Disusun Oleh :
Aziexho Vornandes P2C317004
MAGISTER AKUNTANSI
FAKULTAS PASCA SARJANA
UNIVERSITAS JAMBI
2018
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya
jualah maka penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Kasus Pelanggaran Etika
Akuntansi Manajemen Oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan”.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi persyaratan tugas
mata kuliah Mata kuliah Etika dan Profesi Bisnis pada Program Magister Ilmu Akuntansi
Universitas Jambi.
Menyadari akan keterbatasan penulis dalam berbagai hal, maka kiranya masih banyak
terdapat kekurangan dan kekeliruan baik di dalam penyusunan, penulisan, maupun penyajiannya,
penulis menghaturkan maaf dan mohon bantuan kepada dosen pembimbing bapak Dr. Drs. H.
Mukhzarudfa, M.Si untuk memberi kritik dan saran yang tentunya bersifat membangun demi
kesempurnaan makalah ini.
Penulis menyadari dalam menyelesaikan makalah ini banyak menemukan berbagai aral
rintangan, sehingga izinkanlah penulis menyampaikan sebuah pepatah bahwa “Tak Ada Gading
Yang Tak Retak” memohon maaf bilamana ditemukan berbagai kekurangan baik dari segi
pembahasan maupun dalam penulisannya. Akhir kata dengan seraya memanjatkan doa kepada
Allah SWT penulis memohon agar segala kebaikan yang diberikan dari berbagai pihak dibalas
oleh-Nya dan berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, Amin.
Penulis
1
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
2. Confidentiality (kerahasiaan)
Kerahasian harus terdefinisi dengan baik, dan prosedur untuk menjaga kerahasiaan
informasi harus diterapkan secara berhati-hati, khususnya untuk komputer yang bersifat
standalone atau tidak terhubung ke jaringan. Aspek penting dari kerahasiaan adalah
pengidentifikasian atau otentikasi terhadap user. Identifikasi positif dari setiap user sangat
5
penting untuk memastikan efektivitas dari kebijakan yang menentukan siapa saja yang berhak
untuk mengakses data tertentu.
Auditor harus dapat menghormati dan menghargai kerahasiaan informasi yang diperoleh
dari pekerjaan dan hubungan profesionalnya, diantaranya meliputi menahan diri supaya tidak
menyingkap informasi rahasia, menginformasikan pada bawahan (subordinat) dengan
memperhatikan kerahasiaan informasi, menahan diri dari penggunaan informasi rahasia yang
diperoleh.
3. Integrity (integritas)
Integritas (integrity) adalah perlindungan terhadap sistem dari perubahan yang tidak
terotorisasi, baik secara sengaja maupun secara tidak sengaja. Auditor harus jujur dan bersikap
adil serta dapat dipercaya dalam hubungan profesionalnya. Meliputi menghindari konflik
kepentingan yang tersirat maupun tersurat, menahan diri dari aktivitas yang akan menghambat
kemampuan, menolak hadiah, bantuan, atau keramahan yang akan mempengaruhi segala macam
tindakan dalam pekerjaan, mengetahui dan mengkomunikasikan batas-batas profesionalitas,
mengkomunikasikan informasi yang baik maupun tidak baik, menghindarkan diri dalam
keikutsertaan atau membantu kegiatan yang akan mencemarkan nama baik profesi.
Whistle blowing sering disamakan begitu saja dengan membuka rahasia perusahaan.
Whistle blowing dibagi menjadi dua yaitu :
1. Whistle Blowing internal, yaitu kecurangan dilaporkan kepada pimpinan perusahaan
tertinggi, pemimpin yang diberi tahu harus bersikap netral dan bijak, loyalitas moral
bukan tertuju pada orang, lembaga, otoritas, kedudukan, melainkan pada nilai moral:
keadilan, ketulusan, kejujuran, dan dengan demikian bukan karyawan yang harus selalu
loyal dan setia pada pemimpin melainkan sejauh mana pimpinan atau perusahaan
bertindak sesuai moral
2. Whistle Blowing eksternal, yaitu membocorkan kecurangan perusahaan kepada pihak
luar seperti masyarakat karena kecurangan itu merugikan masyarakat, motivasi utamanya
adalah mencegah kerugian bagi banyak orang, yang perlu diperhatikan adalah langkah
yang tepat sebelum membocorkan kecurangan terebut ke masyarakat, untuk membangun
iklim bisnis yang baik dan etis memang dibutuhkan perangkat legal yang adil dan baik.
3. Fraud (kecurangan)
Kecurangan (Fraud) sebagai suatu tindak kesengajaan untuk menggunakan sumber daya
perusahaan secara tidak wajar dan salah menyajikan fakta untuk memperoleh keuntungan
pribadi. Dalam bahasa yang lebih sederhana, fraud adalah penipuan yang disengaja. Hal ini
termasuk berbohong, menipu, menggelapkan dan mencuri. Yang dimaksud dengan penggelapan
7
disini adalah merubah asset/kekayaan perusahaan yang dipercayakan kepadanya secara tidak
wajar untuk kepentingan dirinya. Fraud dapat dilakukan oleh seseorang dari dalam maupun dari
luar perusahaan. Fraud umumnya dilakukan oleh orang dalam perusahaan (internal fraud) yang
mengetahui kebijakan dan prosedur perusahaan.
Mengingat adanya pengendalian (control) yang diterapkan secara ketat oleh hampir
semua perusahaan untuk menjaga asetnya, membuat pihak luar sukar untuk melakukan
pencurian. Internal fraud terdiri dari 2 (dua) kategori yaitu Employee fraud yang dilakukan oleh
seseorang atau kelompok orang untuk memperoleh keuntungan finansial pribadi maupun
kelompok dan Fraudulent financial reporting.
Fraudulent financial reporting adalah perilaku yang disengaja atau ceroboh, baik dengan
tindakan atau penghapusan, yang menghasilkan laporan keuangan yang menyesatkan (bias).
Fraudulent financial reporting yang terjadi disuatu perusahaan memerlukan perhatian khusus dari
auditor independen.
Waktunya kira-kira pada Januari 2009. Beberapa orang yang ikut menerima adalah
Inspektur I Kemendiknas, Suharyanto, terdakwa Mohammad Sofyan, dan beberapa pihak
lainnya.
“Pengeluaran uang kopi dan uang makan dikasih ke siapa?” tanya hakim anggota
Pangeran Napitupulu. “Tim yang ada surat tugas bersama tim BPKP,” jawab Tini.“Waduh,
BPKP ikut di situ? BPKP ikut menikmati?” tanya Napitupulu. “Iya, Pak,” jawab Tini.
Napitupulu masih setengah ragu, “BPKP dapat honor?” tanyanya sekali lagi. “Iya, Pak,” tegas
Tini.“Wah mau dibawa kemana negara ini?” kata Napitupulu. Tini sendiri juga mengaku
mendapat uang tersebut. “Dapat Rp 1,9 juta sekian, dikalikan empat kali,” kata Tini.
Uang yang dibagi-bagi berasal dari anggaran kegiatan penyusunan SOP Wasrik Sarpras
yang seharusnya dilaksanakan di Bogor, namun hanya dilakukan di kantor. Suharyanto yang juga
dihadirkan sebagai saksi mengatakan pencairan anggaran total Rp 319 juta itu diperintahkan
Sofyan. Terdakwa sendiri mendapat Rp 8,3 juta. “Yang dapat auditor, inspektur dan unsur
sekretariat,” kata Suharyanto. Sofyan selaku Kuasa Pengguna Anggaran, menandatangani SK
Irjen pada 16 Januari 2009 untuk menetapkan kegiatan program joint audit Wasrik pada masing-
masing inspektorat yang meliputi Wasrik Peningkatan Mutu Sarana Prasarana 9 Tahun oleh
Inspektorat I, Wasrik Peningkatan Mutu Relevansi dan Daya Saing oleh Inspektorat II, Wasrik
Pendidikan Tinggi oleh Inspektorat III dan Warsik Sertifikat Guru oleh Inspektorat IV.
Saksi juga mengatakan, auditor BPK juga menerima uang. Tini mengatakan dana itu
berasal dari sumbangan uang lima Inspektorat dalam rangka pemeriksaan BPK di Itjen
Kemendiknas. Perintah pencairan menurut Tini berasal dari Pelaksana Harian Sekretaris Itjen
Kemendiknas, Sam Yhon. Tini membenarkan adanya pengumpulan sumbangan uang tersebut.
“Yang mengkoordinasi Pak Sam Yhon. Kata dia waktu itu untuk keperluan pemeriksaan BPK,”
kata Tini. “Sumbangan BPK Rp 20 juta, ada lima inspektorat berarti total Rp 100 jt?” tanya
hakim. “Iya, sebesar itu Pak,” jawab Tini. Hanya saja, Tini tak tahu berapa jumlah uang yang
diberikan ke auditor BPK. Selain pengumpulan uang dalam rangka pemeriksaan BPK, juga
disebutkan dalam rangka workshop DPR.
Sofyan selaku tersangka didakwa memperkaya diri sendiri dan orang lain dengan
memerintahkan pencairan anggaran dan menerima biaya perjalanan dinas yang tidak
dilaksanakan. Dia juga memerintahkan pemotongan sebesar 5 persen atas biaya perjalanan dinas
yang diterima para peserta pada program joint audit Inspektorat I, II, III, IV dan investigasi Irjen
9
Depdiknas tahun anggaran 2009. Dari perbuatannya, Sofyan memperkaya diri sendiri yakni Rp
1,103 miliar. Total kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp 36,484 miliar.
Berikut adalah poin dan analisis pada kasus pelanggaran yang dilakukan oleh auditor BPKP
dan KEMENDIKBUD berdasarkan standar-standar etika akuntansi manajemen menurut IMA:
1. Auditor BPKP, BPK dan KEMENDIKBUD melanggar standar etika akuntansi
manajemen poin Integrity (Integritas)
10
Setelah pemaparan poin-poin etika akuntansi manajemen apa saja yang dilanggar oleh
KEMENDIKBUD dan tindakan-tindakan apa saja yang dilakukan terkait pelanggarannya,
berikut adalah penjelasan lebih lanjut mengenai tiap-tiap poin tersebut:
1. Integrity (Integritas)
Pada kasus ini beberapa auditor dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
(BPKP) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) selaku audit internal dari KEMENDIKBUD
bekerja sama dengan Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan Nasional Mohammad Sofyan
untuk melakukan kecurangan yang dilkakukan untuk keuntungan pribadi masing-masing. Hal
tersebut tidak sesuai dengan integritas dan etika yang sesuai dengan hukum yang berlaku pada
regulasi maupun perusahaan.
Seorang auditor seharusnya jujur dan bersikap adil serta dapat dipercaya dalam hubungan
profesionalnya. Tetapi dalam kasus ini auditor BPK, maupun BPKP telah melanggar etika dan
integritas tugasnya dengan melakukan kecurangan yang akan menghambat kemampuan, dengan
menerima suap dari Inspektorat Jendral yang akan mempengaruhi segala macam tindakan dalam
pekerjaan dan terlibat dalam keikutsertaan atau membantu kegiatan yang akan mencemarkan
nama baik profesi.
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan selaku instansi pemerintah yang bekerja atas nama
rakyat juga seharusnya tidak diperkenankan untuk melakukan kecurangan dengan menyuap
auditor BPK maupun BPK agar mempermudah dalam penyusunan Standar Operasi Prosedur
(SOP) kegiatan audit Pengawasan dan Pemeriksaan Sarana dan Prasarana (Wasrik Sarpras) dan
merahasiakan Hal ini kepublik.
11
Pelanggaran etika ini kadang sangat sulit untuk dicegah maupun dilacak dikarenakan
beberapa hal, yaitu:
1. Lemahnya pengendalian internal yang terlihat jelas dari tindakan audit internal
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan yaitu BPK dalam tindak kecurangan ini.
2. Lemahnya sistem pengawasan yang disebabkan oleh tingkat kepercayaan yang sangat
tinggi kepada karyawan memungkinkan kecurangan karyawan tidak/lambat terdeteksi.
3. Kurangnya komunikasi yang menyebabkan tindak kecurangan ini sulit untuk terdeteksi
4. Faktor pengendalian dari individu itu sendiri, dimana sikapnya dalam menghadapi situasi
yang tak terduga, profesionalitas dan integritasnyanya dalam bekerja.
3. Whistle blowing
Dalam kasus KEMENDIKBUD, banyak yang mengira kalau KPK menunjuk Angelina
Sondakh (AS) sebagai peniup peluit (whistleblower), padahal dalam kasus ini AS ditawarkan
sebagai justice collaborator ini dikarenakan AS juga terlibat sebagai pelaku kelas teri dalam
12
kasus KEMENDIKBUD, saksi pelaku dapat menerima tawaran tersebut untuk memperoleh
keadilan. Semua orang bisa menjadi whistleblower, namun dalam kasus ini Ibu Tini Suhartini lah
yang muncul sebagai peniup peluit kasus KEMENDIKBUD. Ibu Tini menjabat sebagai
bendahara di KEMENDIKBUD, Ibu Tini hadir dalam sidang dan mebeberkan hasil transaksi
yang beliau ketahui terkait jabatannya.
4. Creative Accounting
Dalam kasus ini terdapat penyimpangan dalam pelaksanaan penyusunan Standar Operasi
Prosedur (SOP) kegiatan audit Pengawasan dan Pemeriksaan Sarana dan Prasarana (Wasrik
Sarpras). Audit BPKP, BPK, dan KEMENDIKBUD memanfaatkan celah di standar akuntansi
untuk memanipulasi data yang ada. Semua proses dimana beberapa pihak menggunakan
kemampuan pemahaman pengetahuan akuntansi (termasuk di dalamnya standar, teknik, dll) dan
menggunakannya untuk memanipulasi data.
Mereka memanipulasi data anggaran perjalanan dinas dalam kegiatan penyusunan SOP
Wasrik Sarpras. Kegiatan tersebut seharusnya dilaksanakan di Bogor, namun hanya dilakukan di
kantor sehingga terjadi penyimpangan penggunaan anggaran. Sofyan selaku Kuasa Pengguna
Anggaran memerintahkan pencairan anggaran dan menerima biaya perjalanan dinas tersebut. Dia
juga memerintahkan pemotongan sebesar 5 persen atas biaya perjalanan dinas yang diterima para
peserta pada program joint audit Inspektorat I, II, III, IV dan investigasi Irjen Depdiknas tahun
anggaran 2009.
5. Fraud
Dalam kasus ini Audit BPKP, BPK, dan KEMENDIKBUD jelas jelas melakukan
kecurangan, dan merahasiakan kecurangan demi kepentingan pribadi masing-masing pihak.
Kecurangan yang mereka lakukan adalah: Inspektorat Jendaral Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan yang memberikan uang suap kepada auditor BPK, dan BPKP agar mempermudah
penyusunan Standar Operasi Prosedur (SOP) kegiatan audit Pengawasan dan Pemeriksaan
Sarana dan Prasarana (Wasrik Sarpras); Auditor BPKP dan BPK selaku auditor internal yang
juga mau ikut bekerja sama dalam kecurangan yang seharusnya mengawasi dan menilai hasil
kinerja Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan; memanipulasi data yang didapat agar
13
mempermudah tugas dan kewajiban yang diberikan; merahasiakan kecurangan yang telah dibuat;
dan bekerja sama dalam menjalankan kecurangan yang ada.
Tindakan-tindakan kecurangan yang terjadi biasanya dikarenakan oleh tiga faktor utama
yaitu tekanan, kesempatan, dan rasionalitas. Berikut adalah penjelasan lebih lanjut mengenai
tindakan fraud yang dilakukan oleh Kementrian Pendidikan Nasional, BPK, dan BPKP:
1. Tekanan
Tekanan yang dirasakan dalam kasus ini dapat terjadi oleh beberapa Hal, yaitu: dikarenakan
ketakutan akan kehilangan pekerjaan apabila auditor BPK, dan BPKP menolak untuk
merahasiakan tindak kecurangan dan menolak tawaran yang diberikan oleh inspektorat jendral
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan; baik inspektorat jendral, auditor BPKP, dan BPK bisa
saja menginginkan hasil dari kinerja mereka dalam tugas ini melampaui target yang ditentukan
agar mendapatkan reward atas kinerjanya seperti promosi kenaikan jabatan, kenaikan gaji, dan
sebagainya.
2. Kesempatan
Kesempatan ini dapat timbul dikarenakan kelalaian dari pengendalian internalnya baik dalam
Kementrian itu sendiri maupun pihak luar. Hal lain dapat timbul karena kelalaian sistem
pengawasan yang bisa disebabkan karena kepercayaan yang tinggi kepada petugas yang sedang
melaksanakan tugas, komunikasi yang kurang dan kurangnya control atas hasil kinerja yang
telah dilakukan. Yang terakhir adalah kurangnya sistem otorisasi yaitu sistem pengamanan data
dan informasi pada instansi tersebut, dan kurangnya pemeriksaan Independen dari auditor
eksternal yaitu dalam Hal ini adalah BPKP.
3. Rasionalitas
Pada kasus ini pihak yang melakukan kecurangan berfikir bahwa tindak kecurangan yang
dilakukan oleh mereka adalah Hal biasa karena bukan hanya satu orang tapi lebih yang
melakukannya. Terlebih diIndonesia kasus kecurangan seperti ini sudah biasa dan terlihat lazim
untuk dilakukan, apalagi pelaku tindak kecurangan yang sudah terungkap saja pelakunya masih
bisa bertindak bebas dipublik dan tidak mendapatkan punishment yang setimpal. Hal semacam
inilah yang merasionalisasi bahwa tindakan fraud yang dilakukan oleh mereka diperbolehkan
dan dianggap wajar.
14
Dalam kasus ini Sofyan selaku Mantan Itjen Kemendiknas didakwa melakukan korupsi
perjalanan dinas fiktif dan pemotongan biaya perjalanan dinas dalam kegiatan audit bersama di
Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan Nasional di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
Surat dakwaan untuk Sofyan disusun dalam bentuk subsideritas. Dakwaan primer, Sofyan dijerat
Pasal 2 ayat 1 Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal
55 ayat 1 ke-1 Pasal 64 KUHP. Sementara dakwaan subsider, Sofyan dijerat Pasal 3 Undang-
Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 55ayat 1 ke-1 Pasal 64 KUHP.
Auditor BPKP dan BPK yang terima komisi dalam kasus ini juga terbukti melanggar
kode etik. Auditor tersebut akan dikenakan sanksi oleh pimpinan APIP atas rekomendasi dari
Badan Kehormatan Profesi. Bentuk-bentuk sanksi yang direkomendasikan oleh badan
15
kehormatan profesi, yakni: teguran tertulis, usulan pemberhentian dari tim audit, tidak diberi
penugasan audit selama jangka waktu tertentu. Pengenaan sanksi terhadap pelanggaran kode etik
oleh pimpinan APIP dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Auditor tersebut juga telah melanggar Pasal 12 huruf a UU No. 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Korupsi.
16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Etika adalah cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi
studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika mencakup analisis dan penerapan konsep
seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab. Pada kasus ini terdapat dua pelanggaran
terhadap standar perilaku etika akuntan yaitu integritas dan objective of Management Accountant
dan tiga tindakan penyimpangan yaitu Whistle blowing, Creative Accounting (akuntansi kreatif),
dan Fraud (kecurangan). Sofyan dan auditor BPKP dan BPK dinilai telah lalai dalam
menjalankan tugasnya dan mereka telah melanggar kode etik akuntan.
Kasus ini bisa terjadi karena lemahnya pengendalian internal, lemahnya sistem
pengawasan, kurangnya komunikasi, dan faktor pengendalian dari individu itu sendiri, dimana
sikapnya dalam menghadapi situasi yang tak terduga, profesionalitas dan integritasnyanya dalam
bekerja.
3.2 Saran
1. BPKP, BPK, dan Kemendikbud sebaiknya memperbaiki dan meningkatkan pengendalian
internal.
2. BPKP dan BPK sebaiknya mengkomunikasikan kepada auditor agar selalu patuh
terhadap etika profesi akuntan.
DAFTAR PUSTAKA
JPNN. (2013, Juli 11). Auditor BPKP Keciprat Komisi di Kasus Korupsi Kemendikbud. Dipetik
November 27, 2014, dari jppn.com:
http://www.jpnn.com/read/2013/07/11/181291/auditor-bpkp-keciprat-komisi-di-kasus-
korupsi-kemendikbud-
KPK. (2013, Juli 12). KPK. Dipetik November 27, 2014, dari Saksi: Auditor BPK dan BPKP
Terima Uang Komisi: http://www.kpk.go.id/id/berita/berita-sub/1181-saksi-auditor-bpk-
dan-bpkp-terima-uang-komisi
Muaramasad. (2013, Maret 16). Pengertian Etika Profesi. Dipetik November 27, 2014, dari
muaramasad.blogspot.com: http://muaramasad.blogspot.com/2013/03/pengertian-etika-
profesi-dan.html
Prabowo, A. (2013, Juli 23). Auditing Pelanggaran Kode Etik dan Analisis. Dipetik November
27, 2014, dari academia.edu: https://www.academia.edu/5346009/Auditing_-
_pelanggaran_kode_etik_dan_analisis
Sastrawidjaya, V. (2013, Januari 8). Etika Profesi Akuntansi. Dipetik November 27, 2014, dari
Vrlyamaliasastrawidjaya: https://vrlyamaliasastrawidjaya.wordpress.com/category/etika-
profesi-akuntansi/