Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perdarahan pada masa kehamilan dapat terjadi pada kehamilan muda
maupun kehamilan tua. Diperkirakan seperempat dari jumlah semua wanita
hamil sedikit banyak akan mengalami perdarahan melalui vagina dalam masa
hamil muda. Perdarahan yang banyak terjadi diawal kehamilan merupakan
salah satu sebab utama dari kematian ibu. Salah satu jenis perdarahan pada
kehamilan muda adalah abortus. Tampaknya sekarang ini hampir dapat
dipastikan bahwa satu dari setiap lima kehamilan berakhir dengan abortus
spontan (Tika, 2011). Abortus (keguguran) merupakan pengeluaran hasil
konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar kandungan yang menurut para ahli
ada sebelum usia 16 minggu dan 28 minggu serta memiliki berat badan 400-
1000 gr (Sofian, 2012).
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan di
seluruh dunia lebih dari 585.000 ibu meninggal tiap tahun saat hamil atau
bersalin. Artinya setiap menit ada satu perempuan yang meninggal. Dilihat
dari data WHO persentase kemungkinan terjadinya abortus cukup tinggi
sekitar 15% - 40% angka kejadian, pada ibu yang sudah dinyatakan positif
hamil dan 60% - 75% angka abortus terjadi sebelum usia kehamilan 12
minggu (Lestariningsih, 2008).
Menurut WHO tahun 2006 abortus di Indonesia masih cukup tinggi
dibanding dengan Negara negara maju di dunia, yakni 2,3 juta abortus per
tahun. Sulit untuk mengidentifikasi dengan tepat seberapa sering keguguran
terjadi. Di Indonesia, diperkirakan sekitar 2 - 2,5 % juga mengalami
keguguran setiap tahun, sehingga secara nyata dapat menurunkan angka
kelahiran menjadi 1,7 % pertahunnya (Manuaba, 2010).

1
Dari data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Sumatera Utara tahun
2006, angka kejadian abortus sebesar 132 kasus dengan kejadian abortus
imminens sebanyak 106 kasus (86,17%), abortus kompletus sebanyak 2 kasus
(1,62%), abortus inkompletus sebanyak 12 kasus (9,75%) dan missed
abortion sebanyak 3 kasus (2,44%) (Alfian, 2011).
Lebih dari 80% abortus terjadi pada 12 minggu pertama, dan
setengahnya disebabkan anomali kromosom. Setelah trimester pertama,
insidensi abortus dan insidensi anomali kromosom menurun. Resiko abortus
spontan meningkat seiring dengan paritas serta usia ibu dan ayah. Frekuensi
abortus yang secara klinis terdeteksi meningkat dari 12% wanita berusia
kurang dari 20 tahun menjadi 26% pada mereka yang usianya lebih dari 40
tahun. Untuk usia ayah yang sama peningkatannya adalah dari 12 sampai
20%. Diduga makin tinggi usia makin tinggi kelainan pada kromosom
ovarium (Budi, 2009).
Abortus masih merupakan masalah besar di Indonesia dilihat pada segi
epidemologis, morbiditas, mortalitas dan prognosisnya. Kehamilan dengan
riwayat abortus sebenarnya masih dapat dicegah dan diselamatkan sehingga
tidak sampai terjadi abortus. Ketidakjelasan pathogenesis akibat adanya
ketidakpastian etiologi yang direfleksikan belum adanya perlakuan yang
mampu mendeteksi sedini mungkin dan mencegah kejadian abortus
merupakan salah satu sebab ketidakberhasilan penanggulangan penyakit ini
(Budi, 2009).
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka perawat perlu mengetahui dan
memahami asuhan keperawatan pada ibu dengan abortus.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Penulis mampu memahami asuhan keperawatan pada klien
dengan abortus berdasarkan proses keperawatan.

2
2. Tujuan Khusus
a. Untuk memahami konsep dasar medik abortus.
b. Untuk mengetahui pengkajian klien dengan abortus
c. Untuk merumuskan diagnosa keperawatan pada klien abortus
d. Untuk menyusun intervensi asuhan keperawatan pada klien dengan
abortus

3
BAB II

KONSEP DASAR

A. Pengertian
National Centre for Health Statistics, Centers of Disease Control and
Prevention, and World Health Organization medefinisikan abortus sebagai
berhentinya kehamilan sebelum usianya mencapai 20 minggu dengan berat
janin kurang dari 500 gram (Cunnigham, 2013). Abortus adalah keluarnya
hasil konsepsi sebelum usia kehamilan 20 minggu dengan berat janin kurang
dari 500 gram dengan hasil konsepsi ini tidak memiliki harapan untuk hidup
(Ratna, 2012).
Abortus adalah berakhirnya kehamilan melalui cara apapun, baik spontan
maupun buatan, sebelum janin mampu bertahan hidup. Batasan ini
berdasarkan umur kehamilan dan berat badan. Dengan lain perkataan abortus
adalah terminasi kehamilan sebelum 20 minggu atau dengan berat kurang dari
500 gr (Budi, 2009).
Abortus adalah berhentinya kehamilan sebelum usia kehamilan 20 minggu
yang mengakibatkan kematian janin. Apabila janin lahir selamat (hidup)
sebelum 38 minggu namun setelah 20 minggu, maka istilahnya adalah
kelahiran premature (Norma, 2013). Abortus merupakan mekanisme alamiah
yang menyebabkan terhentinya proses kehamilan sebelum berumur 28
minggu. Penyebabnya dapat oleh karena penyakit yang diderita si ibu ataupun
sebab-sebab lain yang pada umumnya berhubungan dengan kelainan pada
sistem reproduksi (Budi, 2009).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa abortus adalah
berakhirnya kehamilan dengan pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin
dapat hidup di luar kandungan dengan usia gestasi kurang dari 20 minggu dan
berat janin kurang dari 500 gram.

4
B. Etiologi
Menurut Sarwono (2010), penyebab abortus sebagian besar belum
diketahui secara pasti, tetapi terdapat beberapa faktor sebagai berikut :
1. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi
Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi dapat menyebabkan
kematian janin atau kelainan genetalia sehingga menyebabkan kematian
janin pada hamil muda. Faktor-faktor yang menyebabkan kelainan dalam
pertumbuhan sebagai berikut :
a. Faktor kromosom
b. Lingkungan kurang sempurna
c. Pengaruh dari luar
2. Kelainan pada plasenta
Endotritis dapat terjadi dalam villi korialis dan menyebabkan
oksigenisasi plasenta terganggu, sehingga menyebabkan gangguan
pertumbuhan dan kematian janin. Keadaan ini bisa terjadi sejak
kehamilan muda misalnya karena hipertensi menahun.
3. Penyakit ibu
Penyakit ibu dapat secara langsung mempengaruhi pertumbuhan
janin dalam kandungan melalui plasenta, seperti toksin, bakteri, virus
atau plasmodium. Ada juga penyakit lain yang bisa menyebabkan abortus
seperti pneumonia, tifus abdominalis, pielonefritis, malaria, dan
sebagainya.
4. Kelainan traktus genitalis
Kelainan pada uterus yang menyebabkan terjadinya abortus dan
memegang peranan penting adalah retroversio inkarserata atau mioma
submukosa. Pada trimester ke-2 kehamilan, bila terjadi abortus
penyebabnya ialah serviks inkompeten yang dapat disebabkan oleh
kelemahan pada serviks, dilatasi serviks berlebihan, konisasi, amputasi
atau robekan serviks luas yang tidak dijahit.

5
C. Tanda dan Gejala
Menurut Rukiyah (2010) manifestasi klinik abortus antara lain:
1. Terlambat haid atau amenote kurang dari 20 minggu.
2. Pada pemeriksaan fisik : keadaan umum tampak lemah atau
kesadaranmenurun, tekanan darah normal atau menurun, denyut nadi
normal ataucepat dan kecil, suhu badan normal atau meningkat.
3. Pendarahan pervaginaan, mungkin disertai keluarnya jaringan
hasilkonsepsi.
4. Rasa mulas atau keram perut didaerah atas simfisis, sering disertai nyeri
pinggang akibat kontraksi uterus.
5. Vaginal Spotting
Adalah tanda awal aborsi yang ditandai dengan keluarnya flek atau
bercak-bercak darah.
6. Cramping
Cramping pain adalah rasa nyeri seperti haid didaerah suprasimfiser
pinggang dan tulang belakang yang bersifat ritmis.
7. Bleeding
Diduga abortus apabila seorang wanita dalam masa reproduksi mengeluh
tentang perdarah per vagina setelah mengalami haid yang terlambat juga
sering terdapat rasa mulas dan keluhan nyeri pada perut bagian bawah.
8. Contraction
Aborsi yang akan datang dimana perdarahannya sangat banyak, serviks
melunak dan melebar, serta kontraksi rahim mendekati sifat nyeri
persalinan.

6
D. Klasifikasi
Klasifikasi abortus menurut Maryunani (2013) adalah seperti berikut :
1. Abortus Spontan
Adalah abortus yang terjadi tanpa ada unsur tindakan dari luar dan
dengan kekuatan sendiri, semata-mata disebabkan oleh faktor alamiah,
dalam hal ini dibedakan sebagai berikut :
a. Abortus Imminen
Adalah perbdarahan bercak yang menunjukkan ancaman terhadap
kelangsungan suatu kehamilan. Dalam kondisi seperti ini kehamilan
masih mungkin berlanjut atau dipertahankan.
b. Abortus Insipiens
Adalah perdarahan uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu dan
disertai mulas yang sering dan kuat. Pada abortus jenis ini terjadi
pembukaan atau dilatasi serviks tetapi hasil konsepsi masih di dalam
rahim atau uterus.
c. Abortus Inkompletus
Adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan 20
minggu. Sementara sebgian masih berada di dalam rahim. Terjadi
dilatasi serviks atau pembukaan, jaringan janin dapat diraba dalam
rongga uterus atau sudah menonjol dari os uteri eksternum.
Perdarahan tidak akan berhenti sebelum sisa hasil konsepsi
dikeluarkan, sehingga harus dikuret.
d. Abortus Kompletus
Pada abortus jenis ini, semua hasil konsepsi dikeluarkan sehingga
rahim kosong. Biasanya terjadi pada awal kehamilan saat plasenta
belum terbentuk. Perdarahan mungkin sedikit dan os uteri menutup
dan rahim mengecil. Pada wanita yang mengalami abortus ini,
umumnya tidak dilakukan tindakan apa-apa, kecuali jika datang ke
rumah sakit masih mengalami perdarahan dan masih ada sisa
jaringan yang tertinggal, harus dikeluarkan dengan cara dikuret.
7
e. Abortus Servikalis
Adalah pengeluaran hasil konsepsi yang terhalang oleh os uteri
eksternum yang tidak membuka, sehingga mengumpul di dalam
kanalis servikalis (rongga serviks) dan uterus membesar, berbentuk
bundar, dan dindingnya menipis.
2. Abortus Provokatus (indused abortion)
Adalah abortus yang disengaja, baik dengan memakai obat-obatan
maupun alat-alat. Abortus ini terbagi lagi menjadi :
a. Abortus Medisinalis (abortus theraupetica)
Adalah abortus karena tindakan kita sendiri, dengan alasan bila
kehamilan dilanjutkan dapat membahayakan jiwa ibu (berdasarkan
indikasi medis). Biasanya perlu mendapat persetujuan 2 sampai 3
tim dokter ahli.
b. Abortus Kriminalis
Adalah abortus yang terjadi oleh karena tindakan-tindakan yang
tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi medis.

E. Patofisiologi
Pada awal abortus terjadi perdarahan desidua basalis, diikuti dengan
nekrosis jaringan sekitar yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan
dianggap benda asing dalam uterus. Kemudian uterus berkontraksi untuk
mengeluarkan benda asing tersebut.
Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, villi korialis belum menembus
desidua secara dalam jadi hasil konsepso dapat dikeluarkan seluruhnya. Pada
kehamilan 8 sampai 14 minggu, penembusan sudah lebih dalam hingga
plasenta tidak dilepaskan sempurna dan menimbulkan banyak perdaraham.
Pada kehamilan lebih dari 14 minggu janin dikeluarkan terlebih ddahulu
daripada plasenta hasil konsespsi keluar dalam bentuk seperti kantong kosong
amnion atau benda kecil yang tidak jelas bentuknya (blightes ovum), janin

8
lahir mati, janin masih hidup, mola kruenta, fetus kompresus, maserasi atau
fetus papiraseus (Padila, 2015).

9
F. Pathway

Kelainan Kelainan Infeksi akut Kelainan traktus


pertumbuhan hasil plasenta genitalis
konsepsi

Oksigenasi Toksin,
plesenta bakteri,
terganggu virus

Perdarahan dalam desidua basalis

Nekrosis jaringan sekitar

Hasil konsepsi lepas (aborsi)

Villi korialis menembus Villi korialis belum Kehilangan


lebih dalam (8-14 mgg) menembus desidua
(<8 mgg)

Lepas sebagian Lepas seluruhnya

Tindakan kuretase Perdarahan


Berduka
Nyeri Resiko infeksi

Kurang volume Perubahan perfusi Ketakutan


cairan jaringan

Pathway menurut Padila (2015)

10
G. Penatalaksanaan Medis dan Prinsip Keperawatan
1. Penatalaksanaan Medis
a. Melakukan aspirasi manual,
b. Memberikan ergometrium 0,2 mg melalui intramuscular
c. Memberikan misoprostol 400 mcg melalui oral
d. Melakukan infus 20 unit oksitosin dalam 500 ml cairan intravena
dengan kecepatan 40 tetes permenit
e. Bila terdapat anemia sedang berikan sulfas ferrosus 600 mg perhari
selama 2 minggu melalui oral
f. Pemberian secara ekstrauretin atau intrauretin obat abortus seperti :
prostaglandin, antiprogesteron, atau oksitosin
g. Histerotomi/ histerektomi
2. Prinsip Keperawatan
Menurut Nugroho (2011) penatalaksanaan dan terapi abortus
sebagai berikut :
a. Abortus Imminens
1) Istirahat baring agar aliran darah ke uterus bertambah dan
rangsang mekanik berkurang.
2) Bila perlu diberi penenang seperti Phenobarbital 3 x 30 mg/hari,
dan spasmolotika misalnya Papaverin perinfus atau peroral.
3) Untuk pemeriksaan kehamilan dilakukan pemeriksaan USG.
4) Penderita bisa pulang setelah perdarahan pervaginam berhenti
dengan hasil dari pemeriksaan kehamilan baik.
5) Dengan anjuran 2 minggu kemudian kontrol kembali.
b. Abortus Insipiens
1) Uterus harus dikosongkan segera guna menghindari perdarahan
yang banyak atau syok karena rasa mulas/sakit yang hebat.
2) Pasang infuse, sebaiknya disertai dengan oksitosin drip guna
mempercepat pengeluaran hasil konsepsi.

11
3) Pengeluaran hasil konsepsi dapat dilaksanakan dengan kuret
vakum atau dengan cunam abortus disusul dengan kerokan.
4) Sebelum dilakukan kuretase diberikan antibiotik profilaksis.
5) Pasca tindakan diberikan injeksi metil ergometrin untuk
mempertahankan kontraksi.
6) Penderita bisa pulang setelah keadaan memungkinkan dan tanpa
komplikasi, dengan anjuran kontrol 2 minggu.
c. Abortus Inkompletus
1) Bila disertai dengan syok karena perdarahan, berikan infus cairan
NaCl fisiologis atau RL dan secepat mungkin ditransfusi darah.
2) Setelah syok diatasi, lakukan kerokan dengan kuret tajam lalu
suntikkan ergometrin 0,2 mg Intramuskuler untuk
mempertahankan kontraksi otot uterus.
3) Bila janin telah keluar, tetapi plasenta masih tertinggal lakukan
pengeluaran plasenta secara manual.
4) Berikan antibiotik untuk mencegah infeksi.
d. Abortus Kompletus
1) Bila kondisi pasien baik, berikan ergometrin 3 x 1 tablet selama
3-5 hari.
2) Bila pasien anemia berikan hematinik seperti Sulfas Ferosus atau
transfusi darah.
3) Berikan anti biotik untuk mencegah infeksi.
4) Anjurkan pasien diet tinggi protein, vitamin dan mineral.
e. Missed Abortion
1) Bila kadar fibrinogen normal, segera keluarkan jaringan konsepsi
dengan cunam ovum lalu dengan kuret tajam.
2) Bila kadar fibrinogen rendah, berikan fibrinogen kering atau segar
sesaat sebelum atau ketika mengeluarkan konsepsi.
3) Sebelum tindakan diberikan antibiotik profilaksis.

12
4) Tindakan kuretase dimulai dengan cunam abortus dilanjutkan
dengan sendok kuret tajam.
5) Sesudah tindakan diberi uterotonika.
6) Penderita bisa pulang setelah keadaan memungkinkan tanpa
komplikasi anjuran kontrol 2 minggu.
f. Abortus Habitualis
1) Memperbaiki keadaan umum.
2) Pemberian makanan yang sempurna.
3) Anjurkan istirahat cukup banyak.
4) Larangan koitus dan olahraga.

13
BAB III

KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Jika selama kehamilan ditemukan perdarahan, maka identifikasi :
1. Lama kehamilan
2. Kapan terjadi perdarahan, berapa lama, banyaknya, dan aktivitas yang
mempengaruhi
3. Karakteristik darah : merah terang, kecoklatan, adanya gumpalan darah,
dan lendir
4. Sifat dan lokasi ketidaknyamanan seperti kejang, nyeri tumpul atau tajam,
mulas, dan pusing
5. Gejala-gejala hipovolemia seperti sinkop
6. Pengkajian secara komprehensif meliputi seluruh aspek bio-psiko-sosial
dan spiriutual karena kenyamanan psikologis ibu sangat berpengaruh
terhadap kondisi janin yang dikandungnya.
(Mitayani, 2009)

Menurut Johnson & Taylor (2005) terdapat beberapa faktor resiko


terjadinya abortus sehingga harus melakukan pengkajian. Faktor resiko
tersebut antara lain :
1. Usia, usia mempengaruhi mental ibu.
2. Paritas, semakin sering ibu hamil dan melahirkan maka rahim akan
semakin lemah.
3. Riwayat abortus sebelumnya, riwayat abortus pada penderita abortus
merupakan predisposisi terjadinya abortus berulang.
4. Jarak kehamilan, jarak kelahiran dengan anak sebelumnya kurang dari 2
tahun, rahim dan kesehatan ibu belum pulih dengan baik.

14
5. Penyakit Infeksi, infeksi vagina pada kehamilan sangat berhubungan
dengan terjadinya abortus atau partus sebelum waktunya,
6. Alkohol, alkohol dapat meningkatkan resiko abortus spontan meskipun
hanya digunakan dalam jumlah sedang.
7. Merokok, kebiasaan gaya hidup termasuk status merokok pada ibu dan
suaminya berpengaruh terhadap kejadian abortus.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
(perdarahan)
3. Ansietas berhubungan dengan ancaman pada kondisi saat ini
4. Resiko infeksi ditandai dengan tindakan invasif (kuretase)
(Nurarif dan Kusuma, 2015)

15
C. Analisa Data

Data Etiologi Problem


DS : Agens Cidera Fisik Nyeri Akut
 Klien mengatakan nyeri
pada perut bagian
bawah
DO :
 Klien tampak meringis
kesakitan.
 TD : mmHg.
Nadi : x/menit.
DS : Kehilangan Cairan Aktif Kekurangan Volume Cairan
 Klien mengatakan darah (Perdarahan)
yang dikeluarkan
banyak
DO :
 Klien tampak
mengalami perdarahan
DS : Ancaman Pada Status Ansietas
 Klien mengatakan tidak Terkini
tahu tentang
penyakitnya, dan takut
dengan tindakan yang
akan dilakukan
 TD 130/90 mmHg
 Nadi 96 x/menit
DO :
 Klien tampak bingung,
cemas, dan bertanya-
tanya tentang tindakan
kuret yang akan
dilakukan
DS : - Tindakan invasif : Kuretase Resiko infeksi
DO :
 Akan dilakukan
tindakan kuretase

16

Anda mungkin juga menyukai