Anda di halaman 1dari 41

3

A. Skenario

Kasus 1

LUMPUH SEBELAH

Seorang laki-laki berusia 45 tahun ke IGD dengan keluhan lumpuh dan


kesemutan pada kaki dan tangan sebelah kanan serta bicara pelo. Pasien adalah
seorang pegawai Bank yang sering lembur dan hampir tidak memiliki waktu untuk
berolahraga. Pasien memiliki kebiasaan merokok sejak SMA dan riwayat hipertensi
sejak 5 tahun yang lalu. Pasien dibawa kerumah sakit setelah 4 jam mengalami
keluhan tersebut. Keluarga pasien menanyakan apakah pasien nanti bisa sembuh dan
berjalan lagi?

B. STEP 1 ( Klarifikasi Masalah )

 Lumpuh : - Kehilangan kendali atas sebagian anggota badan.


- Fisiologi motorik terganggu oleh suatu sebab sehingga otot
tidak dapat berkontraksi.
 Kesemutan : Gangguan sensorik.
 Bicara pelo : Ketidakmampuan seseorang untuk mengucapkan suatu huruf.
 Hipertensi : Naiknya tekanan darah diatas normal.

C. STEP 2 ( Rumusan Daftar Masalah )

1. Mengapa pasien tersebut mengalami kelumpuhan?


2. Penyebab lumpuh dan kesemutan pada kaki dan tangan sebelah kanan?
3. Mengapa pada pasien tersebut bicaranya pelo dan kesemutan?
4. Penyakit apa saja yang ditandai dengan : - Gejala kesemutan
- Kelumpuhan
5. Adakah hubungan antara keluhan pasien dengan kebiasaan pasien?
6. Mengapa lumpuh pada sebelah kanan?
4

7. Adakah hubungan waktu penanganan dengan prognosis?


8. Bagaimana penatalaksanaan pada kasus ini?
9. Bagaimana prognosis pada pasien kasus ini?
10. Bagaimana pemeriksaan pada kasus ini?

D. STEP 3 (Analisis Masalah )

1. Kerusakan pada UMN/LMN atau keduanya yang melalui traktus spinotalamukus


(sensoris) dan traktus kortikospinalis (motorik).
Lumpuh UMN (hemiparesis/hemiplegi/hemiparalisis).
Tergantung letak :- Hemilesi di korteks motorik primer.
- Hemilesi di kapsula interna.
- Hemiplegi alternans di batang otak.
- Tetra/quadriplegia
Lumpuh sebelah kanan : UMN
Kesemutan sebelah kanan : Terganggunya kordinasi SSP dan SS perifer.
2. - Adanya kerusakan di gyrus postcentralis bicara pelo
- Kerusakan area broca
- Aliran darah kurang lancar : kesemutan
3. Gejala kesemutan :
- DM
- Stroke
- Infeksi tulang belakang
- Penyakit jantung
- Rematic
- Spasmofilia (tetanus)

Gejala lumpuh :

- Stroke
- DM
- Penyakit Jantung
5

4. Merokok : - Zat yang merusak lapisan pembuluh darah.


- Vasokontriksi

Lembur : - Terganggunya metabolisme tubuh

- Asupan O2 ke otak kurang.

Kurang OR

5. Ada kekurangan pada hemisper kiri.


6. Waktu penanganan lama Asupan O2

Hipertensi

7. - A,B,C (airway, breathing, cardiovascular punction)


- D (Drug/medication)
- Electrolit
- Fluid state
- Glukosa level
- Hypertensior
- Intake
8. Baik, jika penanganan komplikasi tepat
9. Pemeriksaan Neurologi : - Koordinasi
- Sensorik
- Motorik
- Refleks

Auskultasi bruit (di A’carotis)


6

E. STEP 4 ( Sistematika Masalah )

Prognosis - Usia
- FR
- Penatala
ksanaan
waktu
Faktor Patofisiologi Gangguan Serebro Vaskular Manifestasi klinis

resiko

Kebiasaan/pola hidup

Iskemik Hemoragi
c

rokok Vaskularisasi Sirkulasi darah


peredaran di
di otak otak
Plak pada P.D

gejala
Altherosklerosis

Kemungkinan lokasi
Klasifikasi iskemik dan
yang sedang lesi
hemoragic

Algoritma gajah mada/SSS


Gangguan Fungsi

Penatalaksanaan

Jaras motorik Jaras sensorik


Farmakologi Non Farmakologi

Mekanisme Rehabilitasi medik


7

F. STEP 5 (Sasaran Belajar)

1. Vaskularisasi dan sirkulasi pada serebral serta regulasinya

2. Mekanisme jaras motorik dan sensorik

3. Patofisiologi gangguan serebrovaskular

4. Klasifikasi Stroke

5. Algoritma Gajah Mada dan SSS

6. Penatalaksanaan Farmakologi dan nonfarmakologi

7. Mekanisme farmakologi

8. Prognosis
8

G. STEP 6 (Belajar Mandiri)

H. STEP7 (Pembahasan)

1. Vaskularisasi dan Regulasi Serebral


Vaskularisasi serebral
Sistem serebrovaskular memberi otak aliran darah yang banyak
mengandung zat makanan yang penting bagi fungsi otak. Terhentinya aliran
darah serebrum atau cerebro blood flow (CBF) Selama beberapa detik saja akan
menimbulkan gejala disfungsi serebrum. Apabila berlangsung beberapa menit
maka akan menyebabkan kehilangan kesadaran dan iskemia serebrum. (Price,
2005)
Arteri Carotis Interna
Arteri carotis interna keluar dari sinus cavernosus pada sisi medial
processus clinoideus anterior dengan menembus duramater. Kemudian arteri ini
membelok ke belakang menuju sulcus cerebri lateralis. Di sini arteri ini
bercabang menjadi a. cerebri anterior dan a.cerebri media. Berikut ini cabang-
cabang dari a. carotis interna :
 A. opthalmica dipercabangkan sewaktu a. carotis interna keluar dari sinus
cavernosus . pembulus ini masuk orbita melalui canalis opticus di bawah
dan lateral dari n. optikus.
 A. communicans posterior adalah pembuluh kecil yang berjalan ke
belakang untuk bergabung dengan a. cerebri posterior.
 A. cerebri anterior berjalan ke depan dan medial, dan masuk ke dalam
fissure longitudinali cerebri. Arteri ini bergabung dengan arteri yang
sama dari sisi yang lain melalui a. comuncans anterior.
 A. cerebi media, adalah cabang terbesar dari a. carotis interna, berjalan ke
lateral dalam sulcus lateralis. Cabang kortical menyuplai seluruh
permukaan lateral hemisphere kecuali daerah yang disuplai oleh a. cerebri
anterior . cabang centralis masuk ke substansia grisea bagian dalam
hemisperium cerebri. (Snell, 2006)
9

Arteri Vertebralis
Arteri vertebralis, cabang dari bagian pertama a. subklavia berjalan ke
atas melalui foramen processus transverses vertebrae C1-6. Pembuluh ini masuk
ke tengkorak melalui foramen magnum dan berjalan ke atas, depan dan medial
medulla oblongata. Pada pinggir bawah pons arteri in bergabung dengan arteri
dari sisi lainnya membentuk a. basilaris. (Snell, 2006)
Arteri Basilaris
Arteri basilaris dibentuk dari gabungan kedua a. vertebralis, berjalan naik
dalam alur pada permukaan anterior pons. Pada pinggir atas pons bercabang dua
menjadi a. cerebri posterior. Cabangnya yaitu a. cerebri posterior. (Snell, 2006)

Gambar 1.1 vaskularisasi serebrum


(Snell, 2006)
10

Sirkulasi Kolateral
Sirkulasi kolateral dapat dibentuk perlahan saat aliran normal ke sat
bagian otak berkurang. Sebagian besar kolateral adalah melalui sirkulus Willisi.
Efek kolateral ini adalah untuk menjamin terdistribusinya darah ke otak sehingga
iskemia dapat dihindari. Otak juga mempunyai sirkulasi kolateral lain seperti
karotis eksterna dan interna melalui oftalmika. (Price, 2005)
Sirkulus Willisi
Terletak di dalam fossa interpeduncularis pada dasar otak. Sirkulus
ini dibentuk oleh anastomosis antara kedua a. carotis interna dan a. vertebralis.
A. communicans anterior, a. cerebri anterior, a. carotis interna, a. communicans
posterior, a. cerebri posterior, dan a. basilaris ikut membentuk sirkulus Willisi
ini. (Snell, 2006)

Gambar 1.2. Sirkulus Willisi


(Snell, 2006)
11

Vena Serebral
Vena-vena otak tidak mempunyai jaringan otot di dalam dindingnya
yang sangat tipis dan tidak mempunyai katup. Vena tersebut keluar dari otak dan
bermuara ke dalam sinus venosus. Terdapat vena-vena serebri, serebelli, dan
batang otak. V. magna serebri dibentuk dari gabungan kedua v. interna serebri
dan bermuara ke dalam sinus rectus. (Snell, 2006)

Regulasi dan Penyesuaian Aliran Darah Serebral


Dalam keadaan fisiologis jumlah darah yang mengalir ke otak (Cerebral
Blood Flow (CBF)) ialah 50-60 ml per 100 gram jaringan otak per menit. Pada
kondisi istirahat, dialirkan sekitar 750cc darah per menit (15-20% cardiac
output). Parameter penting dalam memperhitungkan aliran darah otak yang
dinamakan tekanan perfusi cerebral atau cerebral perfusion pressure (CPP), yang
idealnya menggambarkan perbedaan mean tekanan arterial atau mean artery
pressure (MAP) dikurangi tekanan intra kranial atau intra cranial pressure
(ICP). Diperkirakan bahwa pada CPP antara 50 dan 130 mmHg hanya terdapat
sedikit, bila ada, variasi dalam CBF total. Sirkulasi carotis (anterior) memperoleh
mayoritas aliran darah dalam kecepatan yang lebih tinggi (335 cc/menit melalui
setiap carotis) sedangkan sirkulasi posterior (vertebrobasiler), memperoleh 75
cc/menit. Lebih jauh lagi, juga terdapat perbedaan antara substansia grisea yang
merupakan jaringan dengan aliran cepat (64 cc/ 100 g/ menit) dengan substansia
alba yang merupakan jaringan dengan aliran pelan (15-20 cc/ 100 g/ menit).
Aliran darah juga terkait dengan aktivitas elektroserebral. (Japardi, 2003)
Karena mekanisme otak dalam meregulasi aliran darahnya masih tidak
jelas, maka terdapat beberapa teori yang diajukan.
Teori Miogenik
Teori ini menyatakan bahwa pembuluh darah dapat mengenali aliran dan
menyesuaikan diri terhadapya. Apabila tekanan dalam pembuluh darah
meningkat, maka pembuluh darah tersebut akan berkontraksi untuk
meningkatkan tahanannya sehingga mengurangi aliran darah.
12

Teori Neurogenik
Japardi menjelaskan bahwa terdapat berbagai saraf pada pembuluh darah
piamater, yang menjelaskan mengenai regulasi sentral. Kerusakan autoregulasi
yang masif, sebagaimana yang ditemui pada cedera sistem saraf pusat (SSP)
seperti pada trauma atau perdarahan subarachnoid, juga menunjukkan
mekanisme sentral. Hal ini lebih jauh didukung oleh data yang menunjukkan
bahwa beberapa neuropeptida juga berperan pada kondisi ini. Faktor lokal ini
menggantikan hal yang sebelumnya dikenal dengan respon miogenik pembuluh
serebral terhadap perubahan CBF. (Japardi, 2003)
Teori Metabolik dan Metabolisme Otak
Banyak studi yang menunjukkan peningkatan aliran darah ke area tertentu
dari otak sehubungan dengan peningkatan aktivitas dari area tersebut. Neuron
sangat tergantung pada oksigen dan glukosa. Jaringan neuronal hanya mampu
menggunakan energi dari metabolisme aerobik dari glukosa. Keton akan
dimetabolisme dalam bentuk terbatas pada kondisi kelaparan sedangkan lipid
tidak dapat digunakan. Simpanan glikogen dalam otak normal tidak ada,
sehingga jaringan saraf tergantung pada aliran kontinyu dari pembuluh darah
otak. Metabolisme anaerob menghasilkan peningkatan cepat jumlah laktat yang
menurunkan pH dan meningkatkan ketersediaan ion H+ lokal. Parameter yang
digunakan untuk menentukan aktivitas metabolik dinamakan cerebral metabolic
rate of oxygen (CMRO2), atau metabolisme lokal otak dari O2. Diasumsikan
bahwa penggunaan O2 merefleksikan metabolisme glukosa lokal dan hal ini
dikonfirmasi dengan penggunaan scanning positron emission tomography (PET).
Efek dari variasi kondisi metabolik yang normal dan yang berubah yang
mempengaruhi CMRO2 dan dapat diukur, dapat membantu memecahkan
masalah seputar peran dari mekanisme sentral dan umpan balik neurogenik
dalam mengontrol CBF, sehingga bermanfaat untuk panduan terapi di masa yang
akan datang. (Japardi, 2003)
13

Faktor Lokal yang Mempengaruhi Autoregulasi


Kondisi lokal lain tampaknya juga berperan dalam autoregulasi. Faktor
ini meliputi pO2, pCO2, konsentrasi H+ dan pH lokal serta suhu. Efek individual
dari faktor-faktor ini dapat diidentifikasi dengan segera, namun interaksi diantara
faktor-faktor tersebut masih tetap kompleks. (Japardi, 2003)
 Oksigen
Oksigen tidak akan mempengaruhi CBF hingga pO2 turun sampai
dibawah 50 mmHg dimana CBF akan meningkat dengan cepat. Ketika pO2
sebesar 30 mmHg, CBF menjadi dua kali lipatnya. Hal ini kemungkinan
bervariasi sesuai hematokrit. Peningkatan pO2 menginduksi sedikit penurunan
CBF, ketika subyek normal bernafas dengan oksigen 100% maka CBF berkurang
10 hingga 13%. Oksigen hiperbarik diberikan pada 2 atm akan menurunkan CBF
sebesar 22 % tanpa merubah konsumsi oksigen otak. Penurunan ini tetap terjadi
bahkan bila terjadi hiperkapnea. Terdapat sejumlah bukti bahwa pasien NS
mengalami perbaikan outcome jika pO2 dipertahankan sedikitnya 80 mmHg.
(Japardi, 2003)
 Karbondioksida
Konsentrasi ion H+ dan pCO2 mempengaruhi CBF. Telah diketahui
bahwa dengan konsentrasi pCO2 antara 20 – 60 mmHg, hubungan antara pCO2
dan CBF terlihat dengan peningkatan CBF 2 – 3 % setiap peningkatan pCO2
sebesar 1 mmHg. Penyebabnya masih belum jelas dan mungkin terkait dengan
perubahan pH sistemik dan atau tekanan darah sistemik. (Japardi, 2003)
 Hiperventilasi
Hiperventilasi adalah terapi yang penting pada pasien dengan
peningkatan tekanan intra kranial (TIK), terutama dengan sindroma herniasi akut.
Prinsip klinis doktrin Monroe-Kelly dimana dalam rongga intrakranial yang tetap
maka volume muatannya juga tetap. Volume ini, totalnya mencapai 1600 cc,
normalnya terdiri dari jaringan otak (84%), darah (4%) dan cairan sererospinal
(12%). Diamati oleh Cushing bahwa bila ditambahkan suatu komponen (lesi
14

massa dengan sebab apapun, baik hematoma, tumor ataupun swelling) maka
volumenya akan terlampaui sehingga menghasilkan respon fisiologis (refleks
Cushing). Mekanisme kompensasi awal meliputi penurunan jumlah darah dan
cairan serebrospinal. Penurunan jumlah darah melalui penurunan CBF akan
membantu menghambat hipertensi intrakranial. Hiperventilasi, dengan pCO2
yang menurun, akan bermanfaat. Sayangnya, saat SSP cepat menyesuaikan diri
terhadap perubahan ini, sukar untuk mengetahui berapa lama reaksi ini bertahan.
Bahkan tampaknya pembuluh darah serebral juga menyesuaikan diri dalam 24 -
36 jam. Hiperventilasi yang berkepanjangan memiliki efek yang buruk dengan
menyebabkan iskemia. Peneliti yang lain memperoleh data dari manipulasi pCO2
secara langsung terhadap perubahan MAP dimana CBF akan bervariasi secara
langsung dengan MAP pada area yang rusak dan tidak dipengaruhi oleh pCO2.
(Japardi, 2003)
 Kalsium
Saat ini peran ion Ca++ pada metabolisme dan aliran darah otak sedang
diteliti secara intensif. Bukti-bukti yang mendukung mengenai peran aktif Ca++
dalam CBF mencakup peran Ca++ pada kontraksi otot dan peningkatan
penggunaan Ca++ channel blocker dalam pengelolaan hipertensi dan penyakit
arteri koroner. Lebih jauh lagi, influks dari Ca++ dianggap sebagai .. Konsentrasi
ion Ca++ ekstraseluler adalah sekitar 4-5 mEq/L dan konsentrasi Ca++ intraseluler
adalah 10-7 mEq/L. (Japardi, 2003)

2. Sistem Motorik Sentral / Upper Motor Neuron (UMN)


Susunan Piramidalis
Sistem piramidalis merupakan kumpulan serabut saraf yang mengatur
gerakan volunter otot rangka (kontralateral). Serabut sistem piramidalis ini di-
mulai dari sel-sel Betz daerah korteks girus sentralis/area Broadmann 4, sel
fusiform korteks Broadmann 4, dan area Broadmann 6. Serabut-serabut ini
berjalan menurun secara konvergen melewati korona radiata dan berkumpul di
kapsula interna yang terletak di antara talamus dengan ganglia basalis (nucleus
15

caudatus, putamen, dan globus palidus). Impuls dari korteks motorik ini
disalurkan melalui dua jalur yang terdiri dari serabut-serabut traktus
kortikobulbar dan traktus kortikospinal. Traktus kortikobulbar berpengaruh
terhadap lower motor neuron (LMN) saraf-saraf kranial otak. Traktus
kortikospinal berpengaruh terhadap LMN saraf spinal. (Sidharta, 2010)
Serabut traktus kortikobulbar berjalan dari kapsula interna menuju otak
tengah (mesensefalon). Pada area ini traktus kortikobulbar mengalami
persilangan. Ada beberapa serabut yang menyilang dan sisanya berjalan
ipsilateral. Nukleus yang terlibat merupakan saraf-saraf otak yang mengatur
inervasi volunter otot wajah dan mulut yaitu N. V (trigeminal), N. VII (fasialis),
N. IX (glosofaringeus), N. X (vagus), N. XI (asesorius), dan N. XII (hipoglosus).
Ada sebagian kumpulan serabut yang kadang-kadang juga ikut dikelompokkan
ke dalam traktus ini, yaitu traktus kortikomesensefalik yang berasal dari
Broadmann 8 menuju nukleus motorik N. Ill (okulomotorius), N. IV
(trokhlearis), dan N.VI (abdusens). (Sidharta, 2010)
Serabut traktus kortikospinal berjalan dari kapsula interna menuju
mesensefalon lalu turun menuju pons dan kemudian muncul terlewati piramis
yang terletak di medula oblongata. Pada bagian bawah medula oblongata 80-85%
serabut traktus ini akan menyilang garis tengah (decusation piramidum) dan
melanjutkan diri menjadi traktus kortikospinalis lateralis, sedangkan sisanya akan
terus turun (tidak menyilang) sebagai traktus kortikospinal ventralis. Traktus
kortikospinalis lateralis nantinya akan terus menurun untuk masuk ke dalam
substansia grisea kornu anterior segmen vertebral yang bersangkutan dan
berakhir di sel-sel kornu anterior (Primary Motoneuron) dan selanjutnya akan
mempersarafi otot-otot rangka melalui medula spinalis. Traktus kortikospinalis
ventralis akan terus menurun dan baru menyilang melalui comisura ventralis di
masing-masing segmen yang bersangkutan untuk berakhir di kornu anterior
untuk kemudian mempersarafi otot-otot rangka. (Sidharta, 2010)
16

Gambar 1.3. Tractus Pyramidalis


(Guyton, 2008)

Susunan Ekstrapiramidal
Sistem ekstrapiramidal tersusun dari semua jaras motorik yang tidak
melalui piramis medula oblongata dan berkepentingan untuk mengatur sirkuit
umpan balik motorik pada medula spinalis, batang otak, serebelum, dan korteks
serebri. Selain itu, sistem ini juga mencakup serabut-serabut yang
17

menghubungkan korteks serebri dengan massa kelabu (seperti striatum, nukleus


ruber, dan substansia nigra), dengan formasio retikularis dan dengan nukleus
tegmental batang otak lainnya. Impuls-impuls saraf pada sistem ini
ditransmisikan melalui sel-sel saraf intercalated sebagai: tractus rubrospinal,
tractus retikulospinal, tractus tektospinal, dan tractus vestibulospinal.
Tractus rubrospinal berjalan melewati nukleus merah. Serebelum
mengirim pesan kepada saraf spinal melalui traktus ini. Informasi berjalan dari
pedunkulus superior serebelum menuju nukleus merah dan berakhir pada saraf
spinal. Informasi ini sangat penting untuk motorik (somatik), kontrol otot
skeletal, dan regulasi tonus otot untuk postural. (Sidharta, 2010)
Tractus reticulospinal berjalan dari nuklei retikular pons dan medula
oblongata menuju saraf spinal. Traktus ini terlibat dalam kontrol motorik
(somatik) dan berperan penting dalam mengontrol fungsi otonom (Sidharta,
2010).
Tractus tektospinal bersumber dari semua bagian batang otak, terutama
mesensefalon yang berjalan menuju saraf spinal. Traktus ini terlibat dalam
mengontrol otot-otot leher. (Sidharta, 2010)
Tractus vestibulospinal berjalan dari nukleus vestibular yang terletak di
pons bagian bawah dan medula oblongata menuju ke saraf spinal. Traktus ini
berkaitan dalam masalah keseimbangan. Sistem ekstrapiramidal merupakan
pembantu sistem kortikal gerakan motorik, meningkatkan fungsinya sampai ke
tingkat yang lebih tinggi di mana gerakan tersebut akan menjadi lebih halus dan
terarah. (Sidharta, 2010)
18

Gambar 1.4. Tractus Ekstrapyramidalis


(Sidharta, 2010)

Sistem Motorik Perifer / Lower Motor Neuron (LMN)


Sistem motorik perifer merupakan saraf-saraf yang menyalurkan impuls
motorik pada bagian perjalanan terakhir ke sel otot skeletal. Serabut-serabut
traktus piramidalis dan traktus ekstrapiramidalis beserta serabut-serabut
aferennya memasuki medula spinalis melalui kornu posterior untuk berakhir
langsung di badan sel atau dendrit sel motor neuron alfa dan gamma atau melalui
19

neuron internunsial, asosiasi, dan komisural aparat neuronal intrinsik medula


spinalis. (Sidharta, 2010)
Di dalam kornu anterior, neuron-neuron ini tersusun dalam kolom-kolom
sesuai dengan susunan somatotropik. Pada daerah servikal, neuron motor kornu
anterior kolom lateral akan menginervasi tangan dan lengan, sedangkan bagian
medialnya untuk otot leher dan toraks. Pada daerah lumbal, neuron yang
menginervasi kaki dan tungkai akan terletak pada kolom lateral. Akson-akson
dari kornu anterior medula spinalis akan keluar sebagai serabut radikular yang
pada tiap-tiap segmen sebagai radiks anterior atau radiks ventral. Tiap radiks
anterior akan bergabung dengan radiks posterior tepat di bagian distal ganglion
spinalis dan selanjutnya membentuk saraf spinalis perifer. (Sidharta, 2010)
Saraf Spinal Perifer
Saraf spinal ini dinamakan sesuai dengan tingkat tulang vertebra tempat
ia keluar. Hampir seluruh saraf spinal keluar melalui foramen intervertebra dan
didistribusikan ke segmen tubuh tertentu, di mana setiap segmen tubuh
mempunyai sepasang saraf spinal yang mengandung serabut aferen sensorik
(somatik) dan serabut eferen motorik (somatik), serta serabut aferen dan eferen
otonom (dari kornu lateral medula spinalis). (Sidharta, 2010)
Saraf perifer lebih kasar dan terdiri dari tiga lapisan jaringan penyangga.
Tiap saraf tersusun oleh serabut yang terbungkus oleh endoneurium. Kumpulan
dari serabut-serabut ini dinamakan fasikulus. Tiap fasikulus dibungkus oleh peri-
neurium. Kumpulan beberapa fasikulus dibungkus menjadi satu oleh jaringan
penyangga yang disebut epineurium. (Sidharta, 2010)
Saraf perifer yang keluar dari ganglion spinalis akan terbagi dalam
cabang-cabang yang disebut rami (ramus dorsalis, ventralis, meningeal, dan
communicans). Cabang ramus dorsalis merupakan inervasi kulit punggung, kulit
belakang kepala, jaringan dan otot intrinsik punggung. Cabang ramus ventralis
menginervasi kulit, jaringan, dan otot leher, dada, dinding abdomen, kedua
tungkai, dan pelvis. Cabang ramus meningeal menginervasi vertebra, meningen
spinal, dan pembuluh darah spinal. Cabang ramus komunikans tersusun oleh
20

serabut sensorik (aferen viseral) dan motorik otonom untuk struktur viseral.
(Sidharta, 2010)
Rami ventralis saraf spinal (kecuali T2-T12) menyusun beberapa
kompleks anyaman saraf yang disebut pleksus. Di sini serabut-serabut dari
berbagai saraf spinal yang berlainan disusun dan dikombinasikan satu sama lain.
Ada lima pleksus spinal yaitu: pleksus servikal, pleksus brakialis, pleksus
lumbal, pleksus sakral, dan pleksus koksigeal. Ramus ventralis T2 sampai T 12
tidak membentuk pleksus. Ramus ini dikenal dengan n. interkostalis yang
merupakan persarafan otot dan kulit daerah torakal dan dinding abdomen.
(Sidharta, 2010)

Sistem Sensorik (Somesthesia)


Somesthesia merupakan sensibilitas somatik sensorik yang mencakup
peristiwa penerimaan rasa raba, nyeri, temperatur, dan propioseptif oleh tubuh
(kecuali indra pengecap). Propiosepsi terdiri dari sensibilitas gerak dan regangan
kulit, otot, tendon, dan sendi. Stimulus perifer akan dihantarkan sebagai impuls
menuju korteks susunan saraf pusat melalui talamus. Jalur sensasi somatik ini
dapat dijelaskan menjadi tiga tahap perjalanan, yaitu: informasi dari reseptor
akan melewati beragam saraf perifer untuk memasuki akar dorsal medula
spinalis. Semua jaras sensorik somatik akan menyilang garis tengah dan berakhir
di korteks sensorik hemisfer kontralateral. Secara anatomis, ada tiga jalur
sensorik yang utama yaitu:
1. Lemniskus medialis kolumna dorsalis.
2. Traktus spinotalamikus.
3. Traktus trigemino-talamikus.

Lemniskus Medialis Kolumna Dorsalis


Impuls yang masuk ke medula spinalis berjalan melalui serabut bermielin
tebal yang masuk melalui divisi medial akar dorsal saraf spinalis ke kolumna
dorsalis massa putih yang ipsilateral, selanjutnya akan terbagi menjadi cabang
21

asenden dan desenden. Cabang desenden akan menyusun rangkaian refleks


dengan cabang-cabang kolateralnya ke kolumna dorsalis massa kelabu. Cabang
asenden merupakan serabut penghubung sensorik yang pertama. Pada saat
masuk, serabut-serabut asenden ini berada tepat di sebelah medial kornu dorsalis.
Dalam perjalanannya ke atas, serabut asenden ini akan makin bergeser ke medial
(karena ada serabut lain di tingkat yang lebih atasnya akan masuk), sehingga
serabut yang berada paling medial (pada tingkat servikal) adalah yang berasal
dari area sakral, sedangkan yang lebih lateral berasal dari ekstremitas atas.
Serabut asenden ini akan berakhir di nukleus grasilis dan nukleus kuneatus pada
perbatasan servikal dan medula oblongata. Serabut dari nukleus-nukleus ini akan
berjalan melengkung ke ventral dan membentuk kumpulan serabut yaitu
lemniskus medialis. Dan akhirnya memasuki nukleus ventroposterior lateralis
talamus. Jalur sensorik ini merupakan penghantar impuls sensorik: rasa raba,
tekanan (dalam), getaran, sensasi posisi sendi, dan diskriminasi sensorik.
(Shidarta, 2010)

Traktus Spino-Talamikus
Badan sel neuron tingkat pertamanya berada di ganglion akar dorsalis dan
mempunyai serabut yang lebih tipis dibanding serabut lemniskus medialis.
Serabut-serabutnya memasuki medula spinalis di bagian lateral akar dorsal dan
terpecah menjadi cabang asenden dan desenden. Cabang asendennya akan ke atas
(1-2 segmen) pada kolumna posterolateral sebelum bersinaps dengan neuron
tingkat kedua yang terletak di kolumnya dorsalis. Selanjutnya, akson ini akan
menyilang garis tengah (komisura ventralis massa putih) dan terus ke atas di
dalam kolumna ventrolateral (massa putih) sebagai traktus spinotalamikus. Ada
beberapa serabut spinotalamikus yang mempunyai cabang kolateral ke beberapa
daerah nukleus tertentu seperti ke formasio retikularis. Traktus spinotalamikus
berakhir di nukleus ventroposterior lateralis talamus. Traktus ini merupakan
transmisi rasa panas, dingin, nyeri, gatal serta merupakan jalur alternatif untuk
rasa raba (kasar). (Shidarta, 2010)
22

Gambar 1.5. Tractus Spinotalamicus


(Guyton, 2008)

Traktus Trigemino-Talamikus
Sekitar separuh dari serabut saraf trigeminus terbagi menjadi cabang yang
berakhir di nukleus utama n. V dan sebagian lagi berjalan ke bawah pada traktus
spinalis untuk berakhir di nukleus spinalis. Nukleus utama n. V terletak di lateral
pons. Nukleus ini merupakan neuron tingkat kedua yang berkaitan dengan
sensibilitas raba/taktil dan postural. Nukleus utama ini mempunyai cabang
serabut yang menyilang garis tengah lalu menuju ke atas dekat lemniskus
medialis. Sementara itu, nukleus traktus spinalis terdiri dari neuron tingkat kedua
23

yang berkaitan dengan sensasi nyeri dan suhu. Neuron-neuron tingkat kedua akan
menyilang ke traktus tektotalamikus yang berjalan ke atas dekat traktus
spinotalamikus dan berakhir di nukleus ventroposterior medialis talamus. Ada
sebagian kecil serabut sensorik trigeminus yang berakhir di traktus mesensefalik
dan diduga berkaitan dengan refleks propioseptif waktu mengunyah dan
pengaturan kekuatan gigitan. Jalur traktus trigeminotalamikus membawa infor-
masih dari distribusi saraf trigeminus. (Shidarta, 2010)

3. Patofisiologi Gangguan Vaskular Susunan Saraf


Penyakit Serebrovaskular
 Aterosklerosis
Aterosklerosis merupakan penyakit arteri-arteri besar. Secara
klinis aterosklerosis termasuk penyakit yang terpenting karena melibatkan
jantung dan otak. Karena aterosklerosis menyempitkan lumen, maka
aliran darah distal terhadap tempat penyempitan lumen itu, selalu menjadi
kecil. (Sidharta, 2010)
Pada permulaan lesi tersebut sebagai titik-titik kunng pada tunika
ntima. Lama kelamaan akan menjadi plaque atherosclerotique. Lesi
tersebut merupakan penonjolan yang datar atau seperti gundukan pada
intima.
Pathogenesis aterosklerosis dianggap bahwa lesi pada permulaan
disebabkan oleh penimbunan lipid berikut kolesterol, yang diselipkan
dibawah tunika intima oleh darah. (Sidharta, 2010)
 Penyakit vaskular lainnya
Pecahnya arteri serebral sebagai faktor etiologi stroke. Jika satu
cabang arteri serebral pecah, maka daerah pendarahannya tidak mendapat
darah lagi dan darah ekstravasal tertimbun sehingga merupakan proses
desak ruang akut. Hipertensi merupakan faktor etiologi yang paling
umum. Pada umumnya hemoragik serebri timbul karena pecahnya
aneurisma atau malformasi arteriovenosus. (Shidarta, 2010)
24

Manifestasi Stroke
Karena lesi vaskular regional di otak timbullah hemiparesis yang
kontralateral terhadap sisi lesi. Jika lesi vaskular menduduki daerah batang otak
sesisi, maka timbullah gambaran penyakit hemiparesis yang berarti
memperlihatkan ciri alternans yaitu pada tingkat lesi hemiparesis bersifat
ipsilateral, sedangkan distal dari lesi hemiparesis bersifat kontralateral. (Shidarta,
2010)
Lesi Vaskular Serebral
Akibat penurunan CBF regional suatau daerah otak terisolasi dari
jangkauan aliran darah yang mengangkut oksigen dan glukosa sangat diperlukan
untuk metabolisme oksidatif serebral. Daerah yang terisolasi itu tidak berfungsi
lagi dank arena itu timbullah manifestasi defisit neurologis yang biasanya berupa
hemiparalisis, hemipestesia, hemiparetesia yang bisa juga disertai defisit fungsi
luhur seperti afasia. (Sidharta, 2010)
Jika CBF regional tersumbat secara parsial, maka daerah yang
bersangkutan langsung menderita karenan kekurangan oksigen. Daerah tersebut
dinamakan daerah iskemik. Di wilayah ini didapati tekanan perfusi yang rendah,
PO2 turun dan CO2 dan asam laktat tertimbun. Autoregulasi dan kelola
vasomotor dalam daerah tersebut bekerjasama untuk menanggulangi keadaan
tersebut dengan mengadakan vasodilatasi maksimal. Pada umumnya hanya pada
perbatasan daerah iskemik saja bisa dihaslkan vasodilatasi kolateral, sehingga
daerah perbatasan tersebut dapat diselamatkan dari kematian. Tetapi pusat daerah
iskemik itu tidak dapat teratasi oleh mekansme autoregulasi dan kelola
vasomotor. Di situ akan berkembang proses degenerasi yang irreversible. Semua
pembuluh darah di bagian pusat daerah iskemik itu kehilangan tonus, sehingga
berada dalam vasoparalisis. Keadaan ini masih bisa diperbaiki, oleh karena sel-
sel otot polos pembuluh darah bisa bertahan dalam keadaan anoksik yang cukup
lama. Pembengkakan sel dengan pembengkakan serabut saraf dan selubung
mielinnya merupakan reaksi degeneratif dini. Kemudian disusul dengan
25

diapedesis eritrosit dan leukosit. Akhirnya sel-sel saraf akan musnah yang terakhr
adalah gambaran infark. (Sidharta, 2010)
Unsur yang masih bisa menyelamatkan daerah iskemik adalah pembuluh
darahnya. Observasi terhadap reaksi pembuluh darah serebral di daerah iskemik
menghasilkan 4 fenomena:
1) Distal dari oklusi terdapat daerah iskemik yang bisa menjadi infrak
2) Trombus dapat hancur dan serpihan-serpihannya dapat berlalu ke salah
satu cabang kecil. Aliran darah menjadi sehat kembali dan menuju secara
pasif ke tempat dengan vasoparalisis. Di situ akan didapati CBF yang
besar PO2 beserta PCO2 yang tinggi juga. Inilah yang dinamakan luxury
perfusion syndrome, suatu daerah yang terjadinya skemik, tetapi kemudian
setelah penyumbatan hilang mennjadi daerah yang mendapat jatah darah
yang berlebihan. Karena CBF daerah itu baik kembali, maka vasoparalisis
hilang dan pembuluh darah mendapat kembali autoregulasi dan reaksi
vasomotornya.
3) Jika trombus tidak mengalami lisis dan tetap menyumbat arteri, maka
daerah distal dari tempat yang tersumbat itu tdak menerima darah. Di
daerah tersebut terdapat vasoparalisis. Vasoparalisis ini bisa sangat
menguntungkan apabila aliran darah pulih kembali seperti sebagai luxury
perfusion syndrome yang terlukis di atas. Tetap jika penyumbatan tetap
ada maka tiap tindakan pemberian obat vasodilatans akan memperbesar
CBF daerah otak yang sehat, namun menyedot darah dari daerah iskemik
itu. Inilah keadaan yang dinamakan steal syndrome.
4) Apabila terdapat penyumbatan pada suatu arteri oleh trombus maka CBF
untuk daerah yang terletak dstel dari tempat penyumbatan itu berkurang.
Tetapi apabila vasokontriksi serebral diadakan dengan jalan hiperventilasi
misalnya, maka darah dari bagian otak yang sehat akan sterima secara
pasif oleh pembuluh darah di dalam daerah iskemik itu, oleh karena itu di
situ terdapat vasoparalisis yang berarti bahwa resistensi vaskularnya
26

minimal. Fenomena ini dinamakan inverse steal syndrome. (Sidharta


2010)

Gambar 1.6. Lesi vaskular serebral


(Price, 2005)

4. Klasifikasi Stroke
Stroke dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria yaitu :
1. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya:
1.1. Stroke iskemik
a. Transient Ischemic Attack (TIA)
b. Trombosis serebri
c. Emboli serebri
1.2. Stroke hemoragik
a. Perdarahan intraserebral
b. Perdarahan subarakhnoid
27

2. Berdasarkan stadium atau pertimbangan waktu:


2.1. Serangan iskemik sepintas atau TIA
Pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat gangguan
peredaran darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.
2.2. Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND)
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih
lama dari 24 jam, tetapi tidak lebih dari seminggu.
2.3. Progressing stroke atau stroke in evolution
Gejala neurologik yang makin lama makin berat.
2.4. Completed stroke
Gejala klinis yang telah menetap.
3. Berdasarkan sistem pembuluh darah:
Sistem karotis dan sistem vertebrobasiler.
Stroke juga umumnya diklasifikasikan menurut patogenesisnya. Dalam
hal ini stroke terbagi dalam dua klasifikasi, yaitu stroke iskemik dan stroke
hemoragik. Berdasarkan penelitian, dijumpai prevalensi stroke iskemik lebih
besar dibandingkan dengan stroke hemoragik. Menurut Sudlow dan Warlow
(1996) dalam Davenport dan Dennis (2000), 80% dari seluruh kejadian stroke
pada orang kulit putih merupakan stroke iskemik. (Ritarwan, 2002)
Stroke Iskemik
Stroke iskemik adalah tanda klinis disfungsi atau kerusakan jaringan otak
yang disebabkan kurangnya aliran darah ke otak sehingga mengganggu
kebutuhan darah dan oksigen di jaringan otak (Caplan, 2000 dalam Sjahrir,
2003).
28

Klasifikasi Stroke Iskemik


Klasifikasi dari subtipe stroke iskemik oleh Adams, dkk. (1993) dalam Sjahrir
(2003) diuraikan sebagai berikut:
1. Aterosklerosis arteri besar (emboli/trombosis)
2. Kardioemboli (risiko tinggi/risiko sedang)
3. Oklusi pembuluh darah kecil (lakunar)
4. Stroke akibat dari penyebab lain yang menentukan
5. Stroke akibat dari penyakit lain yang tidak menentukan
a. Ada dua atau lebih penyebab teridentifikasi
b. Tidak ada evaluasi
c. Evaluasi tidak komplit
Berikut ini penjelasan dari klasifikasi stroke iskemik :
1. Stroke Trombotik
Trombosis pembuluh darah besar sebagian besar terjadi saat pasien
tidur, dan saat relatif mengalami dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun.
Gejala dan tanda yang terjadi akbat stroke iskemik ini bergantung pada lokasi
sumbatan dan tingkat alian kolateral di jaringan otak yang terkena. Stroke ini
sering berkaitan dengan aterosklerosis yang menyebabkan penyempitan di
arteri karotis , arteri basilaris, dan arteri serebri media. (Price, 2005)
Mekanismenya yaitu pelannya aliran pada arteri yang mengalami
trombosis parsial adalah defisit perfusi yang dapat terjadi pada reduksi
mendadak curah jantung atau tekanan darah sistemik. Agar dapat melewati
lesi stenotik intraarteri aliran darah bergantung pada tekanan intravaskular
yang tinggi. Penurunan mendadak tekanan tersebut dapat menyebabkan
penurunan generalisata CBF, iskemia otak, dan stroke. (Price 2005)
2. Stroke Embolik
Stroke yang terjadi akibat embolus biasanya menimbulkan defisit
neurologis mendadak dengan efek maksimum sejak awitan penyakit. Biasanya
serangan timbul terjadi saat pasien beraktivitas. Trombus embolik ini sering
tersangkut di bagian pembuluh yang mengalami stenosis. Stroke
29

kardioembolik yaitu jenis stroke embolik tersering. Embolus berasal dari


bahan trombotik yang terbentuk di dinding rongga jantung atau katup mitralis.
Biasanya karena embolus sangat kecil akan menuju otak melalui arteri karotis
atau vertebralis. Dengan demikian gejala kilns yang ditimbulkan bergantung
pada bagian mana dari sirkulasi yang tersumbat dan seberapa dalam bekuan
berjalan di percabangan arteri sebelum tersangkut. (Price, 2005)
3. Stroke Lakunar
Infark lakunar terjadi karena penyakit pembuluh darah halus yang
hipertensif dan menyebabkan sindrom stroke yang biasanya muncul dalam
beberapa jam atau kadang-kadang lebih lama. Infark lakunar merupakan
infark yang terjadi setelah oklusi aterorombotik atau halin lipid salah satu
cabang sirkulus Willisi, a. serebri media, atau a. vertebralis dan basilaris.
Terdapat empat sindrom yang sering dijumpai yaitu:
 Hemiparesis motorik murni akibat infark di kapsula interna posterior
 Hemmiparesis motorik murni akibat infark di kapsula interna anterior
 Stroke sensorik murni akibat infark thalamus
 Hemiparesis ataksisk akibat infark pons basal (Price, 2005)
30

5. Algoritma Gajah Mada dan Siriraj Stroke Score


Algoritma Gajah Mada

Siriraj Stroke Score


(2,5 x kesadaran ) + (2 x muntah) + (2 x nyeri kepala ) + (0,1 x TD diastolik) +
(3 x ateroma) – 12 = jumlah skor
Keterangan:
Tingkatan kesadaran:
 Jika Composmentis, nilainya = 0
 Jika Somnolen atau sopor, nilainya = 1
 Jika Koma, nilainya = 2
Muntah :
 Jika ada, nilainya = 1
 Jika tidak ada, nilainya = 0
Nyeri kepala :
 Jika ada, nilainya = 1
 Jika tidak ada, nilainya = 0
31

Tanda ateroma (DM, angina,intermitten) :


Jika ada, nilainya = 1
Jika tidak ada, nilainya = 0
Interpretasi Siriraj Stroke Score
Jika nilai SSS : > 1 maka diklasifikasikan sebagai Stroke Perdarahan
Jika nilai SSS : < -1 maka diklasifikasikan sebagai Stroke Infark
Jika nilainya 1 < SSS < 1 maka strokenya masih diragukan jenisnya

6. Penatalaksanaan Farmakologi dan Nonfarmakologi


A. Penatalaksanaan farmakologi
STADIUM AKUT
Pada stadium ini, dilakukan penanganan faktor-faktor etiologik maupun
penyulit. Juga dilakukan tindakan terapi fisik, okupasi, wicara dan psikologis
serta telaah sosial untuk membantu pemulihan pasien. Penjelasan dan edukasi
kepada keluarga pasien perlu, menyangkut dampak stroke terhadap pasien dan
keluarga serta tata cara perawatan pasien yang dapat dilakukan keluarga.

 Stroke Iskemik
Terapi umum:
Letakkan kepala pasien pada posisi 30, kepala dan dada pada satu
bidang; ubah posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila
hemodinamik sudah stabil.
Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-2 liter/menit sampai
didapatkan hasil analisis gas darah. Jika perlu, dilakukan intubasi. Demam
diatasi dengan kompres dan antipiretik, kemudian dicari penyebabnya; jika
kandung kemih penuh, dikosongkan (sebaiknya dengan kateter intermiten).
Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau koloid 1500-2000
mL dan elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan mengandung glukosa atau
salin isotonik. Pemberian nutrisi per oral hanya jika fungsi menelannya baik;
32

jika didapatkan gangguan menelan atau kesadaran menurun, dianjurkan


melalui slang nasogastrik.
Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi sampai batas gula darah
sewaktu 150 mg% dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3 hari
pertama. Hipoglikemia (kadar gula darah < 60 mg% atau < 80 mg% dengan
gejala) diatasi segera dengan dekstrosa 40% iv sampai kembali normal dan
harus dicari penyebabnya.
Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-
obatan sesuai gejala. Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali bila
tekanan sistolik ≥220 mmHg, diastolik ≥120 mmHg, mean arterial blood
pressure (MAP) ≥ 130 mmHg (pada 2 kali pengukuran dengan selang waktu
30 menit), atau didapatkan infark miokard akut, gagal jantung kongestif serta
gagal ginjal. Penurunan tekanan darah maksimal adalah 20%, dan obat yang
direkomendasikan: natrium nitroprusid, penyekat reseptor alfa-beta, penyekat
ACE, atau antagonis kalsium.
Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik ≤ 90 mm Hg, diastolik
≤70 mmHg, diberi NaCl 0,9% 250 mL selama 1 jam, dilanjutkan 500 mL
selama 4 jam dan 500 mL selama 8 jam atau sampai hipotensi dapat diatasi.
Jika belum terkoreksi, yaitu tekanan darah sistolik masih < 90 mmHg, dapat
diberi dopamin 2-20 μg/kg/menit sampai tekanan darah sistolik ≥ 110 mmHg.
Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv pelan-pelan selama 3 menit,
maksimal 100 mg per hari; dilanjutkan pemberian antikonvulsan per oral
(fenitoin, karbamazepin). Jika kejang muncul setelah 2 minggu, diberikan
antikonvulsan peroral jangka panjang. Jika didapatkan tekanan intrakranial
meningkat, diberi manitol bolus intravena 0,25 sampai 1 g/ kgBB per 30
menit, dan jika dicurigai fenomena rebound atau keadaan umum memburuk,
dilanjutkan 0,25g/kgBB per 30 menit setiap 6 jam selama 3-5 hari. Harus
dilakukan pemantauan osmolalitas (<320 mmol); sebagai alternatif, dapat
diberikan larutan hipertonik (NaCl 3%) atau furosemid.
33

Terapi khusus:
Ditujukan untuk reperfusi dengan pemberian antiplatelet seperti
aspirin dan anti koagulan, atau yang dianjurkan dengan trombolitik rt-PA
(recombinant tissue Plasminogen Activator). Dapat juga diberi agen
neuroproteksi, yaitu sitikolin atau pirasetam (jika didapatkan afasia).

 Stroke Hemoragik
Terapi umum
Pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU jika volume hematoma
>30 mL, perdarahan intraventrikuler dengan hidrosefalus, dan keadaan klinis
cenderung memburuk. Tekanan darah harus diturunkan sampai tekanan darah
premorbid atau 15-20% bila tekanan sistolik >180 mmHg, diastolik >120
mmHg, MAP >130 mmHg, dan volume hematoma bertambah. Bila terdapat
gagal jantung, tekanan darah harus segera diturunkan dengan labetalol iv 10
mg (pemberian dalam 2 menit) sampai 20 mg (pemberian dalam 10 menit)
maksimum 300 mg; enalapril iv 0,625-1.25 mg per 6 jam; kaptopril 3 kali
6,25-25 mg per oral. Jika didapatkan tanda tekanan intrakranial meningkat,
posisi kepala dinaikkan 30, posisi kepala dan dada di satu bidang, pemberian
manitol (lihat penanganan stroke iskemik), dan hiperventilasi (pCO2 20-35
mmHg). Penatalaksanaan umum sama dengan pada stroke iskemik, tukak
lambung diatasi dengan antagonis H2 parenteral, sukralfat, atau inhibitor
pompa proton; komplikasi saluran napas dicegah dengan fisioterapi dan
diobati dengan antibiotik spektrum luas.

Terapi khusus :
Neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifat vasodilator.
Tindakan bedah mempertimbangkan usia dan letak perdarahan yaitu pada
pasien yang kondisinya kian memburuk dengan perdarahan serebelum
34

berdiameter >3 cm, hidrosefalus akut akibat perdarahan intraventrikel atau


serebelum, dilakukan VP-shunting, dan perdarahan lobar >60 mL dengan
tanda peningkatan tekanan intrakranial akut dan ancaman herniasi. Pada
perdarahan subaraknoid, dapat digunakan antagonis Kalsium (nimodipin) atau
tindakan bedah (ligasi, embolisasi, ekstirpasi, maupun gamma knife) jika
penyebabnya adalah aneurisma atau malformasi arteri-vena (arteriovenous
malformation, AVM).

STADIUM SUBAKUT
Tindakan medis dapat berupa terapi kognitif, tingkah laku, menelan,
terapi wicara, dan bladder training (termasuk terapi fisik). Mengingat perjalanan
penyakit yang panjang, dibutuhkan penatalaksanaan khusus intensif pasca stroke
di rumah sakit dengan tujuan kemandirian pasien, mengerti, memahami dan
melaksanakan program preventif primer dan sekunder.
Terapi fase subakut:
 Melanjutkan terapi sesuai kondisi akut sebelumnya,
 Penatalaksanaan komplikasi,
 Restorasi/rehabilitasi (sesuai kebutuhan pasien), yaitu fisioterapi, terapi
wicara, terapi kognitif, dan terapi okupasi,
 Prevensi sekunder
 Edukasi keluarga dan Discharge Planning

B. Penatalaksanaan nonfarmakologi
Penatalaksanaan nonfarmakologi pada kasus stroke adalah rehabilitasi
medis atau fisioterapi pasca stroke yang bertujuan untuk mempercepat
terjadinya pemulihan dan membantu mengurangi kecacatan yang terjadi.
Fisioterapi ini tergantung pada tingkat kecacatan yang ditimbulkan akibat
stroke. (Bastian, 2011)
Kecacatan yang ditimbulkan tergantung pada bagian mana yang
mengalami kerusakan akibat stroke, dan seberapa luas kerusakan tersebut.
35

Secara umum kecacatan yang timbul dapat dikelompokkan menjadi 5, antara


lain :
 Kelumpuhan atau gangguan mengatur gerakan (motorik)
 Gangguan perasa (sensorik), termasuk nyeri
 Gangguan bahasa (aphasia)
 Gangguan berpikir atau daya ingat (memori)
 Gangguan emosi.
Untuk dapat mengatasi masalah-masalah diatas tersebut maka kita
dalam proses rehabilitasi paska stroke akan melakukan terapi secara holistik
dan variasi, seperti terapi fisik, terapi okupasi, terapi wicara, konseling dan
bimbingan rohani. (Bastian, 2011)
Pasien stroke sebaiknya mulai dikonsulkan ke dokter spesialis
rehabilitasi (SpKFR) sejak hari pertama mulai perawatan di RS.
Perawatan bersama dengan Tim Rehabilitasi sejak awal bertujuan sebagai
berikut:
a. Pada fase awal (akut) terutama adalah pencegahan komplikasi yang
ditimbulkan akibat tirah baring (bedrest) lama, seperti :
 Mencegah ulkus dekubitus (luka daerah pada punggung atau pantat
yang selalu mendapat tekanan saat tidur)
 Mencegah penumpukan sputum (dahak) untuk mencegah infeksi
saluran pernapasan
 Mencegah kekakuan sendi
 Mencegah atrofi otot (pengecilan massa otot)
 Mencegah hipotensi ortostatik dan osteoporosis
b. Pada fase lanjut (rehabilitasi)
 Meminimalkan gejala sisa (sequelae) dan kecacatan akibat stroke
 Memaksimalkan kemandirian dalam perawatan diri dan aktivitas
sehari-hari
36

 Kembali ke pekerjaan (back to work) sehingga diharapkan dapat


berperan aktif dalam kehidupan seperti sedia kala.
Pada fase lanjutan tujuannya adalah untuk mencapai kemandirian
fungsional dalam mobilisasi dan aktifitas kegiatan sehari-hari (AKS). Fase ini
dimulai pada waktu penderita secara medik telah stabil. Biasanya penderita
dengan stroke trombotik atau embolik, biasanya mobilisasi dimulai pada 2-3
hari setelah stroke. Penderita dengan perdarahan subarakhnoid mobilisasi
dimulai 10-15 hari setelah stroke. (Bastian, 2011)
Program pada fase ini meliputi :
1. Fisioterapi
a. Stimulasi elektrikal untuk otot-otot dengan kekuatan otot
b. Diberikan terapi panas superficial (infrared) untuk
melemaskan otot.
c. Latihan gerak sendi bisa pasif, aktif dibantuatau aktif
tergantung dari kekuatan otot.
d. Latihan untuk meningkatkan kekuatan otot.
e. Latihan fasilitasi atau redukasi otot
f. Latihan mobilisasi.
2. Okupasi Terapi (aktifitas kehidupan sehari-hari atau AKS)
Sebagian besar penderita stroke dapat mencapai kemandirian
dalam AKS, meskipun pemulihan fungsi neurologis pada
ekstremitas yang terkena belum tentu baik. Dengan alat Bantu
yang disesuaikan, AKS dengan menggunakan satu tangan secara
mandiri dapat dikerjakan. Kemandirian dapat dipermudah dengan
pemakaian alat-alat yang disesuaikan. (Bastian, 2011)
3. Terapi Bicara
Penderita stroke sering mengalami gangguan bicara dan
komunikasi. Ini dapat ditangani oleh speech therapist dengan cara:
 Latihan pernapasan (pre speech training) berupa latihan napas,
menelan, meniup, latihan gerak bibir, lidah dan tenggorokan.
37

 Latihan di depan cermin untuk latihan gerakan lidah, bibir dan


mengucapkan kata-kata.
 Latihan pada penderita disartria lebih ditekankan ke artikulasi
mengucapkan kata-kata.
Catatan: Pelaksana terapi adalah tim medik dan keluarga.
4. Ortotik Prostetik
Pada penderita stroke dapat digunakan alat bantu atau alat
ganti dalam membantu transfer dan ambulasi penderita. Alat-alat
yang sering digunakan antara lain : arm sling, hand sling, walker,
wheel chair, knee back slap, short leg brace, cock-up, ankle foot
orthotic (AFO), knee ankle foot orthotic (KAFO). (Bastian, 2011)
5. Psikologi
Semua penderita dengan gangguan fungsional yang akut
akan melampaui serial fase psikologis, yaitu: fase syok, fase
penolakan, fase penyesuaian dan fase penerimaan. Sebagian
penderita mengalami fase-fase tersebut secara cepat, sedangkan
sebagian lagi mengalami secara lambat, berhenti pada salah satu
fase, bahkan kembali ke fase yang telah lewat. Penderita harus
berada pada fase psikologis yang sesuai untuk dapat menerima
rehabilitasi. (Bastian, 2011)
6. Sosial Medik dan Vokasional
Pekerja sosial medik dapat memulai bekerja dengan
wawancara keluarga, keterangan tentang pekerjaan, kegemaran,
sosial, ekonomi dan lingkungan hidup serta keadaan rumah
penderita. (Bastian, 2011)
Berikut ini adalah kegiatan terapi yang bisa dilakukan dan manfaatnya
 Terapi Fisik Dada
 Pencegahan & pemulihan gangguan paru
 Pengaturan Posisi
 Mencegah kekakuan sendi dan penumpukan lendir di paru-paru
38

 Pemberian stimulasi
 Kerja sama dengan perawat
 Latihan Lingkup Gerak Sendi
 Mencegah kekakuan sendi
 Mencegah trombosis
 Stimulasi sensoris dengan tujuan stimulasi sensoris dapat
memfasilitasi pemulihan motorik”
 Stimulasi Elektrik
 Bila ada gerak aktif dari pasien
 Mencegah subluksasi
 Membantu meningkatkan fungsi
 Dapat mengurangi bengkak

7. Mekanisme Farmakologis
1) Terapi trombolitik : tissue plasminogen activator (t-PA), Alteplase
Mekanisme: mengaktifkan plasmin dan melisiskan tromboemboli
Penggunaan t-PA sudah terbukti efektif jika digunakan dalam 3 jam setelah
serangan akut
Efek samping : tetapi harus digunakan hati-hati karena dapat menimbulkan
resiko perdarahan
2) Terapi antiplatelet : aspirin, clopidogrel, dipiridamol-aspirin , tiklopidin masih
merupakan maintenance dalam terapi stroke
 Aspirin menghambat sintesis tromboksan (senyawa yang berperan dlm
proses pembekuan darah)
 Dipiridamol, atau kombinasi Dipiridamol - Aspirin
 Tiklopidin dan klopidogrel jika terapi aspirin gagal
3) Antihipertensi
Dibutuhkan karena hipertensi merupakan faktor resiko (50% pada stroke
iskemik dan 60% pada stroke hemoragik). Penggunaan antihipertensi harus
memperhatikan aliran darah otak dan aliran darah perifer menjaga fungsi
39

serebral. Obat pilihan :golongan ARBs (angiotensin II receptor blocker)


contoh: candesartan, golongan ACE (Angiotensin Converter Enzyme)
inhibitor. (Ganiswara, 2007)
4) Neuroprotektor
Neuroprotektor seperti piritinol, piracetam dan citicholine dikatakan dapat
membantu mengatasi kesulitan atau gangguan metabolisme otak, termasuk
pada keadaan koma.
a. Piracetam
Piracetam bekerja dengan cara meningkatkan efektifitas dari fungsi
telensefalon otak melalui peningkatan fungsi neurotransmiter kolinergik
(Acetylcholine). Telensefalon inilah yang mengatur fungsi kognitif pada
manusia (memori, kesadaran, belajar dan lain) sehingga piracetam mampu
memperbaiki daya ingat dan belajar, dengan memfasiliasi pelepasan
asetilkolin yang dapat menimbulkan efek peningkatan peredaran darah
dan peningkatan metabolisme energi. Fungsi lain dari piracetam adalah
menstimulasi glikolisis oksidatif sehingga menaikkan cAMP dan ATP,
meningkatkan konsumsi oksigen pada otak, serta mempengaruhi
pengaturan cerebrovaskular dan juga mempunyai efek antitrombotik untuk
menurunkan hiperaggregitas trombosit sehingga dapat menurunkan
kejadian mikroemboli. Oleh karena itu piracetam biasanya digunakan
untuk pengobatan stroke, terutama stroke iskemik. Piracetam
mempengaruhi aktifitas otak melalui berbagai mekanisme yang berbeda
antara lain:
 Merangsang transmisi neuron di otak
 Merangsang metabolisme otak
 Memperbaiki mikrovaskular tanpa efek vasodilatasi. (Seth,
2009)
b. Citicoline
Citicoline (CPD-choline) merupakan salah satu neuroprotektor yang
mempunyai potensi sebagai prekursor kolin yang dimetabolisme setelah
40

dikonsumsi menjadi bentuk fosfatidilklin, yang merupakan komponen


utama dari membran sel saraf. Citicoline ini mampu mengurangi dampak
pada sel-sel saraf setelah terjadi jejas akibat iskemik dengan cara
stabilisasi membran sel, menurunkan pembentukan radikal bebas,
menurunkan lemak teroksidasi yang bersifat toksik serta memfasilitasi
perbaikan fungsi sel-sel saraf akibat iskemik dengan memperbaiki sinaps
saraf, serta meningkatkan plastisitas (kemampuan atau kapasitas dari
sistem saraf untuk beradaptasi terhadap kebutuhan fungsional) sel-sel
saraf. (Seth, 2009)
c. Piritinol
Merupakan vasodilator yang digunakan untuk pengobatan gangguan
peredaran dan metabolik serebral serta trauma kranioserebral. Fungsi
umum piritinol adalah meningkatkan fungsi otak. Piritinol memberi
pengaruh yang bermanfaat pada berbagai bagian metabolisme neuron,
mempertinggi aktivitas kolinergik sentral dan melindungi sel-sel saraf
pada gangguan otak, misalnya hipoksia. Piritinol meningkatkan
kewaspadaan dengan mengaktifkan bagian kortikal dan sub-kortikal otak
dan memperbaiki gejala klinis yang paling penting pada kerusakan fungsi
otak yaitu dengan peningkatan aliran darah di daerah-daerah yang
mempunyai sirkulasi patologik. Peningkatan aliran darah ini merupakan
akibat sekunder dari peningkatan metabolisme yang telah dinormalkan
kembali akibat kembali normalnya konsumsi glukosa oleh otak. (Seth,
2009)
Aktivasi umum yang disebabkan obat ini karena pengaruhnya terhadap
membran fosfolipid eritrosit, dimana terjadi peningkatan pengaturan
molekul-molekul pada lapisan ganda fosfolipid. (Seth, 2009)

8. Prognosis
41

 Sekitar 30-40% penderita stroke dapat disembuhkan dengan perbaikan


sempurna atau cacat sisa minimal bila ditangani dengan jangka waktu 6 jam
atau kurang dari itu
 Dilihat dari tingkat kesadaran akibat stroke hemoragik : sadar16% meninggal,
somnolen 39% meninggal, stupor 71% meninggal, koma maka 100%
meninggal. (Aliah 2000)
 Dilihat dari jenis kelamn dan usia, laki -laki lebih banyak 61% yang meniggal
dari perempuan 41% dan usia 70 tahun angka lebih meningkat tajam. (Aliah,
2000)
 Di lihat dari prognosis fungsional stroke : 75% mampu merawat diri secara
mandiri dengan bantuan minimal, 75% mampu melakukan ambulasi baik
dengan atau tanpa alat bantu, hampir semuanya mengendalikan BAB dan
BAK, hanya 10% mengalami disabilitas. (Indrastuti, 2004)
 Dilihat dari status keluaran rumah sakit menurut Misbach pada tahun 1990
yang dikutip oleh Soetodjo pada tahun 2003: hidup membaik 59,9%,
meninggal 23,3%, hidup tak membaik 1,6%, hidup memburuk 4,3%, hidup
status tidak tercatat 5,1%, tidak diketahuui 9,7%.
42

DAFTAR PUSTAKA

Bastian, Yefta. 2011. Rehabilitasi Stroke. RS Mitra Group. Jakarta

Ganiswara, Rusdi. 2007. Farmakologi dan Terapi. Ed.5. FKUI, Jakarta

Guyton and Hall. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed. 11. EGC. Jakarta.

Japardi, Iskandar. 2003. Control Cerebral Blood Flow. Bagian Bedah FK USU,
Sumatra Utara

Shidarta, Priguna. 2010. Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat, Jakarta

Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik. Ed. 6. EGC, Jakarta

Seth, Vimlesh. 2009. Textbook of Pharmakology. Elsevier. Amsterdam

Price, Sylvia A. 2005. PATOFISIOLOGI: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Ed.


6. EGC, Jakarta

Ritarwan. 2000. Klasifikasi Stroke. FK USU, Sumatra Utara.


43

Anda mungkin juga menyukai