Anda di halaman 1dari 2

ABSES PARU

SKDI 3A

1. Pengertian Abses paru merupakan infeksi dekstruktif berupa lesi nekrotik pada
(definisi) jaringan paru yang terlokalisir sehingga membentuk kavitas yang berisi
nanah (pus/nekrotik debris) dalam parenkim paru dalam suatu lobus
atau lebih yang disebabkan oleh infeksi mikroba.
2. Anamnesis  Pada pasien pasien abses paru anamnesis yang bisa kita dapatkan
berupa batuk yang mengeluarkan banyak dahak (sputum)
menggandung jaringan paru yang mengalami ganggren. Sputum
biasanya berbau amis dan berwarna anchovy (putrid abcesses)
yang disebakan bakteri anaerob.
 Selain itu juga dapat didapatkan keluhan nyeri dada dan baruk
darah ringan sampai masif
3. Pemeriksaan  Ditemukan demam sampai dengan 40°C
Fisik  Pada paru dapat ditemukan nyeri tekan lokal pada dada, pada lesi
yang konsolidasi dapat ditemukan penurunan suara nafas, perkusi
redup, suara nafas bronkial dan ronkhi.
 Jika lesi luas dapat didapatkan suara nafas amforik. Suara nafas
amforik dapat ditemukan jika kavitasnya besar
 Piotoraks atau empiema thoraks dapat terjadi jika abses paru
letaknya dekat pleura dan pecah. Sehingga dapat ditemukan
perenggangan dinding dada tertinggal pada tempat lesi, fremitus
vokal menghilang, perkusis redup/pekak, suara nafas menghilang,
dan didapatkan tanda-tanda pendorongan mediastinum terutama
pendorongan jantung ke arah kontra lateral lesi.
 Dapat juga ditemukan jari tabuh pada penderita abses paru.
4. Pemeriksaan  Pemeriksaan darah rutin, leukosit meningkat, hitung jenis bergeser
Penunjang ke kiri dan terjadi peningkatan netrofil yang immatur. Pada abses
paru yang lama dapat ditemukan kadar hemoglobin yang rendah
dan peningkatan LED.
 Pemeriksaan dahak yang diperoleh dari hasil aspirasi transtrakeal,
transtorakal, torakosintesis atau bilasan bronkus.
 Bronkoskopi
 Aspirasi jarum perkutan
 Rontgen thorak PA lateral yang dapat ditemukan tampak kavitas
irreguler dengan dinding tebal dikelilingi oleh infiltrat/ konsolidasi
dan sering ditemukan gambaran batas cairan dan permukaan udara
(air fluid level) didalamnya.
5. Kriteria  Anamnesis
Diagnosis  Pemeriksaan fisik
 Pemeriksaan penunjang
6. Diagnosis Abses Paru
7. Diagnosis  Penyebab infeksi:
Banding o Tuberculosis
o Bula infeksi
o Emboli septik
 Penyebab non infeksi:
o Kavitas e.c keganasan
o Wagener’s granulomatosis
o Nodul rematoid
o Vaskulitis
o Sarkoidosis
o Infark paru
o Kongenital ( bula, kista, bleb)
8. Terapi  Non farmakologis
o Istirahat
o Drainase
o Posisi berbaring harus kearah paru yang sehat agar paru
yang terkena abses mendapatkan drainase yang baik
o Diet bubur biasa dengan tinggi kalori dan tinggi protein
 Farmakologis
o Klindamisin 3x600 mg Intravena jika terjadi perbaikan dosis
dapat diturunkan menjadi 4x300 mg oral.
o Penyebab patogen aerobik
- Klindamisisn + penisilin atau Klindamisisn + sefalosporin
- Cefoksitin (Mefoxin) 3-4 x 2 gr/hari intravena diberikan jika
dicurigai abses paru disebabkan oleh infeksi polimikroba.
o Pengobatan sesuai dengan hasil tes sensitivitas
- Stafilokokus  penicillinase-resistant penicillin atau
sefalosporin generasi pertama
- Staphylococcus Aureus  Vankomisin
- Nocardia  Sulfonamide 3x1 gram oral

9. Komplikasi Abses otak, hemoptisis masif, ruptur pleura viceralis sehingga dapat
terjadi piopneumothoraks, fistula bronkopleura, dan fistula
pleurokutaneus
10. Prognosis  Tergantung pada sistem inflamasi dan keadaan umum pasien,
letak abses serta luasanya kerusakan paru yang terjadi, serta
respon pengotana yang diberikan.
 Angka mortalitas pasien dengan abses paru pada era
preantibiotika mancapai 33%-40%, namun separuh dari dari yang
masih tetap hidup mengalami komplikasi.
11. Kepustakaan 1. Rasyid, Ahmad. Abses Paru. Dalam: Seriati siti, et al editor. Buku
Ajar llmu Penyakit Dalam jilid I edisi VI. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen llmu Penyakit Dalam FKUI, 2014. Hlm 1651-1657.
2. Mustafa, Murtaza, Lung abscess: Diagnosis, Treatment and
mortality. Journal of Pharmaceutical Siense Invention. 2015. Vol 4.
37-41.
3. Rahman, Atiar. Clindamycin in Treatment of Lung Absess.
American Journal of Drug Delivery and Therapeutics. 2014. 001-
008.

Anda mungkin juga menyukai