Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

RESIKO BUNUH DIRI

Oleh :

KELOMPOK 3

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS NGUDI WALUYO

PERIODE 2016/2017
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
1. Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh pasien untuk
mengakhiri kehidupannya. Secara umum, bunuh diri berasal dari bahasa Latin
“suicidium”, dengan “sui” yang berarti sendiri dan “cidium” yang berarti
pembunuhan. Schneidman mendefinisikan bunuh diri sebagai sebuah perilaku
pemusnahan secara sadar yang ditujukan pada diri sendiri oleh seorang individu yang
memandang bunuh diri sebagai solusi terbaik dari sebuah isu. Dia mendeskripsikan
bahwa keadaan mental individu yang cenderung melakukan bunuh diri telah
mengalami rasa sakit psikologis dan perasaan frustasi yang bertahan lama sehingga
individu melihat bunuh diri sebagai satu-satunya penyelesaian untuk masalah yang
dihadapi yang bisa menghentikan rasa sakit yang dirasakan (dalam Maris dkk., 2000).
2. Dari aliran eksistensial, Baechler mengatakan bahwa bunuh diri mencakup semua
perilaku yang mencari penyelesaian atas suatu masalah eksistensial dengan
melakukan percobaan terhadap hidup subjek (dalam Maris dkk., 2000). Menurut Corr,
Nabe, dan Corr (2003), agar sebuah kematian bisa disebut bunuh diri, maka harus
disertai adanya intensi untuk mati. Meskipun demikian, intensi bukanlah hal yang
mudah ditentukan, karena intensi sangat variatif dan bisa mendahului, misalnya untuk
mendapatkan perhatian, membalas dendam, mengakhiri sesuatu yang dipersepsikan
sebagai penderitaan, atau mengakhiri hidup. Menurut Maris, Berman, Silverman, dan
Bongar (2000), bunuh diri memiliki 4 pengertian, antara lain:
a. Bunuh diri adalah membunuh diri sendiri secara intensional
b. Bunuh diri dilakukan dengan intensi
c. Bunuh diri dilakukan oleh diri sendiri kepada diri sendiri
d. Bunuh diri bisa terjadi secara tidak langsung (aktif) atau tidak langsung (pasif),
misalnya dengan tidak meminum obat yang menentukan kelangsungan hidup atau
secara sengaja berada di rel kereta api.
3. Resiko bunuh diri adalah resiko untuk mencederai diri sendiri yangdapat mengancam
kehidupan. Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri karena merupakan perilaku
untuk mengakhiri kehidupannya. Perilaku bunuh diri disebabkan karena stress yang
tinggi dan berkepanjangan dimana individu gagal dalam melakukan mekanisme
koping yang digunakan dalam mengatasi masalah. Beberapa alasan individu
mengakhiri kehidupan adalah kegagalan untuk beradaptasi, sehingga tidak dapat
menghadapi stress, perasaan terisolasi, dapat terjadi karena kehilangan hubungan
interpersonal/ gagal melakukan hubungan yang berarti, perasaan marah/ bermusuhan,
bunuh diri dapat merupakan hukuman pada diri sendiri, cara untuk mengakhiri
keputusasaan (Stuart, 2006).

B. Jenis
Perilaku bunuh diri terbagi menjadi tiga kategori (Stuart, 2006):
1. Ancaman bunuh diri yaitu peringatan verbal atau nonverbal bahwa seseorang tersebut
mempertimbangkan untuk bunuh diri. Orang yang ingin bunuh diri mungkin
mengungkapkan secara verbal bahwa ia tidak akan berada di sekitar kita lebih lama
lagi atau mengomunikasikan secara non verbal.
2. Upaya bunuh diri yaitu semua tindakan terhadap diri sendiri yang dilakukan oleh
individu yang dapat menyebabkan kematian jika tidak dicegah.
3. Bunuh diri yaitu mungkin terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan atau diabaikan.
Orang yang melakukan bunuh diri dan yang tidak bunuh diri akan terjadi jika tidak
ditemukan tepat pada waktunya.
Sementara itu, Yosep (2010) mengklasifikasikan terdapat tiga jenis bunuh diri,
meliputi:
1. Bunuh diri anomik
Bunuh diri anomik adalah suatu perilaku bunuh diri yang didasari oleh faktor
lingkungan yang penuh tekanan (stressful) sehingga mendorong seseorang untuk
bunuh diri.
2. Bunuh diri altruistik
Bunuh diri altruistik adalah tindakan bunuh diri yang berkaitan dengan kehormatan
seseorang ketika gagal dalam melaksanakan tugasnya.
3. Bunuh diri egoistik
Bunuh diri egoistik adalah tindakan bunuh diri yang diakibatkan faktor dalam diri
seseorang seperti putus cinta atau putus harapan.
Perilaku bunuh diri berkembang dalam rentang diantaranya :
1. Suicidal ideation, Pada tahap ini merupakan proses contemplasi dari suicide, atau
sebuah metoda yang digunakan tanpa melakukan aksi/ tindakan, bahkan klien pada
tahap ini tidak akan mengungkapkan idenya apabila tidak ditekan. Walaupun
demikian, perawat perlu menyadari bahwa pasien pada tahap ini memiliki pikiran
tentang keinginan untuk mati
2. Suicidal intent, Pada tahap ini klien mulai berpikir dan sudah melakukan perencanaan
yang konkrit untuk melakukan bunuh diri,
3. Suicidal threat, Pada tahap ini klien mengekspresikan adanya keinginan dan hasrat
yan dalam , bahkan ancaman untuk mengakhiri hidupnya .
4. Suicidal gesture, Pada tahap ini klien menunjukkan perilaku destruktif yang diarahkan
pada diri sendiri yang bertujuan tidak hanya mengancam kehidupannya tetapi sudah
pada percobaan untuk melakukan bunuh diri. Tindakan yang dilakukan pada fase ini
pada umumnya tidak mematikan, misalnya meminum beberapa pil atau menyayat
pembuluh darah pada lengannya. Hal ini terjadi karena individu memahami
ambivalen antara mati dan hidup dan tidak berencana untuk mati. Individu ini masih
memiliki kemauan untuk hidup, ingin di selamatkan, dan individu ini sedang
mengalami konflik mental. Tahap ini sering di namakan “Crying for help” sebab
individu ini sedang berjuang dengan stress yang tidak mampu di selesaikan.
5. Suicidal attempt, Pada tahap ini perilaku destruktif klien yang mempunyai indikasi
individu ingin mati dan tidak mau diselamatkan misalnya minum obat yang
mematikan . walaupun demikian banyak individu masih mengalami ambivalen akan
kehidupannya.
6. Suicide, Tindakan yang bermaksud membunuh diri sendiri . hal ini telah didahului
oleh beberapa percobaan bunuh diri sebelumnya. 30% orang yang berhasil melakukan
bunuh diri adalah orang yang pernah melakukan percobaan bunuh diri sebelumnya.
Suicide ini yakini merupakan hasil dari individu yang tidak punya pilihan untuk
mengatasi kesedihan yang mendalam.

C. Tanda dan Gejala


1. Data subbyektif
a. Keputusasaan
b. Celaan terhadap diri sendiri, perasaan gagal dan tidak berguna
2. Data obyektif
1) Sedih
2) Marah
b. Putus asa
c. Tidak berdaya
d. Memberikan isyarat verbal maupun non verbal

D. Penyebab
Menurut Dalami (2009:101-102), etiologi bunuh diri yang digolongkan atas berbagai
unsur antara lain:
1. Penyebab bunuh diri pada anak
Pelarian dari penganiayaan atau pemerkosaan, situasi keluarga yang kacau, perasaan
tidak disayang, selalu dikritik, gagal sekolah, takut atau dihina di sekolah, kehilangan
orang yang dicintai, dihukum orang lain.
2. Penyebab bunuh diri pada remaja
Hubungan interpersonal yang tidak bermakna, sulit mempertahankan hubungan
interpersonal, pelarian dari penganiayaan fisik atau pemerkosaan, perasaan tidak
mengerti orang lain, kehilangan orang yang dicintai, keadaan fisik, masalah dengan
orang tua, masalah seksual, depresi.
3. Penyebab bunuh diri pada mahasiswa
Self ideal yang terlalu tinggi, cemas akan tugas akademik yang banyak, kegagalan
akademi berarti kehilangan penghargaan dan kasih sayang orang tua, kompetisi untuk
sukses.
4. Penyebab bunuh diri pada usia lanjut
Perubahan status dari mandiri ketergantungan penyakit yang menurunkan kemampuan
berfungsi, perasaan tidak berarti di masyarakat, kesepian dan isolasi social,
kehilangan ganda (seperti pekerjaan kesehatan pasangan, sumber hidup berkurang.
5. Beberapa factor determinan pada perilaku bunuh diri: kebudayaan, jenis kelamin,
umur, status social, status perkawinan, gangguan jiwa (Dalami, 2009:102-103). Mann
dari bidang psikiatri mengatakan penyebab bunuh diri berada di otak, akibat
kurangnya tingkat 5-HIAA, reseptor post-sinapsis, dan pertanda biologis lainnya
(dalam Maris dkk., 2000). Berikut beberapa faktor penyebab bunuh diri yang
didasarkan pada kasus bunuh diri yang berbeda-beda tetapi memiliki efek interaksi di
antaranya (dalam Maris dkk.,2000; Meichenbaum, 2008):
a. Major-depressive illness, affective disorder
b. Penyalahgunaan obat-obatan (sebanyak 50% korban percobaan bunuh memiliki
level alkohol dalam darah yang positif)
c. Memiliki pikiran bunuh diri, berbicara dan mempersiapkan bunuh diri
6. Sejarah percobaan bunuh diri
7. Sejarah bunuh diri dalam keluarga
8. Isolasi, hidup sendiri, kehilangan dukungan, penolakan
9. Hopelessness dan cognitive rigidity
10. Stresor atau kejadian hidup yang negatif (masalah pekerjaan, pernikahan, seksual,
patologi keluarga, konflik interpersonal, kehilangan, berhubungan dengan kelompok
teman yang suicidal)
11. Kemarahan, agresi, dan impulsivitas
12. Rendahnya tingkat 5-HIAA
13. 11.Key symptoms (anhedonia, impulsivitas, kecemasan / panik, insomnia global,
halusinasi perintah)
14. Suicidality (frekuensi, intensitas, durasi, rencana dan perilaku persiapan bunuh diri)
15. Akses pada media untuk melukai diri sendiri
16. Penyakit fisik dan komplikasinya
17. Repetisi dan komorbid antara faktor-faktor di atas.
Factor predisposisi
Stuart (2006) menyebutkan bahwa faktor predisposisi yang menunjang perilaku resiko
bunuh diri meliputi:
1. Diagnosis psikiatri
Tiga gangguan jiwa yang membuat pasien berisiko untuk bunuh diri yaitu gangguan
alam perasaan, penyalahgunaan obat, dan skizofrenia.
2. Sifat kepribadian
Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan peningkatan resiko bunuh diri
adalah rasa bermusuhan, impulsif, dan depresi.
3. Lingkungan psikososial
Baru mengalami kehilangan, perpisahan atau perceraian, kehilangan yang dini, dan
berkurangnya dukungan sosial merupakan faktor penting yang berhubungan dengan
bunuh diri.
4. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan faktor resiko untuk
perilaku resiko bunuh diri
5. Faktor biokimia
Proses yang dimediasi serotonin, opiat, dan dopamine dapat menimbulkan perilaku
resiko bunuh diri.
Factor presipitasi
1. Faktor pencetus seseorang melakukan percobaan bunuh diri adalah :
2. Perasaan terisolasi dapat terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal/ gagal
melakukan hubungan yang berarti.
4. Kegagalan beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi stres.
5. Perasaan marah/ bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman pada diri sendiri.
6. Cara untuk mengakhiri keputusasaan.
Penyebab lain:
1. Adanya harapan untuk reuni dan fantasy.
2. Merupakan jalan untuk mengakhiri keputusasaan dan ketidakberdayaan
3. Tangisan untuk minta bantuan
4. Sebuah tindakan untuk menyelamatkan muka dan mencari kehidupan yang lebih baik

E. Metode Bunuh Diri


Richman menyatakan ada dua fungsi dari metode bunuh diri (dalam Maris dkk.,
2000). Fungsi pertama adalah sebagai sebuah cara untuk melaksanakan intensi mati.
Sedangkan pada fungsi yang kedua, Richman percaya bahwa metode memiliki makna
khusus atau simbolisasi dari individu. Secara umum, metode bunuh diri terdiri dari 6
kategori utama yaitu:
1. Obat (memakan padatan, cairan, gas, atau uap)
2. Menggantung diri (mencekik dan menyesakkan nafas)
3. Senjata api dan peledak
4. Menenggelamkan diri
5. Melompat
6. Memotong (menyayat dan menusuk).

F. Akibat
Resiko bunuh diri dapat megakibatkan sebagai berikut :
1. Keputusasaan
2. Menyalahkan diri sendiri
3. Perasaan gagal dan tidak berharga
4. Perasaan tertekan
5. Insomnia yang menetap
6. Penurunan berat badan
7. Berbicara lamban, keletihan
8. Menarik diri dari lingkungan social
9. Pikiran dan rencana bunuh diri
10. Percobaan atau ancaman verbal

G. Psikopatologi
Semua prilaku bunuh diri adalah serius apapun tujuannya. Orang yang siap
membunuh diri adalah orang yang merencanakan kematian dengan tindak kekerasan,
mempunyai rencana spesifik dan mempunyai niat untuk melakukannya. Prilaku bunuh
diri biasanya dibagi menjadi 4 kategori :
1. Isyarat Bunuh Diri
Isyarat bunuh diri ditunjukkan dengan berprilaku secara tidak langsung ingin bunuh
diri, misalnya dengan mengatakan:”tolong jaga anak-anak karena saya akan pergi
jauh!” atau” segala sesuatu akan lebih baik tanpa saya.”. Pada kondisi ini pasien
mungkin sudah memiliki ide untuk mengakhiri hidupnya, namun tidak disertai dengan
ancaman dan percobaan bunuh diri. Pasien umumnya mengungkapkan perasaan
seperti rasa bersalah/sedih/marah/putus asa/tidak berdaya. Pasien juga
mengungkapkan hal-hal negative tentang diri sendiri yang menggambarkan harga diri
rendah.
2. Ancaman bunuh diri
Peningkatan verbal/nonverbal bahwa orang tersebut mempertimbangkan untuk bunuh
diri. Ancaman menunjukkan ambivalensi seseorang tentang kematian, kurangnya
respon positif dapat ditafsirkan seseorang sebagai dukungan untuk melakukan
tindakan bunuh diri. Ancaman bunuh diri pada umumnya diucapkan oleh pasien,
berisi keinginan untuk mati,disertai dengan rencana untuk mengakhiri kehidupan dan
persiapan alat untuk melaksanakan rencana tersebut. Secara aktif pasien telah
memikirkan rencana bunuh diri, namun tidak disertai dengan percobaan bunuh diri.
3. Upaya bunuh diri
Semua tindakan yang diarahkan pada diri yang dilakukan oleh individu yang dapat
mengarah pada kematian jika tidak dicegah. Pada kondisi ini pasien aktif mencoba
bunuh diri dengan cara gantung diri, minum racun, memotong urat nadi, atau
menjatuhkan diri dari tempat yang tinggi. Percobaan bunuh diri terlebih dahulu
individu tersebut mengalami depresi yang berat akibat suatu masalah yang
menjatuhkan harga dirinya.

4. Bunuh Diri
Bunuh diri mungkin terjadi setelah tanda peningkatan terlewatkan atau terabaikan.
Orang yang melakukan percobaan bunuh diri dan yang tidak langsung ingin mati
mungkin pada mati jika tanda-tanda tersebut tidak diketahui tepat pada waktunya.

H. Diagnose keperawatan utama


Resiko Perilaku bunuh diri

I. Fokus intervensi keperawatan


1. Mandiri
a. Mendiskusikan tentang cara mengatasi keinginan bunuh diri, yaitu dengan
meminta bantuan dari keluarga atau teman. Meningkatkan harga diri pasien,
dengan cara:
1) Memberi kesempatan pasien mengungkapkan perasaannya.
2) Berikan pujian bila pasien dapat mengatakan perasaan yang positif.
3) Meyakinkan pasien bahwa dirinya penting
4) Membicarakan tentang keadaan yang sepatutnya disyukuri oleh pasien
5) Merencanakan aktifitas yang dapat pasien lakukan
b. Meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah, dengan cara:
1) Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalahnya
2) Mendiskusikan dengan pasien efektifitas masing-masing cara
penyelesaian masalah
3) Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalah yang lebih baik.
2. Kolaboratif
a. Semua kasus percobaan bunuh diri harus mendapat perhatian sungguh-sungguh.
Pertolongan pertama bisanya dilakukan secara darurat atau dikamar pertolongan
darurat di rumah sakit, dibagian penyakit dalam atau bagian bedah. Dilakukan
pengobatan terhadap luka-luka atau keadaan keracunan, kesadaran penderita tidak
selalu menentukan urgensi suatu tindakan medis. Penentuan perawatan tidak
bergantung pada factor social, tetapi berhubungan erat dengan kriteria yang
mencerminkan besarnya kemungkinan bunuh diri. Bila keadaan keracunan atau
terluka sudah dapat dilakukan evaluasi psikiatri. Tidak ada hubungan beratnya
gangguan badanlah dengan gangguan psikologik. Penting sekali dalam
pengobatannya untuk menangani juga gangguan mentalnya. Untuk pasien dengan
depresi dapat diberikan terapi elektrokonvulsi, obat-obat terutama berupa anti
depresan dan psikoterapi (Dalami, 2009:105)
b. Dengan pemberian obat anti depresan
c. Benzodiazepin dapat digunakan apabila klien mengalami cemas atau tertekan.

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN ( SP )

Masalah : Percobaan Bunuh Diri

Pertemuan : Ke 1 (satu)

A. Proses Keperawatan

1. Kondisi
Klien bicara sendiri nambapak bingung, mempermainkan jari-jari tangannya, kontak
mata kurang, tidak mau menatap lawan bicara, sulit berkomunikasi dengan perawat,
sering menunduk, pembicaraan kacau.

2. Diagnosa Keperawatan
Resiko Perilaku bunuh diri
3. Tujuan
a. Tujuan umum
Klien dapat membina hubungan saling percaya dan mengenali masalah bunuh diri.
b. Tujuan khusus

4. Tindakan:
a. memperkenalkan diri

b. menjelaskan tujuan interaksi

c. menciptakan lingkungan yang aman dan tenang

d. mewawancarai dan mengobservasi kondisi klien secara langsung dari keluarga.

B. Strategi pelaksanaan tindakan keperawatan (SP)

1. FASE ORIENTASI
 “ Selamat siang Bapak !”
 “ Bagaimana keadaan Bapak hari ini?”
 “Kenalkan, nama saya Siti Rifa’ah Isnaniyah, biasa dipanggil Isna”. Nama Bapak
siapa?, nama panggilan Bapak siapa? Saya mahasiswa S1 STIKES Ngudi Waluyo
yang bertugas hari ini.
 “Boleh saya tahu usia Bapak berapa? Tinggal dimana? Di rumah tinggal dengan
siapa?”
 “ Hari ini kita akan bincang-bincang mengenai keluhan yang bapak rasakan”.

2. FASE KERJA
a. Menanyakan identitas pengantar klien
“Siapa nama Bapak? Apa hubungan dengan klien? Dimana alamat Bapak? Apakah
Bapak tinggal satu rumah dengan klien? Apa alasan Bapak membawa klien ke RSJ?”
b. “Apa penyebab klien dibawa ke RSJ sehubungan dengan perilaku yang
membahayakan diri/lingkungan/ orang lain atau yang aneh antara lain: perubahan
tingkah laku, mencoba bunuh diri, memukul orang, mengamuk dan lain-lain”.
c. “Apa tanda-tanda yang diperlihatkan klien saat di rumah: bicara sendiri, melamun,
bicara kacau, marah-marah, menangis, berjalan ke sana kemari, tidak mau makan dan
minum dan kebingungan”.
d. “Apakah penyakit ini yang pertama kali diderita atau sudah berkali-kali? Apakah
gejalanya mirip, kapan saja, dirawat dimana, berapa lama sakitnya, sembuh atau
tidak, berobat teratur atau tidak, apakah penyakit sekarang lebih berat/ringan dari
pada yang dulu?”
e. “Adakah kejadian-kejadian yang luar biasa sebelum timbulnya penyakit yang
mungkin menyebabkan gangguan jiwa?”
f. “Apakah pekerjaan klien, apa masih sekolah, bagaimana kemajuan sekolah sebelum
dan pada waktu sakit atau setelah sembuh dari penyakit yang terdahulu?
g. “Bagaimana sifat dan perilaku penderita sebelum sakit?”
h. “Apakah dalam keluarga ada yang sakit ingatan (jiwa) siapa dan apakah gejalanya
mirip dengan klien?”
i. “Bagaimana riwayat pribadi klien, bagaimana kondisi waktu dilahirkan, waktu
semasa kecil, siapa yang mengasuh klien?”
j. Mengkaji tentang persepsi dan isi pikir klien:

1. “Apakah klien pernah mendengar bisikan atau suara-suara pada telinga?”


2. “Apakah klien pernah melihat bayangan-bayangan/hal aneh atau setan atau
orang yang sudah mati?”
3. “Apakah pikiran saudara dikendalikan/diketahui orang lain?”
4. “Apakah ada orang yang menuduh, menganiaya, mengancam atau
mengejar-ngejar klien?”
5. “Apakah klien merasa bersalah, merasa diberlakukan tidak adil?”
k. “Apakah klien masih mampu mengingat masa lalu?”
l. Mengkaji tentang konsep diri klien:
1. “Apakah ada bagian tubuh klien yang tidak disukai, bagian mana, apa
alasan tidak disukai?”
2. “Apa jenis kelamin klien, apa perasaan klien mempunyai jenis kelamin itu,
apakah ada kesulitan dalam memerankan?”
3. “Tugas apa yang diberikan pada klien saat di rumah, di masyarakat?
Mampu tidak klien melaksanakan?”
4. “Apa yang menjadi cita-cita klien? Apa harapan klien terhadap tubuh,
status, tugas dan lingkungan?”
5. “Apakah klien mampu bersosialisasi, apakah klien mempunyai banyak
teman, bagaimana pergaulan klien, siapakah orang terdekat dengan klien?”
m. “Bagaimana penampilan secara umum dari klien? Rapi, sopan, kacau, bingung?”

3. FASE TERMINASI
 “Sementara itu dulu yang kita bicarakan hari ini”.
 “Saya sangat senang dan menghargai karena Bapak sudah bisa mengungkapkan
perasaan dengan baik dan mau bercerita dengan saya”.
 “Besok kita akan bertemu lagi dan berbincang-bincang tentang kemampuan yang
dimiliki oleh Bapak”. Nanti yang akan mengajak bincang-bincang adalah teman
saya yang di bangsal, jadi untuk waktu dan tempat nanti kita bicarakan lagi”.
 “Baiklah Bapak sampai nanti, terima kasih”.

DAFTAR PUSTAKA

Dalami, E. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa dengan Masalah Psikososial. Jakarta: TIM
Fitria,Nita.2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan ( LP & SP ) untuk 7 Diagnosis Keperawatan Jiwa Berat
bagi Program S1 Keperawatan. Salemba Medika : Jakarta
Jenny., dkk. (2010). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Masalah Psikososial dan
Gangguan Jiwa. Medan: USU Press.
Stuart, G. W. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC
Stuart, GW and Laraia. 2006. Principles and practice of psychiatric nursing, 8ed. Elsevier
Mosby : Philadelphia.
Yosep Iyous. 2009. Keperawatn Jiwa. Bandung: Refika Adira
Yosep, I. 2010. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama

Anda mungkin juga menyukai