Anda di halaman 1dari 6

http://arifsermas.blogspot.co.id/2015/10/askep-post-op-prostatektomi.html, 16.

01 5 jan
2018
Penatalaksanaan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian pada pasien BPH dilakukan dengan pendekatan proses keperawatan. Menurut
Doenges (2000) fokus pengkajian pasien dengan BPH adalah sebagai berikut :
a. Sirkulasi
Pada kasus BPH sering dijumpai adanya;. Penurunan tekanan darah; peningkatan nadi sering
dijumpai pada. kasus postoperasi BPH yang terjadi karena kekurangan volume cairan.
b. Integritas Ego
Pasien dengan kasus penyakit BPH seringkali terganggu integritas egonya karena
memikirkan bagaimana akan menghadapi pengobatan yang dapat dilihat dari tanda-tanda
seperti kegelisahan, kacau mental, perubahan perilaku.

c. Eliminasi
Pada kasus postoperasi BPH terjadi gangguan eliminasi yang terjadi karena tindakan
invasif serta prosedur pembedahan sehingga perlu adanya obervasi drainase kateter untuk
mengetahui adanya perdarahan dengan mengevaluasi warna urin. Evaluasi warna urin, contoh
: merah terang dengan bekuan darah, perdarahan dengan tidak ada bekuan, peningkatan
viskositas, warna keruh, gelap dengan bekuan. Selain terjadi gangguan eliminasi urin, juga
ada kemugkinan terjadinya konstipasi. Makanan dan cairan. Terganggunya sistem pemasukan
makan dan cairan yaitu karena efek penekanan/nyeri pada abomen (pada preoperasi), maupun
efek dari anastesi pada postoperasi BPH, sehingga terjadi gejala: anoreksia, mual, muntah,
penurunan berat badan, tindakan yang perlu dikaji adalah awasi masukan dan pengeluaran
baik cairan maupun nutrisinya.
d. Nyeri dan kenyamanan
Menurut hierarki Maslow, kebutuhan rasa nyaman adalah kebutuhan dasar yang utama.
Karena menghindari nyeri merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi. Pada pasien
postoperasi biasanya ditemukan adanya nyeri suprapubik, pinggul tajam dan kuat, nyeri
punggung bawah.
e. Keselamatan/ keamanan
Pada kasus operasi terutama pada kasus penyakit BPH faktor keselamatan tidak luput dari
pengkajian perawat karena hal ini sangat penting untuk menghindari segala jenis tuntutan
akibat kelalaian paramedik, tindakan yang perlu dilakukan adalah kaji adanya tanda-tanda
infeksi saluran perkemihan seperti adanya demam (pada preoperasi), sedang pada postoperasi
perlu adanya inspeksi balutan dan juga adanya tanda-tanda infeksi baik pada luka bedah
maupun pada saluran perkemihannya.

f. Seksualitas
Pada pasien BPH baik preoperasi maupun postoperasi terkadang mengalami masalah
tentang efek kondisi/terapi pada kemampuan seksualnya, takut inkontinensia/menetes selama
hubungan intim, penurunan kekuatan kontraksi saat ejakulasi, dan pembesaran atau nyeri
tekan pada prostat.
g. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium diperlukan pada pasien preoperasi maupun postoperasi BPH.
Pada preoperasi perlu dikaji, antara lain urin analisa, kultur urin, urologi, urin,
BUN/kreatinin, asam fosfat serum, (SDP) sel darah putih. Sedangkan pada postoperasinya
perlu dikaji kadar hemoglobin dan hematokrit karena imbas dari perdarahan. Dan kadar
leukosit untuk mengetahui ada tidaknya infeksi.
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul dari hasil pengkajian sebagai berikut:
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri (fisik, biologi, kimia, psikologis).
b. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi mekanikal, bekuan darah, oedema,
trauma prosedur bedah, hilang tonus kandung kemih sehubungan dengan distensi berlebihan
pra operasi atau dekompresi kontinue.
c. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan terpajan/mengingat, salah interpretasi, informasi, dan
mengenal sumber informasi.
d. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan penyimpangan yang mempengaruhi
jalan masuk, asupan atau absorpsi cairan.
e. Resiko infeksi berhubungan dengan faktor prosedur invasif.
f. Kurang perawatan diri : personal higyene berhubungan dengan keletihan pasca operasi dan
nyeri.
g. Resiko tinggi terhadap disfungsi seksual berhubungan dengan fungsi dari struktur tubuh.
h. Ketidakseimbanga nutrisi kurang kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
ketidakmampuan pemasukan atau mencerna makanan atau mengabsorbsi zat-zat gizi
berhubungan dengan faktor biologis, psikologis atau ekonomi.
3. Fokus intervensi
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri (fisik, biologi, kimia, psikologis).
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri berkurang bahkan
hilang, dengan kriteria hasil:
1) Pasien mengenal factor penyebab.
2) Dapat menggunakan tindakan pencegahan.
3) Pasien mengungkapkan perasaan nyaman berkurangnya nyeri.
4) Dapat menggunakan tindakan non analgetik.
5) Dapat menggunakan analgetik yang tepat.
Intervensi keperawatan:
1) Kaji secara menyeluruh tentang nyeri termasuk lokasi, durasi, frekuensi, intensitas, dan
factor penyebab.
2) Observasi isyarat non verbal dari ketidak nyamanan terutana jika tidak dapat berkomunikasi
secara efektif.
3) Berikan analgetik dengan cepat.
4) Berikan informasi tentang nyeri, seperti penyebab nyeri, berapa lama akan berakhir dan
antisipasi ketidak nyamanan dari prosedur.
5) Ajarkan teknik non farmakologi.
b. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi mekanikal, bekuan darah, oedema,
trauma prosedur bedah, hilang tonus kandung kemih sehubungan dengan distensi berlebihan
pra operasi atau dekompresi kontinue.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapakan tidak ada lagi perubahan
eliminasi urin, dengan kriteria hasil:
1) Pasien mempertahankan keseimbangan cairan; cairan sebanding dengan haluaran.
2) Pasien mengatakan peningkatan rasa nyaman.
3) Pasien menyatakan pemahaman tentang penanganan.
4) Komplikasi dapat dihindari atau diminimalkan.
Intervensi keperawatan:
1) Observasi pola berkemih pasien. Dokumentasikan warna dan karakteristik urine, asupan dan
haluaran, dan berat badan pasien setiap hari.
2) Berikan perawatan yang tepat untuk kondisi perkemihan pasien; pantau kemajuannya.
3) Observasi kebiasaan defekasi pasien.
4) Jelaskan alasan terapi dan efek yang diharapkan untuk meningkatkan pemahaman pasien dan
membangun rasa percaya kepada pemberi asuhan.
5) Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan dan keluhan tentang masalah perkemihan.
c. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan terpajan/mengingat, salah interpretasi, informasi, dan
mengenal sumber informasi.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kurang pengetahuan tidak
terjadi, dengan kriteria hasil:
1) Pasien mengkomunikasikan semua keperluan yang diketahui.
2) Pasien menyatakan atau mendemonstrasikan pemahaman tentang apa yang telah diajarkan.
3) Pasien mendemonstrasikan kemampuan untuk melakukan perilaku baru berhubungan dengan
kesehatan sesuai yang diajarkan.
4) Pasien menyatakan maksud untuk melakukan perubahan yang diperlukan dari profesional
kesehatan bila diperlukan.
Intervensi keperawatan:
1) Tumbuhkan sikap saling percaya dan perhatian untuk meningkatkan pembelajaran.
2) Negosiasi dengan pasien tentang usaha mengembangkan tujuan pembelajaran.
3) Pilih strategi pembelajaran (diskusi, demonstrasi, bermain peran, materi visual) yang tepat
untuk gaya pembelajaran secara individual untuk meningkatkan keefektifan pengajaran.
4) Ajarkan keterampilan yang pasien harus masukkan ke dalam gaya hidup sehari-hari.
5) Masukkan keterampilan yang dipelajari pasien ke dalam rutinitas sehari-hari selama
hospitalisasi.
6) Berikan nama dan nomor telepon sumber-sumber orang atau organisasi kepada pasien untuk
menunjang kontinuitas perawatan dan tindak lanjut setelah pemulangan.
d. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan pasca operasi.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kebutuhan cairan dan
elektrolit terpenuhi, dengan kriteria hasil:
1) Mempertahankan urin output sesuai dengan usia
2) Tekanan darah, nadi, suhu, tubuh dalam batas normal.
3) Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik.
4) Membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan.
Intervensi keperawatan:
1) Pertahankan catatan intake dan output yang akurat.
2) Monitor status hidrasi (kelembaban membrane mukosa, nadi adekuat).
3) Monitor vital sign.
4) Monitor cairan atau makanan dan hitung intake kalori harian.
5) Kolaborasikan pemberian cairan IV.
6) Masukan oral.
e. Resiko infeksi berhubungan dengan peningkatan paparan lingkungan (adanya media masuk)
terhadap pathogen.
Tujuan: setelah dilakuakn tindakan keperawatan diharapakan tidak muncul tanda-tanda
infeksi, dengan kriteria hasil :
1) Mengukur tanda dan gejala yang mengindikasikan infeksi tidak ada.
2) Pasien dan keluarga berpartisipasi dalam perawtan kesehatan.
3) Mampu mengidentifikasi potensial resiko.
Intervensi keperawatan :
1) Deskripsikan proses penyakit dengan tepat.
2) Sediakan informasi tentang kondisi pasien.
3) Diskusikan perawatan yang akan dilakukan.
4) Gambarkan tanda dan gejala penyakit.
5) Instruksikan pasien untuk melaporkan kepada perawat untuk melaporkan tentang tanda dan
gejala yang diharapkan.
f. Kurang perawatan diri : personal higyene berhubungan dengan keletihan pasca operasi dan
nyeri.
Tujuan: Setelah dilakukan tidakan keperawatan diharapkan klien dapat melakukan
perawatan diri, dengan kriteria hasil:
1) Dapat makan secara mandiri.
2) Dapat berpakaian secara mandiri.
3) Dapat toileting secara mandiri.
4) Tubuh terawat.
5) Kebersihan diri bagus.
6) Oral hygiene mandiri.
Intervensi keperawatan:
1) Pantau kemampuan klien untuk melakukan perawatan diri secara mandiri.
2) Pantau kebutuhan klien untuk penyesuaian penggunaan alat untuk personal hygiene,
toileting, dan makan.
3) Sediakan barang-barang yang diper;ukan klien, seperti deodoran, sabun mandi, sikat gigi dll.
4) Kolaborasi dengan keluarga untuk menyediakan bantuan hingga klien dapat melakukan
perawatan pribadi secara penuh.
5) Dorong klien untuk melakukan aktivitas kehidupan sehari-harinya sesuai tingkat
kemampuan.
6) Pertimbangkan umur klien ketika memperkenalkan aktivitas perawatan diri.
g. Resiko tinggi terhadap disfungsi seksual berhubungan dengan fungsi dari struktur tubuh.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan disfungsi seksual tidak
terjadi, dengan kriteria hasil:
1) Pasien mengakui adanya masalah atau kemungkinan masalah dalam fungsi seksual.
2) Pasien menyatakan perasaan mengenai perubahan seksual.
3) Pasien mengungkapkan pemahaman mengenai penyebab disfungsi seksual.
4) Pasien mengungkapkan keinginan untuk mendapatkan konseling.
5) Pasien menghidupkan kembali aktivitas seksual seperti sebelum sakit.
Intervensi keperawatan:
1) Sediakan lingkungan yang tidak mengancam, dan dorong pasien untuk bertanya tentang
kesulitan pribadi.
2) Berikan kesempatan pasien untuk menungkapkan perasaan secara terbuka dalam lingkungan
yang tidak mengancam.
3) Berikan jawaban untuk pertanyaan khusus.
4) Berikan waktu untuk privasi untuk menunjukkan respek kepada pasien, memberikan waktu
untuk introspeksi dan memberi pasien kontrol waktu untuk berinteraksi dengan orang lain.
5) Anjurlan pasien untuk mendiskusikan keluhannya dengan suami/istri atau pasangan.
6) Sarankan rujukan ke konselor seksual atau profesi terkait lainnya dalam mendapatkan
panduan selanjutnya untuk memberikan sumber-sumber penunjang kelanjutan terapi bagi
pasien.
h. Ketidakseimbangan nutrisi kurang kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
ketidakmampuan pemasukan atau mencerna makanan atau mengabsorbsi zat-zat gizi
berhubungan dengan faktor biologis, psikologis atau ekonomi.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nutrisi seimbang tercukupi,
dengan kriteria hasil:
1) Pasien tidak lagi menunjukkan bukti penurunan berat badan.
2) Berat badan pasien bertambah minimal kg setiap minggu.
3) Pasien makan mandiri tanpa didorong.
4) Pasien dan anggota keluarga atau pasangan mengkomunikasikan pemahaman kebutuhan diit
khusus.
Intervensi keperawatan:
1) Beri kesempatan pasien mendiskusikan alasan untuk tidak makan untuk membantu mengkaji
penyebab gangguan makan.
2) Tentuka makanan kesukaan pasien dan usahakan untuk mendapatkan makanan tersebut.
3) Tawarkan makanan tinggi protein, tinggi kalori.
4) Sajikan makanan yang membutuhkan sedikit dikerat atau dikunyah untuk membantu
mencegah malingering pada saat makan.
5) Ciptakan lingkungan yang menyenangkan pada waktu makan untuk meningkatkan nafsu
makan pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Andre, Terrence & Eugene. 2011. Case Files Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta : Karisma Publishing
Group.

Baradero, dkk. 2007. Patologi Umum Dan Sistematik Edisi 2. Jakarata:EGC


Basler, Joseph. 2011. Bladder Stone. Medscape Reference. Error! Hyperlink
reference not valid. diakses tanggal 12 Juni 2015.

Brunner & suddart. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarat: EGC

Corwin, E. J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC

Doenges, M.E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman Untuk Perencanaan Dan
Pendokumentasian Perawatan PasienEdisi 3. Jakarta: EGC
Eur J. Anaesthesiol. 2008. The Prevalence of Post Operative Pain in a Sample
of 1490 Surgial in Patients. Pubmed.gov. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/ pubmed/18053314
diakses tanggal 12Juni 2015.

Haryono, Rudy. 2013. Keperawatan Medikal Bedah: Sistem perkemihan. Yogyakarta: Rapha
Publishing
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2008. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi
Konsep dan Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia.2009. Informasi Spesialite Obat (ISO)Indonesia. Jakarta: PT.
ISFI.

Jitowiyono S, W Kristiyanasi. 2012. Asuhan Keperawatan Post Operasi dengan


Pendekatan Nanda NIC, NOC. Yogyakarta: Nuha Medika.
Judha, Mohamad dkk.2012. Teori Pengukuran Nyeri dan Nyeri Persalinan.
Yogyakarta: Nuha Medika.

Mansjoer, arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta:EGC

McPhee &Ganong. 2011. Patologi Penyakit, Pengantar Menuju Kedokteran Klinis. Jakarta:EGC

NANDA, 2011.Diagnosis Kperawatan Patofisiologi dan Pathway. Jakarta: EGC

Nursalam & Fransisca. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta : Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai