Lumpur Aktif
Dosen Pembimbing : Ir. Endang Kusumawati, M.T
Kelompok/Kelas : I / 3A-TKPB
Anggota : 1. Abdul Faza M (151424001)
2. Afifah Nur Aiman (151424002)
3. Agus Hermawan (151424003)
PENDAHULUAN
LANDASAN TEORI
Lumpur sisa dari pengolahan ini kemudian diarahkan menuju tempat pengolahan
lumpur. Sehingga dapat diketahui bahwa terdapat tiga jenis lumpur yang terlibat dalam
proses ini, yaitu lumpur sisa, lumpur biomassa yang berada pada bak aerasi, serta lumpur
sekunder yang berada pada tangki pengendapan. Ilustrasi sederhana proses lumpur aktif
dapat dilihat pada gambar
Sebelum memasuki proses tersebut air limbah dapat diendapkan terlebih dahulu
dalam bak pengendap awal. Bak pengendap awal berfungsi untuk menurunkan padatan
tersuspensi sekitar 30-40 % serta BOD sekitar 25%. Air limpasan dari bak pengendap awal
dialirkan menuju bak aerasi secara gravitasi. Di dalam bak aerasi ini air limbah
dihembuskan dengan udara sehingga mikroorganisme menguraikan zat organik yang ada
dalam air limbah. Energi yang diperoleh mikroorganisme tersebut digunakan oleh mikroba
untuk Air kemudian dialirkan ke tangki pengendapan sekunder.
Selanjutnya sel menghasilkan enzim agar dapat melarutkan partikel. Dengan cara
ini, bakteri dapat menghilangkan polutan organik baik yang terlarut maupun berupa
partikel yang terdapat dalam limbah. Nilai pH pada bak aerasi harus dikontrol agar sesuai
dengan pertumbuhan mikroba. Untuk mengatur nilai pH maka dilakukan penambahan
asam atau basa pada mixed liquor. Selain itu, terdapat penambahan urea dan asam posfat
sebagai sumber N dan P untuk mibroba.
[Bahan Organik] + O2 + Nutrisi → CO2 + NH3 + m.o baru + produk akhir lain
2.3 MLVSS
Untuk mengetahui kuantitas mikroba pendegradasi air limbah ditentukan dengan
mengukur kandungan padatan tersuspensi yang mudah menguap (MLVSS). Rasio
kuantitas nutrisi yang ditambahkan kedalam mixer liquor terhadap kuantitas mikroba
tersuspensi digunakan sebagai ukuran sehat atau tidaknya pertumbuhan mikroba tersebut.
Rasio F/M yang ideal untuk lumpur aktif 0,2-0,5 kg BOD/hari/kg MLVSS.
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
Sampel limbah
Memindahkan tabung Hach pada Hach COD digester serta pemanasan 1500C
selama 2 jam
Mengeluarkan tabung hach dari digester hingga larutan sama dengan suhu
ruangan
Menambahkan indikator feroin 3 tetes dan menitrasi dengan larutan FAS dari
hijau menjadi coklat
Memanaskan cawan pijar selama 1 jam didalam furnace 6000C dan kertas
saring pada oven 1050C
Memindahkan kertas saring kedalam cawan pijar dan memanaskan pada oven
1050C 1 jam
Menimbang cawan pijar yang berisi kertas saring dan endapan hingga
konstan
Memindahkan cawan pijar yang berisi kertas saring dan endapan kedalam
furnace dengan pemanasan 6000C 2 jam
Menimbang cawan pijar yang berisi kertas saring dan endapan hingga
konstan
4.2 Pembahasan
A. Pembahasan Oleh Abdul Faza
Pada praktikum kali ini dilakukan pengolahan air limbah dengan metode
lumpur aktif untuk mendegradasi limbah anorganik yang terdapat dalam air dengan
menggunakan oksigen sehingga limbah terdegradasi.Terdapat faktor-faktor yang
mempengaruhi nilai efisiensi pada pengolahan air limbah dengan metode lumpur
aktif yaitu sebagai berikut.
1) Aerasi
Menurut Kusumawati (2011), Lumpur aktif merupakan salah satu metode
pengolahan limbah secara aerob. Dalam sistem ini, limbah cair dan biomassa
(mikroorganisme) dicampur dalam suatu reaktor dan diaerasi. Aerasi ini berfungsi
memberikan oksigen yang diperlukan oleh mikroorganisme untuk proses
penguraian limbah secara aerob. Apabila kekurang oksigen terlarut maka proses
oksidasi tidak akan optimal atau bahkan proses menjadi anaerobik, namun apabila
oksigen terlarut atau aerasi terlalu besar maka lumpur akan terangkat ke atas yang
menyebabkan proses tidak optimal. Berdasarkan percobaan, DO awal sampel
adalah 7.5 mg/L. Setelah proses berlangsung selama 5 hari, efisiensi pengolahan
metoda lumpur aktif ini sebesar 80 %. Efisiensi yang dihasilkan cukup besar yang
menunjukkan bahwa proses pengolahan air limbah dengan lumpur aktif
berlangsung dengan baik
2) Suhu & pH
Suhu berpengaruh terhadap proses pengolahan air limbah. Berdasarkan teori,
pengolahan air limbah dengan metode ini akan efektif pada suhu 25-35℃.
Percobaan dilakukan pada suhu 26.5 ℃ (sesuai dengan rentang optimal suhu).
Sedangkan untuk pH yang paling efektif adalah pada pH netral 6,5-8 dan pada
percobaan pH berada pada 7.8 ( sesuai dengan rentang optimal pH) sehingga
didapatkan efisiensi lumpur yang cukup besar yaitu 80 %
3) Nutrisi
Nutrisi yang diberikan memiliki perbandingan BOD:N:P = 100:5:1
perbandingan tersebut dilakukan karena disesuaikan dengan kebutuhan.
Perbandingan massa glukosa diperbanyak karena merupakan nutrisi pokok atau
sebagai sumber karbon bagi mikroba untuk mendegradasi senyawa-senyawa
organik. Sedangkan nitrogen sebagai penyusun protein, karena komponen utama
penyusun sel mikroba adalah protein. Sedangkan fosfor ditambahkan untuk
metabolisme mikroba. Menurut Joseph H. Sherrard dan Edward D. Schroeder,
perbandingan ini dipercaya sebagai perbandingan stoikiometri yang baik untuk
mengurangi kandungan bahan-bahan organik secara signifikan. Jumlah nutrisi yang
diberikan harus pas. Jika nutrisi diberikan secara berlebihan, maka akan
mengakibatkan terjadinya dominasi mixed liquor suspended solid oleh bakteri
filamen. Kelebihan nitrogen dan fosfor dalam effluent air limbah juga akan
berdampak buruk terhadap keseimbangan ekologi dan kesehatan manusia.
Sedangkan jika nutrisi yang diberikan kurang, maka dekomposisi bahan-bahan
organik yang terdapat di dalam air limbah tidak akan efisien
Pada percobaan tersebut diperoleh nilai diperoleh nilai MLVSS sebesar 4360
mg/L, FSS = 1015 mg/L. Kandungan MLVSS yang diperoleh ternyata
menunjukkan nilai di atas batas optimum, yang menunjukkan bahwa nilai zat yang
teruapkan tidak terlalu banyak.Selain itu pada percobaan menunjukkan bahwa
dalam reaktor lumpur aktif jumlah mikroorganisme tersuspensi tidak terlalu besar.
B. Pembahasan Oleh Afifah Nur Aiman
Pada percobaan ini terdapat beberapa variabel yang dapat mempengaruhi
proses degradasi yang perlu diukur yaitu suhu, oksigen terlarut (DO) dan pH awal.
Suhu sampel lumpur aktif awal yang terukur adalah 26,5oC, oksigen terlarut awal
7,5 mg/L dan pH awal 7,8. Ketiga variable tersebut dapat mendukung
keberlangsungan proses degradasi yang dilakukan oleh mikroba lumpur aktif.
Menurut literature pH optimum untuk mikroorganisme tumbuh dan dapat
mendekomposisi bahan organik adalah pada rentan 6,5 – 8 dan suhu pada rentan 20
– 35OC. Jika temperature dan pH melebihi/kurang dari kondisi normal maka proses
tidak efektif dan kurang optimal. Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen) optimum
untuk proses degradasi adalah 1-4 mg/L akan tetapi DO yang terukur pada
percobaan ini sebesar 7,5 mg/L. Nilai DO yang besar dapat mengakibatkan
terbentuknya mikroba filamentous yang dapat menghambat proses degradasi
limbah. Variabel ketiga, yaitu pH dapat mempengaruhi pertumbuhan dan
metabolisme dari mikroorganisme. pH efektif untuk proses pertumbuhan atau
proses pembelahan diri mikroorganisme adalah 6,5 – 8
Pada penentuan nilai MLVSS dilakukan dengan menggunakan metode
gravimeti. MLVSS yang didapatkan adalah 4360 mg/L Parameter nilai MLVSS
yang optimal yaitu 1500-4500 mg/L. Hal ini menunjukkan bahwa reactor yang
digunakan ada pada kondisi optimal. Akan tetapi akan lebih baik jika tangki/reaktor
yang digunakan dilengkapi dengan resirkulasi yang berfungsi untuk membuang
sebagian lumpur yang di dalamnya terdapat mikroorganisme mati, sehingga nilai
MLVSS yang terukur tidak terlalu tinggi, karena hanya terdapat mikroorganisme
yang hidup di dalam lumpur aktif.
Untuk mengetahui nilai COD sampel ditambah K2Cr2O7 sebagai
pengoksidasinya dan pereaksi asam sulfat pekat (H2SO4) sebagai pemberi suasana
asam yang bertujuan agar proses oksidasi terjadi secara optimal, karena pada
suasana asam banyak mengandung ion H+. Nilai COD awal yang didapatkan adalah
7980 mg O2/liter dan COD akhir setelah diberi nutrisi dan proses degradasi adalah
1596 mg O2/liter. Efisiensi proses oksidasi menggunakan lumpur aktif yang optimal
berdasarkan referensi adalah ≥85% akan tetapi efisiensi yang didapatkan pada
percobaan ini 80%. Hal ini menunjukkan proses degradasi air limbah oleh mikroba
cukup optimal. Namun, hasil akhir dari proses ini masih memiliki nilai kandungan
organik yang tinggi bila dibandingkan dengan standar kualitas air bersih yang dapat
dibuang ke lingkungan yaitu COD ≤ 100 mg O2/L (Peraturan Menteri Kesehatan
RI.416/Menkes/PER/IX/1900).
Berdasarkan perhitungan, nilai F/M ialah 0,172 kg BOD/hari/kg MLVSS.
Berdasarkan data tersebut, media lumpur aktif dalam keadaan kekurangan makanan
karena batas minimum F/M ialah 0,2. Hal ini merupakan salah satu yang
menyebabkan efisiensi tidak mendekati efisiensi optimum (≥85%)
Pada proses degradasi ini, mikroba perlu diberi nutrisi yaitu C, N, dan P.
Karbon (C) didapatkan dari senyawa glukosa, nitrogen (N) didapatkan dari senyawa
KNO3 dan Phospor didapatkan dari senyawa KH2PO4. Berdasarkan hasil
perhitungan, nutrisi yang perlu ditambahkan sebanyak 7,03125 gram glukosa,
2,70536 gram KNO3 dan 0,329 gram KH2PO4 .
Nilai COD setelah dilakukannya proses degradasi yang masih sangat tinggi
dikarenakan kurangnya pengecekan kondisi lingkungan secara rutin, seperti pH
yang harus dalam keadaan netral, suhu yang tidak boleh terlalu tinggi dan terlalu
rendah. Lalu O2 yang ditambahkan menggunakan aerator, pada bak lumpur aktif
yang terdapat di Lab PLI proses menambahan oksigen tidak merata dapat dilihat
dari selang aerator terletak disalah satu sudut bak, seharusnya secara berkala selang
aerator tersebut dipindahkan kesudut bak lumpur aktif yang lain.
Nilai TSS hasil praktikum adalah 5375 mg/l, sedangkan menurut literatur
yang dikeluarkan oleh Pergub Bali No. 8 Tahun 2007 nilai maksimal TSS yang
diperbolehkan adalah 50 mg/L. Nilai FSS adalah padatan yang tidak mudah
menguap, dari hasil praktikum nilai FSS adalah 1015 mg/liter, adapun nilai FSS
didapat dari nilai TSS – nilai VSS. Ketiga parameter tersebut masih tinggi karena
pengukuran dilakukan sebelum proses pendegredasian senyawa organic dengan
menambahkan nutrisi. Apabila pengukuran juga dilakukan setelah proses
pendegredasian makan nilai ketiga parameter tersebut pun akan turun.
BAB V
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telag dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:
- Nilai konsentrasi kandungan organic atau COD awal adalah 7980 mg O2/liter dan COD
akhir setelah proses adalah 1596 mg O2/liter .
- Nilai MLVSS yang terdapat pada sampel adalah sebesar 4360 mg/L .
- Nutrisi yang perlu ditambahkan pada sampel sebanyak 7,03125 gram glukosa, 2,70536
gram KNO3 dan 0,329 gram KH2PO4 .
- Nilai efisiensi pada percobaan ini 80%.
5.2 Saran
Pada praktikum ini disarankan untuk memperhatikan keselamatan kerja karena
menggunakan larutan pekat yang berbahaya. Selain itu, dalam menggunakan cawan pijar
perlu diperhatikan bahwa cawan tidak boleh terkena tangan.
DAFTAR PUSTAKA
Jemal. 1999. Pengetahuan Dasar pada Penanggulangan Pencemaran Lingkungan Air. 2nd ed.
pp 188-206. JETRO
Ningtyas, Rahayu. 2015. Pengolahan Air Limbah dengan Proses Lumpur Aktif. Bandung:
Institut Teknologi Bandung
Widyawati, Yudith Rizkia. dkk. 2011. Efektivitas Lumpur Aktif Dalam Menurunkan Nilai BOD
(Biological Oxygen Demand) dan COD (Chemical Ocygen Demand) Pada Limbah Cair
UPT Lab. Analitik Universitas Udayana. Jurusan Kimia FMIPA. Bali : Universitas
Udayana
= 7031,25 mg
= 7,03125 g
Kebutuhan KNO3 sebagai N
5 𝑀𝑟 KNO3
Kebutuhan N = 100 × × 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 × 𝐵𝑂𝐷
𝐴𝑟 𝑁
5 101
= 100 × × 10 × 750
14
= 2705,36 mg
= 2,70536 g
Kebutuhan KH2PO4 sebagai P
1 𝑀𝑟 KH2PO4
Kebutuhan P = 100 × × 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 × 𝐵𝑂𝐷
𝐴𝑟 𝑃
1 136
= 100 × × 10 × 750
31
=329 mg
= 0,329 g
II. Data Titrasi Awal dan Penentuan COD Awal
= 7980 mg O2/liter
= 1596 mg O2/liter
= 80 %
V. Penentuan MLVSS
Berat Cawan Pijar Konstan (a) = 36,7969 gram
Berat Kertas Saring Konstan (b) = 0,8933 gram
Berat Cawan Pijar + Kertas Saring + Endapan Sampel setelah di oven (c) = 37,0119 gram
Berat Cawan Pijar + Kertas Saring + Endapan Sampel setelah di furnace (d) = 36,8375 gram
Volume sampel = 40 mL
(𝑐−𝑎)
TSS = x 106
𝑚𝑙 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
(37,0119−36,7969)
= x 106
40
= 5375 mg/L
(𝑐−𝑑)
VSS = x 106
𝑚𝑙 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
(37,0119−36,8375)
= x 106
40
= 4360 mg/L
FSS = TSS – VSS
= 5375 – 4360
= 1015 mg/L