STEP 6 Edit
STEP 6 Edit
A. Skenario
Kasus 1
LUMPUH SEBELAH
Gejala lumpuh :
- Stroke
- DM
- Penyakit Jantung
5
Kurang OR
Hipertensi
Prognosis - Usia
- FR
- Penatala
ksanaan
waktu
Faktor Patofisiologi Gangguan Serebro Vaskular Manifestasi klinis
resiko
Kebiasaan/pola hidup
Iskemik Hemoragi
c
gejala
Altherosklerosis
Kemungkinan lokasi
Klasifikasi iskemik dan
yang sedang lesi
hemoragic
Penatalaksanaan
4. Klasifikasi Stroke
7. Mekanisme farmakologi
8. Prognosis
8
H. STEP7 (Pembahasan)
Arteri Vertebralis
Arteri vertebralis, cabang dari bagian pertama a. subklavia berjalan ke
atas melalui foramen processus transverses vertebrae C1-6. Pembuluh ini masuk
ke tengkorak melalui foramen magnum dan berjalan ke atas, depan dan medial
medulla oblongata. Pada pinggir bawah pons arteri in bergabung dengan arteri
dari sisi lainnya membentuk a. basilaris. (Snell, 2006)
Arteri Basilaris
Arteri basilaris dibentuk dari gabungan kedua a. vertebralis, berjalan naik
dalam alur pada permukaan anterior pons. Pada pinggir atas pons bercabang dua
menjadi a. cerebri posterior. Cabangnya yaitu a. cerebri posterior. (Snell, 2006)
Sirkulasi Kolateral
Sirkulasi kolateral dapat dibentuk perlahan saat aliran normal ke sat
bagian otak berkurang. Sebagian besar kolateral adalah melalui sirkulus Willisi.
Efek kolateral ini adalah untuk menjamin terdistribusinya darah ke otak sehingga
iskemia dapat dihindari. Otak juga mempunyai sirkulasi kolateral lain seperti
karotis eksterna dan interna melalui oftalmika. (Price, 2005)
Sirkulus Willisi
Terletak di dalam fossa interpeduncularis pada dasar otak. Sirkulus
ini dibentuk oleh anastomosis antara kedua a. carotis interna dan a. vertebralis.
A. communicans anterior, a. cerebri anterior, a. carotis interna, a. communicans
posterior, a. cerebri posterior, dan a. basilaris ikut membentuk sirkulus Willisi
ini. (Snell, 2006)
Vena Serebral
Vena-vena otak tidak mempunyai jaringan otot di dalam dindingnya
yang sangat tipis dan tidak mempunyai katup. Vena tersebut keluar dari otak dan
bermuara ke dalam sinus venosus. Terdapat vena-vena serebri, serebelli, dan
batang otak. V. magna serebri dibentuk dari gabungan kedua v. interna serebri
dan bermuara ke dalam sinus rectus. (Snell, 2006)
Teori Neurogenik
Japardi menjelaskan bahwa terdapat berbagai saraf pada pembuluh darah
piamater, yang menjelaskan mengenai regulasi sentral. Kerusakan autoregulasi
yang masif, sebagaimana yang ditemui pada cedera sistem saraf pusat (SSP)
seperti pada trauma atau perdarahan subarachnoid, juga menunjukkan
mekanisme sentral. Hal ini lebih jauh didukung oleh data yang menunjukkan
bahwa beberapa neuropeptida juga berperan pada kondisi ini. Faktor lokal ini
menggantikan hal yang sebelumnya dikenal dengan respon miogenik pembuluh
serebral terhadap perubahan CBF. (Japardi, 2003)
Teori Metabolik dan Metabolisme Otak
Banyak studi yang menunjukkan peningkatan aliran darah ke area tertentu
dari otak sehubungan dengan peningkatan aktivitas dari area tersebut. Neuron
sangat tergantung pada oksigen dan glukosa. Jaringan neuronal hanya mampu
menggunakan energi dari metabolisme aerobik dari glukosa. Keton akan
dimetabolisme dalam bentuk terbatas pada kondisi kelaparan sedangkan lipid
tidak dapat digunakan. Simpanan glikogen dalam otak normal tidak ada,
sehingga jaringan saraf tergantung pada aliran kontinyu dari pembuluh darah
otak. Metabolisme anaerob menghasilkan peningkatan cepat jumlah laktat yang
menurunkan pH dan meningkatkan ketersediaan ion H+ lokal. Parameter yang
digunakan untuk menentukan aktivitas metabolik dinamakan cerebral metabolic
rate of oxygen (CMRO2), atau metabolisme lokal otak dari O2. Diasumsikan
bahwa penggunaan O2 merefleksikan metabolisme glukosa lokal dan hal ini
dikonfirmasi dengan penggunaan scanning positron emission tomography (PET).
Efek dari variasi kondisi metabolik yang normal dan yang berubah yang
mempengaruhi CMRO2 dan dapat diukur, dapat membantu memecahkan
masalah seputar peran dari mekanisme sentral dan umpan balik neurogenik
dalam mengontrol CBF, sehingga bermanfaat untuk panduan terapi di masa yang
akan datang. (Japardi, 2003)
13
massa dengan sebab apapun, baik hematoma, tumor ataupun swelling) maka
volumenya akan terlampaui sehingga menghasilkan respon fisiologis (refleks
Cushing). Mekanisme kompensasi awal meliputi penurunan jumlah darah dan
cairan serebrospinal. Penurunan jumlah darah melalui penurunan CBF akan
membantu menghambat hipertensi intrakranial. Hiperventilasi, dengan pCO2
yang menurun, akan bermanfaat. Sayangnya, saat SSP cepat menyesuaikan diri
terhadap perubahan ini, sukar untuk mengetahui berapa lama reaksi ini bertahan.
Bahkan tampaknya pembuluh darah serebral juga menyesuaikan diri dalam 24 -
36 jam. Hiperventilasi yang berkepanjangan memiliki efek yang buruk dengan
menyebabkan iskemia. Peneliti yang lain memperoleh data dari manipulasi pCO2
secara langsung terhadap perubahan MAP dimana CBF akan bervariasi secara
langsung dengan MAP pada area yang rusak dan tidak dipengaruhi oleh pCO2.
(Japardi, 2003)
Kalsium
Saat ini peran ion Ca++ pada metabolisme dan aliran darah otak sedang
diteliti secara intensif. Bukti-bukti yang mendukung mengenai peran aktif Ca++
dalam CBF mencakup peran Ca++ pada kontraksi otot dan peningkatan
penggunaan Ca++ channel blocker dalam pengelolaan hipertensi dan penyakit
arteri koroner. Lebih jauh lagi, influks dari Ca++ dianggap sebagai .. Konsentrasi
ion Ca++ ekstraseluler adalah sekitar 4-5 mEq/L dan konsentrasi Ca++ intraseluler
adalah 10-7 mEq/L. (Japardi, 2003)
caudatus, putamen, dan globus palidus). Impuls dari korteks motorik ini
disalurkan melalui dua jalur yang terdiri dari serabut-serabut traktus
kortikobulbar dan traktus kortikospinal. Traktus kortikobulbar berpengaruh
terhadap lower motor neuron (LMN) saraf-saraf kranial otak. Traktus
kortikospinal berpengaruh terhadap LMN saraf spinal. (Sidharta, 2010)
Serabut traktus kortikobulbar berjalan dari kapsula interna menuju otak
tengah (mesensefalon). Pada area ini traktus kortikobulbar mengalami
persilangan. Ada beberapa serabut yang menyilang dan sisanya berjalan
ipsilateral. Nukleus yang terlibat merupakan saraf-saraf otak yang mengatur
inervasi volunter otot wajah dan mulut yaitu N. V (trigeminal), N. VII (fasialis),
N. IX (glosofaringeus), N. X (vagus), N. XI (asesorius), dan N. XII (hipoglosus).
Ada sebagian kumpulan serabut yang kadang-kadang juga ikut dikelompokkan
ke dalam traktus ini, yaitu traktus kortikomesensefalik yang berasal dari
Broadmann 8 menuju nukleus motorik N. Ill (okulomotorius), N. IV
(trokhlearis), dan N.VI (abdusens). (Sidharta, 2010)
Serabut traktus kortikospinal berjalan dari kapsula interna menuju
mesensefalon lalu turun menuju pons dan kemudian muncul terlewati piramis
yang terletak di medula oblongata. Pada bagian bawah medula oblongata 80-85%
serabut traktus ini akan menyilang garis tengah (decusation piramidum) dan
melanjutkan diri menjadi traktus kortikospinalis lateralis, sedangkan sisanya akan
terus turun (tidak menyilang) sebagai traktus kortikospinal ventralis. Traktus
kortikospinalis lateralis nantinya akan terus menurun untuk masuk ke dalam
substansia grisea kornu anterior segmen vertebral yang bersangkutan dan
berakhir di sel-sel kornu anterior (Primary Motoneuron) dan selanjutnya akan
mempersarafi otot-otot rangka melalui medula spinalis. Traktus kortikospinalis
ventralis akan terus menurun dan baru menyilang melalui comisura ventralis di
masing-masing segmen yang bersangkutan untuk berakhir di kornu anterior
untuk kemudian mempersarafi otot-otot rangka. (Sidharta, 2010)
16
Susunan Ekstrapiramidal
Sistem ekstrapiramidal tersusun dari semua jaras motorik yang tidak
melalui piramis medula oblongata dan berkepentingan untuk mengatur sirkuit
umpan balik motorik pada medula spinalis, batang otak, serebelum, dan korteks
serebri. Selain itu, sistem ini juga mencakup serabut-serabut yang
17
serabut sensorik (aferen viseral) dan motorik otonom untuk struktur viseral.
(Sidharta, 2010)
Rami ventralis saraf spinal (kecuali T2-T12) menyusun beberapa
kompleks anyaman saraf yang disebut pleksus. Di sini serabut-serabut dari
berbagai saraf spinal yang berlainan disusun dan dikombinasikan satu sama lain.
Ada lima pleksus spinal yaitu: pleksus servikal, pleksus brakialis, pleksus
lumbal, pleksus sakral, dan pleksus koksigeal. Ramus ventralis T2 sampai T 12
tidak membentuk pleksus. Ramus ini dikenal dengan n. interkostalis yang
merupakan persarafan otot dan kulit daerah torakal dan dinding abdomen.
(Sidharta, 2010)
Traktus Spino-Talamikus
Badan sel neuron tingkat pertamanya berada di ganglion akar dorsalis dan
mempunyai serabut yang lebih tipis dibanding serabut lemniskus medialis.
Serabut-serabutnya memasuki medula spinalis di bagian lateral akar dorsal dan
terpecah menjadi cabang asenden dan desenden. Cabang asendennya akan ke atas
(1-2 segmen) pada kolumna posterolateral sebelum bersinaps dengan neuron
tingkat kedua yang terletak di kolumnya dorsalis. Selanjutnya, akson ini akan
menyilang garis tengah (komisura ventralis massa putih) dan terus ke atas di
dalam kolumna ventrolateral (massa putih) sebagai traktus spinotalamikus. Ada
beberapa serabut spinotalamikus yang mempunyai cabang kolateral ke beberapa
daerah nukleus tertentu seperti ke formasio retikularis. Traktus spinotalamikus
berakhir di nukleus ventroposterior lateralis talamus. Traktus ini merupakan
transmisi rasa panas, dingin, nyeri, gatal serta merupakan jalur alternatif untuk
rasa raba (kasar). (Shidarta, 2010)
22
Traktus Trigemino-Talamikus
Sekitar separuh dari serabut saraf trigeminus terbagi menjadi cabang yang
berakhir di nukleus utama n. V dan sebagian lagi berjalan ke bawah pada traktus
spinalis untuk berakhir di nukleus spinalis. Nukleus utama n. V terletak di lateral
pons. Nukleus ini merupakan neuron tingkat kedua yang berkaitan dengan
sensibilitas raba/taktil dan postural. Nukleus utama ini mempunyai cabang
serabut yang menyilang garis tengah lalu menuju ke atas dekat lemniskus
medialis. Sementara itu, nukleus traktus spinalis terdiri dari neuron tingkat kedua
23
yang berkaitan dengan sensasi nyeri dan suhu. Neuron-neuron tingkat kedua akan
menyilang ke traktus tektotalamikus yang berjalan ke atas dekat traktus
spinotalamikus dan berakhir di nukleus ventroposterior medialis talamus. Ada
sebagian kecil serabut sensorik trigeminus yang berakhir di traktus mesensefalik
dan diduga berkaitan dengan refleks propioseptif waktu mengunyah dan
pengaturan kekuatan gigitan. Jalur traktus trigeminotalamikus membawa infor-
masih dari distribusi saraf trigeminus. (Shidarta, 2010)
Manifestasi Stroke
Karena lesi vaskular regional di otak timbullah hemiparesis yang
kontralateral terhadap sisi lesi. Jika lesi vaskular menduduki daerah batang otak
sesisi, maka timbullah gambaran penyakit hemiparesis yang berarti
memperlihatkan ciri alternans yaitu pada tingkat lesi hemiparesis bersifat
ipsilateral, sedangkan distal dari lesi hemiparesis bersifat kontralateral. (Shidarta,
2010)
Lesi Vaskular Serebral
Akibat penurunan CBF regional suatau daerah otak terisolasi dari
jangkauan aliran darah yang mengangkut oksigen dan glukosa sangat diperlukan
untuk metabolisme oksidatif serebral. Daerah yang terisolasi itu tidak berfungsi
lagi dank arena itu timbullah manifestasi defisit neurologis yang biasanya berupa
hemiparalisis, hemipestesia, hemiparetesia yang bisa juga disertai defisit fungsi
luhur seperti afasia. (Sidharta, 2010)
Jika CBF regional tersumbat secara parsial, maka daerah yang
bersangkutan langsung menderita karenan kekurangan oksigen. Daerah tersebut
dinamakan daerah iskemik. Di wilayah ini didapati tekanan perfusi yang rendah,
PO2 turun dan CO2 dan asam laktat tertimbun. Autoregulasi dan kelola
vasomotor dalam daerah tersebut bekerjasama untuk menanggulangi keadaan
tersebut dengan mengadakan vasodilatasi maksimal. Pada umumnya hanya pada
perbatasan daerah iskemik saja bisa dihaslkan vasodilatasi kolateral, sehingga
daerah perbatasan tersebut dapat diselamatkan dari kematian. Tetapi pusat daerah
iskemik itu tidak dapat teratasi oleh mekansme autoregulasi dan kelola
vasomotor. Di situ akan berkembang proses degenerasi yang irreversible. Semua
pembuluh darah di bagian pusat daerah iskemik itu kehilangan tonus, sehingga
berada dalam vasoparalisis. Keadaan ini masih bisa diperbaiki, oleh karena sel-
sel otot polos pembuluh darah bisa bertahan dalam keadaan anoksik yang cukup
lama. Pembengkakan sel dengan pembengkakan serabut saraf dan selubung
mielinnya merupakan reaksi degeneratif dini. Kemudian disusul dengan
25
diapedesis eritrosit dan leukosit. Akhirnya sel-sel saraf akan musnah yang terakhr
adalah gambaran infark. (Sidharta, 2010)
Unsur yang masih bisa menyelamatkan daerah iskemik adalah pembuluh
darahnya. Observasi terhadap reaksi pembuluh darah serebral di daerah iskemik
menghasilkan 4 fenomena:
1) Distal dari oklusi terdapat daerah iskemik yang bisa menjadi infrak
2) Trombus dapat hancur dan serpihan-serpihannya dapat berlalu ke salah
satu cabang kecil. Aliran darah menjadi sehat kembali dan menuju secara
pasif ke tempat dengan vasoparalisis. Di situ akan didapati CBF yang
besar PO2 beserta PCO2 yang tinggi juga. Inilah yang dinamakan luxury
perfusion syndrome, suatu daerah yang terjadinya skemik, tetapi kemudian
setelah penyumbatan hilang mennjadi daerah yang mendapat jatah darah
yang berlebihan. Karena CBF daerah itu baik kembali, maka vasoparalisis
hilang dan pembuluh darah mendapat kembali autoregulasi dan reaksi
vasomotornya.
3) Jika trombus tidak mengalami lisis dan tetap menyumbat arteri, maka
daerah distal dari tempat yang tersumbat itu tdak menerima darah. Di
daerah tersebut terdapat vasoparalisis. Vasoparalisis ini bisa sangat
menguntungkan apabila aliran darah pulih kembali seperti sebagai luxury
perfusion syndrome yang terlukis di atas. Tetap jika penyumbatan tetap
ada maka tiap tindakan pemberian obat vasodilatans akan memperbesar
CBF daerah otak yang sehat, namun menyedot darah dari daerah iskemik
itu. Inilah keadaan yang dinamakan steal syndrome.
4) Apabila terdapat penyumbatan pada suatu arteri oleh trombus maka CBF
untuk daerah yang terletak dstel dari tempat penyumbatan itu berkurang.
Tetapi apabila vasokontriksi serebral diadakan dengan jalan hiperventilasi
misalnya, maka darah dari bagian otak yang sehat akan sterima secara
pasif oleh pembuluh darah di dalam daerah iskemik itu, oleh karena itu di
situ terdapat vasoparalisis yang berarti bahwa resistensi vaskularnya
26
4. Klasifikasi Stroke
Stroke dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria yaitu :
1. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya:
1.1. Stroke iskemik
a. Transient Ischemic Attack (TIA)
b. Trombosis serebri
c. Emboli serebri
1.2. Stroke hemoragik
a. Perdarahan intraserebral
b. Perdarahan subarakhnoid
27
Stroke Iskemik
Terapi umum:
Letakkan kepala pasien pada posisi 30, kepala dan dada pada satu
bidang; ubah posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila
hemodinamik sudah stabil.
Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-2 liter/menit sampai
didapatkan hasil analisis gas darah. Jika perlu, dilakukan intubasi. Demam
diatasi dengan kompres dan antipiretik, kemudian dicari penyebabnya; jika
kandung kemih penuh, dikosongkan (sebaiknya dengan kateter intermiten).
Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau koloid 1500-2000
mL dan elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan mengandung glukosa atau
salin isotonik. Pemberian nutrisi per oral hanya jika fungsi menelannya baik;
32
Terapi khusus:
Ditujukan untuk reperfusi dengan pemberian antiplatelet seperti
aspirin dan anti koagulan, atau yang dianjurkan dengan trombolitik rt-PA
(recombinant tissue Plasminogen Activator). Dapat juga diberi agen
neuroproteksi, yaitu sitikolin atau pirasetam (jika didapatkan afasia).
Stroke Hemoragik
Terapi umum
Pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU jika volume hematoma
>30 mL, perdarahan intraventrikuler dengan hidrosefalus, dan keadaan klinis
cenderung memburuk. Tekanan darah harus diturunkan sampai tekanan darah
premorbid atau 15-20% bila tekanan sistolik >180 mmHg, diastolik >120
mmHg, MAP >130 mmHg, dan volume hematoma bertambah. Bila terdapat
gagal jantung, tekanan darah harus segera diturunkan dengan labetalol iv 10
mg (pemberian dalam 2 menit) sampai 20 mg (pemberian dalam 10 menit)
maksimum 300 mg; enalapril iv 0,625-1.25 mg per 6 jam; kaptopril 3 kali
6,25-25 mg per oral. Jika didapatkan tanda tekanan intrakranial meningkat,
posisi kepala dinaikkan 30, posisi kepala dan dada di satu bidang, pemberian
manitol (lihat penanganan stroke iskemik), dan hiperventilasi (pCO2 20-35
mmHg). Penatalaksanaan umum sama dengan pada stroke iskemik, tukak
lambung diatasi dengan antagonis H2 parenteral, sukralfat, atau inhibitor
pompa proton; komplikasi saluran napas dicegah dengan fisioterapi dan
diobati dengan antibiotik spektrum luas.
Terapi khusus :
Neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifat vasodilator.
Tindakan bedah mempertimbangkan usia dan letak perdarahan yaitu pada
pasien yang kondisinya kian memburuk dengan perdarahan serebelum
34
STADIUM SUBAKUT
Tindakan medis dapat berupa terapi kognitif, tingkah laku, menelan,
terapi wicara, dan bladder training (termasuk terapi fisik). Mengingat perjalanan
penyakit yang panjang, dibutuhkan penatalaksanaan khusus intensif pasca stroke
di rumah sakit dengan tujuan kemandirian pasien, mengerti, memahami dan
melaksanakan program preventif primer dan sekunder.
Terapi fase subakut:
Melanjutkan terapi sesuai kondisi akut sebelumnya,
Penatalaksanaan komplikasi,
Restorasi/rehabilitasi (sesuai kebutuhan pasien), yaitu fisioterapi, terapi
wicara, terapi kognitif, dan terapi okupasi,
Prevensi sekunder
Edukasi keluarga dan Discharge Planning
B. Penatalaksanaan nonfarmakologi
Penatalaksanaan nonfarmakologi pada kasus stroke adalah rehabilitasi
medis atau fisioterapi pasca stroke yang bertujuan untuk mempercepat
terjadinya pemulihan dan membantu mengurangi kecacatan yang terjadi.
Fisioterapi ini tergantung pada tingkat kecacatan yang ditimbulkan akibat
stroke. (Bastian, 2011)
Kecacatan yang ditimbulkan tergantung pada bagian mana yang
mengalami kerusakan akibat stroke, dan seberapa luas kerusakan tersebut.
35
Pemberian stimulasi
Kerja sama dengan perawat
Latihan Lingkup Gerak Sendi
Mencegah kekakuan sendi
Mencegah trombosis
Stimulasi sensoris dengan tujuan stimulasi sensoris dapat
memfasilitasi pemulihan motorik”
Stimulasi Elektrik
Bila ada gerak aktif dari pasien
Mencegah subluksasi
Membantu meningkatkan fungsi
Dapat mengurangi bengkak
7. Mekanisme Farmakologis
1) Terapi trombolitik : tissue plasminogen activator (t-PA), Alteplase
Mekanisme: mengaktifkan plasmin dan melisiskan tromboemboli
Penggunaan t-PA sudah terbukti efektif jika digunakan dalam 3 jam setelah
serangan akut
Efek samping : tetapi harus digunakan hati-hati karena dapat menimbulkan
resiko perdarahan
2) Terapi antiplatelet : aspirin, clopidogrel, dipiridamol-aspirin , tiklopidin masih
merupakan maintenance dalam terapi stroke
Aspirin menghambat sintesis tromboksan (senyawa yang berperan dlm
proses pembekuan darah)
Dipiridamol, atau kombinasi Dipiridamol - Aspirin
Tiklopidin dan klopidogrel jika terapi aspirin gagal
3) Antihipertensi
Dibutuhkan karena hipertensi merupakan faktor resiko (50% pada stroke
iskemik dan 60% pada stroke hemoragik). Penggunaan antihipertensi harus
memperhatikan aliran darah otak dan aliran darah perifer menjaga fungsi
39
8. Prognosis
41
DAFTAR PUSTAKA
Guyton and Hall. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed. 11. EGC. Jakarta.
Japardi, Iskandar. 2003. Control Cerebral Blood Flow. Bagian Bedah FK USU,
Sumatra Utara