Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

Tuberkulosis (TB) pada anak merupakan masalah khusus yang berbeda dengan TB

pada orang dewasa. Perkembangan penyakit TB pada anak saat ini sangat pesat.

Sekurang-kurangnya 500.000 anak di dunia menderita TB setiap tahun. Di

Indonesia proporsi kasus TB Anak di antara semua kasus TB yang ternotifikasi

dalam program TB berada dalam batas normal yaitu 8-11 %, tetapi apabila dilihat

pada tingkat provinsi sampai fasilitas pelayanan kesehatan menunjukkan variasi

proporsi yang cukup lebar yaitu 1,8 – 15,9%. Untuk menangani permasalahan TB

anak telah diterbitkan berbagai panduan tingkat global. TB pada anak saat ini

merupakan salah satu komponen penting dalam pengendalian TB, dengan

pendekatan pada kelompok risiko tinggi, salah satunya adalah anak mengingat TB

merupakan salah satu penyebab utama kematian pada anak dan bayi di negara

endemis TB.1

Sepanjang sejarah, penyakit Tuberculosis atau TBC sangat sulit diberantas.

Namun untuk pertama kalinya, organisasi kesehatan dunia atau WHO mencatat

penurunan cukup signifikan pada jumlah penderita maupun korban meninggal

karena TBC. Dalam laporan berjudul Global Tuberculosis Control Report 2011,

WHO menyampaikan bahwa jumlah kasus baru TBC di dunia pada 2010 tercatat

8,8 juta dan jumlah korban meninggal 1,4 juta jiwa. Angka ini turun dibanding

tahun-tahun sebelumnya, misalnya 9,4 juta kasus baru pada 2009. Laporan WHO

pada tahun 2009, mencatat peringkat Indonesia menurun ke posisi lima dengan
jumlah penderita TBC sebesar 429 ribu orang. Lima negara dengan jumlah terbesar

kasus insiden pada tahun 2009 adalah India, Cina, Afrika Selatan, Nigeria dan

Indonesia. Tuberkulosis (TB) adalah penyebab kematian ke-2 di Indonesia setelah

penyakit jantung dan pembuluh darah lainnya. Setiap tahun ada 1,3 juta anak

berumur kurang dari 15 tahun yang terinfeksi kuman TB dan setiap tahun ada 450

ribu kematian anak akibat penyakit ini.Penyakit Primer Kompleks Tuberkulosis

(PKTB) merupakan penyakit yang relatif besar probabilitasnya pada anak-anak

balita dan pengobatannya memerlukan waktu yang cukup lama. Deteksi penyakit

PKTB dilakukan melalui gejala klinis, uji laboratorium dan foto paru-paru dengan

x-ray. Hasil citra paru dari x-ray diinterpretasikan oleh medis sebagai diagnosa

akhir. Pemeriksaan radiologis pada pasien TB paru post primer memberikan

gambaran yang khas, dan dapat membedakan antara gambaran TB primer dan post

primer.2

Indonesia berada dalam peringkat ketiga terburuk di dunia untuk jumlah

penderita TB. Setiap tahun muncul 500 ribu kasus baru dan lebih dari 140 ribu

lainnya meninggal. Berdasarkan data dari dinas provinsi Sumatra Selatan, tahun

2011 jumlah BTA (Basil tahan Asam) positif 5.416 orang penderita. Tahun 2012

jumlah BTA (Basil Tahan Asam) positif 5.393. Berdasarkan data yang diperoleh

dari dinas kesehatan kota Palembang, tercatat pada tahun 2010 sebanyak 1.117

penderita, kemudian pada tahun 2011 meningkat menjadi 1.365 penderita

sedangkan tahun 2012 jumlahnya yaitu 2.324 penderita. 2


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFENISI

Tuberkulosis ( TB / Tubercle Bacillus ) adalah penyakit yang umum dan

mematikan, disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yang pada umumnya

menyerang paru ( TB paru ) tapi juga dapat menyerang sistem syaraf pusat, sistem

limfatikus, sistem sirkulasi, sistem genitouria, tulang dan persendian.2

Tuberculosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil

Mycobacterium tuberculosis tipe humanus. Basil tersebut masuk kedalam jaringan

paru melalui saluran napas (droplet infection) sampai alveoli, terjadilah infeksi

primer (Ghon). Selanjutnya menyebar ke kelenjar getah bening setempat dan

terbentuklah Primer Kompleks ( Ranke ). Infeksi primer ( Ghon ) dan Primer

Kompleks ( Ranke ) dinamakan TB primer, yang dalam perjalanan lebih lanjut

sebagian besar akan mengalami penyembuhan. TB Paru primer, keradangan terjadi

sebelum tubuh mempunyai kekebalan spesifik terhadap basil Mycobacterium

tuberculosis, yang kebanyakan didapat pada usia anak 1 – 3 tahun. Sedangkan yang

disebut Tuberkulosa Post Primer ( reinfection ) adalah keradangan jaringan paru

oleh karena terjadi penularan ulang yang mana didalam tubuh terbentuk kekebalan

spesifik terhadap basil TB tersebut.2

B. EPIDEMIOLOGI

Secara global, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan lebih dari 9

juta kasus baru tuberkulosis (TB) terjadi setiap tahun, [1] dan diperkirakan, 19-

43,5% dari populasi dunia terinfeksi M tuberculosis. [2] Penyakit ini terjadi secara
tidak proporsional di antara populasi yang kurang beruntung, seperti individu

tunawisma, individu kurang gizi, dan mereka yang tinggal di daerah ramai.

Sebagian besar kasus TB terjadi di Asia Tenggara (35%), Afrika (30%), dan Pasifik

Barat (20%) daerah. 4

Di Amerika Serikat, sekitar 15 juta orang terinfeksi dengan M tuberculosis.

Jumlah kasus AS dilaporkan setiap tahun turun 74% antara tahun 1953 dan 1985

(84.304 ke 22.201), tapi ada kebangkitan berikutnya, memuncak pada 26.673 kasus

pada tahun 1992. Sayangnya, meskipun kejadian TB meningkat sekitar 13% di

segala usia dari 1985-1994, tingkat antara anak-anak muda dari 15 tahun meningkat

sebesar 33%.4

Kebangkitan ini disebabkan human immunodeficiency virus (HIV) epidemi,

yang meningkatkan risiko pengembangan TB aktif antara orang terinfeksi HIV dan

infeksi TB yang laten. faktor penyebab lainnya termasuk emigrasi dari negara-

negara berkembang dan transmisi dalam pengaturan seperti rumah sakit endemik

dan penjara. Selain itu, pengembangan (MDR) organisme resisten dan kerusakan

infrastruktur kesehatan publik untuk layanan TB lebih memberikan kontribusi

terhadap kenaikan jumlah kasus.4

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman

TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru,

tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. TB Anak adalah penyakit TB yang

terjadi pada anak usia 0-14 tahun.1


Cara Penularan:1

• Sumber penularan adalah pasien TB paru BTA positif, baik dewasa maupun

anak.

• Anak yang terkena TB tidak selalu menularkan pada orang di sekitarnya,

kecuali anak tersebut BTA positif atau menderita adult type TB.

• Faktor risiko penularan TB pada anak tergantung dari tingkat penularan, lama

pajanan, daya tahan pada anak. Pasien TB dengan BTA positif memberikan

kemungkinan risiko penularan lebih besar daripada pasien TB dengan BTA

negatif.

• Pasien TB dengan BTA negatif masih memiliki kemungkinan menularkan

penyakit TB. Tingkat penularan pasien TB BTA positif adalah 65%, pasien

TB BTA negatif dengan hasil kultur positif adalah 26% sedangkan pasien

TB dengan hasil kultur negatif dan foto Toraks positif adalah 17%.

Besaran masalah TB Anak

• Tuberkulosis anak merupakan faktor

penting di negara-negara

berkembang karena jumlah anak

berusia kurang dari 15 tahun adalah


Jumlah populasi berdasarkan usia
40−50% dari jumlah seluruh populasi
(IJTLD 2004; 8:627−9).1

Data TB anak di Indonesia menunjukkan proporsi kasus TB Anak di antara

semua kasus TB pada tahun 2010 adalah 9,4%, kemudian menjadi 8,5% pada tahun

2011 dan 8,2% pada tahun 2012. Apabila dilihat data per provinsi, menunjukkan
variasi proporsi dari 1,8% sampai 15,9%. Hal ini menunjukan kualitas diagnosis

TB anak masih sangat bervariasi pada level provinsi. Kasus TB Anak

dikelompokkan dalam kelompok umur 0-4 tahun dan 5-14 tahun, dengan jumlah

kasus pada kelompok umur 5-14 tahun yang lebih tinggi dari kelompok umur 0-4

tahun. Kasus BTA positif pada TB anak tahun 2010 adalah 5,4% dari semua kasus

TB anak, sedangkan tahun 2011 naik menjadi 6,3% dan tahun 2012 menjadi 6%.1

C. ETIOLOGI

Infeksi mycobacterium tbc dimulai dari inhalasi kuman Mycobacterium

tuberculosis berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung, tidak berspora dan

tidak berkapsul melalui udara pernapasan dari orang yang menderita TB paru. Ini

diistilahkan dengan ‘droplet infection’. Setelah basil mencapai alveolus, ia akan

dibawa melalui saluran limfe menuju kelenjar limfe pada hillus paru. Kemudian ia

bisa mencapai melalui aliran darah melalui ductus thorasicus.2

D. PATOFISIOLOGI

TB ditularkan paling sering melalui penyebaran udara. kelenjar getah bening

sering terinfeksi M tuberculosis. Infeksi seperti menyebabkan pembesaran kelenjar

dengan atau tanpa peradangan yang signifikan. Menghirup basil melalui saluran

napas terminal dapat mengakibatkan pembentukan kompleks Ghon, yang

mencakup fokus awal infeksi, pembuluh limfatik pengeringan, dan kelenjar getah

bening regional membesar. Setelah tahap ini, infeksi dapat terkandung, menyebar

dengan cepat, atau aktif kembali di kemudian hari. Manifestasi klinis yang berbeda

dari TB pada anak memiliki berbagai masa inkubasi. Penyakit TB miliaria atau

disebarluaskan biasanya terjadi 2 sampai 6 bulan setelah infeksi, TB ginjal


memanifestasikan dalam 5 tahun, TB tulang terjadi 1 sampai 2 tahun setelah infeksi,

dan paru-paru dan TB limfatik terjadi dalam 4 sampai 12 bulan. Sebagian besar

manifestasi klinis pada anak-anak terjadi dalam 1 sampai 2 tahun infeksi awal.5

Paru merupakan port d’entree lebih dari 98% kasus infeksi TB. Kuman TB

dalam percik renik (droplet nuclei) yang ukurannya sangat kecil (<5 μm), akan

terhirup dan dapat mencapai alveolus.. Pada sebagian kasus, kuman TB dapat

dihancurkan seluruhnya oleh mekanisme imunologis nonspesifik, sehingga tidak

terjadi respons imunologis spesifik. Akan tetapi, pada sebagian kasus lainnya, tidak

seluruhnya dapat dihancurkan. Pada individu yang tidak dapat menghancurkan

seluruh kuman, makrofag alveolus akan memfagosit kuman TB yang sebagian

besar dihancurkan. Akan tetapi, sebagian kecil kuman TB yang tidak dapat

dihancurkan akan terus berkembang biak di dalam makrofag, dan akhirnya

menyebabkan lisis makrofag. Selanjutnya, kuman TB membentuk lesi di tempat

tersebut, yang dinamakan fokus primer Ghon.1

Dari fokus primer Ghon, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju

kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke

lokasi fokus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran

limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus

primer terletak di lobus bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah

kelenjar limfe parahilus (perihiler), sedangkan jika fokus primer terletak di apeks

paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Gabungan antara fokus primer,

limfangitis, dan limfadenitis dinamakan kompleks primer (primary complex). 1


Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks

primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi. Hal ini berbeda dengan

pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang diperlukan

sejak masuknya kuman hingga timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi TB

bervariasi selama 2−12 minggu, biasanya berlangsung selama 4−8 minggu. Selama

masa inkubasi tersebut, kuman berkembang biak hingga mencapai jumlah 103–104,

yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons imunitas selular. 1

Pada saat terbentuknya kompleks primer, TB primer dinyatakan telah terjadi.

Setelah terjadi kompleks primer, imunitas selular tubuh terhadap TB terbentuk,

yang dapat diketahui dengan adanya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein,

yaitu uji tuberkulin positif. Selama masa inkubasi, uji tuberkulin masih negatif.

Pada sebagian besar individu dengan sistem imun yang berfungsi baik, pada saat

sistem imun selular berkembang, proliferasi kuman TB terhenti. Akan tetapi,

sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila imunitas selular

telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke dalam alveoli akan segera

dimusnahkan oleh imunitas selular spesifik (cellular mediated immunity, CMI). 1

Setelah imunitas selular terbentuk, fokus primer di jaringan paru biasanya akan

mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah

terjadi nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan

mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak

sesempurna fokus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan

menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini, tetapi tidak menimbulkan gejala

sakit TB. 1
Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi akibat fokus di paru atau di

kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru dapat membesar dan menyebabkan

pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis perkijuan yang berat, bagian

tengah lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus sehingga meninggalkan

rongga di jaringan paru (kavitas). 1

Kelenjar limfe hilus atau paratrakeal yang mulanya berukuran normal pada awal

infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut, sehingga bronkus

dapat terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal

menimbulkan hiperinflasi di segmen distal paru melalui mekanisme ventil (ball-

valve mechanism). Obstruksi total dapat menyebabkan atelektasis. Kelenjar yang

mengalami inflamasi dan nekrosis perkijuan dapat merusak dan menimbulkan erosi

dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB endobronkial atau membentuk fistula.

Massa kiju dapat menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus sehingga

menyebabkan gabungan pneumonitis dan atelektasis, yang sering disebut sebagai

lesi segmental kolaps-konsolidasi. 1

Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas selular, dapat terjadi

penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar

ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer, atau berlanjut menyebar

secara limfohematogen. Dapat juga terjadi penyebaran hematogen langsung, yaitu

kuman masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Adanya

penyebaran hematogen inilah yang menyebabkan TB disebut sebagai penyakit

sistemik. 1
Penyebaran hematogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk penyebaran

hematogenik tersamar (occult hematogenic spread). Melalui cara ini, kuman TB

menyebar secara sporadik dan sedikit demi sedikit sehingga tidak menimbulkan

gejala klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai organ di seluruh tubuh,

bersarang di organ yang mempunyai vaskularisasi baik, paling sering di apeks paru,

limpa, dan kelenjar limfe superfisialis. Selain itu, dapat juga bersarang di organ lain

seperti otak, hati, tulang, ginjal, dan lain-lain. Pada umumnya, kuman di sarang

tersebut tetap hidup, tetapi tidak aktif (tenang), demikian pula dengan proses

patologiknya. Sarang di apeks paru disebut dengan fokus Simon, yang di kemudian

hari dapat mengalami reaktivasi dan terjadi TB apeks paru saat dewasa. 1

Bentuk penyebaran hematogen yang lain adalah penyebaran hematogenik

generalisata akut (acute generalized hematogenic spread). Pada bentuk ini,

sejumlah besar kuman TB masuk dan beredar di dalam darah menuju ke seluruh

tubuh. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya manifestasi klinis penyakit TB secara

akut, yang disebut TB diseminata. Tuberkulosis diseminata ini timbul dalam waktu

2−6 bulan setelah terjadi infeksi. Timbulnya penyakit bergantung pada jumlah dan

virulensi kuman TB yang beredar serta frekuensi berulangnya penyebaran.

Tuberkulosis diseminata terjadi karena tidak adekuatnya sistem imun pejamu (host)

dalam mengatasi infeksi TB, misalnya pada anak bawah lima tahun (balita)

terutama di bawah dua tahun. 1

Bentuk penyebaran yang jarang terjadi adalah protracted hematogenic spread.

Bentuk penyebaran ini terjadi bila suatu fokus perkijuan di dinding vaskuler pecah

dan menyebar ke seluruh tubuh, sehingga sejumlah besar kuman TB akan masuk
dan beredar di dalam darah. Secara klinis, sakit TB akibat penyebaran tipe ini tidak

dapat dibedakan dengan acute generalized hematogenic spread. 1

E. MANIFESTASI KLINIS

Gejala penyakit TB tergantung pada di mana dalam tubuh bakteri TB tumbuh.

Bakteri TB biasanya tumbuh di paru-paru (pulmonary TB). Penyakit TBC di paru-

paru dapat menyebabkan gejala seperti : 6

 batuk buruk yang berlangsung 3 minggu atau lebih

 nyeri di dada

 batuk darah atau sputum (dahak dari dalam paru-paru)

Gejala lain dari penyakit TB:6

 kelemahan atau kelelahan

 penurunan berat badan

 tidak nafsu makan

 panas dingin

 demam

 berkeringat di malam hari

Gejala penyakit TBC di bagian lain dari tubuh tergantung pada daerah yang

terkena.Orang yang memiliki infeksi TB laten tidak merasa sakit, tidak memiliki

gejala apapun, dan tidak dapat menyebar TB kepada orang lain.6

Hanya 5% sampai 10% dari anak-anak kurang dari 3 tahun yang terinfeksi dan

tidak diobati dapat berkembang menjadi penyakit, dan dan sering terjadi dalam 1

sampai 2 tahun sejak infeksi awal. Organ yang paling umum dari infeksi paru-paru,

yang menyumbang hingga 80% dari semua kasus penyakit. Manifestasi paru yang
paling umum adalah TB limfadenopati (67%), diikuti oleh meningitis (13%, terjadi

paling sering pada bayi dan balita), TB pleura (6%), TB milier (5%), dan TB tulang

(4%) . Pada remaja area yang sering terlibat adalah kelenjar getah bening, ruang

pleura, dan tulang. Risiko penyakit paru tertinggi pada anak-anak

immunocompromised, bayi, dan remaja. Kelompok terbaik-dipelajari dari pasien

immunocompromised adalah pasien yang terinfeksi HIV, meskipun anak-anak

yang memiliki disfungsi T-sel lain dan anak-anak yang kekurangan gizi juga

memiliki risiko yang lebih tinggi untuk maju dari LTBI ke TB.5

1. Perbedaan TB pada anak dengan TB dewasa2

a. TB anak lokasinya pada setiap bagian paru, sedangkan pada dewasa di

daerah apeks dan infra klavikuler

b. Terjadi pembesaran kelenjar limfe regional sedangkan pada dewasa

tanpa pembesaran kelenjar limfe regional

c. Penyembuhan dengan perkapuran sedangkan pada dewasa dengan

fibrosis

d. Lebih banyak terjadi penyebaran hematogen, pada dewasa jarang.

2. Manifestasi TB pada Anak2

Penyakit TB pada anak memiliki beberapa manifestasi klinis. Di

antaranya:

a. TB paru

TB paru merupakan manifestasi klinis yang umum dijumpai pada anak.

Dari yang paling ringan sampai yang paling berat dapat dijumpai pada

anak.
1). Bentuk yang paling ringan adalah pembesaran kelenjar hilus atau

munculnya Ghon kompleks.

Gambar: adanya kalsifikasi parahiler kanan (Ghon

kompleks) disertai pembesaran kelenjar hillus kanan.

(Courtesy: Andrea T Cruz).

2). Sedangkan salah satu bentuk TB paru berat adalah TB milier.

Gambar: TB milier dengan gambaran badai salju.

b. TB kulit (Scrofuloderma)

TB anak juga memiliki manifestasi TB kulit.

c. TB kelenjar

Di antara manifestasi ekstrathoracal adalah TB kelenjar.

Gambar: TB kelenjar disertai scrofuloderma. (Courtesy:

Andrea T Cruz)
d. TB tulang

Di antara manifestasi TB ekstratoracal adalah TB tulang.

Gambar: TB pada tulang vertebara atau disebut Gibbus.

3. Gejala Klinis2

a. Gejala umum

1). Berat badan menurun berturut-turut selama 3 bulan tanpa sebab

jelas

atau tidak naik selama 1 bulan meskipun dengan intervensi gizi

2). Anoreksia dan gagal tumbuh (failure to thrive)

3). Demam lama/berulang tanpa sebab jelas

4). Pembesaran KGB superfisial seperti: KGB leher, inguinal dan

Sebagainya

5). Gejala saluran napas seperti batuk lama lebih dari 30 hari

6). Gejala GI tract seperti diare lama/berulang, masa di abdomen dan

sebagainya.

b. Gejala spesifik

1). TB kulit (scrofuloderma)

2). TB tulang seperti: gibbus (spondilitis), coccitis, pincang, bengkak

3). TB otak dan syaraf: meningitis TB, ensefalitis TB

4). TB mata: konjungtifitis fliktenuaris, tubercle choroid .


F. DIAGNOSIS

Diagnosis TB pada anak bergantung pada penilaian menyeluruh dari semua bukti

yang berasal dari anamnesis paparan, pemeriksaan klinis dan investigasi yang

relevan.7

Pedoman tentang pendekatan untuk diagnosis TB pada anak: 7

 Anamnesis (termasuk riwayat kontak TB dan gejala konsisten TB)

 pemeriksaan klinis (termasuk penilaian pertumbuhan)

 skin test tuberkulin

 Thorax X-ray (jika tersedia)

 konfirmasi bakteriologi bila memungkinkan

 Investigasi yang relevan untuk TB paru dicurigai dan diduga TB paru

 Tes HIV

Kebanyakan anak-anak dengan TB terinfeksi jenis TB paru. Konfirmasi

bakteriologi TB kadangkala tidak selalu layak, hal itu harus dicari bila

memungkinkan dengan mikroskop, kultur atau dengan WHO endorsed-genotip

(molekul) pengujian (yaitu Xpert MTB / RIF) dari pernapasan atau non sampel

pernafasan seperti yang ditunjukkan oleh presentasi klinis. Sebuah percobaan

pengobatan dengan anti obat TB tidak dianjurkan sebagai metode mendiagnosis TB

pada anak. 7

Faktor risiko utama untuk TB pada anak: 7

 Rumah tangga atau kontak dekat lainnya dengan kasus TB paru (terutama

 TB paru BTA positif atau biakan positif)

 Usia kurang dari 5 tahun


 infeksi HIV

 gizi buruk

Diagnosis TB paru pada anak menurut Indian Academic of Pediatrics:8


Screening TB menurut Guidelines For The Management Of Tuberculosis In

Children REPUBLIC OF SOUTH AFRICA 20139

Menurut Petunjuk Teknis Manajemen TB Anak oleh Direktorat Jenderal

Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan

Republik Indonesia, Diagnosis TB pada anak adalah sebagai berikut:

1. Penemuan Pasien TB Anak

Pasien TB anak dapat ditemukan dengan cara melakukan pemeriksaan pada :1

a. Anak yang kontak erat dengan pasien TB menular.


Yang dimaksud dengan kontak erat adalah anak yang tinggal serumah

atau sering bertemu dengan pasien TB menular. Pasien TB menular

adalah terutama pasien TB yang hasil pemeriksaan sputumnya BTA

positif dan umumnya terjadi pada pasien TB dewasa. Pemeriksaan

kontak erat ini akan diuraikan secara lebih rinci dalam pembahasan pada

bab profilaksis TB pada anak.

b. Anak yang mempunyai tanda dan gejala klinis yang sesuai dengan TB

anak.

Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi sistemik dan organ yang

paling sering terkena adalah paru. Gejala klinis penyakit ini dapat

berupa gejala sistemik/umum atau sesuai organ terkait. Perlu ditekankan

bahwa gejala klinis TB pada anak tidak khas, karena gejala serupa juga

dapat disebabkan oleh berbagai penyakit selain TB.

Gejala sistemik/umum TB anak adalah sebagai berikut: 1

a. Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau berat badan tidak naik dengan

adekuat atau tidak naik dalam 1 bulan setelah diberikan upaya perbaikan

gizi yang baik.

b. Demam lama (≥2 minggu) dan/atau berulang tanpa sebab yang jelas (bukan

demam tifoid, infeksi saluran kemih, malaria, dan lain-lain). Demam

umumnya tidak tinggi. Keringat malam saja bukan merupakan gejala

spesifik TB pada anak apabila tidak disertai dengan gejala-gejala

sistemik/umum lain.
c. Batuk lama ≥3 minggu, batuk bersifat non-remitting (tidak pernah reda atau

intensitas semakin lama semakin parah) dan sebab lain batuk telah dapat

disingkirkan.

d. Nafsu makan tidak ada (anoreksia) atau berkurang, disertai gagal tumbuh

(failure to thrive).

e. Lesu atau malaise, anak kurang aktif bermain.

f. Diare persisten/menetap (>2 minggu) yang tidak sembuh dengan

pengobatan baku diare.

2. Pemeriksaan Penunjang untuk Diagnosis TB anak

TB merupakan salah satu penyakit menular dengan angka kejadian yang cukup

tinggi di Indonesia. Diagnosis pasti TB seperti lazimnya penyakit menular yang lain

adalah dengan menemukan kuman penyebab TB yaitu kuman Mycobacterium

tuberculosis pada pemeriksaan sputum, bilas lambung, cairan serebrospinal, cairan

pleura ataupun biopsi jaringan. Diagnosis pasti TB ditegakkan berdasarkan

pemeriksaan mikrobiologi yang terdiri dari beberapa cara, yaitu pemeriksaan

mikroskopis apusan langsung atau biopsi jaringan untuk menemukan BTA dan

pemeriksaan biakan kuman TB. Pada anak dengan gejala TB, dianjurkan untuk

melakukan pemeriksaan mikrobiologi. Pemeriksaan serologi yang sering

digunakan tidak direkomendasikan oleh WHO untuk digunakan sebagai sarana

diagnostik TB dan Direktur Jenderal BUK Kemenkes telah menerbitkan Surat

Edaran pada bulan Februari 2013 tentang larangan penggunaan metode serologi

untuk penegakan diagnosis TB. Pemeriksaan mikrobiologik sulit dilakukan pada

anak karena sulitnya mendapatkan spesimen. Spesimen dapat berupa sputum,


induksi sputum atau pemeriksaan bilas lambung selama 3 hari berturut-turut,

apabila fasilitas tersedia. Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan adalah

pemeriksaan histopatologi (PA/Patologi Anatomi) yang dapat memberikan

gambaran yang khas. Pemeriksaan PA akan menunjukkan gambaran granuloma

dengan nekrosis perkijuan di tengahnya dan dapat pula ditemukan gambaran sel

datia langhans dan atau kuman TB. 1

Perkembangan Terkini Diagnosis TB

Saat ini beberapa teknologi baru telah didukung oleh WHO untuk

meningkatkan ketepatan diagnosis TB anak, diantaranya pemeriksaan biakan

dengan metode cepat yaitu penggunaan metode cair, molekular (LPA=Line

Probe Assay) dan NAAT=Nucleic Acid Amplification Test) (misalnya Xpert

MTB/RIF). Metode ini masih terbatas digunakan di semua negara karena

membutuhkan biaya mahal dan persyaratan laboratorium tertentu. 1

WHO mendukung Xpert MTB/RIF pada tahun 2010 dan telah

mengeluarkan rekomendasi pada tahun 2011 untuk menggunakan Xpert

MTB/RIF. Update rekomendasi WHO tahun 2013 menyatakan pemeriksaan

Xpert MTB/RIF dapat digunakan untuk mendiagnosis TB MDR pada anak, dan

dapat digunakan untuk mendiagnosis TB pada anak ada beberapa kondisi

tertentu yaitu tersedianya teknologi ini. Saat ini data tentang penggunaan Xpert

MTB/RIF masih terbatas yaitu menunjukkan hasil yang lebih baik dari

pemeriksaan mikrokopis, tetapi sensitivitasnya masih lebih rendah dari

pemeriksaan biakan dan diagnosis klinis, selain itu hasil Xpert MTB/RIF yang

negatif tidak selalu menunjukkan anak tidak sakit TB. 1


Cara Mendapatkan sampel pada Anak : 1

a. Berdahak

Pada anak lebih dari 5 tahun dengan gejala TB paru, dianjurkan untuk

melakukan pemeriksaan dahak mikroskopis, terutama bagi anak yang

mampu mengeluarkan dahak. Kemungkinan mendapatkan hasil positif

lebih tinggi pada anak >5 tahun.

b. Bilas lambung

Bilas lambung dengan NGT (Naso Gastric Tube) dapat dilakukan pada

anak yang tidak dapat mengeluarkan dahak. Dianjurkan spesimen

dikumpulkan selama 3 hari berturut-turut pada pagi hari.

c. Induksi Sputum

Induksi sputum relatif aman dan efektif untuk dikerjakan pada anak semua

umur, dengan hasil yang lebih baik dari aspirasi lambung, terutama

apabila menggunakan lebih dari 1 sampel. Metode ini bisa dikerjakan

secara rawat jalan, tetapi diperlukan pelatihan dan peralatan yang

memadai untuk melaksanakan metode ini.

Berbagai penelitian menunjukkan organ yang paling sering berperan sebagai

tempat masuknya kuman TB adalah paru karena penularan TB sebagai akibat

terhirupnya kuman M.tuberculosis melalui saluran nafas (inhalasi). Atas dasar hal

tersebut maka baku emas cara pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis TB adalah

dengan cara menemukan kuman dalam sputum. Namun upaya untuk menemukan

kuman penyebab TB pada anak melalui pemeriksaan sputum sulit dilakukan oleh

karena sedikitnya jumlah kuman dan sulitnya pengambilan spesimen sputum. 1


Guna mengatasi kesulitan menemukan kuman penyebab TB anak dapat

dilakukan penegakan diagnosis TB anak dengan memadukan gejala klinis dan

pemeriksaan penunjang lain yang sesuai. Adanya riwayat kontak erat dengan pasien

TB menular merupakan salah satu informasi penting untuk mengetahui adanya

sumber penularan. Selanjutnya, perlu dibuktikan apakah anak telah tertular oleh

kuman TB dengan melakukan uji tuberkulin. Uji tuberkulin yang positif

menandakan adanya reaksi hipersensitifitas terhadap antigen (tuberkuloprotein)

yang diberikan. Hal ini secara tidak langsung menandakan bahwa pernah ada

kuman yang masuk ke dalam tubuh anak atau anak sudah tertular. Anak yang

tertular (hasil uji tuberkulin positif) belum tentu menderita TB oleh karena tubuh

pasien memiliki daya tahan tubuh atau imunitas yang cukup untuk melawan kuman

TB. Bila daya tahan tubuh anak cukup baik maka pasien tersebut secara klinis akan

tampak sehat dan keadaan ini yang disebut sebagai infeksi TB laten. Namun apabila

daya tahan tubuh anak lemah dan tidak mampu mengendalikan kuman, maka anak

akan menjadi menderita TB serta menunjukkan gejala klinis maupun radiologis.

Gejala klinis dan radiologis TB anak sangat tidak spesifik, karena gambarannya

dapat menyerupai gejala akibat penyakit lain. Oleh karena itulah diperlukan

ketelitian dalam menilai gejala klinis pada pasien maupun hasil foto toraks. 1

Pemeriksaan penunjang utama untuk membantu menegakkan diagnosis TB

pada anak adalah membuktikan adanya infeksi yaitu dengan melakukan uji

tuberkulin/mantoux test. Tuberkulin yang tersedia di Indonesia saat ini adalah PPD

RT-23 2 TU dari Staten Serum Institute Denmark produksi dari Biofarma. Namun
uji tuberkulin belum tersedia di semua fasilitas pelayanan kesehatan. Cara

melaksanakan uji tuberkulin terdapat pada lampiran. 1

Pemeriksaan penunjang lain yang cukup penting adalah pemeriksaan foto

toraks. Namun gambaran foto toraks pada TB tidak khas karena juga dapat dijumpai

pada penyakit lain. Dengan demikian pemeriksaan foto toraks saja tidak dapat

digunakan untuk mendiagnosis TB, kecuali gambaran TB milier. Secara umum,

gambaran radiologis yang menunjang TB adalah sebagai berikut: 1

a. Pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan/tanpa infiltrat

(visualisasinya selain dengan foto toraks AP, harus disertai foto toraks

lateral)

b. Konsolidasi segmental/lobar

c. Efusi pleura

d. Milier

e. Atelektasis

f. Kavitas

g. Kalsifikasi dengan infiltrat

h. Tuberkuloma

3. Diagnosis TB pada anak dengan Sistem Skoring

Dalam menegakkan diagnosis TB anak, semua prosedur diagnostik dapat

dikerjakan, namun apabila dijumpai keterbatasan sarana diagnostik yang tersedia,

dapat menggunakan suatu pendekatan lain yang dikenal sebagai sistem skoring.

Sistem skoring tersebut dikembangkan diuji coba melalui tiga tahap penelitian

oleh para ahli yang IDAI, Kemenkes dan didukung oleh WHO dan disepakati
sebagai salah satu cara untuk mempermudah penegakan diagnosis TB anak

terutama di fasilitas pelayanan kesehatan dasar. Sistem skoring ini membantu

tenaga kesehatan agar tidak terlewat dalam mengumpulkan data klinis maupun

pemeriksaan penunjang sederhana sehingga diharapkan dapat mengurangi

terjadinya underdiagnosis maupun overdiagnosis TB. 1

Penilaian/pembobotan pada sistem skoring dengan ketentuan sebagai berikut: 1

• Parameter uji tuberkulin dan kontak erat dengan pasien TB menular

mempunyai nilai tertinggi yaitu 3.

• Uji tuberkulin bukan merupakan uji penentu utama untuk menegakkan

diagnosis TB pada anak dengan menggunakan sistem skoring.

• Pasien dengan jumlah skor ≥6 harus ditatalaksana sebagai pasien TB dan

mendapat OAT.

Setelah dinyatakan sebagai pasien TB anak dan diberikan pengobatan OAT (Obat

Anti Tuberkulosis) harus dilakukan pemantauan hasil pengobatan secara cermat

terhadap respon klinis pasien. Apabila respon klinis terhadap pengobatan baik,

maka OAT dapat dilanjutkan sedangkan apabila didapatkan respons klinis tidak

baik maka sebaiknya pasien segera dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan rujukan

untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. 1


Sistem scoring TB1

G. RADIOLOGI TUBERKULOSIS PARU

Pemeriksaan Rontgen adalah sangan pening untuk diagnosis tuberkulosis

paru.10

1. Bila klinis ada gejala-gejala tuberkulosis paru, hampirr selalu ditemukan

kelainan pada foto roentgen.


2. Bila klinis ada persangkutan terhadap penyakit tuberkulosis paru, tetapi

pada foto roentgen tidak ada kelainan, maka ini merupakan tanda yang kuat

bahwa penyakit yang diderita bukanlah tuberkulosis.

3. Pada pemeriksaan roentgen rutin (misalnya check-up) mungkin telah

ditemukan tanda-tanda pertama tuberkulosis, walaupuun klinis belum ada

gejala. Sebaliknya bila tidak ada kelainan pada foto roentgen belum berarti

tidak ada tuberkulosis, sebab kelaianan pertama pada foto roentgen biasanya

baru kelihatan sekurang-kurangnya 10 minggu setelah infeksi oleh basil

tuberkulosis.

4. Sesudah sputum positif pada pemeriksaan bakteriologik, tanda tuberkulosis

yang terpenting adalah bila ada kelainan pada foto roentgen.

5. Ditemukannya kelainan pada foto roentgen beelum berarti bahwa penyakit

tersebut aktif (lihat krteria aktivitas proses tuberkulosis pada foto rontgen)

6. Dari bentuk kelainan pada foto roentgen (bayangan bercak-bercak, awan-

awan, dan lubang, merupakan tanda-tanda aktif; sedangkan bayangan garis-

garis dan sarang kapur merupakan tanda tenang) memang dapat diperoleh

kesan teentang aktivitas penyakit, namun kepastian diagnosis hanya dapat

diperoleh dengan hasil pemeriksaan klinis/laboratoris.

7. Pemeriksaan roentgen penting untuk dokumentasi, penentuan lokalisasi

proses dan tanda perbaikan atau perburukan dengan melakukan

perbandingan dengan foto-foto yang terdahulu.

8. Pemeriksaan Roentgen juga penting untuk penilaian hasil tindakan terapi

seperti pneumotoraks artifisial, torakoplastik dan sebagainya.


9. Pemeriksaan roentgen tuberkulosis paru saja tidak cukup dan dewasa ini

bahkan tidak boleh dilakukan hanya dengan fluoroskopi (dilarang oleh

peraturan-peraturan WHO)` Pembuatan foto roentgen addalah suatu

keharusan, yaitu foto Posteriorior Anterior (PA), bila perlu disertaiproyeksi-

proyeksi tambahan seperti seperti foto lateral, foto khusus puncak AP-

lordotik dan teknik-teknik khusus lainnya seperti foto keras (high-voltage).

Dan sebagainya.

Pembagiaan Tuberkulosis:10

1. Tuberkulosis Primer

Tuberkulosis primer terjadi karena infeksi melalui jalan pernapasan

(inhalasi) oleh Mycobacterium tuberculosis, Biasannya pada anak-anak.

Kelaianan roentgen akibat penyakit ini dapat berlokasi dimana saja dalam

paru-paru, namun sarang dalam parenkim paru-paru sering disertai oleh

pembesaran kelenjar limfe regional (kompleks primer).

Salah satu komplikasi yang mungkin timbul adalah pleuritis, karena

perluasan infiltrat primer ke pleura melalui penyebaran hematogen.

Komplikasi lain ialah atelektasis akibat stenosis bronkkus karena perforasi

kelenjar ke dalam brronkus. Baik pleuritis maupun atelektasis tuberkulosis

pada anak-anak mungkin demikian luas sehingga sarang primer

tersembunyi dibelakangnya.

2. Tuberkulosis sekunder atau tuberkulosis re-infeksi


Tuberkulosis yang bersifat kronis ini terjadi pada orang dewasa. Saat ini

pendapat umum mengenai pendapat umum mengenai penyakit tersebut

adalah bahwa timbul reinfeksi pada seorang yang masa kecilnya pernah

menderita tuberkulosis primer, tetapi tidak diketahui dan sembuh sendiri.

Sarang-sarang yang terlihat pada foto roentgen biasanya berkedudukan di

lapangan atas dan segmen apikal lobi bbawah, walaupun kadang-kadang

dapat juga terjadi di lapangan bawah, yang biasanya disertai oleh pleuritis.

Pembesaran kelejar-kelenjar limfe pada tuberkulosis sekunder jarang

ditemukan.

Klasifikasi tuberkulosis sekunder menurut American Tuberculosis

Association:10

a. Tuberkulosis minimal (minimal tuberculosis): yaitu luas sarang-sarang

yang kelihatan tidak melebihi daerah yang dibatasi oleh garis median,

apeks, dan iga 2 depan; sarang-sarang soliter dapat berada di mana saja,

tidak harus berada di daerah tersebut diatas. Tidak ditemukan adanya

lubang (kavitas).

b. Tuberkulosis lanjut sedang (moderately advanced tuberculosis): yaitu

luas sarang-sarang yang bersifat bercak-bercak tidaak melebihi luas satu

paru, sedangkan bila ada lubang, diameternya tidak melebihi 4 cm.

Kalau sifat bayaangan saraang-sarang tersebut berupa awan-awan yang

menjelma menjadi daerah konsolidasi yang homogen, luasnya tidak

boleh melebihi satuu lobus.


c. Tuberculosis sangan lanjut (far advanced tuberculosis): yaitu luas

daaerah yang dihinggapi oleh sarang-sarang lebih daripada klasiffikasi

kedua di atas, atau bila aada lubang-lubang, maka diameter keseuruhan

semua lubang melebihi 4 cm.

Ada beberapa cara pembagian kelainan yang dapat dilihat pada foto

roentgen. Salah satu pembagian adalah menurut kelainan, yaitu:10

a. Sarang eksudatif, berbentuk awan-awan atau bercak, yang batasnya

tidak tegas dengan densitas rendah..

b. Sarang prroduktif, berbentuk butir-butir bulat kecil yang batasnya dan

densitasnya sedang.

c. Sarang induratif atau fibrotik, yaitu yang berbentuk garis-garis, atau atau

pita tebal, berbatas tegas dengan densitas tinggi.

d. Kavitas (lubang)

e. Sarang kapur (kalsifikasi)

Cara pembagian ini masih banyak digunakan di Eropa, tetapi di Indonesia

hampir tidak dipergunakan lagi. Yang mulai lebih banyak dipergunakan di

Indoneasia dan menurut hemat penulis juga memang lebih praktis, ialah cara

pembagian yang lazim dipergunakan di Amerika Serikat, yaittu:

a. Sarang-sarang berbentuk awan atau bercak-bercak dengan densitas

rendah atau sedang dengan batas tidak tegak. Sarang-sang seperti ini

biasanya menunjukkan proses aktif


b. Lubang (kavitas) ini selalu berarti proses aktif kecuali bila lubang sudah

sangat kecil, yang dinamakan lubang sisa (residual cavity)

c. Sarang seperti garis-garis (fibrotik) atau bintik-bintik kapur (kalsifikasi)

yang biasanya menunjukkan bahwa proses telah tenang.

Hampir semua infeksi TB primer tidak disertai gejala klinis, sehingga paling

sering didiagnosis dengan tuberkulin test. Pada umumnya menyerang anak, tetapi

bisa terjadi pada orang dewasa dengan daya tahan tubuh yang lemah. Pasien dengan

TB primer sering menunjukkan gambaran foto normal. Pada 15% kasus tidak

ditemukan kelainan, bila infeksi berkelanjutan barulah ditemukan kelainan pada

foto toraks. Lokasi kelainan biasanya terdapat pada satu lobus, dan paru kanan lebih

sering terkena, terutama di daerah lobus bawah, tengah dan lingula serta segmen

anterior lobus atas. Kelainan foto toraks pada tuberculosis primer ini adalah adalah

limfadenopati, parenchymal disease, miliary disease, dan efusi pleura. Pada paru

bisa dijumpai infiltrat dan kavitas. Salah satu komplikasi yang mungkin timbul

adalah Pleuritis eksudatif, akibat perluasan infitrat primer ke pleura melalui

penyebaran hematogen. Komplikasi lain adalah atelektasis akibat stenosis bronkus

karena perforasi kelenjar ke dalarn bronkus. Baik pleuritis maupun atelektasis pada

anak-anak mungkin demikian luas sehingga sarang primer tersembunyi

dibelakangnya. 2
Gambar atas menunjukkan Tuberculosis disertai komplikasi

pleuritis eksudativ dan atelektasis - Pleuritis TB. Gambar bawah

menunjukkan Tuberculosis dengan komplek primer (hanya hilus kiri

membesar). Foto toraks PA dan lateral2

Komplek primer TB (Komplek Ranke) terdiri dari :2

1. Komplek Gohn

Merupakan bintik – bintik kecil di suprahiler dan di sekelilingnya ada

infiltrat, sering tidak tampak kecuali ada kalsifikasi.


2. Limfangitis

Cabang – cabang linfe yang keluar dari kompleks Gohn dan berjalan

sepanjang hilus.

3. Limfadenitis

Terjadi pembesaran limfonodi. Sering terjadi di :

a. Lnn. Hilus, tampak sebagai gambaran perpadatan di hilus

b. Lnn. Parabronkial

c. Lnn. Paratrakheal, di kanan dan kiri trakea, tampak sebagai gambaran

cerobong asap.

H. PENATALAKSANAAN
Beberapa hal penting dalam tatalaksana TB Anak adalah: 1

• Obat TB diberikan dalam paduan obat tidak boleh diberikan sebagai

monoterapi.

• Pemberian gizi yang adekuat.

• Mencari penyakit penyerta, jika ada ditatalaksana secara bersamaan.

Prinsip pengobatan TB anak: 1

• OAT diberikan dalam bentuk kombinasi minimal 3 macam obat untuk

mencegah terjadinya resistensi obat dan untuk membunuh kuman

intraseluler dan ekstraseluler

• Waktu pengobatan TB pada anak 6-12 bulan. pemberian obat jangka panjang

selain untuk membunuh kuman juga untuk mengurangi kemungkinan

terjadinya kekambuhan

• Pengobatan TB pada anak dibagi dalam 2 tahap:

o Tahap intensif, selama 2 bulan pertama. Pada tahap intensif, diberikan

minimal 3 macam obat, tergantung hasil pemeriksaan bakteriologis dan

berat ringannya penyakit.

o Tahap Lanjutan, selama 4-10 bulan selanjutnya, tergantung hasil

pemeriksaan bakteriologis dan berat ringannya penyakit.

Selama tahap intensif dan lanjutan, OAT pada anak diberikan setiap hari untuk

mengurangi ketidakteraturan minum obat yang lebih sering terjadi jika obat

tidak diminum setiap hari.


• Pada TB anak dengan gejala klinis yang berat, baik pulmonal maupun

ekstrapulmonal seperti TB milier, meningitis TB, TB tulang, dan lain-lain

dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan rujukan.

• Pada kasus TB tertentu yaitu TB milier, efusi pleura TB, perikarditis TB, TB

endobronkial, meningitis TB, dan peritonitis TB, diberikan kortikosteroid

(prednison) dengan dosis 1-2 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 3 dosis. Dosis maksimal

prednisone adalah 60mg/hari. Lama pemberian kortikosteroid adalah 2-4 minggu

dengan dosis penuh dilanjutkan tappering off dalam jangka waktu yang sama.

Tujuan pemberian steroid ini untuk mengurangi proses inflamasi dan mencegah

terjadi perlekatan jaringan.

• Paduan OAT untuk anak yang digunakan oleh Program Nasional

Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia adalah: 1

o Kategori Anak dengan 3 macam obat: 2HRZ/4HR

o Kategori Anak dengan 4 macam obat: 2HRZE(S)/4-10HR

• Paduan OAT Kategori Anak diberikan dalam bentuk paket berupa obat

Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari

kombinasi 2 atau 3 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan

dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu

pasien.

• OAT untuk anak juga harus disediakan dalam bentuk OAT kombipak untuk

digunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami efek samping OAT

KDT.
I. PENCEGAHAN PENULARAN

dr. Wahyuni Indawati, Sp.A memaparkan beberapa cara untuk mencegah TB

anak berikut :2
1. Vaksinasi BCG.

Vaksinasi merupakan salah satu faktor penting dalam pencegahan

penyakit. Vaksin merupakan mikroorganisme, baik sel utuh maupun bagian

sel yang bersifat toksik, yang sudah dilemahkan dan dimasukan ke tubuh

untuk merangsang tubuh membentuk antibodi. BCG merupakan jenis vaksin

yang secara spesifik merangsang pembentukan antibodi terhadap bakteri TB.

2. Pemberian makanan yang bergizi dan seimbang.

Makanan yang bergizi dan seimbang akan meningkatkan imunitas yang

membantu memerangi bakteri penyebab TB.

3. Jaga lingkungan tetap bersih, tidak lembab, dan sinar matahari dapat

masuk ke dalam rumah.

Lingkungan dengan kriteria tersebut dapat mencegah perkembangbiakan

bakteri penyebab TB sehingga menurunkan kemungkinan tertular.

4. Cari sumber penularan.

TB dapat mudah menular melalui udara. Sehingga dengan mengetahui

orang yang jadi sumber penularan, penularan penyakit dapat ditekan. Sumber

penularan dapat dari orang dewasa serumah, dan orang dewasa di lingkungan

sekolah.

5. Obati sumber penularan dengan tuntas.

Bila sudah mengetahui sumber penularan, maka upayakan untuk

mengobati orang tersebut. Cegah penularan dengan etika batuk serta

menggunakan masker selama 2 bulan pertama pengobatan.


J. PROGNOSIS

Pada pasien dengan sistem imun yang prima, terapi menggunakan OAT

terkini memberikan hasil yang potensial untuk mencapai kesembuhan. Jika

kuman sensitif dan pengobatan lengkap, kebanyakan anak sembuh dengan gejala

sisa yang minimal. Terapi ulangan lebih sulit dan kurang memuaskan

hasilnya. Perhatian lebih harus diberikan pada pasien dengan imunodefisiensi, yang

resisten terhadap berbagai rejimen obat, yang berespon buruk terhadap terapi atau

dengan komplikasi lanjut. Pasien dengan resistensi multiple terhadap OAT

jumlahnya meningkat dari waktu ke waktu. Hal ini terjadi karena para dokter

meresepkan rejimen terapi yang tidak adekuat ataupun ketidakpatuhan

pasien dalam menjalanin pengobatan.2

Ketika terjadi resistensi atau intoleransi terhadap Isoniazid dan

Rifampisin, angka kesembuhan menjadi hanya 50%, bahkan lebih rendah lagi.

Dengan OAT (terutama isoniazid) terjadi perbaikan mendekati 100% pada pasien

dengan TB milier. Tanpa terapi OAT pada TB milier maka angka kematian hampir

mencapai 100%.2
BAB III
KESIMPULAN

Tuberkulosis ( TB / Tubercle Bacillus ) adalah penyakit yang umum dan


mematikan, disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yang pada umumnya
menyerang paru ( TB paru ) tapi juga dapat menyerang sistem syaraf pusat, sistem
limfatikus, sistem sirkulasi, sistem genitouria, tulang dan persendian.Penegakan
diagnosis pada TB primer adalah dengan menggunakan scoring, berdasarkan gejala
klinis dan pemeriksaan penunjang. Bukan dengan pemeriksaan BTA di sputum.
Proyeksi foto torak yang dapat digunakan yaitu Proyeksi Postero-Anterior (PA),
Proyeksi Lateral, Proyeksi Top Lordotik .
Gambaran komplek primer TB (Komplek Ranke) terdiri dari Komplek
Gohn, Limfangitis, Limfadenitis. DOTS ( Directly Observed Treatment
Shortcourse) adalah strategi yang telah direkomendasi oleh WHO dalam
pelaksanaan program penanggulangan TBC. Prognosis TB bergantung pada
kepatuhan pengobatan, resistensi, serta daya tahan tubuh pasien.
DAFTAR PUSTAKA

1. Petunjuk Teknis Manajemen TB Anak. 2013. Direktorat Jenderal

Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia

2. Ismail D, dkk. 2013. Komplek TB Primer. Fakultas Kedokteran Universitas

Muhammadiyah Surakarta.

3. Dinas Kesehatan Kota Palembang. 2012. Profil Kesehatan Kota Palembang

2012. Palembang

4. Batra Vandana, dkk. 2015. Pediatric Tuberculosis. American Academy of

Pediatrics. http://emedicine.medscape.com/article/969401-overview#a4

5. Cruz AT & Starke JR. 2010. Pediatric Tuberculosis. Department of

Pediatrics, Section of Infectious Diseases, Baylor College of Medicine,

Houston, Tex. http://pedsinreview.aappublications.org/content/31/1/13

6. Tuberculosis (TB). Center for Disease Control and prevention (CDC). 2016

http://www.cdc.gov/tb/topic/basics/signsandsymptoms.htm

7. Guidance For National Tuberculosis Programmes On The Management Of

Tuberculosis In Children Second edition World Health Organization 2014.

http://apps.who.int/medicinedocs/documents/s21535en/s21535en.pdf

8. Ashok Kumar, dkk. 2013. Updated National Guidelines for Pediatric

Tuberculosis in India, 2012. Journal of Indian Medical Association.

http://www.indianpediatrics.net/mar2013/mar-301-306.htm
9. Guidelines For The Management Of Tuberculosis In Children REPUBLIC

OF SOUTH AFRICA 2013. http://www.sahivsoc.org/Files/National-

Childhood-TB-Guidelines-2013.pdf

10. Rasad, Sjahriar. 2011. Radiologi Diagnostik Edisi Kedua. Jakarta: Balai

Penerbit FKUI

Anda mungkin juga menyukai