Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja tentu saja menjadikan


masalah yang besar bagi kelangsungan sebuah perusahaan. Kerugian yang
diderita tidak hanya berupa kerugian materi, namun lebih dari itu adalah
timbulnya korban jiwa. Kehilangan sumber daya manusia merupakan kerugian
yang sangat besar karena manusia adalah satu-satunya sumber daya yang tidak
dapat digantikan oleh teknologi apapun. Kerugian yang berlangsung dari
timbulnya kecelakaan dan penyakit akibat kerja adalah biaya pengobatan dan
kompensansi (Saodah, 2015).
Menurut data ILO (2013) tercatat lebih dari 2,34 juta orang di dunia
meninggal dunia akibat kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Sekitar
321.000 akibat kecelakaan kerja dan sekitar 2,02 juta akibat penyakit akibat kerja
(Saodah, 2015).
PT Jamsostek menyatakan pada tahun 2012 setiap hari ada 9 pekerja
peserta Jamsostek yang meninggal dunia akibat kecelakaan kerja, sementara
total kecelakaan kerja pada tahun yang sama 103.000 kasus. Masih tingginya
angka kecelakaan kerja tersebut akibat masih terjadinya pengabaian atas
keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di lingkungan perusahaan (Saodah, 2015).
Berdasarkan acuan bahwa unsafe behavior merupakan penyumbang
terbesar dalam terjadinya kecelakaan kerja maka untuk mengurangi kecelakaan
kerja dan meningkatkan safety performance hanya bisa dicapai dengan usaha
memfokuskan pada pengurangan unsafe behavior. Salah satunya adalah dengan
melakukan pendekatan perilaku yaitu Behavior Based Safety (BBS) (Saodah,
2015).
Berdasarkan survei pendahuluan di PT Inalum Kuala Tanjung dari
laporan petugas safety patrol, banyak ditemukan kasus unsafe action dan unsafe
condition. Menurut laporan tim investigasi PT Inalum Kuala Tanjung tercatat
angka kecelakaan kerja pada tahun 2013 terjadi 5 kasus kecelakaan kerja, dan
pada tahun 2014 juga terjadi 6 kasus kecelakaan kerja. Perilaku kerja yang tidak
aman terus-menerus dilakukan oleh pekerja akan berisiko menimbulkan
kecelakaan kerja yang serius. Salah satu upaya pencegahan kecelakaan kerja
yang penyebab terbesarnya adalah unsafe action atau unsafe behavior adalah
dengan menerapkan program behavior based safety sebagai proses peningkatan
perilaku kerja yang aman. Program behavior based safety di PT Inalum Kuala
Tanjung disebut dengan nama program Inalum Kartu Aman (IKA) (Saodah,
2015).
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini, yaitu:
1. Apa yang dimaksud dengan kecelakaan kerja?
2. Apa saja yang menjadi penyebab terjadinya kecelakaan kerja?
3. Apa yang dimaksud dengan perilaku berbahaya?
4. Apa saja contoh perilaku berbahaya?
5. Faktor-Faktor apa saja yang mempengaruhi terbentukya perilaku
berbahaya?
6. Bagaimana upaya untuk mengurangi perilaku berbahaya?
C. Tujuan
Adapun tujuan pembuatan makalah ini, yaitu:
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan kecelakaan kerja.
2. Untuk mengetahui apa saja yang menjadi penyebab terjadinya kecelakaan
kerja.
3. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan perilaku berbahaya.
4. Untuk mengetahui apa saja contoh perilaku berbahaya.
5. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi terbentuknya
perilaku berbahaya.
6. Untuk mengetahui uapaya untuk mengurangi perilaku berbahaya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Kecelakaan Kerja


Kecelakaan kerja (accident) adalah suatu kejadian atau peristiwa yang
tidak diinginkan yang merugikan terhadap manusia, merusakan harta benda atau
kerugian proses (Sugandi,2003 dalam Piri, 2012).
B. Sumber atau Penyebab Kecelakaan Kerja
Dalam teori domino, apabila satu domino terjatuh, maka secara otomatis
akan menjatuhkan domino yang lainnya sehingga kejadian kecelakaan tidak
dapat terhindarkan. Untuk mencegah timbulnya kecelakaan kerja, yaitu dengan
memutus rangkaian sebab-akibat domino tersebut misalnya dengan memutus
salah satu rantai. Heinrich menyimpulkan bahwa kunci dari domino berkaitan
dengan unsafe act. Kesimpulan tersebut sesuai dengan pendapat Heinrich yang
mengungkapkan bahwa 88% penyebab kecelakaan industry adalah unsafe act,
10% disebabkan oleh unsafe condition, dan 2% adalah unpreventable (Heinrich,
1980 dalam Risma, 2014).
Teori lainnya tentang penyebab dan pencegahan kecelakaan kerja
dikemukakan oleh Assunnah (2008 dalam Piri, 2012), berdasarkan konsepsi
sebab kecelakaan kerja, maka ditinjau dari sudut keselamatan kerja unsur-unsur
penyebab kecelakaan kerja mencakup 5 M yaitu :
1. Manusia.
2. Manajemen (unsur pengatur).
3. Material (bahan-bahan).
4. Mesin (peralatan).
5. Medan (tempat kerja / lingkungan kerja).
C. Pengertian Perilaku Berbahaya
Menurut Kavianian (1990 dalam Risma 2104) perilaku berbahaya adalah
kegagalan (human failure) dalam mengikuti persyaratan dan prosedur-prosedur
kerja yang benar sehingga menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja.
Perilaku berbahaya memiliki peran dalam terjadinya suatu kecelakaan
kerja. Sehingga faktor manusia atau karakteristik individu menjadi faktor yang
dapat mempengaruhi terbentuknya perilaku berbahaya. Selain karakteristik
individu, kondisi lingkungan kerja serta organisasi atau manajemen juga diduga
memiliki hubungan dengan kemungkinan terbentuknya suatu perilaku
berbahaya (Winarsunu, 2008 dalam Risma, 2014).
D. Contoh Perilaku Berbahaya
Menurut Kavianian (1990 dalam Chomiarti, 2011) indikator kesalahan
akibat dari kegagalan manusia yang merupakan perilaku berbahaya yang
dijabarkan sebagai kesalahan-kesalahan berikut:
1. Tindakan tanpa kualifikasi dan otoritas. Hal yang penting adalah bahwa
semua peralatan harus dioperasikan oleh seseorang yang mempunyai
kewenangan dan mengenal dengan baik bahaya dan prosedur
pengoperasiannya. Di dalam pengoperasian peralatan yang komplek dan di
dalam situasi dimana instrumen digunakan oleh beberapa individu, ini
penting untuk disiapkan prosedur kerja secara tertulis dan mendata pakaian
pelindung diri yang dibutuhkan.
2. Kurang atau tidak menggunakan perlengkapan pelindung diri. Ada banyak
kesempatan pekerja tidak mempunyai atau menggunakan peralatan pelindung
diri untuk suatu performansi tugas tertentu.
3. Kegagalan dalam menyelamatkan peralatan.
4. Bekerja dengan kecepatan yang berbahaya. Sering pekerja ingin mencoba
mengakhiri pekerjaannya terlalu cepat, mungkin menjalankan kendaraan dan
mesin pada kecepatan yang membahayakan. Pekerja mungkin juga
mengambil jalan pintas yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja.
Manajemen harus menjamin bahwa tindakan semacam ini tidak benar.
5. Kegagalan pada peringatan. Jika peralatan memiliki otomatis untuk hidup dan
mati, atau jika bergerak, tanda peringatan yang akurat harus diberikan. Juga
lantai atau permukaan kerja yang membahayakan harus diberi tanda.
6. Menghindari atau memindahkan peralatan keselamatan kerja. Banyak
peralatan kerja yang disertai perlengkapan keselamatan seperti kunci,
sekering dan sebagainya. Seseorang cenderung menghindari perlengkapan
semacam ini untuk tujuan kenyamanannya.
7. Menggunakan peralatan yang tidak layak. Peralatan sering menjadi rusak
karena lamanya pemakainnya.
8. Menggunakan peralatan tertentu untuk tujuan lain yang menyimpang.
9. Bekerja di tempat yang berbahaya tanpa perlindungan dan peringatan yang
tepat.
10. Memperbaiki peralatan secara salah, misalnya pada peralatan listrik yang
hidup atau mesin yang bisa membahayakan keselamatan.
11. Bekerja dengan kasar. Aktivitas ini sangat membahayakan dan tidak
diizinkan oleh perusahaan baik pada saat maupun tidak sedang bekerja.
12. Menggunakan pakaian yang tidak aman ketika bekerja.
13. Mengambil posisi bekerja yang tidak selamat. Misalnya mengangkat secara
salah, meraih ketinggian yang membutuhkan pengurasan tenaga.
E. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terbentuknya Perilaku Berbahaya
Menurut Sanders (1993 dalam Risma 2014) perilaku berbahaya terjadi melalui
tiga fase yaitu:
1. Fase pertama, adalah fase yang terjadi pada tingkatan manajemen. Pada fase
manajemen ini dianggap sebagai awal terbentuknya perilaku berbahaya
penyebab terjadinya kecelakaan kerja. Oleh karena itu, sudah tiba saatnya
bagi setiap industri untuk menyadari pentingnya kebijakan tentang
keselamatan dan kesehatan kerja. Misalnya, perusahaan paling tidak memiliki
departemen atau tim keselamatan dan kesehatan kerja, mempunyai buku
penuntun keselamatan dan kesehatan kerja (safety manual). Disamping itu
semua kebijakan perusahaan seperti programprogram keselamatan kerja,
sistem produksi, struktur organisasi, iklim organisasi, pengembangan
karyawan, style manajemen, staffing dan sebagainya harus diarahkan untuk
upaya-upaya pencegahan dan promosi keselamatan dan kesehatan kerja di
perusahaan.
2. Fase kedua terjadi sebagai implikasi dari kegagalan fase pertama. Fase kedua
ini meliputi aspek-aspek lingkungan seperti:
a. Aspek Lingkungan Fisik
Hal yang termasuk pada lingkungan kerja fisik misalnya, taraf
kebisingan, temperatur, suhu, polusi, iluminasi, kelembaban, tata letak
ruangan kerja, desain peralatan kerja dan sebagainya.
b. Aspek Lingkungan Psikologis dan Sisiologis dari Pekerjaan.
Hal yang terdapat pada lingkungan sosial dan psikologis antara lain:
norma kelompok, semangat kerja, serikat pekerja, komunikasi antar
kelompok dan sebagainya.
3. Fase ketiga, lebih berkenaan dengan individunya, yaitu pada pekerja. Dengan
karakteristik tertentu seorang pekerja dapat mengerjakan tugasnya dengan
aman ataukah sebaliknya tidak aman. Unsur-unsur yang terdapat pada pekerja
tersebut antara lain: taraf kemampuan, kesadaran, pengalaman, training,
kepribadian, kemampuan fisik, usia, fatigue, motivasi, kecanduan,
kecerdasan, illness, kepuasan kerja dan sebagainya.
Ketiga fase tersebut bekerja secara bertahap, dimana fase pertama
mempengaruhi fase kedua, fase kedua mempengaruhi fase ketiga, dan hasil dari
ketiga fase tersebut adalah munculnya perilaku berbahaya penyebab kecelakaan
kerja.

F. Upaya yang Bisa Dilakukan untuk Mengurangi Perilaku Berbahaya


Perilaku kerja yang tidak aman terus-menerus dilakukan oleh pekerja
akan berisiko menimbulkan kecelakaan kerja yang serius. Salah satu upaya
pencegahan kecelakaan kerja yang penyebab terbesarnya adalah unsafe action
atau unsafe behavior adalah dengan menerapkan program behavior based safety
sebagai proses peningkatan perilaku kerja yang aman (Saodah, 2015).
Behavior Based Safety merupakan sebuah alat untuk mengobservasi
perilaku demi menciptakan perilaku aman dan mencegah terjadinya kecelakaan
kerja (Ningsih, 2013).
Menurut Saodah (2015) pelaksanaan program Behavior Based Safety, yaitu:
1. Behavior Based Safety Training
Dalam pelaksanaan program behavior based safety, departemen
keselamatan dan kesehatan kerja (K3) yang disebut dengan Inalum Internal
Control (IIC) memberikan pelatihan (training) mengenai behavior based
safety kepada seluruh karyawan. Adapun tujuan dari pelatihan tersebut
adalah:
a) Karyawan mempunyai kemampuan dalam melakukan semua langkah
observasi perilaku keselamatan.
b) Karyawan mengerti dan memahami konsep dari behavior based safety
observation, sehingga dapat menerapkan didalam aktivitas sehari-hari dengan
baik dan bisa menciptakan perilaku sadar keselamatan dan kesehatan kerja
(K3).
2. Implementasi Program Behavior Based Safety (BBS)
Setelah departemen Inalum Internal Control (IIC) memberikan
pelatihan mengenai behavior based safety kepada seluruh karyawan PT
Inalum Kuala Tanjung, maka tahap selanjutnya adalah dilakukan
implementasi behavior based safety di lapangan.
Implementasi behavior based safety dilakukan oleh satu atau dua
orang atau lebih dengan melakukan percakapan dua arah yang positif.
Apabila observer menemui pekerja yang melakukan tindakan tidak aman,
maka tugas observer adalah mencatat, dan mengomunikasikan kepada
pekerja tersebut tentang tindakan tidak aman yang dilakukannya serta
mengambil tindakan perbaikan yang akan membantu mengubah perilaku
pekerja.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Kecelakaan kerja (accident) adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak
diinginkan yang merugikan terhadap manusia, merusakan harta benda atau
kerugian proses.
2. Penyebab kecelakaan kerja terbagi atas dua, yaitu penyebab langsung dan
tidak langsung. Penyebab langsung antara lain merupakan Unsafe Acts
(perilaku yang tidak aman) dan Unsafe Condition (kondisi/keadaan yang
tidak aman). Sedangkan untuk penyebab tidak langsung antara lain kurang
berperannya manajemen dan kondisi pekerjaan.
3. Perilaku berbahaya adalah kegagalan (human failure) dalam mengikuti
persyaratan dan prosedur-prosedur kerja yang benar sehingga menyebabkan
terjadinya kecelakaan kerja. Ramsey seperti dikutip Mc. Cormick
mendefinisikan unsafe behavior sebagai suatu kesalahan dalam tahaptahap
mempersepsi, mengenali, memutuskan menghindari dan kemampuan
menghindari bahaya.
4. Indikator kesalahan akibat dari kegagalan manusia yang merupakan perilaku
berbahaya dijabarkan sebagai kesalahan-kesalahan tindakan tanpa kualifikasi
dan otoritas, kurang atau tidak menggunakan perlengkapan pelindung diri,
kegagalan dalam menyelamatkan peralatan, bekerja dengan kecepatan yang
berbahaya, kegagalan pada peringatan, menghindari atau memindahkan
peralatan keselamatan kerja, menggunakan peralatan yang tidak layak,
menggunakan peralatan tertentu untuk tujuan lain yang menyimpang, bekerja
di tempat yang berbahaya tanpa perlindungan dan peringatan yang tepat,
memperbaiki peralatan secara salah, bekerja dengan kasar, menggunakan
pakaian yang tidak aman ketika bekerja, dan mengambil posisi bekerja yang
tidak selamat.
5. perilaku berbahaya terjadi melalui tiga fase, ketiga fase tersebut bekerja
secara bertahap, dimana fase pertama mempengaruhi fase kedua, fase kedua
mempengaruhi fase ketiga, dan hasil dari ketiga fase tersebut adalah
munculnya perilaku berbahaya penyebab kecelakaan kerja.
6. Behavior Based Safety merupakan sebuah alat untuk mengobservasi perilaku
demi menciptakan perilaku aman dan mencegah terjadinya kecelakaan kerja.
B. Saran
1. Menghindari terjadinya kecelakaan kerja, khususnya yang bekerja di bagian
maintenance atau bagian pemeliharaan/perawatan untuk mesin-mesin
produksi perlu melengkapi semua pekerjaan dengan suatu prosedur kerja
yang telah dianalisa sesuai dengan tingkat risiko bahayanya dan
mensosialisasikan prosedur kerja tersebut kepada seluruh pekerja secara
berkala untuk mengingatkan para pekerja kembali.
2. Sebaiknya perusahaan melakukan pembinaan dan pelatihan keselamatan dan
kesehatan kerja khususnya mengenai program Behavior Based Safety
DAFTAR PUSTAKA

Anton, Thomas J, 1989, “Occupational Safety and Health Management”,


Singapore: McGraw-Hill Book.Co.

Chomiarti, Dian, 2011, ‘ Analisis Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Berbasis


Perilaku Pada Pekerja Kontruksi’, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif
Kasim Baru.

Grimaldi, John V. and Simonds, Rollin H., 1975, “Safety Management”, Illinois:
Richard D. Irwin, Inc.

Ningsih, Ayu, dkk, 2013, ‘Evaluasi Pelaksanaan Behavior Based Safety Pada
Program Stop Dalam Membentuk Perilaku Aman Tenaga Kerja Di Pt X
Tahun 2013’, The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health,
Vol. 2, No. 1.

Risma, Okky. P, 2014, ‘Analisis Faktor Karakteristik Individu Yang Berhubungan


Dengan Tindakan Tidak Aman Pada Tenaga Kerja Di Perusahaan
Konstruksi Baja’, The Indonesian Journal of Occupational Safety and
Health, Vol. 3, No. 2, Hal. 182-191.

Sodah, Siti, 2015, ‘Penerapan Program Behavior Based Safety (Bbs) Dan
Kecelakaan Kerja Di Pt Inalum Kuala Tanjung Tahun 2014’, Jurnal
Lingkungan dan Kesehatan Kerja, Vol. 4, No. 1.

Piri, dkk, 2012, ‘Pengaruh Kesehatan, Pelatihan Dan Penggunaan Alat Pelindung
Diri Terhadap Kecelakaan Kerja Pada Pekerja Konstruksi Di Kota
Tomohon’, Jurnal Ilmiah MEDIA ENGINEERING, Vol. 2, Vol. 4, ISSN
2087-9334 (219-231)

Anda mungkin juga menyukai