Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI PENGEMASAN

ACARA III
LAJU TRANSMISI UAP AIR DAN PERMEABILITAS KEMASAN
TERHADAP UAP AIR

Rombongan 2
Kelompok 4
Penanggung jawab :
Dina Kusuma Wardani (A1M014017)
Afan Bachtiar (A1M014019)

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2016
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Integritas bahan makanan dalam kemasan ditentukan oleh kemampuan


kemasan (bahan dan system kemasan) untuk menahan kerusakan selama
penanganan, distribusi, dan penyimpanan yang baik di gudang, di toko, dan di
rumah sebelum bahan makanan dikonsumsi. Salah satu faktor penting yang
mempengaruhi kerusakan pangan ialah kontak dengan gas (oksigen) dan
kelembaban. Kemasan diharapkan mampu melindungi bahan makanan dengan
menjaga supaya oksigen dan kelembaban tetap berada di luar kemasan.

Plastik merupakan salah satu bahan pengemas pangan yang melindungi


makanan agar terhindar dari kontak oksigen dan kelembaban. Penggunaan plastik
sebagai bahan pengemas mempunyai keunggulan dibanding bahan pengemas lain
karena sifatnya yang ringan, transparan, dan selektif dalam permeabilitasnya
terhadap uap air, O2, dan CO2. Sifat permeabilitas plastik terhadap uap air dan
udara menyebabkan plastik berperan memodifikasi ruang kemas selama
penyimpanan, dan plastik juga merupakan jenis kemasan yang dapat menarik
selera konsumen. Sehubungan dengan sifat plastik yang memiliki permeabilitas
terhadap gas dan uap air sehingga mampu melindungi produk yang dikemas
dengan menjaga agar oksigen dan uap air tetap berada di luar, pada kenyataannya
plastik pengemas tidaklah secara absolut mampu menahan gas dan uap air tersebut
karena film plastik permeable terhadap gas dan uap air.

Permeabilitas suatu film kemasan adalah kemampuan melewatkan partikel


gas dan uap air pada suatu unit luasan bahan pada suatu kondisi tertentu. Nilai
permeabilitas sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor sifat kimia polimer, struktur
dasar polimer, sifat komponen permeable. Polimer dengan polaritas tinggi
(polisakarida dan protein) umumnya menghasilkan nilai permeabilitas uap air
yang tinggi dan permeabilitas terhadap oksigen rendah (Yusuf, 2012). Hal ini
disebabkan polimer mempunyai ikatan hidrogen yang besar. Sebaliknya, polimer
kimia yang bersifat non polar (lipida) yang banyak mengandung gugus hidroksil
mempunyai nilai permeabilitas uap air rendah dan permeabilitas oksigen yang
tinggi, sehingga menjadi penahan air yang baik tetapi tidak efektif menahan gas.

Permeabilitas uap air merupakan suatu ukuran kerentanan suatu bahan saat
terjadinya proses penetrasi air. Permeabilitas uap air dari suatu film kemasan
didefinisikan sebagai laju kecepatan atau transmisi uap air melalui suatu unit
luasan bahan yang permukaannya rata dengan ketebalan tertentu, sebagai akibat
dari suatu perbedaan unit tekanan uap antara dua permukaan pada kondisi suhu
dan kelembaban tertentu. Sedangkan permeabilitas film kemasan terhadap gas-
gas, penting diketahui terutama gas oksigen karena berhubungan dengan sifat
bahan dikemas yang masih melakukan respirasi.

Permeabilitas terhadap gas dan uap air (gas or water vapor permeability/
WVP) yang banyak digunakan dalam teknologi pengemasan didefinisikan sebagai
gram air per hari per 100 inc 2 permukaan kemasan, untuk ketebalan dan
temperatur tertentu, dan kelembaban relatif di satu sisi 0% dan pada sisi lainnya
95%. Metode yang umum digunakan untuk mengukur permeabilitas uap ialah
dengan metode gravimetri. Dalam metode ini digunakan suatu desikan yang bias
menyerap uap air dan menjaga supaya tekanan uap air tetap rendah disimpan
dialam suatu mangkuk alumunium yang kemudian ditutup dengan film plastik
yang akan diukur permeabilitasnya.

B. Tujuan

Untuk mengetahui kemampuan bahan kemasan dalam menahan


perpindahan uap air yang melalui bahan kemasan.
II. TINJAUAN PUSTAKA

Plastik merupakan salah satu jenis bahan kemas yang sering digunakan
selain bahan kemas lain seperti: kaleng, gelas, kertas, dan styrofoam. Plastik,
bahan pengemas yang mudah didapat dan sangat fleksibel penggunaannya. Selain
untuk mengemas langsung bahan makanan, seringkali digunakan sebagai pelapis
kertas. Secara umum plastik tersusun dari polimer yaitu rantai panjang dan satuan-
satuan yang lebih kecil yang disebut monomer. Polimer ini dapat masuk dalam
tubuh manusia karena bersifat tidak larut, sehingga bila terjadi akumulasi dalam
tubuh akan menyebabkan kanker. Masing-masing jenis plastik mempunyai tingkat
bahaya yang berbeda tergantung dari bahan kimia penyusunnya, jenis makanan
yang dibungkus (asam, berlemak), lama kontak dan suhu makanan saat disimpan.
Semakin tinggi suhu makanan yang dimasukkan dalam plastik ini maka semakin
cepat terjadinya perpindahannya (Mareta dkk., 2011).

Jenis plastik yang populer digunakan untuk pengemasan yaitu PE


(polyethylen) dan PP (polyprophylen), karena kedua jenis plastik ini selain
harganya murah, mudah ditemukan di pasaran, juga memiliki sifat umum yang
hampir sama. Plastik PE tidak menunjukan perubahan pada suhu maksimum 93°C
- 121°C dan suhu minimum -46°C – (-5)°C, namun memiliki permeabilitas yang
cukup tinggi terhadap gas-gas organik sehingga masih dapat teroksidasi apabila
disimpan dalam jangka waktu yang lama. Menurut Wheaton dan Lawson (1985)
bahan kemasan plastik yang paling banyak digunakan adalah plastik PE karena
mempunyai harga relatif murah, mempunyai komposisi kimia yang baik, resisten
terhadap lemak dan minyak, tidak menimbulkan reaksi kimia terhadap makanan,
mempunyai kekuatan yang baik dan cukup kuat untuk melindungi produk dari
perlakuan kasar selama penyimpanan, mempunyai daya serap yang rendah
terhadap uap air, serta tersedia dalam berbagai bentuk (Yanti, dkk, 2008).

Jenis kemasan plastik yang termasuk untuk kemasan produk pangan


seperti PP dan PE. PP adalah singkatan dari Poly Propylene, fungsinya dalam
dunia kemasan sering dipakai untuk pelapis bahan kemasan lainnya, sebagai seal
layer, maupun sebagai kemasan yang berdiri sendiri. Syarat utama PP antara lain
ringan, mudah dibentuk, transparan, jernih (kemasan kaku tidak transparan),
kekuatan tarik lebih besar dari PE, suhu rendah, rapuh, mudah pecah, lebih kaku
dari PE dan tidak mudah sobek. Permeabilitas uap air rendah, permeabilitas gas
sedang, tahan suhu tinggi (150°C) terutama untuk makanan sterilisasi, titik leleh
tinggi, sulit dibuat kantung, tahan terhadap asam kuat, basa dan minyak, pada
suhu tinggi bereaksi dengan benzena, siklen, toluen, terpentin, asam nitrat kuat
(Lestari, 2007).

Plastik PE diproses melalui polimerisasi etilena pada tekanan dan suhu


tinggi. Untuk memproduksi LDPE (Low Density Polyethylene), ditambahkan
kopolimer alkena (butena, heksena atau oktena) yang kandungan komonomer,
distribusi dan panjang cabangnya dapat diatur untuk mengendalikan massa jenis
dan titik leleh dari produk tersebut. Sifat mekanis jenis plastik LDPE adalah kuat,
agak tembus cahaya, fleksibel dan permukaan agak berlemak. Pada suhu di bawah
60oC sangat resisten terhadap senyawa kimia, daya proteksi terhadap uap air
tergolong baik, akan tetapi kurang baik bagi gas-gas yang lain seperti oksigen,
sedangkan jenis plastik HDPE mempunyai sifat lebih kaku, lebih keras, kurang
tembus cahaya dan kurang terasa berlemak. Pada prinsipnya dapat diproses seperti
resin PP, yaitu dengan Casting, maupun extrusion coating, namun tidak dapat
diorientasikan dangan baik, karena itu tidak/belum dipasarkan film dengan tipe
Oriented PE (Sampurno, 2006).

Silika gel merupakan salah satu bahan kimia berbentuk padatan yang
banyak dimanfaatkan sebagai adsorben. Hal ini disebabkan oleh mudahnya
produksi dan juga beberapa kelebihan yang lain, yaitu: sangat inert, hidrofilik,
mempunyai kestabilan termal dan mekanik yang tinggi serta relatif tidak
mengembang dalam pelarut organik jika dibandingkan dengan padatan resin
polimer organik. Prinsip dari silika gel adalah menyerap uap air biasanya dalam
proses ditambahkan senyawa kobalt sebagai indikator untuk mengetahui kapasitas
uap air yang terserap (Sulastri dan Kristianingrum, 2010).
Garam jenuh memiliki keuntungan dalam mempertahankan suatu
kelembaban yang konstan selama jumlah garam yang ada masih diatas tingkat
kejenuhannya. Namun demikian, kemurnian garam, luas permukaan cairan, dan
volume larutan garam jenuh juga penting sekali jika pengukuran yang tepat
dikehendaki. Garam dalam konsentrasi tinggi dapat menghambat pertumbuhan
mikroba pembusuk dan patogen. Hal ini disebabkan oleh penurunan nilai aktivitas
air (aw) (Wulandari dkk., 2013).

Kemasan plastik yang akan ditentukan permeabilitasnya terhadap uap air


adalah PE dan PP. Untuk menentukan permeabilitas kemasan, digunakan desikan
berupa silika gel. Silika gel dimasukkan dalam cawan WVTR lalu kemudian
ditutup dengan kemasan yang akan ditentukan permeabilitasnya terhadap uap air.
Silika gel beserta cawan yang telah ditutup kemasan kemudian ditimbang untuk
mengetahui berat awal dan selanjutnya dimasukkan dalam stoples tertutup yang
berisi larutan NaCl (Anandito dkk., 2010).

Pada polietilen jenis low density terdapat sedikit cabang pada rantai antara
molekulnya yang menyebabkan plastik ini memiliki densitas yang rendah
sedangkan high density mempunyai jumlah rantai cabang yang lebih sedikit
dibanding jenis low density. Dengan demikian, high density memiliki sifat bahan
yang lebih kuat, keras, buram dan lebih tahan terhadap suhu tinggi. Bahan
kemasan Polyethylene telah merevolusi industri makanan. Bahan-bahan ini
berkisar dari High Density Polyethylene (HDPE) dibentuk untuk produk kemasan
susu, film untuk kemasan kering untuk PE berbasis produk makanan dan daging
dan sayuran beku atau didinginkan. Kemasan PE dapat meningkatkan umur
simpan makanan, mengurangi pembusukan dan meningkatkan ketersediaan
produk makanan yang berbeda kepada masyarakat umum (Krohn, 2013).

Kemasan fleksibel adalah suatu bentuk kemasan yang bersifat fleksibel


yang dibentuk dari aluminium foil, film plastik, selopan, film plastik berlapis
logam aluminium (metalized film) dan kertas dibuat satu lapis atau lebih dengan
atau tanpa bahan thermoplastik maupun bahan perekat lainnya sebagai pengikat
ataupun pelapis konstruksi kemasan dapat berbentuk lembaran, kantong, sachet
maupun bentuk lainnya. Pemasaran kemasan ini akhir-akhir ini menjadi popular
untuk mengemas berbagai produk baik padat maupun cair. Dipakai sebagai
pengganti kemasan rigid maupun kemas kaleng atas pertimbangan ekonomis
kemudahan dalam handling (Departemen perindustrian, 2007).

Adanya perbedaan kadar air bahan yang dikemas disebabkan oleh


permeabilitas berbeda-beda dari bahan kemasan. Besarnya permeabilitas bahan
pengemas terhadap air sangat terhadap laju kehilangan air dimana pengemas
polietilen (PE) mempunyai permeabilitas terhadap uap air terkecil 130 x
cc.mm/detik.cm2, cmHg pada suhu 25oC dibandingkan bahan pengemas lain,
sehingga dapat menghambat laju kehilangan air. Secara umum perlakuan
ketebalan berpengaruh terhadap permeabilitas O2 dan H2O yang berhubungan
dengan terjadinya penurunan kadar air dan berpengaruh pada perubahan susut
bobot (Sedani, 2008).

Besarnya laju transmisi uap air atau dikenal dengan istilah Water Vapor
Transmission Rate (WVTR). WVTR menyatakan besarnya laju transmisi uap
pada kondisi seimbang (steady). Satuan WVTR adalah gram per hari per m2
luasan Faktor utama yang mempengaruhi WVTR adalah ketebalan film. Jika
ketebalan film OPP pada desain produk yang sama dua kali lebih tebal daripada
yang lain, maka nilai WVTR akan menjadi setengahnya. (Rizvi, 1992 dalam
Lastriyanto, 2007).

Permeabilitas uap air kemasan adalah kemampuan uap air untuk


menembus suatu kemasan pada kondisi suhu dan RH tertentu, sehingga semakin
kecil permeabilitas air kemasan maka daya tembus uap air semakin kecil,
begitupun sebaliknya. Nilai permeabilitas sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor
sifat kimia polimer, struktur dasar polimer, sifat komponen permanen. Nilai
permeabilitas film kemasan berguna untuk memperkirakan daya simpan produk
(Gunasoraya, 2001 dalam Wulandari dkk., 2013).
III. METODE PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan


1. Alat
 Stoples berpenutup
 Cawan petri
 Timbangan
 Selotip
 Penggaris
 Gunting
 Sendok
2. Bahan
 Kertas duplex (1,5 mm)
 Kertas glasin (0,01 mm)
 Aluminium foil (0,02 mm)
 PP (0,03 mm)
 PE (0,01 mm)
 PE (0,03 mm)
 HDPE (0,08 mm)
 LDPE (0,01 mm)
 PVC (0,08 mm)
 Silica gel
 NaCl
 Akuades
B. Prosedur Kerja

Alat dan bahan dipersiapkan untuk praktikum seperti bahan pengemas, NaCl,
akuades, dan silica gel

Cawan petri ditimbang beratnya terlebih dahulu, kemudian setelah ditimbang,


silica gel ditimbang sebesar 3 gram

Setelah ditimbang, cawan petri yang telah berisi silica gel ditutup dengan
pengemas kertas atau pengemas plastik yang telah disiapkan. Selotip digunakan
untuk merekatkan plastik pada cawan petri.

Kondisi RH ± 75% dibuat dengan cara melarutkan 20 gram NaCl dalam 100 ml
akuades.
Cawan petri yang telah diisi silica gel kemudian diletakkan distoples. Sebeelum
ditutup, dituangkan larutan NaCl ke dalam stoples tanpa mengenai cawan petri,
kemudian ditutup.

Dilakukan pengamatan selama 1 jam sekali selama 6 kali pengamatan, kemudian


hasil pengamatan dibuat regresi linier.

Setelah hasil persamaan regresi linier diketahui, maka slope dapat digunakan untuk
menghitung laju transmisi uap air dan permeabilitas kemasan terhadap uap air.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan

1. Pengamatan

N Pengamatan gram/ jam


Jenis Kemasan
o 0 1 2 3 4 5 6
1. PP (0,03 mm ) 54,8 54,8 54,9 54,9 54,9 54,9 54,9
3 4 5 6 7 7 6
2. PE (0,01 mm) 54,5 54,5 54,5 54,5 54,5 54,5 54,6
3 5 6 1 8 9 0
3. PE (0,03 mm) 54,5 54,5 54,6 54,6 54,6 54,6 54,6
4 5 6 5 4 3 5
4. LDPE (0,01 mm) 53,3 53,4 53,5 53,5 53,6 53,7 53,7
8 7 2 5 0 7 8
5. HDPE (0,08 mm) 56,4 50,3 59,9 53,0 51,1 55,1 56,5
9 2 4 0 6 5 0
6. PVC (0,08 mm) 54,9 55,0 55,0 55,0 55,0 55,1 55,2
9 4 5 8 9 8 4
7. Allumunium Foil 48,1 48,1 48,1 48,1 48,1 48,1 48,1
(0,02 mm)
0 6 6 5 6 6 7
8. Duplex (1,5 mm) 57,1 57,3 57,4 57,5 57,6 57,7 57,8
8 8 8 8 7 9 8
9. Glasin (0,01 mm) 43,8 43,5 44,1 44,0 44,3 44,4 44,5
1 9 3 9 9 8 4

2. Hasil

JENIS SLOP LUAS WVT


PENGEMAS E PERMUKAAN R WVP
PP (0,03 mm) 0,024 0,00785 3,057 3,85 x 10-5
PE (0,01 mm) 0,011 0,00785 1,401 5,89 x 10-6
PE (0,03 mm) 0,017 0,00785 2,165 2,73 x 10-5
LDPE 0,067 0,00785 8,535 3,59 x 10-5
HDPE 0,032 0,00785 4,076 1,37 x 10-4
PVC 0,038 0,00785 4,841 6,11 x 10-5
Alumunium Foil 0,007 0,00785 0,892 7,5 x 10-6
Kertas Duplex 0,111 0,00785 14,14 2,97 x 10-3
Kertas Glasin 0,151 0,00785 19,236 8,09 x 10-5
3. Perhitungan

a. Luas permukaan
L=π r 2
2
¿ 3,14 x ( 5 )
¿ 78,5 cm 2
2
¿ 0,00785 m
b. Water Vapour Transmission Rate (WVTR)
gr
Slope kenaikanberat cawan( )
WVTR = jam
2
Luas permukaan film(m )
0 , 024
1) PP (0,03) mm =
0 ,00785
= 3,057 gr/jam/ m2
0 , 011
2) PE (0,01) mm =
0 ,00785
= 1,401 gr/jam/ m2
0 ,017
3) PE (0,03) mm =
0 ,00785
= 2,165 gr/jam/ m 2
0 ,067
4) LDPE (0,01) mm =
0 ,00785
= 8, 535 gr/jam/ m2
0 ,032
5) HDPE (0,08) mm =
0 ,00785
= 4,076 gr/jam/ m 2
0 ,038
6) PVC (0,03) mm =
0 ,00785
= 4,841 gr/jam/ m 2
0 ,007
7) Allumunium Foil (0,02) mm =
0 ,00785
= 0,892 gr/jam/ m 2
0 , 111
8) Duplex (0,5) mm =
0 ,00785
= 14,140 gr/jam/ m 2
0 ,151
9) Glasin (0,01) mm =
0 ,00785
= 19,326 gr/jam/ m 2
c. Water Vapour Permeability (WVP)
WVTR x Tebal Film
WVP =
P(R1−R 2)
−5
3,057 x 3 x 10
1) PP (0,03) mm =
3,17( 0,75−0)
= 3,85 x 10
−5

−5
1,401 x 1 x 10
2) PE (0,01) mm =
3,17(0,75−0)
−6
= 5,89 x 10
2,165 x 3 x 10−5
3) PE (0,03) mm =
3,17( 0,75−0)
= 2,73 x 10
−5

−5
8,535 x 1 x 10
4) LDPE (0,01) mm =
3,17( 0,75−0)
−5
= 3,59 x 10
4,076 x 8 x 10−5
5) HDPE (0,08) mm =
3,17 (0,75−0)
= 1,37 x 10
−4

−5
4,841 x 3 x 10
6) PVC (0,03) mm =
3,17( 0,75−0)
= 6,11 x 10−5
0,892 x 2 x 10−5
7) Allumunium Foil (0,02) mm =
3,17( 0,75−0)
= 7,5 x 10
−6

−4
14,140 x 5 x 10
8) Duplex (0,5) mm =
3,17 (0,75−0)
= 2,97 x 10−3
19,326 x 1 x 10−5
9) Glasin (0,01) mm =
3,17( 0,75−0)
= 8,09 x 10
−5

4. Grafik

PP (0,03 mm)
55
f(x) = 0.02x + 54.85
54.95
berat cawan (gram)

R² = 0.69
54.9 susut bobot
54.85 Linear (susut
bobot)
54.8
54.75
0 1 2 3 4 5 6 7
saat pengamatan (jam)
PP (0,01 mm)
berat cawan (gram) 54.65

54.6
f(x) = 0.01x + 54.53 susut bobot
54.55 R² = 0.54 Linear (susut
bobot)
54.5

54.45
0 1 2 3 4 5 6 7
saat pengamatan (jam)

PE (0,03 mm)
54.7
54.65
berat cawan (gram)

f(x) = 0.02x + 54.57


54.6 R² = 0.52 susut bobot
54.55 Linear (susut
bobot)
54.5
54.45
0 1 2 3 4 5 6 7
saat pengamatan (jam)

HDPE
65
berat cawan (gram)

60
susut bobot
55 Linear (susut
f(x) = 0.03x + 54.56 bobot)
50 R² = 0

45
0 1 2 3 4 5 6 7
saat pengamatan (jam)
LDPE
54
53.8
berat cawan (gram)

f(x) = 0.07x + 53.38


53.6 R² = 0.94 susut bobot
Linear (susut
53.4
bobot)
53.2
53
0 1 2 3 4 5 6 7
saat pengamatan (jam)

PVC
5
.2
55 f(x) = 0.04x + 54.98
berat cawan (gram)

15 R² = 0.92
5 5. susut bobot
5 Linear (susut
.0
55 bobot)
5
.9
54
5
4 .8 0 1 2 3 4 5 6 7
5
saat pengamatan (jam)

alumunium foil
48.18
48.16 f(x) = 0.01x + 48.13
berat cawan (gram)

R² = 0.48
48.14
susut bobot
48.12 Linear (susut
48.1 bobot)
48.08
48.06
0 1 2 3 4 5 6 7
saat pengamatan (jam)
kertas duplex
58
57.8 f(x) = 0.11x + 57.23
berat cawan (gram)

57.6 R² = 0.98
susut bobot
57.4 Linear (susut
57.2 bobot)
57
56.8
0 1 2 3 4 5 6 7
saat pengamatan (jam)

kertas glasin
45
berat cawan (gram)

44.5 f(x) = 0.15x + 43.69


R² = 0.85 susut bobot
44 Linear (susut
bobot)
43.5

43
0 1 2 3 4 5 6 7
saat pengamatan (jam)

B. Pembahasan

Praktikum ini dilaksanakan bertujuan untuk mengetahui untuk mengetahui


kemampuan bahan kemasan dalam menahan perpindahan uap air yang melalui
bahan kemasan. Sepeti yang diketahui banyak sekali jenis pengemas, baik
pengemas plastik ataupun pengemas kertas. Setiap pengemasan terdapat suatu
indikator dalam mempertahankan uap air. Kemampuan kemasan dalam menahan
uap air dapat diketahui dari nilai laju transmisi uap air dan permeabilitasnya
terhadap uap air.

Pada praktikum ini digunakan beberapa kemasan pastik dan kemasan


kertas. Jenis kemasannya adalah kertas duplex (1,5 mm), kertas glasin (0,01 mm),
aluminium foil (0,02 mm), PP (0,03 mm), PE (0,01 mm), PE (0,03 mm), HDPE
(0,08 mm), LDPE (0,01 mm), dan PVC (0,08 mm). Untuk mengatahui adanya uap
air yang tertahan di dalam kemasan atau masuk ke dalam kemasan menggunakan
dapat dilihat dengan menggunakan silika gel. Fungsi silika gel adalah untuk
menyerap uap air yang terdapat di dalam kemasan. Hal ini sesuai dengan literatur
yaitu menurut Sulastri dan Kristianingrum, (2010) prinsip dari silika gel adalah
menyerap uap air biasanya dalam proses ditambahkan senyawa kobalt sebagai
indikator untuk mengetahui kapasitas uap air yang terserap.

Prosedur kerja dari praktikum ini yaitu menyiapkan alat dan bahan yang
telah disediakan. Setip kelompok mendapat masing – masing satu jenis kemasan
yang berbeda. Setelah itu kemasan diukur dan digunting dengan diameter sebesar
cawan petri (agak sedikit berlebih). Kemudian setelah diukur dan digunting, silika
gel ditimbang sebsar 3 gr lalu dimasukan ke dalam cawan petri. Lalu cawan petri
ditutup dengan kemasan secara rapat sehingga memungkinkan di dalam cawan
petri kedap udara. Perlu adanya perlakuan dengan membentuk lingkungan yang
memiliki kelembaban 75% atau RH kurang lebih 75% denagan cara membuat
larutan NaCl 20%. NaCl 20% dibuat dengan cara melarutkan 20 gram garam di
dalam 100 ml aquades. Setelah larutan NaCl dibuat, kemudian silica gel yang ada
di dalam cawan petri di masukan ke dalam stoples. Lalu larutan NaCl 20%
dimasukan pula ke dalam stoples. Agar cawan petri tidak basah terkena larutan
NaCl 201%, maka cawan petri disangga dengan penutup cawan petri yang tidak
terpakai. Kemudian diamatai perubahan yang terjadi pada berat silika gel dengan
melihat kenaikan berat silikia gel yang diamati setiap satu jam sekali dlam 6 kali
pengamatan. Setelah diamati kemudian hasilnya dibuat slope yang akan
digunakan untuk menghitung laju transmisi uap air dan permeabilitas uap air pada
kemasan.

Menurut literatur laju transmisi uap berpengaruh terhadap permeabilitas


uap air pada kemasan. Dapat disimpulkan bahwa laju transmisi uap air merupakan
salah satu faktor yang memepengaruhi besar kecilnya permeabilitas uap air pada
kemasan.
Hasil yang didapatkan untuk pengemas PP (0,03 mm) memiliki laju
transmisi uap air sebesar 3,057 g/jam.m2 dan permeabilitas laju transmisi uap air
yaitu sebesar 3,85 x 10-5 g/jam.m2.Pa. Polipropilen memiliki daya tembus uap air
yang rendah. Roti yang mengandung humektan membutuhkan kemasan yang
kedap air. Biskuit dan makanan kering lainnya biasanya menggunakan selulosa
yang berlapis (PP).

Pada pengemas PE (0,03 mm) memiliki laju transmisi uap air sebesar
1,401 g/ jam m2 dan permeabilitas uap air sebesar 5,89 x 10 -6 g/jam.m2.Pa
sedangkan pada PE (0,01 cm) memiliki laju transmisi uap air sebesar 2,165
g/jam.m2 dan permeabilitas uap air sebesar 2,73 x 10-5 g/jam.m2.Pa.

Lalu pada pengemas LDPE memiliki laju transimisi uap air sebesar 8,535
g/jam.m2 dan permeabilitas uap air sebesar 3,59 x 10-5 g/jam.m2.Pa. Sedangakan
untuk HDPE memiliki laju transimisi uap air sebesar 4,076 g/jam.m2 dan
permeabilitas uap air sebesar 1,37 x 10-4 g/jam.m2.Pa. Pengemas plastik yang
terakhir yaitu PVC memiliki laju transimisi uap air sebesar 4,841 g/jam.m 2 dan
permeabilitas uap air sebesar 6,11 x 10-5 g/jam.m2.Pa.

Jika diurutkan sesuai dengan hasil dari praktikum, yang memiliki


permeabilitas uap air dari yang paling tinggi hingga paling rendah yaitu HDPE >
PVC > PP (0,03 cm) > LDPE > PE (0,03 mm) > PE (0,01 mm). Setiap plastik
mempunyai permeabilitas yang berbeda-beda tergantung sifat plastik itu sendiri .

Pada perbandingan plastik PP dan PE, pengemas PP memiliki


permeabilitas lebih beasr daripada PE. Hal ini tidak sesuai dengan literatur.
Menurut Mareta (2011) PP merupakan singkatan dari Poly Propylene, fungsinya
dalam dunia kemasan sering dipakai untuk pelapis bahan kemasan lainnya,
sebagai seal layer, maupun sebagai kemasan yang berdiri sendiri. Sedangkan PE
merupakan singkatan dari Poly Ethylene, fungsinya dalam dunia kemasan terkenal
sebagai seal layer-lapisan perekat. Dari beberapa jenis plastik di atas yang relatif
lebih aman digunakan untuk makanan/bahan pangan adalah Polyethylene yang
tampak bening dan Polypropylene yang lebih lembut dan agak tebal dan rapat.
Plastik jenis PP lebih sukar dilewati gas ataupun uap air daripada jenis PE karena
sifatnya yang lebih keras dengan titik lunak yang lebih tinggi. Menurut Anandito
(2010) Secara umum plastik Polipropilen memiliki permeabilitas yang paling
rendah dibanding plastik polietilen. Hal ini menunjukkan bahwa plastik
polipropilen memiliki daya proteksi terhadap uap air yang lebih baik
dibandingkan plastik polietilen, sehingga penurunan kadar airnya lebih lama.

HDPE (High Density Polyethylene) merupakan jenis plastik PE


( Polyethylene ). HDPE mempunyai jumlah rantai cabang dan merupakan lantai
yang lurus. HDPE memiliki sifat tahan suhu tinggi hingga 1200C, gaya antar
molekul kuat, daya tarik, dan kekakuan lebih kuat daripada LDPE, dan densitas
yang tinggi. LDPE sulit bereaksi dengan senyawa kimia sehingga aman
digunakan untuk makanan, mempunyai struktur rantai cabang yang panjang
sehingga memiliki derajat elongasi yang tinggi. LDPE dihasilkan dengan cara
polimerisasi pada tekanan tinggi. Sifat-sifat yang dimiliki LDPE adalah daya
proteksi teradap uap air tergolong baik, akan tetapi kurang baik bagi gas-gas
seperti oksigen, dan densitas Rendah lebih rendah daripada HDPE.

PVC (polyvinylclorid) dihasilkan dari proses polimerisasi dengan adisi


HCl yang menghasilkan polimer rantai lurus dengan ikatan ganda. PVC bersifat
lentur atau kaku, mempunyai pori-pori kecil dan dapat menyusut bila dipanaskan,
densitas rendah, dan permeabilitas gasnya tinggi.

Pada pengemas kertas, memiliki laju transmisi uap air dan permeabilitas
pengemas alumunium foil memiliki laju transimisi uap air sebesar 0,892 g/jam.m2
dan permeabilitas uap air sebesar 7,5 x 10 -6 g/jam.m2.Pa. Sedangkan untuk kertas
duplex memiliki laju transimisi uap air sebesar 14,14 g/jam.m2 dan permeabilitas
uap air sebesar 2,97 x 10-3 g/jam.m2.Pa. Pengemas kertas yang terakhir yaitu
kertas glasin yang memiliki laju transimisi uap air sebesar 19,236 g/jam.m2 dan
permeabilitas uap air sebesar 8,09 x 10-5 g/jam.m2.Pa. Ketika permeabilitas uap
airnya diurutkan dari yang paling tinggi hingga rendah hasilnya yaitu kertas
duplex > glasin > alumunium foil.
Berdasarkan teori Wulandari (2013) plastik kemasan yang tipis memiliki
permeabilitas uap air yang lebih besar, sehingga laju transmisi uap air yang masuk
ke dalam kemasan semakin besar. Hasil permeabilitas pada praktikum tidak
sesuai, dengan ketebalan plastik tidak menunjukan pengaruh yang signifikan
terhadap nilai permeabilitas, hal mungkin ini terjadi karena adanya human error
yang terjadi seperti saat meletakan silika gel dengan wadah yang terbuka ataupun
saat pengamatan, wadah stoples tidak ditutup dengan baik sehingga terjadi
kesalahan. Kesalahan dapat terlihat saat data telah didapatkan, beberapa jenis
kemasan memiliki data yang fluktuiatif sehingga menyebabkan hasil yang kurang
tepat. Menurut Mareta (2011) faktor-faktor yang mempengaruhi permeabilitas
uap air bahan kemasan antara lain: ketebalan, luas area permukaan dan jenis
bahan kemasan, khususnya dalam hal densitas.
V. PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Slope digunakan untuk menghitung laju transmisi uap air bergantung pada
kenaikan berat silika gel

2. Laju transmisi uap merupakan faktor penting dalam menentukan


permeabilits transmisi uap air

3. Setiap kemasan memiliki sifat dan karakteristiknya masing. Hal yang


mempengaruhi laju transmisi uap air dan permeabilitas uap air adlah
densitas pada kemasan. Semakin tebal film pengemas maka semakin kecil
permeabilitas uap air pada kemasan

B. Saran

Pengondisian para praktikan harus lebih baik lagi agar prkatikum dapat
berjalan lebih cepat dan lebih baik. Selain itu perlu dipastikan lagi bahwa tempat
untuk menyimpan sampel yang sedang dipraktikumkan aman karena ada
praktikan yang kehilangan sampel yang diprkatikuman. Kemudian pemberian
instruksi lebih jelas lagi. Secara keseluruhan praktikum teknologi pengemasan
sudah baik dan mohon dpertahanakan.

4.
DAFTAR PUSTAKA

Anandito, R. Baskara Katri, Basito, dan Hatmiyarni Tri Handayani. 2010.


Kinetika Penurunan Kadar Vanilin Selama Penyimpanan Polong Panili
Kering pada Berbagai Kemasan Plastik. AGROINTEK, Vol. 4, No. 2: 146-
147.
Departemen Perindustrian (Direktorat Jenderal Industri Kecil Menengah). 2007.
Kemasan Flexibel. Jakarta.
Krohn, James. 2013. Factors Affecting The Permeability Of Pe Blown Films.
Cincinnati Technology Center Vol. 1 No. 2: 1-6.
Lastriyanto, Anang, Bambang Dwi Argo, Sumardi HS, Nur Komar, La Choviya
Hawa, dan Mochamad Bagus Hermanto. 2007. Penentuan Koefisien
Permeabilitas Film Edible terhadap Transmisi Uap Air, Gas O 2 dan Gas
CO2. Jurnal Teknologi Pertanian, Vol. 8, No. 8: 182-184.
Lestari, Fatma. 2007. Bahaya Kimia: Sampling dan Pengukuran Kontaminan
Kimia di Udara. Jakarta. EGC.
Mareta, Dea Tio dan Shofia Nur A. 2011. Pengemasan Produk Sayuran dengan
Bahan Kemas Plastik Pada Penyimpanan Suhu Ruang Dan Suhu Dingin.
Jurnal Ilmu – Ilmu Pertanian Vol. 7, No 1: 26 - 40 .
Sampurno, R.Budi. 2006. Aplikasi Polimer Dalam Industri Kemasan. Jurnal Sains
Materi Indonesia Vol. 4 No.2: 15 – 22.
Sedani, Ni Wayan. 2007. Pengaruh Jenis Dan Ketebalan Plastik Terhadap Laju
PerubahanKonsentrasi O2 Selama Penyimpanan Jagung Manis (Zea Mays
Var. Saccharata Sturt). Jurnal Teknologi Pangan Vol. 5, No. 2:15-16.
Sulastri, Siti dan Kristianingrum Susila. 2010. Berbagai Macam Senyawa Silika:
Sintesis, Karakteristik, dan Pemanfaatan. Prosiding Seminar Nasional
Penelitian, Pendidikan, dan Penerapan MIPA. Yogyakarta.
Wulandari, Astrid., Sri Waluyo, dan Dwi Dian Novita. 2013. Prediksi Umur
Simpan Kerupuk Kemplang Dalam Kemasan Plastik Polipropilen Beberapa
Ketebalan. Jurnal Teknik Pertanian Lampung Vol. 2, No. 2: 105 – 114.
Yanti, Hafri, dkk. 2008. Kualitas Daging Sapi dengan Kemasan Plastik PE
(Polyethylen) dan Plastik PP (Polypropylen) di Pasar Arengka Kota
Pekanbaru. Jurnal Peternakan. Vol 5. No 1. Hal 23.
LAMPIRAN

Gambar Keterangan

Penimbangan Silica Gel 3


gram

Penimbangan Cawan Petri


Pengukuran Diameter Cawan
Kemasan

Pengadukan NaCl Cair

Pengemasan Cawan Dengan


Kemasan

Anda mungkin juga menyukai