Anda di halaman 1dari 11

Sejarah Pembentukan Batubara

Pada awalnya, batubara merupakan tumbuh-tumbuhan pada zaman prasejarah,


yang berakumulasi di rawa dan lahan gambut. Kemudian, karena adanya pergeseran
pada kerak bumi (tektonik), rawa dan lahan gambut tersebut lalu terkubur hingga
mencapai kedalaman ratusan meter. Selanjutnya, material tumbuh-tumbuhan yang
terkubur tersebut mengalami proses fisika dan kimiawi, sebagai akibat adanya
tekanan dan suhu yang tinggi. Proses perubahan tersebut, kemudian menghasilkan
batubara yang kita kenal sekarang ini.
Setiap batubara yang dihasilkan, memiliki mutu (dilihat dari tingkat
kelembaban, kandungan karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, sulfur dan energi yang
dihasilkan) yang berbeda-beda. Pengaruh suhu, tekanan, dan lama waktu
pembentukan (disebut maturitas organik), menjadi faktor penting bagi mutu batubara
yang dihasilkan.
Karena batubara adalah mineral organik yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa
tumbuhan purba yang mengendap yang selanjutnya berubah bentuk akibat proses
fisika dan kimia yang berlangsung selama jutaan tahun. Oleh karena itu, batubara
termasuk dalam kategori bahan bakar fosil. Batubara adalah bahan bakar
hidrokarbon padat yang terbentuk dari tumbuhan dalam lingkungan bebas oksigen
dan terkena pengaruh panas serta tekanan yang berlangsung lama (Kepmen LH,
2003). Oleh sebab itu, batubara dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi alternatif.
Sampai akhir tahun 1950-an, di Pulau Jawa masih dijumpai kereta api lokomotif
yang menggunakan bahan bakar batubara. Dewasa ini bahan bakar lokomotif
tersebut telah diganti oleh minyak solar. Sampai tahun 1975-an, pemanfaatan
batubara di Indonesia baru sebagian kecil saja sehingga tambang-tambang batubara
yang ada pada waktu itu, seperti Tambang Ombilin di Sawahlunto Sumatera Barat,
dan Tanjung Enim di Sumatera Selatan, hampir ditutup.
Kemudian pada tahun 1976 muncul Surat Perintah Presiden Republik Indonesia
yang memerintahkan kepada Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik (PUTL)
agar pemanfaatan batubara dikembangkan lagi, terutama sebagai bahan bakar untuk
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dan Pabrik Semen. Sebagai dampak dari
surat perintah tersebut, tambang-tambang batubara yang tadinya hampir mati
dihidupkan kembali. Demikian pula endapan-endapan batubara lainnya mulai
dieksplorasikan lagi, yang kemudian ditemukan dibeberapa daerah (terutama di
Kalimantan Timur dan Selatan) kini telah ditambang dan telah diproduksi.
Selain dimanfaatkan sebagai bahan bakar di PLTU, Pabrik Semen, Industri
Kecil, dan Rumah Tangga, sebagian besar batubara di Indonesia telah diekspor ke
hampir seluruh dunia, antara lain ke negara-negara Asia, Afrika, Eropa, dan Amerika
Latin.
Tanpa memandang perbedaan antara batubara yang satu dengan yang lainnya,
dapat dikatakan bahwa semua batubara merupakan hasil suatu proses dasar yang
sama. Kebanyakan batubara di dunia terbentuk beberapa juta tahun yang silam yang
menurut para ahli geologi disebut Zaman Batubara (Coal Age). Ada dua periode
Zaman Batubara tersebut. Yang pertama, Zaman pra-Tertier, dimulai 345 juta tahun
yang silam (selama Periode Karbon) dan berakhir pada 280 juta tahun yang silam.
Zaman Batubara yang kedua, Era Eosen-Miosen, dimulai sekitar 100 juta tahun yang
silam dan berakhir 45 juta tahun yang silam.

Asal Mula Batubara

Secara sederhana batubara merupakan suatu endapan yang berasal dari


tumbuhan yang mengalami proses penghancuran karena aktivitas bakteri,
pengendapan, penumpukan serta pemadatan yang mengendap dan berubah bentuk
akibat adanya suhu dan tekanan yang tinggi yang menyebabkan tumbuhan tersebut
mengalami proses perubahan fisika dan kimiawi yang berlangsung selama jutaan
tahun menjadi batubara. Oleh karena itu, batubara termasuk dalam kategori bahan
bakar fosil. Unsur-unsur utamanya terdiri dari karbon, nitrogen, hidrogen dan
oksigen.

Definisi Batubara

Istilah batubara merupakan hasil terjemahan dari coal. Disebut batubara karena
dapat terbakar. Banyak sekali definisi mengenai batubara yang telah di kemukakan
dalam referensi, salah satunya berbunyi: “batubara adalah suatu batuan sedimen
organik berasal dari penguraian sisa berbagai tumbuhan yang merupakan
campuran yang heterogen antara senyawa organik dan zat anorganik yang menyatu
dibawah beban strata yang menghimpitnya”.
Batubara berasal dari tumbuhan yang mati, kemudian tertutup oleh lapisan
batuan sedimen. Ketebalan timbunan itu lama-kelamaan menjadi berkurang karena
adanya pengaruh suhu dan tekanan yang tinggi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses terbentuknya batubara tersebut antara


lain:

1. Posisi geotektonik

Posisi geotektonik yang dapat mempengaruhi proses pembentukan suatu


lapisan batubara dari :
a. Tekanan yang dihasilkan oleh proses geotektonik dan menekan
lapisan batubara yang terbentuk.

b. Struktur dari lapisan batubara tersebut, yakni bentuk cekungan


stabil, lipatan, atau patahan.

c. Intrusi magma, yang akan mempengaruhi dan/atau merubah


grade dari lapisan batubara yang dihasilkan.

2. Lingkungan Pengendapan

Lingkungan pengendapan merupakan lingkungan saat proses sedimentasi dari


material dasar menjadi material sedimen. Lingkungan pengendapan ini sendiri dapat
ditinjau dari beberapa aspek sebagai berikut:

a. Struktur cekungan batubara, yakni posisi di mana material dasar


diendapkan. Strukturnya cekungan batubara ini sangat berpengaruh pada
kondisi dan posisi geoyektonik.

b. Topografi dan morfologi, yakni bentuk dan kenampakan dari tempat cekungan

pengendapan material dasar. Topografi dan morfologi cekungan pada saat


pengendapan sangat penting karena menentukan penyebaran rawa-rawa di
mana batubara terbentuk. Topografi dan morfologi dapat dipengaruhi oleh
proses geotektonik.
c. Iklim, yang merupakan faktor yang sangat penting dalam proses
pembentukan batubara karena dapat mengontrol pertumbuhan flora atau
tumbuhan sebelum proses pengendapan.

Lingkungan pengendapan batubara ditinjau dari segi tempat terbentuknya


batubara, terdapat dua macam teori yang menjelaskan tempat terbentuknya
batubara:

1. Teori Insitu

Teori ini mengatakan bahwa bahan-bahan pembentuk lapisan batubara,


terbentuk ditempat dimana tumbuh-tumbuhan asal itu berada. Dengan
demikian, setelah tumbuhan mati, belum mengalami proses transportasi
segera tertutup oleh lapisan sedimen dan mengalami proses coalification.
Jenis batubara yang terbentuk dengan cara ini mempunyai penyebaran luas
dan merata, kualitasnya lebih baik karena kadar abunya relative kecil.
Batubara yang terbentuk seperti ini di Indonesia didapatkan di lapangan
batubara Muara Enim (Sumatera Selatan).

2. Teori Drift

Teori ini menyebutkan bahwa bahan-bahan pembentuk


lapisan batubara terjadi ditempat yang berbeda dengan tempat
tumbuhan semula hidup dan berkembang. Dengan demikian
tumbuhan yang telah mati diangkut oleh media air dan
berakumulasi di suatu tempat, tertutup oleh batuan sedimen dan
mengalami proses coalification. Jenis batubara yang terbentuk
dengan cara ini mempunyai penyebaran tidak luas, tetapi
dijumpai di beberapa tempat, kualitas kurang baik karena banyak
mengandung material pengotor yang terangkut bersama selama
proses pengangkutan dari tempat asal tanaman ke tempat
sedimentasi. Batubara yang terbentuk seperti ini di Indonesia
didapatkan di lapangan batubara delta Mahakam purba,
Kalimantan Timur.
2. Umur geologi
Umur geologi merupakan skala waktu (dalam jutaan tahun) yang
menyatakan berapa lama material dasar yang diendapkan mengalami
transformasi. Untuk material yang diendapkan dalam skala waktu geologi
yang panjang, maka proses dekomposisi yang terjadi adalah fase lanjut clan
menghasilkan batubara dengan kandungan karbon yang tinggi.

3. Evolusi Perkembangan Flora


Flora atau tumbuhan yang tumbuh beberapa juta tahun yang lalu, yang
kemudian terakumulasi pada suatu lingkungan dan zona fisiografi dengan
iklim clan topografi tertentu. Jenis dari flora sendiri amat sangat berpengaruh
terhadap tipe dari batubara yang terbentuk.

4. Dekomposisi
Dekomposisi merupakan proses transformasi biokimia dari material
dasar pembentuk batubara menjadi batubara. Dalam proses ini, sisa tumbuhan
yang terendapkan akan mengalami perubahan baik secara fisika maupun
kimia.
Faktor tumbuhan purba yang jenisnya berbeda-beda sesuai dengan zaman
geologi dan lokasi tempat tumbuh dan berkembangnya, ditambah dengan
lokasi pengendapan (sedimentasi) tumbuhan, pengaruh tekanan batuan dan
panas bumi serta perubahan geologi yang berlangsung inilah
yang telah menyebabkan terbentuknya batubara yang jenisnya
bermacam-macam. Oleh karena itu, karakteristik batubara yang
berbeda-beda sesuai dengan lapangan batubara (coal field) dan
lapisannya (coal seam) dipengaruhi oleh factor - faktor pembentuk
batubara tersebut.

Proses Terbentuknya Batubara


Proses pembentukan batubara sendiri sangatlah kompleks dan membutuhkan
waktu hingga berjuta-juta tahun lamanya. Batubara terbentuk dari sisa-sisa
tumbuhan purba yang kemudian mengendap selama berjuta-juta tahun dan
mengalami proses pembatubaraan (coalification) dibawah pengaruh fisika, kimia,
maupun geologi. Tahap pembatubaraan (coalification) merupakan gabungan proses
biologi, kimia, dan fisika yang terjadi karena pengaruh pembebanan dari sedimen
yang menutupinya, temperatur, tekanan, dan waktu terhadap komponen organik dari
gambut. Oleh karena itu, batubara termasuk dalam kategori bahan bakar fosil.
Gambar 1. Skema Pembentukan Batubara
(sumber : infotambang.com/clients/infotambang/ Pengantarganesabatubara.pdf )

Terdapat 2 tahap proses pembatubaraan yang terjadi, yakni:

a. Tahap Diagenetik atau Biokimia (Penggambutan)


Iklim bumi selama Zaman Batubara adalah tropis dan berjenis-jenis tumbuhan
tumbuh subur di daerah rawa membentuk suatu hutan tropis. Setelah banyak
tumbuhan yang mati dan menumpuk di atas tanah, tumbukan itu semakin lama
semakin tebal menyebabkan bagian dasar dari rawa turun secara perlahan-lahan dan
material tumbuhan tersebut diraikan oleh bakteri dan jamur. Tahap ini merupakan
tahap awal dari rangkaian pembentukan batubara (coalification) yang di tandai
dengan oleh reaksi biokimia yang luas.
Tahap dimana sisa-sisa tumbuhan yang terakumulasi tersimpan dalam kondisi
bebas oksigen (anaerobik) di daerah rawa dengan sistem pengeringan yang buruk dan
selalu tergenang air pada kedalaman 0,5 – 10 meter. Material tumbuhan yang busuk
ini menjadi humus yang selanjutnya oleh bakteri anaerobik dan fungi diubah menjadi
gambut. Dimulai pada saat dimana tumbuhan yang telah mati mengalami pembusukan
(terdeposisi) dan menjadi humus. Humus ini kemudian diubah menjadi gambut oleh
bakteri anaerobik dan jamur hingga lignit (gambut) terbentuk. Agen utama yang
berperan dalam proses perubahan ini adalah kadar air, tingkat oksidasi dan gangguan
biologis yang dapat menyebabkan proses pembusukan (dekomposisi) dan kompaksi
material organik serta membentuk gambut. Pada proses ini H 2O, CO2, CO, CH4
berkurang, sedangkan unsur C bertambah.
Prosesnya:
 Decay Process ( proses merapuh )
C6H10O5 6 CO2 + 5H2O
 Humifikasi (pembusukan)
2C6H10O5 C8H10O5 + 2CO2 + 2CH4 + H2O
C meningkat
 Peatifikasi (penggambutan) : menghasilkan gambut
 Putrifaction (terjadi pada air yang tidak mengalir), untuk menghasilkan gambut
setebal 30 cm dibutuhkan 300-350 cm pemampatan (waktu ratusan hingga ribuan
tahun).

b. Tahap Malihan atau Geokimia


Tahap ini meliputi proses perubahan dari lignit menjadi bituminus dan akhirnya
antrasit.
Prosesnya :
 5C6H10O5 C20H22O4 + 3CH4 + 8H2O + 6CO2 + CO
Cellulose Lignit Gas Metana
 Dengan P ( Tekanan) dan T (Suhu)
6C6H10O5 C22H20O3 + 5CH4 + 10H20 + 8CO2 +CO
Cellulose Bituminus Gas Metana

Keterangan:
Cellulose (zat organik) yang merupakan zat pembentuk batubara. Unsur C dalam
lignit lebih sedikit dibandingkan bituminus. Semakin banyak unsur C lignit semakin
baik mutunya. Unsur H dalam lignit lebih banyak dibandingkan pada bituminus.
Semakin banyak unsur H lignit makin kurang baik mutunya. Senyawa CH 4 (gas metan)
dalam lignit lebih sedikit dibanding bitumine. Semakin banyak CH4 lignit semakin
baik kualitasnya.
Secara lebih rinci, proses pembentukan batu bara dapat dijelaskan sebagai
berikut:

1. Pembusukan
Proses dimana tumbuhan mengalami tahap pembusukan (decay) akibat adanya
aktifitas dari bakteri anaerob. Bakteri ini bekerja dalam suasana tanpa oksigen dan
menghancurkan bagian yang lunak dari tumbuhan seperti selulosa, protoplasma, dan
pati.

2. Pengendapan
Proses dimana material halus hasil pembusukan terakumulasi dan mengendap
membentuk lapisan gambut. Proses ini biasanya terjadi pada lingkungan berair,
misalnya rawa-rawa.
3. Dekomposisi
Proses dimana lapisan gambut tersebut di atas akan mengalami perubahan
berdasarkan proses biokimia yang berakibat keluarnya air (H 2O) dan sebagian akan
menghilang dalam bentuk karbondioksida (CO2), karbonmonoksida (CO), clan metana
(CH4).

4. Geotektonik
Proses dimana lapisan gambut yang ada akan terkompaksi oleh gaya tektonik
dan kemudian pada fase selanjutnya akan mengalami perlipatan dan patahan. Selain itu
gaya tektonik aktif dapat menimbulkan adanya intrusi/terobosan magma, yang akan
mengubah batubara low grade menjadi high grade. Dengan adanya tektonik setting
tertentu, maka zona batubara yang terbentuk dapat berubah dari lingkungan berair ke
lingkungan darat.

5. Erosi
Lapisan batubara yang telah mengalami gaya tektonik berupa pengangkatan
kemudian di erosi sehingga permukaan batubara yang ada menjadi terkupas pada
permukaannnya. Perlapisan batubara inilah yang dieksploitasi pada saat ini.
Jadi, proses pembentukan batubara sendiri secara singkat dapat didefinisikan
sebagai suatu perubahan dari sisa-sisa tumbuhan yang ada, mulai dari pembentukan
peat (peatifikasi) kemudian lignit dan menjadi berbagai macam tingkat batubara,
disebut juga sebagai proses coalification, yang kemudian berubah menjadi antrasit.
Pembentukan batubara ini sangat menentukan kualitas batubara, dimana proses yang
berlangsung selain melibatkan metamorfosis dari sisa tumbuhan, juga tergantung pada
keadaan pada waktu geologi tersebut dan kondisi lokal seperti iklim dan tekanan.
Gambar 2. Proses Pembentukan Batubara Berdasarkan Rank
(sumber : ptba.co.id/id/library/detail/2)

Materi Pembentuk Batubara

Hampir seluruh pembentuk batu bara berasal dari tumbuhan. Jenis-jenis


tumbuhan pembentuk batu bara dan umurnya menurut Diessel (1981) adalah sebagai
berikut:

 Alga, dari Zaman Pre-kambrium hingga Ordovisium dan bersel tunggal. Sangat
sedikit endapan batu bara dari perioda ini.
 Silofita, dari Zaman Silur hingga Devon Tengah, merupakan turunan dari alga.
Sedikit endapan batu bara dari perioda ini.
 Pteridofita, umur Devon Atas hingga Karbon Atas. Materi utama pembentuk batu
bara berumur Karbon di Eropa dan Amerika Utara. Tetumbuhan tanpa bunga dan
biji, berkembang biak dengan spora dan tumbuh di iklim hangat.
 Gimnospermae, kurun waktu mulai dari Zaman Permian hingga Kapur Tengah.
Tumbuhan heteroseksual, biji terbungkus dalam buah, semisal pinus, mengandung
kadar getah (resin) tinggi. Jenis Pteridospermae seperti gangamopteris dan
glossopteris adalah penyusun utama batu bara Permian seperti di Australia, India dan
Afrika.
 Angiospermae, dari Zaman Kapur Atas hingga kini. Jenis tumbuhan modern, buah
yang menutupi biji, jantan dan betina dalam satu bunga, kurang bergetah dibanding
gimnospermae sehingga, secara umum, kurang dapat terawetkan.
Konsep bahwa batubara berasal dari sisa tumbuhan diperkuat dengan
ditemukannya cetakan tumbuhan di dalam lapisan batubara. Dalam
penyusunannya batubara diperkaya dengan berbagai macam polimer organik yang
berasal dari antara lain karbohidrat, lignin, dll. Namun komposisi dari polimer-
polimer
ini bervariasi tergantung pada spesies dari tumbuhan penyusunnya.
 Lignin, merupakan suatu unsur yang memegang peranan penting dalam merubah
susunan sisa tumbuhan menjadi batubara. Sementara ini susunan molekul umum dari
lignin belum diketahui dengan pasti, namun susunannya dapat diketahui dari lignin
yang terdapat pada berbagai macam jenis tanaman. Sebagai contoh lignin yang
terdapat pada rumput mempunyai susunan p-koumaril alkohol yang kompleks. Pada
umumnya lignin merupakan polimer dari satu atau beberapa jenis alkohol. Hingga
saat ini, sangat sedikit bukti kuat yang mendukung teori bahwa lignin merupakan
unsur organik utama yang menyusun batubara.
 Karbohidrat, gula atau monosakarida merupakan alkohol polihirik yang
mengandung antara lima sampai delapan atom karbon. Pada umumnya gula muncul
sebagai kombinasi antara gugus karbonil dengan hidroksil yang membentuk siklus
hemiketal. Bentuk lainnya mucul sebagai disakarida, trisakarida, ataupun
polisakarida. Jenis polisakarida inilah yang umumnya menyusun batubara, karena
dalam tumbuhan jenis inilah yang paling banyak mengandung polisakarida
(khususnya selulosa) yang kemudian terurai dan membentuk batubara.
 Protein, merupakan bahan organik yang mengandung nitrogen yang selalu hadir
sebagai protoplasma dalam sel mahluk hidup. Struktur dari protein pada umumnya
adalah rantai asam amino yang dihubungkan oleh rantai amida. Protein pada
tumbuhan umunya muncul sebagai steroid, lilin.
 Batubara merupakan senyawa hidrokarbon padat yang terdapat di alam dengan
komposisi yang cukup kompleks. Pada dasarnya terdapat dua jenis material yang
membentuk batubara, yaitu :

1) Combustible Material, yaitu bahan atau material yang dapat dibakar/dioksidasi oleh
oksigen. Material tersebut umumnya terdiri dari :
• karbon padat (fixed carbon)
• senyawa hidrokarbon
• senyawa sulfur
• senyawa nitrogen, dan beberapa senyawa lainnya dalam jumlah kecil.
2) Non Combustible Material, yaitu bahan atau material yang tidak dapat
dibakar/dioksidasi oleh oksigen. Material tersebut umumnya terdiri dari senyawa
anorganik (SiO2, A12O3, Fe2O3, TiO2, Mn3O4, CaO, MgO, Na2O, K2O, dan senyawa
logam lainnya dalam jumlah yang kecil) yang akan membentuk abu/ash dalam
batubara. Kandungan non combustible material ini umumnya diingini karena akan
mengurangi nilai bakarnya.

Anda mungkin juga menyukai