utuh merupakan
pada protein untuk pertahanan pertama
pembentukan system imun terhadap mikroorganisme
6.Fungsi imun dipengaruhi
oleh intake protein
4. Defisit NIC : Self Care
perawatan diri 1. Observasi kemampuan 1. Dengan menggunakan
b.d kelemahan klien untuk mandi, intervensi langsung
fisik berpakaian dan makan. dapat menentukan
2. Bantu klien dalam posisi intervensi yang tepat
duduk, yakinkan kepala untuk klien
dan bahu tegak selama 2. Posisi duduk membantu
makan dan 1 jam setelah proses menelan dan
makan mencegah aspirasi
3. Hindari kelelahan sebelum
makan, mandi dan 3. Konservasi energi
berpakaian meningkatkan toleransi
4. Dorong klien untuk tetap aktivitas dan
makan sedikit tapi sering peningkatan kemampuan
perawatan diri
4. Untuk meningkatkan
nafsu makan
5. Resiko NIC: Berikan manajemen
kerusakan tekanan 1. Meningkatkan
intagritas kulit 1. Lakukan penggantian alat kenyamanan dan
b.d faktor tenun setiap hari dan mengurangi resiko gatal-
mekanik tempatkan kasur yang gatal
sesuai 2. Menandakan gejala awal
2. Monitor kulit adanya area  lajutan kerusakan
kemerahan/pecah2 integritas kulit
3. monitor area yang tertekan 3. Area yang tertekan
4. berikan masage pada biasanya sirkulasinya
punggung/daerah yang kurang optimal shg
tertekan serta berikan menjadi pencetus lecet
pelembab pad area yang 4. Memperlancar sirkulasi
pecah2 5. Status nutrisi baik dapat
5. monitor status nutrisi membantu mencegah
keruakan integritas kulit.
6 Kurang NIC : Pendidikan kesehatan
pengetahuan 1. Mengkaji kesiapan dan Proses belajar tergantung
b.d kurang kemampuan klien untuk pada situasi tertentu,
mengakses belajar interaksi social, nilai budaya
informasi 2. Mengkaji pengetahuan dan dan lingkungan
kesehatan ketrampilan klien Informasi baru diserap
sebelumnya tentang meallui asumsi dan fakta
penyakit dan pengaruhnya sebelumnya dan bias
terhadap keinginan belajar mempengaruhi proses
3. Berikan materi yang paling transformasi
penting pada klien Informasi akan lebih
4. Mengidentifikasi sumber mengena apabila dijelaskan
dukungan utama dan dari konsep yang sederhana
perhatikan kemampuan ke yang komplek
klien untuk belajar dan Dukungan keluarga
mendukung perubahan diperlukan untuk mendukung
perilaku yang diperlukan perubahan perilaku
5. Mengkaji keinginan
keluarga untuk mendukung
perubahan perilaku klien
6. Evaluasi hasi pembelajarn
klie lewat demonstrasi dan
menyebutkan kembali
materi yang diajarkan
D. Implementasi
Implementasi keperawatan merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam
rencana tindakan keperawatan yang mencakup tindakan tindakan independen
(mandiri) dan kolaborasi. Akan tetapi implementasi keperawatan disesuaikan dengan
situasi dan kondisi pasien. Tindakan mandiri adalah aktivitas perawatan yang
didasarkan pada kesimpulan atau keputusan sendiri dan bukan merupakan petunjuk
atau perintah dari petugas kesehatan lain. Tindakan kolaborasi adalah tindakan yang
didasarkan hasil keputusan bersama seperti dokter dan petugas kesehatan lain.
(Tarwoto Wartonah, 2004: 6).
E. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara
melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau
tidak. Jika tujuan tidak tercapai, maka perlu dikaji ulang letak kesalahannya, dicari
jalan keluarnya, kemudian catat apa yang ditemukan, serta apakah perlu dilakukan
perubahan intervensi.
DAFTAR PUSTAKA

Batticaca, Fransisca B. (2008). Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem
Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Carpenito, Lynda Juall. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 10. Jakarta: EGC.
Corwin, Elizabeth J. (2009).Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC
Dewanto, et al. (2009). Panduan Praktis Diagnosis & Tata Laksana Penyakit Saraf.
Jakarta:EGC
Doenges, Marilynn E. dkk. (2000). Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa
Keperawatan, EGC; Jakarta
Muttaqin, Arif. (2008). BukuAjar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Penerbit Salemba Medika.

Nasissi, Denise. 2010. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape,. [diunduh dari:


http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview]

Silbernagl, S., Florian Lang. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. EGC: Jakarta, 2007.

Smeltzer and Bare. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Volume 3. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Sotirios AT,. 2000. Differential Diagnosis in Neurology and Neurosurgery. New York.
Thieme Stuttgart.
Wlkinson, Judith M .2002. Diagnosa Keperawatan dengan NIC dan NOC. Alih bahasa:
Widyawati dkk. Jakarta:EGC

Anda mungkin juga menyukai