Blok Respi
Blok Respi
BATUK
Seorang laki-laki, umur 40 tahun datang ke IGD RS dengan keluhan batuk sejak 3 minggu
yang lalu. Keluhan baru pertama kali dirasakan pasien.
Pemeriksaan fisik: tanda vital dalam batas normal, bentuk habitus atletikus, da nada ronkhi
basah halus nyaring pada apeks paru kanan.
Pemeriksaan laboratorium didapatkan laju endap darah tinggi.
Pemeriksaan sputum didapattkan bakteri tahan asam (BTA) +/-/+
Pemeriksaan foto thoraks: ada infiltrasi di apeks paru kanan.
Dokter memberi terapi sebagai pengawas minum obat (PMO).
Dokter juga menganjurkan anggota kelarga yang serumah untuk melakukan pemeriksaan dan
mengajarkan etika batuk untuk mencegah penularan penyakit.
1
KATA-KATA SULIT
Habitus atletikus : Bentuk tubuh seperti olahragawan, kepala dan dagu terangkat keatas,
dada penuh, perut rata, dan lengkung tulang belakang normal.
Ronkhi Basah : Suara berisik dan terputus yang diakibatkan oleh aliran udara yang
melalui cairan terjadi umumnya saat inspirasi.
Sputum : Bahan yang dikeluarkan lewat mulut berasal dari trachea, bronkus
dan paru
Batuk : Ekspresi udara dari dalam paru yang tiba-tiba, sambil mengeluarkan
suara berisik.
2
PERTANYAAN
JAWABAN
3
HIPOTESA
4
SASARAN BELAJAR
4.11 P2M
5
1. Memahami dan menjelaskan anatomi saluran pernafasan bawah
A. TRACHEA
6
Terdiri dari tulang rawan dan otot yang berbentuk pipa yang terletak
ditengah-tengah leher sampai incisura jugularis dibelakang manubrium sterni
masuk cavum thorax melalui aperture thoracis superior tepatnya pada
mediastinum superior.
Dimulai dari bagian bawah cartilage cricoid setinggi cervical V1 sampai
bercabang menjadi bronchus dextra dan sinistra setinggi vertebrae thoracal ke
IV-V. percabangan tersebut dikenal dengan Bifurcatio thraches dalam cavum
thorax.
Panjang trachea (10-12)cm, pria (12cm) dan wanita (10cm) yang
terdiri dari (16-20) cincin yang berbentuk lingkaran, berhubungan dengan
daerah laring melalui cartilage cricoid dengan ligamentum cricothrachealis.
Diantara tulang rawan terdapat jaringan ikat “ligamentum intertrachealis”
(ligamentum anulare. Trachea adalah saluran nafas yang penting dalam
penyumbatan saluran nafas terutama daerah laring dengan membuat
tracheostomy (membuat lubang pada trachea terutama obstruksi laring
mendadak) 1-2cm di atas incisura jugularis sterni.
B. BRONCHUS
Percabangan trachea setinggi batas vertebrae thoracal IV-V yang
dikenal dengan bifucartio trachea → memberi 2 cabang bronchus → bronchus
dextra dan sinistra, keduanya yang disebut dengan bronchus primer.
Dinding bronchus terdiri dari cincin tulang rawan tapi di bagian
posterior berbentuk membrane. Bronchus dextra lebih sering terkena infeksi
bila dibandingkan dengan bronchus sinistra, hal ini disebabkan oleh karena :
a. Lumen bronchus dextra lebih luas dibandingkan dengan lumen bronchus
sinistra
b. Bronchus dextra lebih pendek dengan panjang 2.5 cm dan sebanyak 6-8 buah
cincin. Bronchus sinistra dengan panjang 5cm dengan 9-12 buah cincin.
BRONKUS DEXTRA
7
BRONKUS SINISTRA
C. CAVUM THORAX
Adalah ruangan yang terdapat pada daerah dada yang dibatasi oleh os
sternum, os costae yang melingkar, vertebrae thoracalis. Di Antara os costae
terdapat ruang yang dinamakan ruang intercostalis. Terdapat m.intercostalis
externus dan internus, arteria, vena dan nervus intercostalis. Arteria
intercostalis terletak di bagian bawah iga, sehingga pada waktu oenusukan ICS
untuk pengeluaran cairan harus pada bagian atas iga di bawahnya.
Fungsi pleura adalah tindakan yang dilakukan untuk pengambilan
cairan dalam cavum pleura, biasanya pada ICS 4-5. Pada bagian bedah dikenal
dengan WSD. Pada cavum thorax terdapat 2buah organ paru di kedua sisi
lateral mediastinum.
Batas Antara cavum thorax adalah aperture thoracis superior yang
dibentuk oleh : incisura jugularis sterna, iga 1, dan corpus vertebrae thoracal 1.
Batas bawah cavum thorax adalah aperture thoracis inferior yang dibentuk
oleh diafragma, processus xiphoideus, arcus costarum dan V.Th 12.
8
Otot-otot dinding thorax :
a. M. intercostalis externus membentuk lapisan yang paling luar arah serabutnya
dari pinggir bawah iga di atasnya ke pinggir iga yang ada di bawahnya.
Serabut-serabut m.intercostalis externus ke depan membentuk aponeurosis
yang disebut dengan membrane intercostalis anterior
b. M. intecostalis internus arah serabutnya dari bawah ke belakang membentuk
lapisan tengah, arah serabutnya ke belakang dari sternum sampai angulus
costae membentuk aponeurosis yang dinamakan membrane intercostalis
posterior
D. PULMO
Pulmo terbungkus oleh jaringan ikat kuat yaitu pleura → lapisan luar yang
melapisi dinding dada yang terletak di bawah fascia endothoracica dinamakan
pleura parietalis dan bagian yang melekat ke jaringan paru disebut pleura
visceralis. Di Antara kedua lapisan tersebut terdapat ruangan yang disebut
cavum pleura (cavitas pleuralis). Cavum pleura mengandung sedikit cairan
pleura yang dihasilkan oleh lapisan pleura parietalis yang berfungsi sebagai
pelumas untuk mengurangi friksi Antara kedua pleura.
Pleura parietalis berdasarkan letaknya terbagi atas :
a. Pleura costalis : yang terdapat pada daerah iga-iga
b. Pleura diafragmatika : pada daerah diafragma
c. Pleura mediastinalis : pada daerah mediastinum
d. Pleura cervicalis (cupula pleura) : pada daerah apeks paru
9
Recessus Pleura adalah kantong pleura yang terdapat pada lipatan
pleura parietalis, disebabkan paru tidak sepenuhnya mengisi cavum pleura.
Fungsi recessus ini adalah pada waktu inspirasi paru akan mengembang dan
mengisi recessus tersebut.
Dalam cavum pleura normal tidak pernah ada udara. Dan bila ada
robekan pada pleura parietal dan udara masuk cavum pleura, dapat terjadi
pneumothorax dan dapat menekan perkembangan paru sehingga paru akan
collaps dan terjadi sesak nafas.
Pada hillus kedua paru, kedua lapisan pleura saling berhubungan dan
bergantung longgar di atas hillus dan disebut dengan ligamentum pulmonale
yang berfungsi untuk mengatur pergerakan alat dalam hillus pulmonalis
selama proses respirasi.
Pulmo dextra mempunyai 3lobus (superior, media, inferior) dan pulmo
sinistra mempunyai 2 lobus (superior dan inferior). Antara lobus superior
dengan media terdapat fissure horizontal. Antara lobus media dengan inferior
terdapat fissure obliq.
Hillus pulmonalis adalah suatu lipatan pleura pada fascies
mediastinalis, dimana terjadi peralihan dari pleura parietalis menjadi pleura
visceralis. Daerah lipatan tersebut membatasi keluar masuknya vasa, nervus,
bronkus. Lipatan tersebut sebagai penggantung paru yang dikenal dengan
ligament pulmonale.
Pada jaringan paru bagian posterior didapatkan jejas (alur) dari alat-alat yang
lewat menekan jaringan paru antara lain
a. Impresio cardiac (jantung)
b. Sulcus arcus aorta (arcus aorta)
c. Sulcus aorta thoracalis (aorta thoracalis)
d. Sulcus esophagia (esophagus)
e. Area trachea (tempat trachea)
Perdarahan Pulmo
Yang mendarahi pulmo adalah arteria bronchialis, cabang dari aorta thoracalis.
Sedangkan a.pulmonalis tidak memperdarahi paru, tetapi berfungsi untuk
respirasi dan v.bronchialis mengalirkan darah ke v.azygos dan v.hemyazygos
Persarafan Pulmo
Serabut aferen dan eferen visceralis berasal adri truncus sympathicus (Th
3,4,5) dan serabut para sympathicus berasal dari N.vagus
a. Serabut sympatis : truncus sympathicus kanan dan kiri memberikan cabang-
cabang pada paru membentuk plexus pulmonalis yang terletak di depan dan di
belakang bronchus primaries. Fungsi saraf simpatis : untuk relaksasi tunica
muskularis dan menghambat sekresi bronchus. Biasanya diberikan pada
penderita asma bronchiale (karena menyempitnya lumen bronchus)
b. Serabut parasymphatis : N.vagus kanan dan kiri juga memberikan cabang-
cabang pada plexus pulmonalis ke depan dan ke belakang. Fungsi saraf
10
parasymphatis untuk kontraksi tunica muscularis akibatnya lumen menyempit
dan merangsang sekresi bronchus.
A. Pulmo
Trachea akan bercabang dua menjadi bronchus primer kiri dan kanan. Sebelum
memasuki parenkim paru, bronchus primer bercabang menjadi bronchus sekunder (bronchus
lobaris) yang masuk kedalam lobus. Didalam lobus paru, bronchus lobaris bercabang menjadi
bronchus tersier dan turut menyusun segmen brochopulmonar. Bronchus tersier bercabang
lagi, menjadi cabang yang lebih kecil, dan setelah 9 – 11 percabangan terbentuk saluran
dengan diameter lebih kurang 1mm, tanpa tulang rawan pada dindingnya. Saluran ini disebut
bronchiolus. Bronchiolus turut menyusun lobus paru. Setiap segmen bronchopulmonar
mempunyai 30-60 lobuli. Didalam setiap lobulus, bronchiolus bercabang membentuk 4-7
bronchioli terminalis. Setiap bronchioli terminalis bercabang menjadi 2 bronchiolus
respiratorius yang kemudian akan bercabang lagi sekitar 3 kali manjadi ductus alveolaris.
Ductus alveolaris akan bercanang dua sebelum bermuara kedalam atria. Atria akan bermuara
ke saccus alveolaris yang kemudian akan bermuara ke alveoli. Makin kecil saluran nafas
dindingnya semakin tipis dan lamina propianya tidak lagi mengandung kelenjar, akan tetapi
masih dilengkapi otot polos, sel epitel bersilia dan sel goblet. Sel goblet tidak terdapat lagi
pada bronchiolus respiratorius.
B. Bronchus
Bronchus extra pulmonal sangat mirio dengan trachea, hanya diameternya lebih kecil.
Gambaran bronchus intra pulmonal berbeda karena tidak terdapat rangka tulang rawan yang
berbentuk huruf C, melainkan berupa lempeng tulang rawan hialin yang bentuknya tidak
beraturan melingkari lumen. Pada potongan melintang rangka ini akan terlihat seperti
potongan-potongan tulang rawan pada dinding bronchus. Mucosa tidak rata, terdapat lipatan-
lipatan longitudinal karena kontraksi oto polos. Mucosa dilapisi oleh epitel bertingkat thorak
dengan silia dan sel goblet. Pada lamina propia terdapat berkas-berkas otot polos. Dibawah
lapisan otot polos ini terdapat kelenjar campur. Pada dinding bronchus yang terkecil kerangka
tulang rawannya sedikit dan tidak lagi membentuk lingkaran penuh mengelilingi lumen.
11
C. Bronchiolus
Dinding bronchilus tidak lagi mempunyai kerangka tulang rawan dan pada lamina
propia tidak lagi terdapat kelenjar. Lamina propia terutama diisi oleh serat otot polos dan
serat elastin. Pada bronchiolus besar, mucosa dilapisi oleh epitel bertingkat torak dengan silia
dan sel goblet. Makin keujung sel bersilia makin jarang, sejalan dengan itu sel goblet pun
menghilang. Sel epitel semakin rendah. Pada bronchiolus kecil, mucosa dilapisi oleh sel-sel
kuboid atau torak rendah, terdapat sel tanpa silia, tidak terdapat sel goblet. Diantara sel epitel
terdapat sel torak tidak bersilia, berbentuk kubah. Sel-sel ini adalah sel clara.
D. Bronchiolus Terminalis
Pendek, sehingga hanya dapat dikenali pada potongan melintang ditempat
percabangannya menjadi bronchiolus respiratorius. Mucosa dilapisi oleh selapis sel kuboid,
pada dinding tidak terdapat alveolus. Pada lamina dapat dilihat serat-serat otot polos.
E. Bronchiolus respiratorius
Cabang dari bronchiolus terminalis, epitel terdiri dari sel torak rendah atau kuboid.
Epitel terputus-putus, karena pada dinding terdapat alveolus. Sel epitel bersilia kadang-
kadang masih ada, yang akan menghilang semakin keujung saluran. Tidak terdapat sel goblet.
Pada lamina propia dapat terlihat serat otot polos, kolagen dan elastin.
F. Ductus Alveolaris
Cabang dari bronciolus repiratorius, berupa saluran dengan dinding terdiri dari
alveolus. Pada setiap pintu ke alveolus terdapat sel-sel epitel berbentuk gepeng. Didalam
lamina propia masih dapat terlihat serat-serat otot polos, biasanya terpotong melintang.
12
disebut pneumosit tipe I, sel alveolar besar, sel septal (pneumosit tipe II) berbentuk kuboid
menonjol kedalam ruang alveolus. Selain kedua sel tersebut terdapat sel endothelial kapiler.
Inspirasi merupakan proses aktif ,akan terjadi kontraksi otot – otot ,inspirasi akan
meningkatkan volume intratorakal,tekanan intrapleura di bagian basis paru akan turun dari
normal sekitar -2,5 mm Hg (relatif terhadap tekanan atmosfer) pada awal inspirasi menjadi –
6 mm Hg.jaringan paru semangkin tegang ,tekanan di dalam saluran udara menjadi sedikit
lebih negatif dan udara mengalir kedalam paru.pada akhir inspirasi daya rekoil paru mulai
menarik dinding dada kembali ke kedudukan ekspirasi ,sampai tercapai keseimbangan
kembali antara daya rekoil jaringan paru dan dinding dada.tekanan didalam saluran udara
menjadi sedikit positif dan udara mengalir meninggalkan paru,selama pernapasan
tenang,ekspirasi merupakan proses pasif yang tidak memerlukan kontraksi otot untuk
menurunkan volume inratorakal,namun pada awal ekspirasi masih terdapat kontraksi ringan
otot inspirasi,kontraksi ini berfungsi sebagai peredam daya rekoil paru dan memperlambat
ekspirasi.
Sistem respirasi secara fisiologis meliputi : pernafasan luar dan pernafasan dalam.
a. Pernafasan luar (eksternal) : pertukaran O2 – CO2 antar sel-sel tubuh dengan udara luar.
b. Pernafasan dalam (internal) : respirasi sel didalam mitokondria intrasel, dimana
metabolisme ini membutuhkan O2 dari kapiler jaringan dan menyuplai metabolit CO2
ke kapiler.
1. Ventilasi : pertukaran udara luar dengan alveol paru. Terdiri dari inspirasi dan ekspirasi.
13
2. Difusi : pertukaran O2 – CO2 antara udara alveol dengan kapiler paru.
- Fase gas : pertukaran gas antara udara luar dengan udara alveol. Semakin berat
molekul gas, semakin cepat proses difusinya. (O2 > CO2)
- Fase membran : pertukaran O2 – CO2 antara alveol dengan darah dalam kapiler
paru melewati membran kapiler. Semakin tipis membran, semakin cepat difusinya.
- Fase cairan : pertukaran O2 – CO2 dalam sirkulasi darah dengan hemoglobin dalam
eritrosit. Semakin mudah larut, difusi semakin cepat. (CO2 > O2 , karena daya larut
CO2 24,3x > O2)
3. Perfusi : pengangkutan O2 dan CO2 oleh pembuluh darah paru ke kapiler jaringan atau
sebaliknya.
4. Pertukaran O2 – CO2 antara darah di kapiler jaringan dengan sel-sel jaringan.
Pengaturan pernafasan
Aktivitas pernapasan diatur secara kimia dan non-kimia. penurunan PO2 , peningkatan
PCO2 atau konsentrasi ion H darah akan meningkatkan aktivitas pusat respirasi. Perubahan
yang berlawanan mempunyai efek hambatan terhadap aktivitas respirasi.
Secara non-kimia, pengaturan aktivitas pernapasan adalah melalui suhu tubuh dan aktivitas
fisik. Peningkatan suhu tubuh dapat meningkatkan aktivitas pernafasan.
Pada jaringan, basil tuberculosis adalah bakteri batang tipis lurus berukuran sekitar
0,4x3 µm. pada medium atifisial, bentuk kokoid dan filament terlihat dengan bentuk
morfologi yang bervariasi dari satu spesies ke spesies yang lainnya. Basil tuberculosis sejati
ditandai dengan “tahan asam” yaitu 95% etil alcohol mengandung 3% asam hidroklorat
(asam-alkohol) dengan cepat menghilangkan warna semua bakteri kecuali mikobakterium.
Sifat tahan sam ini tergantung pada integritas selubung yang terbuat dari lilin. Tekhnik
pewarnaan Ziehl-neelsen digunakan untuk identifikasi bakteri tahan asam. Pada sediaan apus
seputum atau potongan jaringan, mikobakterium dapat ditunjukkan dengan fluorosensi
kuning-orange setelah pewarnaan dengan fluorokom (misalnya : auramin, rodamin).
Uji tuberculin yang positif bukan merupakan bukti adanya penyakit yang aktif akibat basil
tuberkel. Isolasi basi tuberkel dapat dijadikan sebagai bukti.
a. Specimen
Specimen terdiri dari sputum segar, hasil bilas lambung, urine, cairan pleura, cairan
serebrospinal, cairan sendi, material biopsy, darah atau material lainnya yang dicurigai.
Specimen dari sputum dan tempat nonsteril lainnya harus dicairkan dengan N-asetil-L-sistein,
didekontaminasai dengan NaOH (membunuh banyak bakteri dengan fungsi lainnya),
dinetralisir dengan buffer, dan dikonsentrasi dengan sentrifugasi. Specimen yang diproses
dengan cara ini dapat digunakan untuk pewarnaan tahan asam dan untuk biakan. Specimen
dari tempat yang steril, seperti cairan serebrospinal, tidak memerlukan prosedur
dekontaminasi tetapi dapat langsung disentrifugasi, diperiksa, dan dibiakkan.
c. Sediaan apus
Sputum,cairan eksudasi, atau material lain diperiksa untuk basil tahan-asam dengan
pewarnaan zielh_neelsen. Pewarnaan cairan hasil bilas lambung dan urine secara umum
tidak direkomendasikan, karena mungkin terdapat mikobakterium saprotifik dan
menunjukkan pewarnaan yang positif. Mikroskopi fluorosens dengan pewarnaan yang
positif. Mikroskopi fluorosens dengan pewarnaan auramin-rodamin lebih snsitif daripada
pewarnaan tahan asama. Jika organisme tahan-asam ditemukan oada specimen yang sesuai,
hal ini merupakan bukti presumtif adanya infeksi mikobakterium.
15
d. Biakan, identifikasi dan uji sensitifitas
Divisio : Mycobacteria
Class : Actinomycetes
Ordo : Actinomycetales
Family : Mycobacteriaceae
Genus : Mycobacterium
Spesies : Mycobacterium tuberculosis
Sebagian besar dari golongan Mycobacterium ini hidup bebas dan tidak merugikan
manusia, akan tetapi beberapa spesies dapat menyebabkan penyakit pada manusia, binatang,
burung, dan mamalia. Yang menyebabkan penyakit pada manusia umumnya adalah
Mycobacterium tuberculosis dan Mycobacterium leprae. Kuman yang menyerang manusia
biasanya melalui udara yang tercemar bakteri tuberculosis, melalui hirupan nafas dan masuk
ke dalam paru-paru melalui bronkus dan menyebar di dalam paru dalam waktu lama. Apabila
seseorang sudah tertular kuman tuberculosis, maka gejalanya adalah batuk-batuk secara terus
menerus >3 minggu, berat badan menurun, berkeringat malam hari walau tidak ada aktifitas.
Penderita yang sudah dinyatakan positif TB, harus diobati dengan segera dan minum obat
anti tuberculosis (OAT) selama 6-8 bulan lamanya.
16
Untuk kelangsungan hidup dan perkembangbiakan Mycobacterium dipengaruhi
oleh lingkungan tempat kehidupannya, penanganan, dan pengenalan koloni
sangat diperlukan, karena tiap koloni mempunyai sifat kehidupan yang berbeda
satu sama lainnya.
17
• Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam
bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar
3000 percikan dahak.
• Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada
dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara
sinar matahari langsung dapat membunuh kuman.
• Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan
lembab.
• Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan
dahak, makin menular pasien tersebut.
• Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh
konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.
Risiko penularan
• Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak. Pasien
TB paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko penularan lebih
besar dari pasien TB paru dengan BTA negatif.
• Risiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan Annual Risk of
Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko terinfeksi
TB selama satu tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh) orang diantara 1000
penduduk terinfeksi setiap tahun.
• ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%.
• Infeksi TB dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin negatif menjadi
positif.
18
Tahun 1974, American Thoracic Society membuat klasifikasi baru berdasarkan
aspek masyarakat, yaitu :
1. Kategori 0
Tidak pernah terpajan dan terinfeksi, riwayat kontak (-), tes tuberkulin (-)
2. Kategori 1
Terpajan TB, tidak terbukti ada infeksi, riwayat kontak (+), tes tuberkulin (-)
3. Kategori 2
Terinfeksi TB, tapi tidak sakit, tes tuberkulin (+), tes radiologis dan sputum (-)
4. Kategori 3
Terinfeksi TB dan sakit.
19
• Tuberkulosis paru BTA negatif. Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB
paru BTA positif. Kriteria diagnosis TB paru BTA negatif harus meliputi:
- Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif.
- Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
- Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
- Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.
20
Penularan tuberculosis paru terjadi karena kuman dibersinkan atau dibatukkan keluar
menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas
selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan
kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan selama berhari-hari sampai
berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang sehat akan menempel pada jalan
nafas atau paru-paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukurannya kurang dari 5
mikromilimeter.
Tuberculosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas perantara sel.
Sel efektornya adalah makrofag sedangkan limfosit ( biasanya sel T ) adalah
imunoresponsifnya. Tipe imunitas seperti ini basanya lokal, melibatkan makrofag yang
diaktifkan ditempat infeksi oleh limposit dan limfokinnya. Raspon ini desebut sebagai reaksi
hipersensitifitas (lambat).
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi sebagai unit
yang terdiri dari 1-3 basil. Gumpalan basil yang besar cendrung tertahan dihidung dan cabang
bronkus dan tidak menyebabkan penyakit ( Dannenberg 1981 ). Setelah berada diruang
alveolus biasanya dibagian bawah lobus atas paru-paru atau dibagian atas lobus bawah, basil
tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak didaerah
tersebut dan memfagosit bakteria namun tidak membunuh organisme ini. Sesudah hari-hari
pertama leukosit akan digantikan oleh makrofag . Alveoli yang terserang akan mengalami
konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler akan sembuh dengan
sendirinya, sehingga tidak ada sisa atau proses akan berjalan terus dan bakteri akan terus
difagosit atau berkembang biak didalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening
menuju kelenjar getah bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih
panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi
oleh limposit. Reaksi ini butuh waktu 10-20 hari.
Nekrosis pada bagian sentral menimbulkan gambangan seperti keju yang biasa
disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang terjadi nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi
disekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblast menimbulkan respon yang
berbeda.Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa membentuk jaringan parut yang akhirnya
akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel.
Lesi primer paru dinamakn fokus ghon dan gabungan terserangnya kelenjar getah
bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks ghon. Respon lain yang dapat terjadi
didaerah nekrosis adalah pencairan dimana bahan cair lepas kedalam bronkus dan
menimbulkan kavitas. Materi tuberkel yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk
kedalan percabangan trakeobronkhial. Proses ini dapat terulang lagi kebagian paru lain atau
terbawa kebagian laring, telinga tengah atau usus.
Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan
jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen brokus dapat menyempit dan tertutup
oleh jaringan parut yang terdapt dekat dengan perbatasan bronkus rongga. Bahan perkejuan
dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung sehingga kavitas
penuh dengan bahan perkejuan dan lesi mirip dengan lesi kapsul yang terlepas. Keadaan ini
dapat dengan tanpa gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan brokus
sehingge menjadi peradangan aktif.
21
Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang lolos
dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil, kadang dapat
menimbulkan lesi pada oragan lain. Jenis penyeban ini disebut limfohematogen yang
biasabya sembuh sendiri. Penyebaran hematogen biasanya merupakan fenomena akut yang
dapat menyebabkan tuberkulosis milier.Ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh
darah sehingga banyak organisme yang masuk kedalam sistem vaskuler dan tersebar
keorgan-organ lainnya.
Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul
sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama
pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik.
1. Gejala sistemik/umum
Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan
malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan
demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul.
Penurunan nafsu makan dan berat badan.
Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).
Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
2. Gejala khusus
Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan
sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah
bening yang membesar, akan menimbulkan suara “mengi”, suara nafas melemah yang
disertai sesak.
Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai
dengan keluhan sakit dada.
Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang
pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di
atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.
Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan
disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam
tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.
Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat terdeteksi
kalau diketahui adanya kontak dengan pasien TBC dewasa. Kira-kira 30-
22
50% anak yang kontak dengan penderita TBC paru dewasa memberikan
hasil uji tuberkulin positif. Pada anak usia 3 bulan – 5 tahun yang tinggal
serumah dengan penderita TBC paru dewasa dengan BTA positif,
dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan pemeriksaan serologi/darah.
Dari pemeriksaan fisik, didapatkan konjungtiva mata atau kulit yang pucat, badan
kurus (BB menurun). Tempat kelainan lesi TB paru yang paling dicurigai adalah
bagian apeks paru, akan didapatkan perkusi redup dan auskultasi suara napas
bronchial, didapatkan bunyi tambahan berupa ronki basah, kasar, nyaring. Dalam
penampilan klinis, TB paru sering asimtomatik.
23
3. Mediastinum superior tak melebar
4. Trachea di tengah
5. Hilus tak menebal, tak suram dan tak melebar
6. Corakan bronchovaskular < 2/3 paru, tak tampak infiltrat/ lesi
7. Diafragma licin
8. Sinus kostofrenikus lancip
9. Tulang intak
10. Jaringan lunak ekstrapulmonum baik
Paru
- Bronchovaskuler vaskuler dikotomi (bercabang)
- Corakan bronchovaskular < 2/3 lap paru
- Tak tampak infiltrat
- Tak tampak lesi nodul, corakan meningkat, kranialisasi dll
24
Pemeriksaan Lab
1. Darah : Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian karena kadang kadang hasil
meragukan, hasil tidak sensitive dan juga tidak spesifik.
2. Sputum : Pemeriksaan ini penting karena dengan ditemukan kuman BTA,
diagnosis tuberculosis sudah dapat dipastikan.
3. Tes tuberculin : Masih banyak dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis
tuberculosis terutama pada anak-anak. Tes ini hanya menyatakan apakah
seseorang individu sedang atau pernah mengalami infeksi mycobacterium
tuberculosis, mycobacterium bovis, vaksinasi bcg dan mycobacteria lainnya.
Diagnosis Banding :
1. Pneumonia
2. Tumor atau keganasan paru
3. Jamur paru
4. Penyakit paru akibat kerja
5. Bronkiektasis
6. Bronchitis kronik
7. Asma Bronkiale
8. Ca Paru
25
mengetahui apakah pasien yang bersangkutan masih peka terhadap OAT yang
digunakan.
Tujuan pengobatan pada TB Paru selain untuk mengobati juga mencegah kematian,
mencegah kekambuhan atau resistensi terhadapOAT serta memutuskan mata rantai
penularan. Pengobatan Tuberkulosis dilakukan dengan prinsip-prinsip sbb:
OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat. Tidak OAT tunggal
(monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan
dan sangat dianjurkan.
Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukanpengawasan langsung (DOT =
Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).
Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif (2-3bulan) dan lanjutan (4-7
bulan)
- Tahap intensif: obat diberikan setiap hari, dan diawasi langsung untuk mencegah resistensi
obat. Jika diberikan secara tepat, yang awalnya menular bisa men jadi tidak menular dalam
kurun waktu2 minggu. Sebagian besar TB BTA positif menjadi BTA negatif dalam 2 bulan
- Tahap lanjutan: diberikan obat lebih sedikit dengan jangka waktuyang lama. Tahap ini
penting untuk membunuh kuman persisten sehingga mencegah kekambuhan.
Obat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok, yaitu:
a. Obat primer / Lini pertama: Isoniazid (INH), Rifampisin, Etambutol,Streptomisin,
Pirazinamid. Memperlihatkan efektifitas yang tinggidengan toksisitas yang masih dapat
ditolerir, sebagian besar dapatdipisahkan dengan obat-obatan ini.
b. Obat sekunder / Lini kedua: Etionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin,Amikasin,
Kapreomisin, Kanamisin
1. Isoniazid (INH)
a. Efek antibakteri
bersifat tuberkulostatik dan tuberkulosid. Efek bakterisidnya hanya terlihat pada kuman yang
sedang tumbuh aktif. Isoniazid dapat menembus ke dalam sel dengan mudah.
Mekanisme kerja
menghambat biosintesis asam mikolat (mycolic acid)yang merupakan unsur penting dinding
sel mikobakterium.
b. Farmakokinetik
mudah diabsorbsi pada pemberian oral maupun parenteral. Mudah berdifusi ke dalam sel dan
semua cairan tubuh. Antar75-95% diekskresikan melalui urin dalam waktu 24 jam dan
hampir seluruhnya dalam bentuk metabolit.
c. Efek samping
26
reaksi hipersensitivitas menyebabkan demam, berbagai kelainan kulit. Neuritis perifer paling
banyak terjadi. Mulut terasa kering, rasa tertekan pada ulu hati, methemoglobinemia, tinnitus,
dan retensiurin.
d.Sediaan dan posologi
terdapat dalam bentuk tablet 50, 100, 300, dan 400mg serta sirup 10 mg/mL. Dalam tablet
kadang-kadang telah ditambahkan B6. biasanya diberikan dalam dosis tunggal per orang tiap
hari. Dosis biasa 5 mg/kgBB, maksimum 300 mg/hari. Untuk TB berat dapat diberikan
10mg/kgBB, maksimum 600 mg/hari, tetapi tidak ada bukti bahwa dosis demikian besar lbih
efektif. Anak < 4 tahun dosisnya 10mg/kgBB/hari. Isoniazid juga dapat diberikan secara
intermiten 2 kali seminggu dengandosis 15 mg/kgBB/hari.
2. Rifampisin
a. Aktivitas antibakteri
menghambat pertumbuhan berbagai kuman gram-positif dan gram-negatif.
b. Mekanisme kerja
terutama aktif terhadap sel yang sedang tumbuh. Kerjanya menghambat DNA dependent
RNA polymerase dari mikrobakteria dan mikroorganisme lain dengan menekan mulai
terbentuknya (bukan pemanjangan) rantai dalam sintesis RNA.
c.Farmakokinetik
pemberian per oral menghasilakn kadar puncak dalamplasma setelah 2-4 jam. Setelah diserap
dari saluran cerna, obat ini cepat diekskresi melalui empedu dan kemudian mengalami
sirkulasi enterohepatik. Penyerapannya dihambat oleh makanan. Didistribusi keseluruh
tubuh. Kadar efektif dicapai dalam berbagai organ dan cairan tubuh, termasuk cairan otak,
yang tercermin dengan warna merah jingga pada urin, tinja, ludah, sputum, air mata, dan
keringat.
d. Efek samping: jarang menimbulkan efek yang tidak diingini. Yang palingsering ialah ruam
kulit, demam, mual, dan muntah.
Sediaan dan posologi: tersedia dalam bentuk kapsul 150 mg dan 300 mg. Terdapat pula tablet
450 mg dan 600 mg serta suspensi yang mengandung 100 mg/5mL rifampisin. Beberapa
sediaan telah dikombinasi dengan isoniazid. Biasanya diberikan sehari sekali sebaiknya 1 jam
sebelum makan atau dua jam setelah makan. Dosis untuk orang dewasa dengan berat badan
kurang dari 50 kg ialah 450 mg/hari dan untuk berat badan lebih dari 50 kg ialah 60 mg/hari.
Untuk anak-anak dosisnya 10-20mg/kgBB/hari dengan dosis maksimum 600 mg/hari.
3. Etambutol
a. Aktivitas antibakteri
menghambat sintesis metabolit sel sehingga metabolisme sel terhambat dan sel mati. Hanya
aktif terhadap sel yang tumbuh dengan khasiat tuberkulostatik.
b. Farmakokinetik
pada pemberian oral sekitar 75-80% diserap dari saluran cerna. Tidak dapat ditembus sawar
darah otak, tetapi pada meningitis tuberkulosa dapat ditemukan kadar terapi dalam cairan
otak.
c. Efek samping
27
jarang Efek samping yang paling penting ialah gangguan penglihatan, biasanya bilateral,
yang merupakan neuritis retrobulbar yaitu berupa turunnya ketajaman penglihatan, hilangnya
kemampuan membedakan warna, mengecilnya lapangan pandang, dan skotom sentral
maupun lateral. Menyebabkan peningkatan kadar asam urat darah pada50% pasien.
d. Sediaan dan posologi
tablet 250 mg dan 500 mg. Ada pula sediaan yang telah dicampur dengan isoniazid dalam
bentuk kombinasi tetap. Dosis biasanya 15 mg/kgBB, diberikan sekali sehari, ada pula yang
menggunakan dosis 25 mg/kgBB selama 60 hari pertama, kemudian turun menjadi 15
mg/kgBB.
4. Pirazinamid
a. Aktivitas antibakteri
mekanisme kerja belum diketahui.
b.Farmakokinetik
mudah diserap usus dan tersebar luas ke seluruh tubuh. Ekskresinya terutama melalui filtrasi
glomerulus.
c. Efek samping
yang paling umum dan serius adalah kelainan hati. Menghambat ekskresi asam urat. Efek
samping lainnya ialah artralgia, anoreksia, mual, dan muntah, juga disuria, malaise, dan
demam.
d.Sediaan dan posologi
bentuk tablet 250 mg dan 500 mg. Dosis oral 20-35mg/kgBB sehari (maksimum 3 g),
diberikan dalam satu atau beberapa kal isehari.
5. Streptomisin
a. Aktivitas antibakteri
bersifat bakteriostatik dan bakterisid terhadap kuman TB. Mudah masuk kavitas, tetapi relatif
sukar berdifusi ke cairan intrasel.
b.Farmakokinetik
setelah diserap dari tempat suntikan, hampir semua streptomisin berada dalam plasma. Hanya
sedikit sekali yang masuk kedalam eritrosit. Kemudian menyebar ke seluruh cairan ekstrasel.
Diekskresi melalui filtrasi glomerulus.
c. Efek samping
umumnya dapat diterima dengan baik. Kadang-kadang terjadi sakit kepala sebentar atau
malaise. Bersifat nefrotoksik.Ototoksisitas lebih sering terjadi pada pasien yang fungsi
ginjalnya terganggu.
d. Sediaan dan posologi
bubuk injeksi dalam vial 1 dan 5 gram. Dosisnya 20mg/kgBB secara IM, maksimum 1 gr/hari
selama 2 sampai 3 minggu.Kemudian frekuensi berkurang menjadi 2-3 kali seminggu.
6. Etionamid
a.Aktivitas antibakteri
in vitro, menghambat pertumbuhan M. tuberculosis jenis human pada kadar 0.9-2.5 g/mL.
28
Farmakokinetik : pemberian per oral mudah di absorpsi. Kadar puncak 3 jam dan kadar terapi
bertahan 12 jam. Distribusi cepat, luas, dan meratake cairan dan jaringan. Ekskresi cepat
dalam bentuk utama metabolit 1%aktif.
b.Efek samping
paling sering anoreksia, mual da muntah. Sering terjadi hipotensi postural, depresi mental,
mengantuk dan asthenia
c.Sediaan dan posologi
dalam bentuk tablet 250 mg. Dosis awaln 250 mgsehari, lalu dinaikan setiap 5 hari dengan
dosis 125 mg – 1 g/hr. Dikonsumsi waktu makan untuk mengurangi iritasi lambung.
7. Paraaminosalisilat
a. Aktivitas bakteri
in vitro, sebagian besar strain M. tuberculosis sensitif dengan kadar 1 g/mL.
Farmakokinetik : mudah diserap melalui saluran cerna. Masa paruh 1 jam. Diekskresi 80% di
ginjal dan 50% dalam bentuk asetilasi.
b.Efek samping
gejala yang menonjol mual dan gangguan saluran cerna. Dan kelainan darah antara lain
leukopenia, agranulositopenia, eosinofilia, limfositosis, sindrom mononukleosis atipik,
trombositopenia.
c.Sediaan dan posologi
dalam bentuk tablet 500 mg dengan dosis oral 8-12g sehari.
8.Sikloserin
a. Aktifitas bakteri
in vitro, menghambat M.TB pada kadar 5-20 g/mL dengan menghambat sintesis dinding sel.
b. Farmakokinetik
baik dalam pemberian oral. Kadar puncak setelahpemberian obat 4-8 jam. Ditribusi dan difusi
ke seluruh cairan dan jaringan baik. Ekskresi maksimal dalam 2-6 jam, 50% melalui urin
dalam bentuk utuh.
c. Efek samping
SSP biasanya dalam 2 minggu pertama, dengan gejala somnolen, sakit kepala, tremor,
vertigo, konvulsi, dll.
d. Sediaan dan posologi
bentu kapsul 250 mg, diberikan 2 kali sehari. Hasil terapi paling baik dalam plasma 25-30
g/mL. Kanamisin dan Amikasin Menghambat sintesis protein bakteri. Efek pada M. tb hanya
bersifat supresif.
e. Farmakokinetik
melalui suntikan intramuskular dosis 500 mg/12 jam (15mg/kgBB/hr, atau dengan intravena
selama 5 hr/mgg selama 2bulan,dan dilanjutkan dengan 1-1.5 mg 2 atau 3 kali/mgg selama 4
bulan.
9. Kapreomisin
a. Efek samping
29
nefrotoksisitas dengan tanda nnaiknya BUN, menurunnya klirens kreatinin dan albuminuria.
Selain itu bisa terjadi hipokalemia, ujifungsi hati buruk, eosinogilia, leukositosis, leukopenia,
dan trombositopenia.
Pengobatan kombinasi
Kategori I 2RHZE/ 4R3H3
TB paru BTA (+) kasus baru
TB paru BTA(-), foto thorax (+), Kasus baru
TB ekstra paru ringan dan berat
Kategori II (2RHZES/1RHZE)/ 5R3H3E3
Pasien kambuh
Pasien default
Pasien gagal pengobatan
Kategori IV TB MDR (TB multidrug resistant)
2.Non-Farmako
POM (pengawas minum obat)
WHO telah memperkenalkan srategi DOTS (Directly Observed Treatment Short
Course) sebagai pendekatan terbaik untuk penanggulangan TB.Sistem DOTS terdiri dari
5 komponen, yaitu perlunya komitmen politik penentu kebijakan, diagnosis dengan
mikroskopi yang baik, pemberian obat yang dan diawasi secara baik, jaminan
ketersediaan obat serta pencatatan dan pelaporan yang akurat.
Komponen ketiga, yakni pemberian obat yang dan diawasi secara baik, untuk
menjamin seseorang menyelesaikan pengobatannya, maka perlu ditunjuk seorang
pengawas minum obat (PMO). PMO ini dari masyarakat atau petuga kesehatan yang
sudah dilatih.
3. Pencegahan TB paru
1. Promotif
a. Penyuluhan kepada masyarakat apa itu TBC
b. Pemberitahuan baik melalui spanduk/iklan tentang bahaya TBC, cara
penularan, cara pencegahan, faktor resiko
c. Mensosialisasiklan BCG di masyarakat.
2. Preventif
a. Vaksinasi BCG
b. Menggunakan isoniazid (INH)
c. Membersihkan lingkungan dari tempat yang kotor dan lembab.
d. Bila ada gejala-gejala TBC segera ke Puskesmas/RS, agar dapat
diketahui secara dini.
30
1. Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan
napas.
2. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial.
3. Bronkiectasis dan Fibrosis pada paru.
4. Pneumotoraks spontan: kolaps spontan karena kerusakan jaringan paru.
5. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal dan
sebagainya.
6. Insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency).
Penderita yang mengalami komplikasi berat perlu dirawat inap di rumah sakit.
Penderita TB paru dengan kerusakan jaringan luas yang telah sembuh (BTA negatif)
masih bisa mengalami batuk darah. Keadaan ini seringkali dikelirukan dengan kasus
kambuh. Pada kasus seperti ini, pengobatan dengan OAT tidak diperlukan, tapi cukup
diberikan pengobatan simptomatis. Bila perdarahan berat, penderita harus dirujuk ke
unit spesialistik.
Komplikasi terbagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut:
1. Komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, emfiema, laryngitis, usus, Poncet’s
arthropathy
2. Komplikasi lanjut : obstruksi jalan nafas → SOFT (Sindrom Pasca
Tuberkulosis), kerusakan perenkim berat → SOPT/ fibrosis paru, kor
pulmonal, amiloidosis karsinoma paru sindrom gagal nafas dewasa (ARDS),
sering terjadi pada TB milier dan kavitas TB
Prognosis umumnya baik jika infeksi terbatas diparu, kecuali jika disebabkan
oleh strain resisten obat atau terjadi pada pasien berusia lanjut, dengan debilitas, atau
mengalami gangguan kekebalan, yang berisiko tinggi menderita tuberkulosis milier.
Walaupun pengobatan TB yang efektif sudah tersedia tapi sampai saat ini TB masih
tetap menjadi problem kesehatan dunia yang utama. Pada bulan Maret 1993 WHO
mendeklarasikan TB sebagai global health emergency. TB dianggap sebagai masalah
kesehatan dunia yang penting karena lebih kurang 1/3 penduduk dunia terinfeksi oleh
mycobacterium tuberculosis. Pada tahun 1998 ada 3.617.047 kasus TB yang tercatat
diseluruh dunia.
Indonesia adalah negri dengan prevalensi TB ke 3 tertinggi di dunia setelah cina dan india.
Pada tahun 1998 diperkirakan TB di China, India, dan Indonesia berturut turut 1.828.000,
1.414.000, 591.000 kasus. Berdasarkan survey kesehatan rumah tangga 1985 dan survey
kesehatan nasional 2001, TB menempati rangking no 3 sebagai penyebab kematian tertinggi
di Indonesia. Prevalensi nasional terakhir TB paru diperkirakan 0,24 %. Berikut survey
mengenai prevalensi TB yang dilaksanakan di 15 provinsi Indonesia tahun 1979-1982.
31
4.11 P2M
Komponen pertama yaitu komitmen politik dari para pengambil keputusan termasuk
dukungan dana. Komitmen ini dimulai dengan keputusan pemerintah untuk menjadikan
tuberkulosis sebagai prioritas utama dalam program kesehatan dan adanya dukungan dana
dari jajaran pemerintahan atau pengambil keputusan terhadap penanggulangan TB Paru atau
dukungan dana operasional. Satu hal penting lain adalah penempatan program
penanggulangan TB Paru dalam reformasi sektor kesehatan secara umum, setidaknya
meliputi dua hal penting, yaitu memperkuat dan memberdayakan kegiatan dan kemampuan
pengambilan keputusan di tingkat kabupaten serta peningkatan cost effectiveness dan
efisiensi dalam pemberian pelayanan kesehatan. Program penanggulangan TB Paru harus
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari reformasi sektor kesehatan. Komponen kedua
yaitu penemuan penderita dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Utamanya
dilakukan pada mereka yang datang ke fasilitas kesehatan karena keluhan paru dan
pernapasan. Pendekatan ini disebut sebagai passive case finding. Hal ini dipilih mengingat
32
secara umum pemeriksaan mikroskopis merupakan cara yang paling cost effective dalam
menemukan kasusTB Paru. Dalam hal ini, pada keadaan tertentu dapat dilakukan
pemeriksaan radiografi, seperti rontgen dan kultur dapat dilaksanakan pada unit pelayanan
kesehatan yang memilikinya.
Komponen ketiga yaitu pengobatan dengan paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO). Penderita
diawasi secara langsung ketika menelan obatnya, obat yang diberikan harus sesuai standar
dan diberikan seyogiyanya secara gratis pada seluruh penderita tuberkulosis yang menular
dan yang kambuh. Pengobatan tuberkulosis memakan waktu 6 bulan. Setelah makan obat dua
atau tiga bulan tidak jarang keluhan penderita menghilang, ia merasa dirinya telah sehat, dan
menghentikan pengobatannya. Karena itu harus ada suatu sistem yang menjamin penderita
mau menyelesaikan seluruh masa pengobatannya sampai selesai. Harus ada yang melihat
penderita TB Paru menelan obatnya, ini dapat dilakukan oleh petugas kesehatan, oleh
pemuka masyarakat setempat, oleh tetangga penderita atau keluarganya sendiri. Komponen
keempat yaitu jaminan tersedianya OAT jangka pendek secara teratur, menyeluruh dan tepat
waktu dengan mutu terjamin. Masalah utama dalam hal ini adalah perencanaan dan
pemeliharaan stok obat pada berbagai tingkat daerah. Untuk ini diperlukan pencatatan dan
pelaporan penggunaan obat yang baik, seperti misalnya jumlah kasus pada setiap kategori
pengobatan, kasus yang ditangani dalam waktu yang lalu (untuk forecasting), data akurat stok
dimasing masing gudang yang ada.
Komponen kelima yaitu sistem pencatatan dan pelaporan secara baku untuk
memudahkan pemantauan dan evaluasi program penanggulangan TB Paru.
Setiap penderita TB Paru yang diobati harus mempunyai satu kartu identitas penderita
yang kemudian tercatat di catatan TB Paru yang ada di kabupaten. Kemanapun penderita ini
pergi dia harus menggunakan kartu yang sama sehingga dapat melanjutkan pengobatan dan
tidak sampai tercatat dua kali (Depkes RI, 2007; Aditama, 2002).
33
kutukan, TB dapat disembuhkan dengan berobat teratur, cara penularan TB, gejala-gejala
yang mencurigakan dan cara pencegahannya, cara pemberian pengobatan penderita (tahap
intensif dan lanjutan), pentingnya pengawasan supaya penderita berobat secara teratur,
kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya segera meminta pertolongan ke
UPK (Depkes, 2007).
“..menyuruh mengerjakan ma’ruf dan melarang perbuatan mungkar, dan menghalalkan segala cara
yang baik dan mengharamkan segala yang buruk…” (QS. 7:157).
34
DAFTAR PUSTAKA
1. Amin Z, Bahar A 2009. Tuberkulosis Paru, dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam, Jilid III, Edisi V, Jakarta: Interna Publishing.
2. Raden, Inmar. Anatomi Kedokteran Sistem Respiratorius. Jakarta : Universitas
Yarsi
3. Sherwood, L. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem ed II, ab. Brahmn
U.Pendit. Jakarta: EGC.
4. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberculosis. 2007. Departemen
Kesehatan Republic Indonenesia. Bakti Husada.
5. Sudoyo W, Aru, dkk. 2006. Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid II edisi IV.
Jakarta : FKUI
6. http://www.hukor.depkes.go.id/up_prod_kepmenkes/KMK%20No.%20364%20ttg%
20Pedoman%20Penanggulangan%20Tuberkolosis%20(TB).pdf
7. Ethel, Sloane. Anatomi dan Fisiologi Pemula. EGC. Jakarta
35