Anda di halaman 1dari 86

ASPEK KLINIS PD3I

(AFP, CAMPAK, RUBELLA, JEPANESE


ENCEPHALITIS, DIPTHERIA, PERTUSIS)
Upaya penemuan

Agung Triono
Divisi Saraf Anak RSUP Dr. Sardjito/FK UGM
2
AFP
(ACUTE FLACCID PARALYSIS)

3
Klinisi yang terlibat AFP
• Dokter umum – Puskesmas – D/-laporkan
• Dokter anak – RS: D/-laporkan, tatalaksana
• Dokter saraf – RS: D/-laporkan, tatalaksana
• Dokter rehabilitasi medis – RS: D/-laporkan,
tatalaksana
• Dokter penyakit dalam

• Perawat – rujuk - laporkan


• Bidan – rujuk -laporkan
• SO dll - melaporkan
4
Definisi AFP
• Semua anak usia < 15 tahun
• Kelumpuhan yang sifatnya lemas (flaccid)
• Terjadi mendadak dalam 1 – 14 hari
• Bukan disebabkan rudapaksa / trauma
– Bila ada keraguan laporkan sebagai kasus
AFP

5
Susunan Saraf

• Upper motor neuron


(Susunan Saraf Pusat)
– Dari otak sampai
sumsum tulang belakang

• Lower Motor Neuron


(Susunan Saraf Tepi)
– Dari sumsum tulang
belakang sampai otot

7/15/2017 6
LUMPUH LAYUH AKUT

UMN

7
Strategi Surveilans AFP
• Menemukan kasus AFP minimal 2/100.000
anak usia < 15 tahun
• Upaya penemuan :
– di Rumah Sakit (HBS)
– di Puskesmas dan Masyarakat (CBS)
• Pemeriksaan Klinis dan Laboratorium

8
9

Pemeriksaan
kelumpuhan

7/15/2017
Derajat kelumpuhan
• 0. Tidak dapat bergerak sama sekali
• 1. Hanya dapat menggerakkan jari sedikit
• 2. Tidak dapat mengangkat kaki dari tempat
tidur, hanya menggeser saja
• 3. Masih dapat mengangkat tungkai
• 4. Kekuatan otot berkurang
• 5. Tidak ada kelumpuhan

7/15/2017 10
Anamnesis lumpuh
• Aktifitas tungkai berkurang
• Bila berjalan nyeri
• Jalan harus dibantu
LAPOR
• Tidak dapat berdiri sendiri DOKTER

• Jalan diseret
• Tidak dapat bangun dari tidur
Video

video

11
Kelumpuhan susunan saraf tepi

• Dari cornu
anterior medula
spinalis sampai
otot / jari

7/15/2017 12
Kelumpuhan
• Susunan Saraf Pusat • Susunan Saraf Tepi
– Lemas – Kaku (Layuh)
– Refleks fisiologi – Lemas/ flaksid
meningkat – Refleks fisiologis
– Refleks patologis positif menurun atau hilang
– Tidak ada pengecilan otot – Refleks patologis
kecuali sudah negatif
berlangsung lama – Pengecilan otot
– Keadaan awal sering
layuh
1. Sindrom Guillain DIAGNOSIS PENYAKIT
Barre (SGB) DENGAN GEJALA AFP
2. Myelitis transversa (Pokja Ahli Nas)
3. Poliomyelitis
4. Polyneuropathy 13.Periodic Paralysis hipokalemi
5. Myelopathy 14.Spinal Muscular Atrophy
6. Dermatomyositis 15.Efek samping sitostatika (mis:
7. Hipokalemi vincristin)
8. Erb’s paralysis 16.Ensepalitis atau Ensefalopati
9. Foot drop paralysis 17.Meningitis
10.Stroke pada anak 18.Miastenia gravis umum
11.Todd’s paralysis 19.Metabolic myopathies
12.Duchene Muscular 20.Herediter Motor and Sensory
Dystrophy Neoropathy (HMSN)
INGAT:
Gejala AFP dapat ditemukan juga pada penyakit selain tersebut di atas.
Bila diagnosis pasti belum dapat ditegakkan dapat dituliskan suspek dan DD-
nya
Bayi lumpuh layuh
• Terlentang di
tempat tidur
– Posisi seperti katak
– Gerakan sedikit
– Lutut menyentuh
tempat tidur
• Video
• Video
7/15/2017 15
16

CONTOH PENYAKIT
AFP

7/15/2017
Mielitis transversa
• Seorang anak laki- laki tiba-tiba
tidak bisa berjalan.
• Kelemahan pada tungkai kanan
dan kiri
• Keluhan sudah 2 hari
• 5 hari yang lalu anak demam,
batuk, pilek.
• Sampai hari ini anak masih
demam
• Anak ada gangguan kencing dan
BAB

17
Mielitis transversa
• Infeksi virus ke medula spinalis
• Demam, batuk pilek, lumpuh
lemas simetris mendadak
• Gangguan miksi dan defekasi
• Refleks fisiologis
menurun/meningkat
• Pungsi lumbal: pleositosis
• Pengobatan: prednison 1-2 mg/kg,
Imuno Glob(IG)
• Follow up:layuh - lumpuh spastis

18
Sindrom Guillain Barre
• Seorang anak laki- laki tiba-tiba
tidak bisa berjalan.
• Kelemahan pada tungkai kanan
dan kiri. Disertai nyeri
• Kelemahan mulai dari bawah
merambat ke atas
• Keluhan sudah 2 hari
• 7 hari yang lalu anak demam, • video
batuk, pilek.
• Hari ini anak tidak demam
• Anak ada gangguan kencing dan
BAB

19
Sindrom Guillain Barre
• Demam, adanya gangguan motorik dan sensorik
• Kelumpuhan simetris, ascending symmetric proximal dari
kaki ke atas, sampai lengan atas
• Sering menyebabkan kelumpuhan otot pernapasan
• Sering disertai gangguan miksi dan defekasi
• Pungsi lumbal: peningkatan protein tapi sel normal
(disosiasi sitoalbuminik)
• EMG: KHS terganggu, EMG jarum
• Pengobatan: IG 0,4 g/kgbb/hari selama 5 hari
• Follow up: bila bertahan, kelumpuhan tetap layuh
• Lumpuh 2 bulan CIDP : obat prednison atau siklofosfamid
1-2 mg/kg

20
Kelumpuhan Erb’s
• Bayi gerak tangan
sebelah aktif tetapi • video
sebelahnya tidak
bergerak sama sekali
• Gerak kaki kedua-
duanya aktif

21
Kelumpuhan Erb’s
• Mengenai lengan
• Pada bayi baru lahir
dengan berat lahir
> 4000 gram
• Disebabkan trauma
persalinan: tarikan pada
daerah pleksus
Brakhialis
• Pengobatan: rehabilitasi
– fisioterapi
• Follow up: tetap layuh
22
Miositis akut
• Soerang anak
sakit demam,
batuk dan pilek 2
hari
• Tiba-tiba kaki
terasa sangat
nyeri
• Anak tidak bisa
berjalan karena
nyerinya
23
Miositis akut

• Demam (-)/(+), nyeri di otot tungkai yang sakit


• Kadang ada dermatitis eritematous, gangguan
gastrointestinal, kelemahan otot
• Polimiosistis atau dermatomiositis ditandai:
kelemahan otot tungkai, peningkatan enzim
kreatinin kinase
• EMG-miopati, dan biopsi otot – peradangan otot
• Pengobatan: prednison 1 – 2 mg/kg
• Follow up: sembuh sempurna
24
Periodik Hipokalemi Paralisis

• Seorang anak tiba2


lumpuh, ndak bisa
jalan,
• Sering dirawat
dengan keluhan
yang sama
• Setiap kambuh, 1
minggu kemudian
sembuh

7/15/2017 25
Hipokalemi

• Seorang anak tiba2


lumpuh, ndak bisa
jalan,
• Sebelum sakit, anak
sehat, gerak normal,
bisa jalan
• Sebelumnya anak
muntah muntah dan
diare

7/15/2017 26
Hipokalemi
• Dijumpai pada anak yang mengalami diare
atau muntah-muntah
• Bayi lemas ke dua tungkai setelah diare,
muntah2, laboratorium - hipokalemi
• Dapat berulang dan bersifat familial, paralisis
periodik hipokalemi pada Renal Tubular
Acidosis
• Diagnosis: hipokalemi (< 2mg/dl), EMG
normal
• Pengobatan: kalium oral, dapat disertai
pemberian Natrium bikarbonat
• Follow up: lumpuh hilang timbul
7/15/2017 27
Stroke pada anak
• Anak tiba-tiba lumpuh lengan dan tungkai
sisi yang sama (hemiparesis)
• Demam tidak ada
• Lumpuh layuh dengan refleks negatif
• CT scan/MRI kepala: daerah hipodens
(iskemik) atau hiperdens (perdarahan)
• Etiologi: iskemik – defisiensi protein C atau S
• Terapi: aspirin hingga INR > 1, fisioterapi
• Follow up: tetap lumpuh layuh

7/15/2017 28
Meningitis, ensefalitis
• Pasien demam, kejang kemudian tidak
sadar atau tetap sadar
• Ada kelumpuhan lengan dan tungkai 1 sisi
atau 4 ekstremitas
• Diagnosis: cairan serebrospinalis sel
meninggkat, protein naik, glukosa turun
• Awal lumpuh layuh – fase shock pada
follow up menjadi lumpuh spastis
• LAPORKAN
7/15/2017 29
video

30
Poliomielitis

• Video
• Virus polio menyerang
cornu anterior medula
spinalis atau medula
oblongata
• Penularan melalui orofecal
• Masa inkubasi 5 – 35 hari

31
Poliomielitis……(2)
• Manifestasi klinis
– Abortive (5%): panas, lemas, anoreksia, sakit kepala
– Non paralytic (1%): kekakuan leher, refleks menurun
– Paralytic (0,1%): kelumpuhan asimetris, dapat
mengenai saraf otak, otak dan refleks menghilang
• Cairan serebrospinal:
– Normal atau sel 20 – 300 /mm3
• Diagnosis pasti – Virus di tinja (+)
• Tatalaksana : simtomatik dan fisioterapi
• video
7/15/2017 32
Poliomielitis………(3)
• Pemulangan pasien:
dirawat 2 minggu klinis sedikit
membaik - tinja mengandung
virus polio selama 3 bulan –
di berikan klorin

• Gejala sisa - lumpuh layuh,


biasanya tungkai satu sisi
mengecil, dapat terjadi
kontraktur
7/15/2017 33
Diagnosis lain

• Spinal Muskular Atrofi


• Leukemia – efek samping vincristin
• Cikungunya
• HIV
• dll

34
Kasus AFP di RSUP DR. Sardjito 2015
2015
Umur 3 bulan – 12 tahun
Jenis kelamin
- Laki-laki 6
- Perempuan 8
Diagnosis
- GBS 5
- Myelitis Transversa 4
-ALL (neuropathy) 1
- Periodic Paralysis of Hypokalemia 1
-Polineuropati tipe aksonal 1
-Stroke 1
- Severe Aksumpati perifa 1
Status imunisasi Rata-rata 4 kali
Spesimen
Adekuat 10
Tidak adekuat 3
Tidak diambil 1
35
CAMPAK

36
37
38
39
40
41
42
43
44
VARISELA

45
HFMD

46
EXANTHEMA SUBITUM

47
CHIKUNGUNYA

48
DEMAM SKARLATINA

Streptococcus grup A Deman,


nyeri telan, lnn membesar , hari 3
rash
49
CRS
RUBELLA

50
RUBELLA
• AKUISITAL
• KONGENITAL

51
RUBELLA,IBU HAMIL DAN CRS
Risks of rubella infection during pregnancy
Preconception minimal risk

0-12 weeks 100% risk of fetus being congenitally


infected :major congenital abnormalities.
Spontaneous abortion occurs in 20% of
cases.

13-16 weeks deafness and retinopathy 15%

after 16 weeks normal development, slight risk


of deafness and retinopathy
MANIFESTASI KLINIS
Definisi kasus (WHO)
• Bayi umur 0-11 bulan yang memenuhi kriteria sebagai berikut :
Kasus CRS Suspected Kasus CRS Clinically Infeksi Rubella Kongenital
confirmed (CRI)
 Kelainan jantung dan atau Minimal 2 komplikasi pada Bayi tanpa gejala ( jika ibu
 Gangguan pendengaran (a) ATAU satu di (a) dan satu terdiagnisis suspected atau
dan atau di (b) confirmed rubella selama
 Kelainan mata: hamil) atau dengan infeksi
 white pupil (cataract) (a)Cataract(s), congenital rubella tetapi dengan
 Penurunan visus glaucoma, penyakit jantung positive IgM specific untuk
 Gangguan pendular kongenital , penurunan rubella
movement pendengaran,
CRS Pasti
(nystagmus) retinopati pigmentari
 juling (strabismus) Bayi dengan CRS klinis dan
 smaller eye ball (b)Purpura, splenomegali, pemeriksaan serologi
(microphthalmus), mikrosefali, mental laboratorium menunjukkan
atau larger eye ball retardation, hasil positif rubella
(congenital meningocephalitis,
glaucoma) radiolucent bone disease, Bukan CRS
 Riwayat ibu hamil dengan ikterik dalam 24 jam setelah Suspek CRS yang tidak
Rubela suspected atau lahir memenuhi kriteria CRS klinis
confirmed dan tidak memenuhi kriteria
pasti CRS
CRS

• PERIKSA YG BISA DILAKUKAN DI RS


• RUJUK KE RS DR SARDJITO

57
JAPANESE ENCEPHALITIS

58
JE
Adalah penyakit infeksi virus akut yang
menyerang susunan saraf pusat
disebabkan oleh virus JE, berasal dari
hewan ditularkan melalui nyamuk

59
60
Definisi kasus AES :
• Keadaan seseorang pada semua golongan umur
yang secara mendadak menunjukkan gejala:
– Demam dan/ atau riwayat demam disertai
– Perubahan status mental, termasuk
• confusion (bingung),
• disorientasi,
• koma, atau
• kesulitan bicara, dan/atau
• adanya kejang (tidak termasuk kejang demam sederhana)
disertai gejala awal meningkatnya iritabilitas, somnolen
(mengantuk), atau
• tingkah laku abnormal yang lebih menonjol dibandingkan
dengan penyakit demam lainnya.
Kegiatan Pelaksanaan Surveilans JE
• Dalam pelaksanaan surveilans Japanese Encephalitis
(JE), dilakukan identifikasi terhadap kasus Acute
Encephalitis Syndrome (AES).
• Rumah Sakit dalam pelaksanaan surveilans JE ini
apabila menemukan AES melakukan pengambilan
spesimen berupa serum dan melaporkan ke Dinas
Kesehatan dalam waktu <24 jam (contact person
DSO).
• Dinas Kesehatan melaksanakan pengiriman sampel
ke UPTD BLK Provinsi.
• Pencatatan dan pelaporan surveilans kasus AES
menggunakan formulir laporan penderita AES/JE.
ACUTE ENCEPHALITIS SYNDROME

• PERIKSA YG BISA DILAKUKAN DI RS


• RUJUK KE RS DR SARDJITO

63
DIPHTERIA

64
• Penyebab: corynebacterium diphteriae
• Kuman berasal dari membran mukosa
hidung dan nasofaring,kulit dan lesi lain
dari orang yang terinfeksi.
• kuman ini sering menyerang infeksi
saluran pernapasan bagian atas.

65
66
67
DIPHTERIA

68
2-5 hari dari eksposure

69
Gejala akibat exotoxin setelah 4-7 minggu
terinfeksi dengan kuman difteri.
• Pada jantung
miokarditis sampaidecompesatio cordis
kiri
• Pada saraf kranial
lumpuhnya ototpalatum dan pernapasan
• Pada ginjal
albuminuria
70
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan
untuk menegakkan diagnosis :

• Laboratorik : Sediaan langsung -Gram-


Neisnerr - biru metilen
• Sediaan langsung diambil dari
pseudomebran dan usap tenggorok

71
Kriteria laboratorium
• Isolasi C. diphtheriae dari kultur Gram atau kultur tenggorokan dari
spesimen klinis,
• Diagnosis histopatologis difteri oleh pewarnaan Albert
Kriteria klinis
• Penyakit saluran pernapasan bagian atas dengan sakit tenggorokan
• Demam tingkat rendah (di atas 39 ° C (102 ° F) jarang terjadi)
• Pseudomembrane pandai, padat, pucat yang menutupi aspek
posterior faring: Pada kasus yang parah, ini bisa berlanjut hingga
menutupi keseluruhan pohon trakeobronkial.
Klasifikasi kasus
• Probable: kasus yang kompatibel secara klinis yang tidak
dikonfirmasikan secara laboratorium dan tidak terkait secara
epidemiologis dengan kasus yang dikonfirmasi oleh laboratorium
• Confirmed: kasus yang kompatibel secara klinis yang dikonfirmasi
laboratorium atau secara epidemiologis dikaitkan dengan kasus
yang dikonfirmasikan laboratorium

Pengobatan empiris pada umumnya harus dimulai pada pasien yang


menduga difteria 72
73
PENATALAKSANAAN.

• Pemberian antitoksin, dengan dosis20.000-


40.000 Unit, secara I.V

• Pemberian Antibiotik, ada 2 pilihan obat yaitu


1. Penicillin G procain dimana dosis untuk
anak-anak adalah 12.500-25.000U/kgBB,
diberikan secara I.M.
2. Eritomisin, dimana dosis untuk anak-anak
adalah 40-50mg/kgBB
74
Pencegahan
1. Memberikan kekebalan pada anak-anak
dengan cara : Imunisasi DTaP untuk anak
bayi. Imunisasi diberikan sebanyak 4 kali yaitu
pada saat usia 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan dan
18 bulan. Imunisasi DT untuk anak usia
sekolah dasar
2. Hindari kontak dengan penderita langsung
difteri.
3. Jaga kebersihan diri.
4. Menjaga stamina tubuh dengan makan
makanan yang bergizi dan berolahraga
6. Bila mempunyai keluhan sakit saat menelan
segera memeriksakan ke Unit kesehatan
terdekat 75
PERTUSIS

76
Pendahuluan

Penyakit infeksi pernafasan akut yang menyerang


anak
=batuk rejan, wooping cough, tussin quinta,
violent cough, batuk 100 hr

Ditemukan sejak 1578, kumannya diketahui baru


th 1908 oleh Bordet & Gengou

77
Etiologi
• Penyebab: Bordetella pertusis (Haemophilus
pertussis).

• Termasuk klp kokobasilus Gram negatif, tidak


bergerak, tidak berspora

78
Penularan
Penularan mll droplet saat batuk, bersin, dan
berbicara
Sebagian besar bayi tertular dari saudaranya
dan kadang-kadang oleh orangtuanya
Masa inkubasi 6-20 hr, rata-rata 7 hari
Manusia merupakan satu-satunya pejamu
bakteri ini
Rata-rata serangan mencapai 80-100% pada
kelompok rentan
79
Gejala & tanda
• Pertusis: toxin-mediated disease, toksin
melekat & melumpuhkan bulu getar saluran
npas (silia), sehingga

• Batuk terus-menerus yang diakhiri dengan


whoop yang berlangsung s/d 1-10 minggu

• Perjalanan penyakit terbagi dlam 3 fase:


kataralis, spasmodik, dan fase
penyembuhan/konvancelled
80
• Fase kataralis (1-2 mgg),
batuk mulanya pada malam hari, pilek, anoreksia

• Fase spasmodik (2-4 mgg),


batuk makin kuat & terus-menerus, gelisah, muka
merah,diakhiri bunyi whoop. Anak dpt terkencing-
kencing bahkan sampai mata merah/mimisan.
Tertawa/menangis dpt memicu batuk

• Fase penyembuhan/konvalesens (1-2 mgg),


ditandai dg berhentinya bunyi whoop&muntah.
Batuk biasanya masih & hilang dalam 2-3 mgg
81
Pengobatan

• Pengobatan untuk menghentikan gejala:


Antibiotik : eritromisin atau penisilin
Suportif : pengencer batuk, oksigen bila perlu
Simtomatik lainnya

82
Pencegahan

1. Pemberian imunisasi DPT pd bayi, dan DT pada anak


SD
2. Bayi 0-1 th vaksin DPT 3 kali, mulai umur 2 mgg dan
selang min 1 bl
3. Diulang umur 6-7 th mll BIAS

Penundaan imunisasi sebaiknya tidak menunggu sampai


anak berusia lebih dari satu tahun

83
Kesimpulan
Mari kita selalu melaporkan kasus AFP
• Anak lumpuh layuh dalam 2 minggu
• Bukan karena trauma
• Diagnosis belum tepat, tidak masalah
• Bila ragu: LAPORKAN

Mari kita selalu melaporkan kasus CAMPAK


Anak demam dg ruam, batuk, mata merah
Bila ragu: LAPORKAN

Anak dg kelainan kongenital umur kurang dari 1


tahun rujuk dan laporkan
Anak dengan acute encephalitis sindrome rujuk
dan laporkan 84
Kesimpulan
ANAK dengan kelainan kongenital mata, telinga,
jantung  laporkan CRS
• Anak dengan demam, rash,  Rubella
• Bila ragu: LAPORKAN

Anak dengan demam batuk , sesak, leher


bengkak, membran putih  Diptheria
Bila ragu: LAPORKAN

Anak dg batuk lama tidak sembu dengan batuk


“whooping cough” Pertusis, laporkan
85
Penemuan dan talaksana kasus PD3I
tergantung kepedulian
kita semua

86

Anda mungkin juga menyukai