Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Krisis tiroid merupakan komplikasi hypertiroidisme yang jarang terjadi tetapi
berpotensi fatal. Krisis tiroid harus dikenali dan ditangani berdasarkan manifestasi
klinis karena konfirmasi laboratoris sering kali tidak dapat dilakukan dalam rentang
waktu yang cukup cepat. Pasien biasanya memperlihatkan keadaan hypermetabolik
yang ditandai oleh demam tinggi, tachycardi, mual, muntah, agitasi, dan psikosis. Pada
fase lanjut, pasien dapat jatuh dalam keadaan stupor atau komatus yang disertai dengan
hypotensi.
Krisis tiroid adalah penyakit yang jarang terjadi, yaitu hanya terjadi sekitar 1-2%
pasien hypertiroidisme. Sedangkan insidensi keseluruhan hipertiroidisme sendiri hanya
berkisar antara 0,05-1,3% dimana kebanyakannya bersifat subklinis. Namun, krisis
tiroid yang tidak dikenali dan tidak ditangani dapat berakibat sangat fatal. Angka
kematian orang dewasa pada krisis tiroid mencapai 10-20%. Bahkan beberapa laporan
penelitian menyebutkan hingga setinggi 75% dari populasi pasien yang dirawat inap.
Dengan tirotoksikosis yang terkendali dan penanganan dini krisis tiroid, angka
kematian dapat diturunkan hingga kurang dari 20%.
Karena penyakit Graves merupakan penyebab hipertiroidisme terbanyak dan
merupakan penyakit autoimun yang juga mempengaruhi sistem organ lain, melakukan
anamnesis yang tepat sangat penting untuk menegakkan diagnosis. Hal ini penting
karena diagnosis krisis tiroid didasarkan pada gambaran klinis bukan pada gambaran
laboratoris. Hal lain yang penting diketahui adalah bahwa krisis tiroid merupakan krisis
fulminan yang memerlukan perawatan intensif dan pengawasan terus-menerus. Dengan
diagnosis yang dini dan penanganan yang adekuat, prognosis biasanya akan baik. Oleh
karena itu, diperlukan pemahaman yang tepat tentang krisis tiroid, terutama mengenai
diagnosis dan penatalaksaannya.

1
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Anatomi dan Fisiologi Kelenjar Endokrin


Kelenjar tiroid ialah organ endokrin yang terletak di leher manusia. Fungsinya
ialah mengeluarkan hormon tiroid. Hormon yang terpenting ialah Thyroxine (T4)
dan Triiodothyronine (T3). Kelenjar tiroid terdiri dari dua lobus, satu di sebelah kanan
dan satu lagi disebelah kiri. Keduanya dihubungkan oleh suatu struktur ( yang
dinamakan isthmus atau ismus). Setiap lobus berbentuk seperti buah pir. Kelenjar tiroid
mempunyai satu lapisan kapsul yang tipis dan pretracheal fascia. Pada keadaan tertentu
kelenjar tiroid aksesoria dapat ditemui di sepanjang jalur perkembangan embriologi
tiroid. Sel tiroid adalah satu-satunya sel dalam tubuh manusia yang dapat menyerap
iodin atau yodium yang diambil melalui pencernaan makanan. Iodin ini akan bergabung
dengan asam amino tirosin yang kemudian akan diubah menjadi T3 (triiodotironin) dan
T4 (tiroksin). Dalam keadaan normal pengeluaran T4 sekitar 80% dan T3 15%.
Sedangkan yang 5% adalah hormon-hormon lain seperti T2.
T3 dan T4 membantu sel mengubah oksigen dan kalori menjadi tenaga (ATP =
adenosin tri fosfat). T3 bersifat lebih aktif daripada T4. T4 yang tidak aktif itu diubah
menjadi T3 oleh enzim 5-deiodinase yang ada di dalam hati dan ginjal. Proses ini juga
berlaku di organ-organ lain seperti hipotalamus yang berada di otak tengah. Hormon-
hormon lain yang berkaitan dengan fungsi tiroid ialah TRH (thyroid releasing hormon)
dan TSH (thyroid stimulating hormon). Hormon-hormon ini membentuk satu sistem
aksis otak (hipotalamus dan pituitari)- kelenjar tiroid. TRH dikeluarkan oleh
hipotalamus yang kemudian merangsang kelenjar pituitari mengeluarkan TSH. TSH
yang dihasilkan akan merangasang tiroid untuk mengeluarkan T3 dan T4. Oleh kerena
itu hal yang mengganggu jalur di atas akan menyebabkan produksi T3 dan T4. Adapun
struktur tiroid terdiri atas sejumlah besar vesikel-vesikel yang dibatasi oleh epitelium
silinder disatukan oleh jaringan ikat sel-selnya mengeluarkan sera. Adapun fungsi
kelenjar tiroid adalah:
1. Bekerja sebagai perangsang proses oksidasi
2. Mengatur pengguanaan oksidasi
3. Mengatur pengeluaran karbondioksida

2
4. Metabolik dalam hal pengaturan susunan kimia dalam jaringan
5. Pada anak mempengaruhi perkembangan fisik dan mental

B. Definisi
Krisis tiroid adalah kondisi hipermetabolik yang mengancam jiwa dan ditandai oleh
demam tinggi dan disfungsi sistem kardiovaskular, sistem saraf, dan sistem saluran
cerna. Awalnya, timbul hipertiroidisme yang merupakan kumpulan gejala akibat
peningkatan kadar hormon tiroid yang beredar dengan atau tanpa kelainan fungsi
kelenjar tiroid. Ketika jumlahnya menjadi sangat berlebihan, terjadi kumpulan gejala
yang lebih berat, yaitu tirotoksikosis. Krisis tiroid merupakan keadaan dimana terjadi
dekompensasi tubuh terhadap tirotoksikosis tersebut. Tipikalnya terjadi pada pasien
dengan tirotoksikosis yang tidak terobati atau tidak tuntas terobati yang dicetuskan oleh
tindakan , infeksi, atau trauma. (Hannafi, 2011)

Krisis tiroid (thyroid strom, decompensated thyrotoxicosis) merupakan eksaserbasi


keadaan hipertiroidisme yang mengancam jiwa yang diakibatkan oleh dekompensasi
dari satu atau lebih system organ. Beruntung kejadiannya jarang, pada penderita
tirotoksikosis yang dirawat di rumah sakit angka kejadiannya sekitar kurang dari 10%,
bahkan ada yang menyebutkan sekitar 1%. Tanpa pengobatan, krisis tiroid bersifat fatal,
walaupun telah ada perbaikan dalam pengenalan dan pengobatan, angka kematiannya
tetap tinggi, yaitu sekitar 20-30%. Ada perbedaan kualitatif dengan hipertiroidisme
biasa karena pada krisis tiroid hampir selalu didapatkan demam. Dahulu, krisis tiroid
tipikal sebagai akibat komplikasi pembedahan. Kini terapi medikamentosa deiberikan
sampai eutiroid sebelum pembedahan, sehingga krisis tiroid yang timbul akibat
pembedahan menururn dengan drastis. Bahkan sekarang krisis medic lebih sering
terlihat. Krisis tiroid paling sering tampak pada penderita tiroroksikosis akibat penyakit
Graves, walaupun bisa terjadi pada penderita dengan adenoma toksik dan gondok
multinodular toksis. (Suastika, 1999)

C. Etiologi
Etiologi krisis tiroid antara lain penyakit Graves, goiter multinodular toksik, nodul
toksik, tiroiditis Hashimoto, tiroiditas deQuevain, karsinoma tiroid folikular metastatik,
dan tumor penghasil TSH. Etiologi yang paling banyak menyebabkan krisis tiroid
adalah penyakit Graves (goiter difus toksik). Meskipun tidak biasa terjadi, krisis tiroid

3
juga dapat merupakan komplikasi dari operasi tiroid. Kondisi ini diakibatkan oleh
manipulasi kelenjar tiroid selama operasi pada pasien hipertiroidisme. Krisis tiroid
dapat terjadi sebelum, selama, atau sesudah operasi. Operasi umumnya hanya
direkomendasikan ketika pasien mengalami penyakit Graves dan strategi terapi lain
telah gagal atau ketika dicurigai adanya kanker tiroid. Krisis tiroid berpotensi pada
kasus-kasus seperti ini dapat menyebabkan kematian.
Krisis tiroid juga dikaitkan dengan hipokalsemia berat. Seorang kasus wanita berusia
30 tahun dengan krisis tiroid dan gangguan fungsi ginjal menunjukkan adanya
hipokalsemia. Hipokalsemia pada kasus tersebut telah ada saat kreatinin serumnya
masih normal. Kadar serum normal fragmen ujung asam amino hormon paratiroid
dalam keadaan hipokalsemia pada kasus tersebut menunjukkan adanya gangguan fungsi
paratiroid. Karena kadar serum magnesiumnya normal dan tidak memiliki riwayat
operasi tiroid ataupun terapi radio-iodium, hipoparatiroidisme yang terjadi dianggap
idiopatik. Kasus ini adalah kasus ketujuh yang disebutkan di literatur tentang penyakit
Grave yang disertai hipoparatiroidisme idiopatik.

D. Patofisiologi
Pada orang sehat, hipotalamus menghasilkan thyrotropin-releasing hormone (TRH)
yang merangsang kelenjar pituitari anterior untuk menyekresikan thyroid-stimulating
hormone (TSH) dan hormon inilah yang memicu kelenjar tiroid melepaskan hormon
tiroid. Tepatnya, kelenjar ini menghasilkan prohormone thyroxine (T4) yang mengalami
deiodinasi terutama oleh hati dan ginjal menjadi bentuk aktifnya,
yaitu triiodothyronine (T3). T4 dan T3 terdapat dalam 2 bentuk;
1) bentuk yang bebas tidak terikat dan aktif secara biologik,
2) bentuk yang terikat pada thyroid-binding globulin(TBG).
Kadar T4 dan T3 yang bebas tidak terikat sangat berkorelasi dengan gambaran klinis
pasien. Bentuk bebas ini mengatur kadar hormon tiroid ketika keduanya beredar di
sirkulasi darah yang menyuplai kelenjar pituitari anterior. Dari sudut pandang penyakit
Graves, patofisiologi terjadinya tirotoksikosis ini melibatkan autoimunitas oleh limfosit
B dan T yang diarahkan pada 4 antigen dari kelenjar tiroid: TBG, tiroid peroksidase,
simporter natrium-iodida, dan reseptor TSH. Reseptor TSH inilah yang merupakan
autoantigen utama pada patofisiologi penyakit ini. Kelenjar tiroid dirangsang terus-
menerus oleh autoantibodi terhadap reseptor TSH dan berikutnya sekresi TSH ditekan
karena peningkatan produksi hormon tiroid. Autoantibodi tersebut paling banyak

4
ditemukan dari subkelas imunoglobulin (Ig)-G1. Antibodi ini menyebabkan pelepasan
hormon tiroid dan TBG yang diperantarai oleh 3,’5′-cyclic adenosine
monophosphate (cyclic AMP). Selain itu, antibodi ini juga merangsang uptake iodium,
sintesis protein, dan pertumbuhan kelenjar tiroid. Krisis tiroid timbul saat terjadi
dekompensasi sel-sel tubuh dalam merespon hormon tiroid yang menyebabkan
hipermetabolisme berat yang melibatkan banyak sistem organ dan merupakan bentuk
paling berat dari tirotoksikosis. Gambaran klinis berkaitan dengan pengaruh hormon
tiroid yang semakin menguat seiring meningkatnya pelepasan hormon tiroid
(dengan/tanpa peningkatan sintesisnya) atau meningkatnya intake hormon tiroid oleh
sel-sel tubuh. Pada derajat tertentu, respon sel terhadap hormon ini sudah terlalu tinggi
untuk bertahannya nyawa pasien dan menyebabkan kematian. Diduga bahwa hormon
tiroid dapat meningkatkan kepadatan reseptor beta, cyclic adenosine monophosphate,
dan penurunan kepadatan reseptor alfa. Kadar plasma dan kecepatan ekskresi urin
epinefrin maupun nonepinefrin normal pada pasien tirotoksikosis.
Meskipun patogenesis krisis tiroid tidak sepenuhnya dipahami, teori berikut ini telah
diajukan untuk menjawabnya. Pasien dengan krisis tiroid dilaporkan memiliki kadar
hormon tiroid yang lebih tinggi daripada pasien dengan tirotoksikosis tanpa komplikasi
meskipun kadar hormon tiroid total tidak meningkat. pengaktifan reseptor adrenergik
adalah hipotesis lain yang muncul. Saraf simpatik menginervasi kelenjar tiroid dan
katekolamin merangsang sintesis hormon tiroid. Berikutnya, peningkatan hormon tiroid
meningkatkan kepadatan reseptor beta-adrenergik sehingga menambah efek
katekolamin. Respon dramatis krisis tiroid terhadap beta-blockers dan munculnya krisis
tiroid setelah tertelan obat adrenergik, seperti pseudoefedrin, mendukung teori ini. Teori
ini juga menjelaskan rendah atau normalnya kadar plasma dan kecepatan ekskresi urin
katekolamin. Namun, teori ini tidak menjelaskan mengapa beta-blockers gagal
menurunkan kadar hormon tiroid pada tirotoksikosis.
Teori lain menunjukkan peningkatan cepat kadar hormon sebagai akibat patogenik dari
sumbernya. Penurunan tajam kadar protein pengikat yang dapat terjadi pasca operasi
mungkin menyebabkan peningkatan mendadak kadar hormon tiroid bebas. Sebagai
tambahan, kadar hormon dapat meningkat cepat ketika kelenjar dimanipulasi selama
operasi, selama palpasi saat pemeriksaan, atau mulai rusaknya folikel setelah
terapi radioactive iodine (RAI). Teori lainnya yang pernah diajukan termasuk
perubahan toleransi jaringan terhadap hormon tiroid, adanya zat mirip katekolamin

5
yang unik pada keadaan tirotoksikosis, dan efek simpatik langsung dari hormon tiroid
sebaai akibat kemiripan strukturnya dengan katekolamin.

E. Manifestasi Klinis

Riwayat penyakit dahulu pasien mencakup tirotoksikosis atau gejala-gejala seperti


iritabilitas, agitasi, labilitas emosi, nafsu makan kurang dengan berat badan sangat
turun, keringat berlebih dan intoleransi suhu, serta prestasi sekolah yang menurun
akibat penurunan rentang perhatian. Riwayat penyakit sekarang yang umum dikeluhkan
oleh pasien adalah demam, berkeringat banyak, penurunan nafsu makan dan kehilangan
berat badan. Keluhan saluran cerna yang sering diutarakan oleh pasien adalah mual,
muntah, diare, nyeri perut, dan jaundice. Sedangkan keluhan neurologik mencakup
gejala-gejala ansietas (paling banyak pada remaja tua), perubahan perilaku, kejang dan
koma.

Pada pemeriksaan fisik, ditemukan demam dengan temperatur konsisten melebihi


38,5oC. Pasien bahkan dapat mengalami hiperpireksia hingga melebihi 41 oC dan
keringat berlebih. Tanda-tanda kardiovaskular yang ditemukan antara lain hipertensi
dengan tekanan nadi yang melebar atau hipotensi pada fase berikutnya dan disertai
syok. Takikardi terjadi tidak bersesuaian dengan demam. Tanda-tanda gagal jantung
antara lain aritmia (paling banyak supraventrikular, seperti fibrilasi atrium, tetapi
takikardi ventrikular juga dapat terjadi). Sedangkan tanda-tanda neurologik mencakup
agitasi dan kebingungan, hiperrefleksia dan tanda piramidal transien, tremor, kejang,
dan koma. Tanda-tanda tirotoksikosis mencakup tanda orbital dan goiter.

Selain kasus tipikal seperti digambarkan di atas, ada satu laporan kasus seorang pasien
dengan gambaran klinis yang atipik (normotermi dan normotensif) yang disertai oleh
sindroma disfungsi organ yang multipel, seperti asidosis laktat dan disfungsi hati,
dimana keduanya merupakan komplikasi yang sangat jarang terjadi. Kasus ini
menunjukkan bahwa kedua sistem organ ini terlibat dalam krisis tiroid dan penting
untuk mengenali gambaran atipik ini pada kasus-kasus krisis tiroid yang dihadapi.

F. Pemeriksaan Diagnostik

6
Menurut Smeltzer (2002) terdapat beberapa jenis pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan untuk memastikan diagnosis keadaan dan lokalisasi masalah pada kelenjar
tiroid.

1. Test T4 serum

Test yang paling sering dilakukan adalah penentuan T4 serum dengan


tekhnik radioimunoassay atau pengikatan kompetitif nilai normal berada diantara
4,5 dan 11,5 µg/dl ( 58,5 hingga 150 nmol/L) dan terjadi peningkatan pada krisis
tiroid.

2. Test T3 serum

Adalah test yang mengukur kandungan T3 bebas dan terikat, atau T3 total dalam
serum dengan batas normal adalah 70 hingga 220 µg/dl ( 1,15 hingga 3,10 nmol/L)
dan meningkat pada krisis tiroid.

3. Test T3 Ambilan Resin

Merupakan pemeriksan untuk mengukur secara tidak langsung kadar TBG tidak
jenuh. Tujuannnya adalah untuk menentukan jumlah hormon tiroid yang terikat
dengan TBG dan jumlah tempat pengikatan yang ada. Nilai Ambilan Resin T3
normal adal 25% hingga 35% ( fraksi ambilan relatif : 0,25 hingga 0,35 ) yang
menunjukan bahwa kurang lebih sepertiga dari tempat yang ada pada TBG sudah
ditempati oleh hormone tiroid. Pada krisis tiroid biasanya terjadi peningkatan.

4. Test TSH ( Thyroid – Stimulating Hormone )

Pengukuran konsetrasi TSH serum sangat penting artinya dalam menegakkan


diagnosis serta penatalaksanaan kelainan tiroid dan untuk membedakan kelainan
yang disebabkan oleh penyakit pada kelenjar tiroid sendiri dengan kelainan yang
disebabkan oleh penyakit pada hipofisis atau hipothalamus.

5. Test Thyrotropin_Releasing Hormone

Merupakan cara langsung untuk memeriksa cadangan TSH dihipofisis dan akan
sangat berguna apabila hasil test T3 serta T4 tidak dapat dianalisa. Test ini sudah
jarang dikerjakan lagi pada saat ini, karena spesifisitas dan sensitifitasnya
meningkat.

6. Tiroglobulin

7
Tiroglobulin merupakan prekursor untuk T3 dan T4 dapat diukur kadarnya dalam
serum dengan hasil yang bisa diandalkan melalui pemeriksaan radioimunnoassay.
Pemeriksaan ini diperlukan untuk tindak lanjut dan penanganan penderita
karsinoma tiroid, serta penyakit tiroid metastatik.

Melihat kondisi krisis tiroid merupakan suatu keadaan gawat medis maka diagnosis
krisis tiroid didasarkan pada gambaran klinis bukan pada gambaran laboratoris. Jika
gambaran klinis konsisten dengan krisis tiroid, terapi tidak boleh ditunda karena
menunggu konfirmasi hasil pemeriksaan laboratorium atas tirotoksikosis. Kecurigaan
akan terjadinya krisis tiroid harus diketahui dengan jelas oleh perawat. Kecurigaan
akan terjadinya krisis tiroid terdapat dalam triad 1). Menghebatnya tanda tirotoksikosis
2). Kesadaran menurun 3). Hipertermi. Apabila terdapat triad maka dapat meneruskan
dengan menggunakan skor indeks klinis kritis tiroid dari Burch – Wartofsky. Skor
menekankan 3 gejala pokok hipertermia, takikardi dan disfungsi susunan saraf.

G. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan medis pada krisis tiroid mempunyai 4 tujuan yaitu menangani


faktor pencetus, mengatur pelepasan hormone tiroid yang berlebihan, menghambat
pelepasan hormone tiroid, dan melawan efek perifer hormon tiroid. Obat-obat
antitiroid digunakan untuk mengontrol pelepasan hormone tiroid atau biosintesis.
Senyawa anti-tiroid seperti propylthiouracil (PTU) dan methimazole (MMI)
digunakan untuk menghambat sintesis hormon tiroid. PTU juga menghambat
konversi T4 menjadi T3 di sirkulasi perifer dan lebih disukai daripada MMI pada
kasus-kasus krisis tiroid. Sedangkan MMI merupakan agen farmakoogik yang
umum digunakan pada keadaan hipertiroidisme. Keduanya menghambat
inkorporasi iodium ke TBG dalam waktu satu jam setelah diminum. Riwayat
hepatotoksisitas atau agranulositosis dari terapi tioamida sebelumnya merupakan
kontraindikasi kedua obat tersebut.4 PTU diindikasikan untun hipertiroidisme yang
disebabkab oleh penyakit Graves. Laporan penelitian yang mendukungnya
menunjukkan adanya peningkatan risiko terjadinya toksisitas hati atas penggunaan
PTU dibandingkan dengan metimazol. Kerusakan hati serius telah ditemukan pada

8
penggunaan metimazol pada lima kasus (tiga diantaranya meninggal). PTU
sekarang dipertimbangkan sebagai terapi obat lini kedua kecuali pada pasien yang
alergi atau intoleran terhadap metimazol atau untuk wanita dengan kehamilan
trimester pertama. Penggunaan metimazol selama kehamilan dilaporkan
menyebabkan embriopati, termasuk aplasia kutis, meskipun merupakan kasus yang
jarang ditemui.

Dan mungkin juga diberikan glukokortikoid karena dapat juga menghambat


pelepasan hormone tiroid. Serta diberikan penggunaan beta-adrenerge bloker,
terutama propanolol untuk gejala yang timbul yang merupakan efek perifer
hormone tiroid yang berlebihan berupa hipertermia, peningkatan kecepatan
metabolic, dan takikardia. Selain itu dapat juga dilakukan tindakan tiroidektomi
pada pasien dengan hipertiroidisme. Sedangkan intervensi keperawatan berfokus
pada hipermetabolisme yang dapat menyebabkan dekompensasi system organ,
keseimbangan cairan dan elektrolit, dan memburuknya status neurologis.

2. Penatalaksanaan Keperawatan

Tujuan pelaksanaan keperawatan mencakup mengenali efek dari krisis tiroid,


memantau hasil klinis secara tepat, dan memberikan perawatan suportif untuk
pasien dan keluarga. (Hudak, 2010). Sebagai seorang perawat secara mandiri
adalah tindakan untuk menurunkan panas tubuh mencakup penggunaan kasur dan
selimut hipotermia, paket es, lingkungan yang dingin serta yang terpenting adalah
observasi proses humidifikasi, hasil pemeriksaan gas darah arteri atau dan terapi
cairan infus (yang mengandung glukosa) serta asuhan keperawatan suportif yang
sangat teliti dan agresif selama serta sesudah stadium sakit yang akut itu sebab
perawatan pasien hipertiroidisme merupakan dasar penatalaksanaan keperawatan
kritis tiroid yang kondisinya kritis (Smeltzer, 2002).

H. Komplikasi
Komplikasi dapat ditimbulkan dari tindakan bedah, yaitu antara lain
hipoparatiroidisme, kerusakan nervus laringeus rekurens, hipotiroidisme pada
tiroidektomi subtotal atau terapi RAI, gangguan visual atau diplopia akibat oftalmopati

9
berat, miksedema pretibial yang terlokalisir, gagal jantung dengan curah jantung yang
tinggi, pengurangan massa otot dan kelemahan otot proksimal.
Meski tanpa adanya penyakit arteri koroner, krisis tiroid yang tidak diobati dapat
menyebabkan angina pektoris dan infark miokardium, gagal jantung kongestif, kolaps
kardiovaskuler, koma, dan kematian. (Hudak & Gallo, 1996)

I. Pencegahan
Pencegahan dilakukan dengan melakukan terapi tirotoksikosis yang ketat setelah
diagnosis ditegakkan. Operasi dilakukan pada pasien tirotoksik hanya setelah dilakukan
blokade hormon tiroid dan/atau beta-adrenergik. Krisis tiroid setelah terapi RAI untuk
hipertiroidisme terjadi akibat: 1) penghentian obat anti-tiroid (biasanya dihentikan 5-7
hari sebelum pemberian RAI dan ditahan hingga 5-7 hari setelahnya); 2) pelepasan
sejumlah besar hormon tiroid dari folikel yang rusak; dan 3) efek dari RAI itu sendiri.
Karena kadar hormon tiroid seringkali lebih tinggi sebelum terapi RAI daripada
setelahnya, banyak para ahli endokrinologi meyakini bahwa penghentian obat anti-
tiroid merupakan penyebab utama krisis tiroid. Satu pilihannya adalah menghentikan
obat anti-tiroid (termasuk metimazol) hanya 3 hari sebelum dilakukan terapi RAI dan
memulai kembali obat dalam 3 hari setelahnya. Pemberian kembali obat anti-tiroid
yang lebih dini setelah terapi RAI dapat menurunkan efikasi terapi sehingga
memerlukan dosis kedua. Perlu pula dipertimbangkan pemeriksaan fungsi tiroid
sebelum prosedur operatif dilakukan pada pasien yang berisiko mengalami
hipertiroidisme (contohnya, pasien dengan sindroma McCune-Albright)

10
BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Dasar Data Pengkajian
a. Aktifitas / istirahat
Gejala : Insomnia, sensitivitas T, otot lemah, gangguan koordinasi, kelelahan
otot.
Tanda : Atrofi otot.
b. Sirkulasi
Gejala : Palpitasi, nyeri dada (angina).
Tanda : Disritma (vibrilasi atrium), irama gallop, mur-mur, peningkatan
tekanan darah dengan tekanan nada yang berat.Takikardi saat istirahat,
sirkulasi kolaps, syok (krisis tiroksikosi)
c. Eliminasi
Gejala : Urine dalam jumlah banyak, perubahan dalam feces, diare.
d. Integritas ego
Gejala : Mengalami stres yang berat (emosional, fisik)
Tanda : Emosi labil 9euforia sedang sampai delirium), depresi
e. Makanan & cairan
Gejala : Kehilangan berat badan mendadak, napsu makan meningkat, makan
banyak, makannya sering kehausan, mual, muntah.
Tanda : Pembesaran tiroid, goiter, edema non pitting terutama daerah pretibial.
f. Neurosensori
Tanda : Bicara cepat dan parau, gangguan status mental, perilaku (bingung,
disorientasi, gelisah, peka rangsang), tremor halus pada tangan, tanpa tujuan
beberapa bagian tersentak-sentak, hiperaktif refleks tendon dalam (RTP).

B. Diagnosis Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi.
2. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi.
3. Diare berhubungan dengan meningkatnya peristaltik usus
4. Perubahan nutirsi kurang dari keb.tubuh berhubungan dengan proses penyakit.

11
C. Intervensi Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan inflamsi
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam diharapkan nyeri dapat
berkurang . Dengan kriteria hasil : nyeri hilang
Intervensi
a. Kaji adanya tanda tanda nyeri baik itu verbal maupun non verbal
R/Bermanfaat dalam mengevaluasi nyeri
b. Letakan pasien dalam posisi semifoler dan sokong kepala atau leher dengan
bantal pasir atau bantal kecil .
R/Mencegah hiperekstensi leher dan melindungi integritas garis jahitan
c. Pantau kondisi pasien tiap 2 jam
R/ Untuk mengetahui kondisi pasien dan mencegah terjadinya komplikasi
d. Colaburasi untuk pemberian analgetik
R/ Dapat membantu mengurangi rasa nyeri.

2. Hipertermi berhubungan dengan prosens inflamsi


Tujuan: Setelah mendapatkan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan :
a. Suhu tubuh normal (36.5-37.5 ℃ )
b. Tidak ada tanda dehidrasi
c. Mukosa bibir lembab
Intervensi :
a. Berikan kompres hangat pada ketiak
R/ dapat membantu proses penurunan panas yang dialami pasien
b. Anjurkan klien untuk menggunakan baju yang dapat menyerap keringat
R/ agar tubuh yang lembab tidak memicu pertumbuhan jamur sehingga beresiko
menimbulkan komplikasi
c. Monitoring TTV
R/ sebagai indicator untuk mengetahui perkembangan hipertermi
d. Kolaborasi untuk pemberian obat
R/ membantu menurunkan suhu tubuh pasien

3. Diare berhubungan dengan meningkatnya peristaltik usus

Tujuan: Diare dapat dikendalikan/dihilangkan dalam waktu 3x24 jam


Kriteria hasil: Frekuensi defekasi normal 1-2 x sehari,
Konsentrasi defekasi normal (tidak terlalu keras dan cair)
Mempertahankan cairan dan elektrolit (tidak ada mukosa kering,
turgor kulit baik)
Intervensi :
a. Kaji ttv pasien
b. Tingkatkan tirah baring
R: mengurangi mortilitas pergerakan usus

12
c. Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian cairan intravena sesuai derajat
dehidrasi
R: untuk mengembalikan cairan yang sudah keluar banyak akibat diare
d. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk diet pasien
luar banyak akibat diare
e. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk diet pasien

4. Perubahan nutirsi kurang dari keb.tubuh berhubungan dengan proses


penyakit.

Tujuan: Setelah mendapatkan asuhan jeperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan :

a. Porsi makan kembali normal


b. BB normal
c. Pemeriksaan lab.normal dan tidak menunjukan tanda-tanda malnutrisi
Intervensi :
a. Awasi pemasukan diet,berikan makan sedikit tapi sering
R/ untuk menghindari mual dan muntah dan memenuhi keb.nutrisi pasien
b. Berikan perawatan mulut sebelum makan
R/ menghilangkan rasa tidak enak
c. Anjurkan klien makan dalam posisi duduk tegak
R/ Mencegah tersedak
d. Kolaborasi dengan tim gizi
C. Implementasi
Sesuai Intervensi
D. Evaluasi

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

Krisis tiroid adalah kondisi hipermetabolik yang mengancam jiwa dan ditandai oleh
demam tinggi dan disfungsi sistem kardiovaskular, sistem saraf, dan sistem saluran
cerna. Etiologi yang paling banyak menyebabkan krisis tiroid adalah penyakit Graves
(goiter difus toksik). Krisis tiroid timbul saat terjadi dekompensasi sel-sel tubuh dalam
merespon hormon tiroid yang menyebabkan hipermetabolisme berat.
Diagnosis krisis tiroid didasarkan pada gambaran klinis bukan pada gambaran
laboratoris. Jika gambaran klinis konsisten dengan krisis tiroid, terapi tidak boleh
ditunda karena menunggu konfirmasi hasil pemeriksaan laboratorium atas
tirotoksikosis. Penatalaksanaan krisis tiroid harus menghambat sintesis, sekresi, dan
aksi perifer hormon tiroid. Penanganan suportif yang agresif dilakukan kemudian untuk

13
menstabilkan homeostasis dan membalikkan dekompensasi multi organ. Angka
kematian keseluruhan akibat krisis tiroid diperkirakan berkisar antara 10-75%. Namun,
dengan diagnosis yang dini dan penanganan yang adekuat, prognosis biasanya akan
baik.

B. Saran
Diharapkan mahasiswa dapat memperoleh gambaran tentang pelaksanaan Asuhan
Keperawatan pada klien dengan krisis tiroid dengan menggunakan metode proses
keperawatan.

Daftar Pustaka

https://nersindonesiablog.wordpress.com/2016/12/09/krisis-tiroid/

http://kampusdokter.blogspot.co.id/2012/12/krisis-tiroid.html

http://hamdan-hariawan-fkp13.web.unair.ac.id/artikel_detail-88249-askep%20endokrin-askep
%20krisis%20tiroid.html

https://www.scribd.com/document/261664027/ASKEP-KRISIS-TIROID

http://rikardbaek.blogspot.co.id/2016/10/asuhan-keperawatan-dengan-krisis-tiroid.html

14
http://www.alodokter.com/penyakit-graves

https://widantivirgian.wordpress.com/2013/07/04/asuhan-keperawatan-dengan-krisis-tyroid/

15

Anda mungkin juga menyukai