Anda di halaman 1dari 9

Jurnal Keperawatan Indonesia, Volume 19 No.

3, November 2016, hal 191-199


pISSN 1410-4490, eISSN 2354-9203
DOI : 10.7454/jki.v19i3.481

STIGMATISASI DAN PERILAKU KEKERASAN PADA ORANG DENGAN


GANGGUAN JIWA (ODGJ) DI INDONESIA

Muhammad Arsyad Subu1*, Dave Holmes1, Jayne Elliot1

1. STIKes Binawan, Jakarta 13630, Indonesia

*E-mail: msubuo61@uottawa.ca

Abstrak

Salah satu efek stigmatisasi gangguan jiwa adalah perilaku kekerasan yang dilakukan oleh penderita terhadap orang-
orang di sekitarnya termasuk keluarga, perawat dan masyarakat. Sebaliknya, penderita mengalami kekerasan dari
keluarga, masyarakat dan profesional keperawatan. Penelitian ini bertujuan memahami dampak stigmatisasi dalam
hubungannya dengan perilaku kekerasan terhadap penderita; serta untuk mengetahui perilaku kekerasan yang dilakukan
oleh penderita terhadap orang lain. Penelitian ini menggunakan Constructivist Grounded Theory. Metode pengumpulan
data termasuk wawancara semi-terstruktur, dokumen reviu, catatan lapangan, dan memo. Analisis data menggunakan
metode Paillé. Perilaku kekerasan adalah efek stigmatisasi termasuk kekerasan diri sendiri dan kekerasan terhadap
keluarga, masyarakat dan tenaga kesehatan. Kekerasan fisik juga dialami penderita dari orang lain. Dampak stigmatisasi
dimanifestasikan dengan perilaku kekerasan yang dilakukan oleh penderita, keluarga, staf rumah sakit, masyarakat, dan
aparat. Hasil temuan ini relevan untuk para perawat jiwa yang memberikan asuhan keperawatan terhadap pasien
perilaku kekerasan. Penelitian lanjut diperlukan untuk melihat perspektif keluarga, masyarakat dan staf pemerintah
terkait stigma dengan perilaku kekerasan.

Kata kunci: gangguan jiwa, perilaku kekerasan, stigma, stigmatisasi

Abstract

Stigmatization and Violent Behavior on Mental Illness Patient in Indonesia. An effect of stigmatization of mental
illness is violent behavior conducted by patients toward other people around them including families, nurses and
communities. Conversely, patients experienced violence conducted by families, communities and nursing professionals.
This study aims to understand the effects of stigmatization on violent behavior towards sufferers; and to investigate
violent behavior committed by sufferers against other people. This study used Constructivist Grounded Theory.
Methods of data collection are semi-structured interviews, document review, field notes, and memos. Data analysis
used Paillé. Violent behavior is the effect of stigmatization including self-harm and violence against families,
communities and health professionals. Physical abuse is experienced by sufferers from others. The impact of
stigmatization is manifested by violent behavior committed by patients, families, staff, community and authorities.
Findings are relevant to psychiatric nurses who provide care to the patients with violent behavior. Further research is
needed to see the perspective of families, communities and government to understand stigma in relation to violent
behavior.

Keywords: Mental Illness, violent behavior, stigma, stigmatization

Pendahuluan si ODGJ berat di Indonesia adalah 1,7 per


1000 dan ODGJ ringan sekitar 6% dari total
Para ahli memperkirakan 15% populasi global populasi (Kemenkes, 2013). Tujuh puluh lima
akan memiliki masalah gangguan jiwa tahun persen ODGJ mengalami stigma dari masyara-
2020 (Harpham, et al., 2003). Orang dengan kat, pemerintah, petugas kesehatan dan media
gangguan jiwa (ODGJ) tidak hanya mengala- (Hawari, 2001). Perilaku kekerasan ODGJ
mi dampak akibat gejala dan penyakit, tetapi menjadi penyebab utama stigmatisasi di ma-
juga stigmatisasi (Kapungwe, 2010). Prevalen- syarakat dan tenaga kesehatan.
192 Jurnal Keperawatan Indonesia, Vol. 19, No. 3, November 2016, hal 191-199

Kekerasan merupakan salah satu konsekuensi perilaku kekerasan di kalangan ODGJ dewasa
serius dari gangguan jiwa yaitu 2,5 kali lebih Indonesia dengan menggunakan Constructivist
besar dibandingkan dengan populasi (Corrigan Grounded Theory (CGT). CGT diperkenalkan
& Watson, 2005). Profesional dalam pelaya- pertama kali oleh Kathy Charmaz. CGT kon-
nan kesehatan jiwa menjadi korban kekerasan sisten dengan epistemologi dan ontologi
tiga kali lebih tinggi daripada dalam pelayanan ‘konstruktivisme’ yang memprioritaskan pada
kesehatan umum (Bilgin & Buzlu, 2006). fenomena penelitian dan melihat data dan
Terjadi risiko perilaku kekerasan dari pasien analisisnya sebagai hal yang dibuat dari
dalam keperawatan jiwa yang lebih tinggi pengalaman bersama peneliti dengan partisi-
(Lawoko, Soares & Nolan, 2004). Perilaku pan dan sumber lainnya" (Charmaz 2006,
kekerasan merupakan kejadian umum di RS p.330). Desain penelitian ini lebih pada pen-
(Spector, et al., 2007). Tenaga kesehatan, se- dekatan objektivis, dan peran peneliti adalah
bagian besar perawat, beresiko menjadi korban menemukan kebenaran yang ada di dalam
kekerasan (Holmes, Rudge, Perron, & St- objek penelitian dan meminimalisasi ‘keku-
Pierre, 2012). ODGJ menghadapi stigmatisasi atan’ (Charmaz, 2006, p. 331).
yang menyebabkan mereka rentan terhadap
perilaku kekerasan orang. ODGJ lebih sering Penelitian ini dilakukan di rumah sakit X di
menjadi korban daripada pelaku kekerasan Bogor. Partisipan penelitian adalah pasien
(Stuart, 2004), menjadi korban fisik dan skizofrenia dan perawat laki-laki dan perem-
seksual (Teplin, et al., 2005) dan menjadi kor- puan yang bekerja di rumah sakit. Sebanyak
ban kejahatan dan diskriminasi (Katsikidou, et 30 partisipan direkrut, lebih dari cukup untuk
al., 2012). Sepu-luh persen penderita adalah memastikan saturasi data (Charmaz, 2006).
korban kekerasan (Schomerus, et al., 2008). Para partisipan hanya yang memiliki kemam-
puan membaca dan menulis, berusia 18 tahun
Suatu penelitian di Australia mengungkapkan atau lebih, mengalami gangguan jiwa dan
bahwa 88% mereka yang dirawat di RS jiwa stigma.
telah mengalami viktimisasi; 84% setelah
mengalami serangan fisik dan 57% setelah Pengumpulan data melalui wawancara semi-
mengalami kekerasan seksual (McFarlane, berstruktur yang direkam menggunakan digital
Schrade, & Bookless, 2004). Penelitian lain audio. Telaah dokumen juga digunakan seba-
menunjukkan bahwa ODGJ mengalami ke- gai triangulasi data untuk meningkatkan pro-
kerasan yang terjadi dalam lingkungan ke- babilitas kredibilitas interpretasi data (Lincoln
luarga dan bukan orang asing. Mereka sering & Guba, 1985). Dokumen tersebut berupa
dipukul atau diancam oleh anggota keluarga hardcopy dan elektronik seperti laporan, log
mereka (Katsikidou, et al., 2012; Solomon, perawat, pre dan post konferensi, moto, visi
Cavanaugh, & Gelles, 2005). Telaah literatur dan misi RS. Memo digunakan untuk mendo-
intensif mengungkapkan bahwa penelitian kumentasikan pengalaman dalam laporan ker-
tentang stigmatisasi gangguan jiwa belum tas yang menjelaskan proses berpikir peneliti.
fokus pada dampaknya terhadap perilaku ke- Catatan lapangan dari observasi dan refleksi
kerasan pada ODGJ. Penelitian ini mem- data, merupakan bagian dari pendekatan ref-
berikan analisis mendalam untuk memahami leksif proses analitis data (Charmaz, 2006).
hubungan antara stigmatisasi dengan perilaku
kekerasan pada ODGJ. Analisis data menggunakan metode Paille
(1994) yang meliputi kodifikasi, kategorisasi,
Metode menghubungkan kategori, integrasi, konsep-
tualisasi, dan teorisasi. Sesuai Heath dan
Penelitian ini memberikan pemahaman subs- Cowley (2004) terdapat tiga tahapan analisis
tantif tentang pengalaman stigmatisasi dan yaitu koding awal, fase menengah, dan
Subu, et al., Stigmasi dan Perilaku Kekerasan pada Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) 193

pengembangan akhir. Berdasarkan tahapan ini, kata-demi-kata, baris demi baris, dan meng-
data analisis Paille (1994) juga dapat dibagi gunakan koding in vivo, yang mencerminkan
menjadi tiga tahap: kodifikasi dan kategorisasi pengalaman partisipan terkait stigma dengan
(koding awal), menghubungkan kategori dan gangguan jiwa. Penelitian ini menggunakan
integrasi (tahap menengah), konseptualisasi kata-kata partisipan yang sebenarnya untuk
dan teorisasi (pengembangan akhir). Tahap menjelaskan fenomena penelitian, dan diarti-
kodifikasi adalah dimulai dengan mengatur kulasikan dengan asumsi, posisi epistemologis
kata-kata, persepsi dan pengalaman dalam dan teoritis yang memengaruhi proses peneli-
bentuk kode secara terorganisir (proses tian. Dilakukan evaluasi diri sebagai instrumen
pembentukan kode). Tujuannya adalah mem- dan melihat efek peneliti yang dilakukan
beri nama, mengungkap, meringkas dan mem- melalui refleksi diri dan memoyang ditulis
beri label, baris demi baris, dari data trans- dalam jurnal.
kripsi. Kodifikasi ini membantu mengidenti-
fikasi adanya tumpang tindih antara kode awal Auditabilitas berkaitan dengan konsistensi
dan pembentukan kategori. Tahap kategorisasi temuan, bahwa peneliti lain dapat mengikuti
adalah untuk menggambarkan fenomena se- dengan jelas proses berpikir peneliti
cara umum atau peristiwa yang muncul dari (Sandelowski, 1986). Dalam penelitian ini,
data yang kemudian dibuat daftar kategori. auditabilitas dilakukan dengan kriteria untuk
Tahap ini adalah untuk menentukan kategori merumuskan pemikiran, bagaimana dan
dengan mengidentifikasi variasi dalam data mengapa para partisipan dalam penelitian ini
dapat dijelaskan dengan kategori lain. Tahap dipilih. Dalam penelitian ini, peneliti menggu-
integrasi adalah menentukan fenomena- nakan kerangka yang disajikan oleh Paille
fenomena yang telah diamati secara empiris. (1994) untuk mengidentifikasi langkah-lang-
Dengan mengintegrasikan hubungan antara kah dalam analisis data dan memastikan bah-
kategori, peneliti mengidentifikasi kongruensi wa pembaca dapat memahami bagaimana data
tertentu yang muncul antara data dan arah itu didapatkan atau dibentuk oleh partisipan
penelitian yang diambil selama analisis. Tahap dan peneliti.
konseptualisasi adalah proses pengembangan
dan klarifikasi konsep-konsep yang muncul Fittingness atau transferabilitas berarti hasil
dan menjelaskan konsep tersebut dengan kata- penelitian memiliki arti yang sama pada situasi
kata dan untuk memberikan definisi konsep- serupa (Chiovitti & Piran, 2003). Dalam
tual secara verbal. Proses ini memungkinkan penelitian ini, selama proses koding, semua
peneliti untuk memahami fenomena penelitian data yang dibuat kode telah diperiksa oleh
dan kompleksitasnya. Akhirnya, tahap teori- seorang pakar lain untuk melakukan cek
sasi merupakan proses konstruksi untuk me- eksternal yang terkait dengan hasil penelitian.
nguatkan teori atau pemahaman susbstantif.
Tidak semua penelitian grounded theory Hasil
menghasilkan teori; akan tapi pemahaman
yang mendalam dan substantif merupakan Kekerasan ODGJ terhadap Diri Sendiri.
hasil akhir dari sebuah penelitian dengan Keinginan pasien bunuh diri yaitu sengaja
grounded theory Charmaz (2006). menyakiti diri sendiri. Seorang pasien meng-
gambarkan bahwa stigma dan isolasi sosial
Untuk keabsahan (trustworthiness), kriteria menyebabkan ide bunuh diri atau menyakiti
pertama adalah kredibilitas (Chiovitti & Piran, diri sendiri. Rasa takut terhadap orang lain
2003). Kredibilitas dalam penelitian ini adalah juga menjadi pencetus ide bunuh diri.
dengan mengumpulkan data dari berbagai “...kadang saya tidak bisa mengendalikan
sumber diantaranya melalui wawancara, cata- diri sampai saya berkeinginan bunuh diri.
tan lapangan, dan memo. Koding data dengan Saya mencoba bunuh diri tiga kali dengan
194 Jurnal Keperawatan Indonesia, Vol. 19, No. 3, November 2016, hal 191-199

minum racun tapi saya tidak mati ... balok kayu.


Dengan penyakit jiwa, kepercayaan diri “Ya, itu adalah penderitaan bagi ODGJ.
saya rendah. Saya merasa bingung; Banyak sekali kita menerima pasien yang
dengan orang lain, saya takut. Saya takut telah dipasung, terikat, dirantai, dimasuk-
melihat orang lain.“ (P1). kan ke dalam balok kayu; tapi, ada juga
pasung, seperti menempatkan penderita di
Kekerasan ODGJ terhadap Orang Lain ruangan kecil dan dikasih makanan sekali
dan Benda. Pasien menyadari bahwa dia telah sehari. Beberapa pasien tidak bisa ber-
melakukan perilaku kekerasan terhadap jalan, kurus dan kurang gizi. Mereka
anggota keluarga atau kerabat. tidak dapat berbicara. Keluarga mereka
“…saya yang paling sulit dalam keluarga kaya; jika mereka ingin membawa pasien
dan saya menjadi beban keluarga saya. ke RS, saya yakin mereka mampu” (P13).
Karena kesulitan dalam hidup, saya harus
berada di sini (RSJ). Otak saya punya Perawat percaya bahwa pasung dan seklusi
banyak masalah. Jadi, saya marah dan yang terjadi di masyarakat karena stigma dan
melakukan kekerasan di rumah dan kurangnya pengetahuan masyarakat.
selanjutnya saya dibawa ke RS ini.” (P1). “Ya, [ada] banyak informasi pemasungan
pasien. Kadang-kadang, disini, kami juga
Pasien yang melakukan kekerasan sering mengakui beberapa pasien yang memiliki
disembunyikan oleh keluarga, sehingga riwayat pasung di rumah karena mereka
mereka terisolasi di masyarakat. melakukan kekerasan, mereka menggang-
“L [teman] punya keluarga dengan gu masyarakat. Mungkin [mereka] tidak
penyakit jiwa; jika [pasien] melakukan tahu cara merawat orang dengan penyakit
kekerasan, ia menghancurkan atap, jiwa. Hal ini masuk akal juga, kan?
rumah, dll. Jadi keluarga merahasiakan Mungkin lebih baik bagi mereka untuk
dan menyembunyikannya. Mereka [pasien menyelamatkan orang-orang daripada
dan keluarga] jarang diundang oleh merawat ODGJ.” (P9).
masyarakat. Jadi, mereka terisolasi.
Mereka terpinggirkan... stigmakan?” Perawat lain mengatakan bahwa beberapa
(P11). pasien, menjadi stres setelah bekerja di luar
negeri. Mereka dikurung oleh keluarga saat
Pasien juga melakukan kekerasan terhadap mereka kembali.
fasilitas umum, dan menghancurkan barang- “Mereka dikait di pilar besar. Ada yang
barang. diletakkan di kandang kambing atau
“Saya melemparkan asbak. Ceritanya, ayam. Mereka dikurung seperti kambing.
saya kasih pinjam 1,5 juta. Ia bayar [Pasien] buang air besar, makan disitu,
dengan angsuran. Seratus, lima puluh, seperti binatang. Ini bukan cerita tapi
uang saya dari BJB lebih banyak... Saya saya melihatnya langsung; Saya itu saksi
marah; Saya tidak bisa mengendalikan kondisi ini. Enam pasien telah dibawa ke
diri. Saya jadi marah, seperti itu. RS. Ya, beberapa dari daerah ini
Kemudian, saya dibawa ke sini (RSJ).” mengirimkan banyak pekerja di Jawa
(P13). Barat. Jadi mereka stres karena mereka
bekerja di Arab Saudi. Mereka stres, dan
Kekerasan, Pengekangan, dan Seklusi. kembali ke Indonesia dikurung oleh
Pasung dan seklusi masih digunakan untuk keluarganya.” (P15).
menangani penderita gangguan jiwa. Beberapa
perawat menunjukkan bahwa ada pasien Pasien lain menyebutkan bahwa ia mengalami
diikat, dirantai, atau dimasukkan ke dalam kekerasan seperti diserang dan dipukuli oleh
Subu, et al., Stigmasi dan Perilaku Kekerasan pada Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) 195

orang lain, ‘Saya berkelahi dengan beberapa perawat.


orang. Saya dipukuli oleh orang-orang di “Saya ngamuk. Saya dipukulin di K
masyarakat. Saya berkelahi dengan 100 orang. [bangsal). Kepalaku dipukul kursi lipat.
Karena mereka berpikir saya berbahaya bagi Ya, tangan dan kaki diikat karena
anggota masyarakat. Ya, saya punya masalah melakukan kekerasan. Saya tidak
penyakit jiwa (P1). melakukan kesalahan tapi diborgol.
Ketika saya datang lagi ke sini, saya juga
Pasien sadar bahwa pasung adalah bentuk diborgol oleh staf bangsal K.” (P2).
penganiayaan atau kejahatan terhadap ODGJ,
melanggar hak-hak seseorang. Pasien dengan perilaku kekerasan yang
“ODGJ tidak jahat sama sekali. Pada membahayakan akan diisolasi sebagai metode
dasarnya, mereka tidak jahat. Namun, pengendalian.
orang-orang melakukan kejahatan terha- “Staf (RSJ) menganggap orang gila itu
dap mereka, seperti pasung. Mereka sumber bahaya… mereka nganggap
mengambil hak saya. Saya dipasung orang gila itu benar-benar gila, bukan
karena apa? Saya dipasung bukan untuk manusia; harus dihapuskan, harus diba-
pemulihan. Tapi, saya dipasung untuk kar, harus ditendang, dan ditekan, dan
membuat saya "gila." Hal ini lebih harus ditempatkan di ruangan gelap
menyakitkan benar.” (P14). seperti di U (bangsal). Ya, itu terjadi,
saya seperti babi diseret.” (P9).
Kekerasan oleh Pengobatan Tradisional.
Banyak ODGJ yang mendapatkan pengobatan Seringkali petugas keamanan dan perawat
tradisional mengalami kekerasan dari terapis. bekerjasama dalam melakukan isolasi dan
Pasien mengalami terapi alternatif yang ber- kekerasan.
sifat abuse, seperti ditenggelamkan, dicambuk, “Semuanya dihancurkan, TV rusak.
atau dimandikan paksa. Teman saya di S (bangsal) telah meng-
“Ya, saya dimandikan tengah malam. hancurkan TV. Sekarang, dia ada di sini,
Dukun menggunakan ilmu sihir...[tidak di bangsal K. Pasien dengan kasar diseret
jelas], memukuli saya. Saya dimandikan oleh petugas keamanan. "Ayo kamu."
jam satu malam. Saya tidak tidur. Badan Saya juga ditarik dan dipaksa. "Ayo
saya dikocok kocok seperti kambing. Saya sana." Saya ditarik. Saya tidak suka
disana satu setengah bulan, namun saya diperlakukan seperti itu.” (P2).
tidak sehat, saya tidak lebih baik.” (P2).
Seorang perawat mengatakan bahwa umumnya
Kekerasan oleh Aparat Pemerintah. Salah pasien baru di RSJ diikat.
satu pasien menceritakan pengalamannya “Jika pasien datang ke rumah sakit
ditahanan di kantor polisi. Pasien lain diborgol sangat mudah marah, beberapa pasien ini
oleh polisi karena perilaku kekerasannya. terikat; ada pula yang diborgol. Jika
“....ya, saya diborgol. Polisi memborgol pasien datang dengan kurang atau tidak
saya. Ibu saya meminta bantuan polisi marah, mereka tidak terikat. Jadi, jika
untuk memborgol saya. Tapi belenggu pasien berada dalam kondisi marah ketika
borgol rusak. Lihat ini [bekas luka di datang, mereka terikat. Tetapi jika mereka
tangannya].” (P15). tidak benar-benar marah, mereka tidak
diikat oleh orang lain. Mereka dibawa
Kekerasan oleh Tenaga Kesehatan. Staf oleh keluarga atau polisi kesini. Ya,
rumah sakit juga melakukan kekerasan fisik polisi. Seperti itu. Jika pasien baru,
terhadap pasien. Metode pengikatan, pengeka- sebagian besar mereka datang dengan
ngan dan pengasingan digunakan oleh staf dan terikat.” (P6).
196 Jurnal Keperawatan Indonesia, Vol. 19, No. 3, November 2016, hal 191-199

Ketakutan Pasien terkait dengan Tindakan kali lebih banyak dari populasi umum
dan Pengobatan. Pasien sering ketakutan (Corrigan & Watson, 2005). Seringkali,
akibat kekerasan dari terapi dan pengobatan kekerasan yang dilakukan ODGJ diarahkan
alternatif atau tradisional. Satu partisipan yang pada orang yang mereka kenal, terutama
telah dibawa ke dukun mengungkapkan: anggota keluarga (Wehring & Carpenter,
“...di Ngawi, terjadi hal menakutkan, di 2011).
daerah terpencil di Jawa, dan tempatnya
sangat gelap. Saya takut. Dia itu mantan Percobaan bunuh diri atau melukai diri sendiri
pasien sakit jiwa. Dia mengatakan: "Ini sering dilakukan oleh ODGJ sebagai upaya
penyakit gila. Ini psikopat". Saya ingin untuk menyelesaikan masalah mereka. Keke-
melarikan diri. Saya takut benar melihat rasan mandiri meliputi ide atau percobaan
kapaknya. Saya sangat stres, itu pengo- bunuh diri, sengaja melukai diri, serta bunuh
batan yang aneh.” (P3). diri. Sebanyak 18–55% kelompok ODGJ
melakukan percobaan bunuh diri (Harkavy-
Ketakutan Keluarga. Hidup dengan anggota Friedman, et al., 2003; Tarrier, et al., 2004).
keluarga yang mengalami gangguan jiwa Risiko menyakiti diri sendiri meningkat
merupakan masalah bagi keluarga. Ketakutan terutama pada ODGJ dengan skizofrenia.
akan perilaku kekerasan berulang menyebab-
kan keluarga merasa tidak nyaman jika Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
penderita di rumah, ODGJ juga melakukan kekerasan terhadap
“Ya, karena malu juga, karena sebagian perawat. Hasil ini didukung oleh beberapa
besar penderita mengganggu masyarakat. studi. Perawat adalah profesi yang paling
Umumnya, pasien laki-laki mengganggu rentan menjadi target kekerasan (Holmes, et
komunitas dan anggota keluarga merasa al., 2004; Inoue, et al., 2006), sebagian besar
ga nyaman dengan tetangga. Mereka perawat mengalami kekerasan selama karir
takut jika pasien melakukan kekerasan mereka (Inoue, et al., 2006; Landy, 2005).
lagi” (P11).
Penelitian ini mengungkapkan, selain berperi-
Ketakutan Anggota Masyarakat. ODGJ laku kekerasan, ODGJ juga menjadi korban
dengan riwayat perilaku kekerasan membuat kekerasan. Di Yunani, ODGJ lebih sering
takut masyarakat. Pasien merasa dijauhi dan menjadi korban kejahatan (Katsikidou et al.,
diisolasi oleh teman dan masyarakat. 2012). Di Taiwan, abuse terhadap pasien
“Teman-teman merasa takut.... Mereka ODGJ lebih tinggi dari pada populasi (Hsu
takut pada saya. Mereka takut berdebat dkk., 2009). Interaksi antara polisi dan ODGJ
dengan saya karena saya orang sakit kadang-kadang terkait dengan perilaku keke-
jiwa. Ya, argumen saya tidak diterima; rasan (Cotton & Coleman, 2010).
tidak dipahami oleh mereka. Misalnya,
jika saya berbicara benar, mereka harus Hasil penelitian menunjukkan bahwa keluarga
nurutin saya...” (P5). takut menghadapi anggota keluarga ODGJ,
terutama karena risiko perilaku kekerasan. Hal
Pembahasan ini sesuai dengan studi yang menyatakan ada
hubungan erat antara perilaku kekerasan yang
Hubungan antara gangguan jiwa dengan dialami oleh ODGJ dengan ketakutan mereka.
perilaku kekerasan adalah penyebab utama Stigmatisasi gangguan kesehatan mental men-
stigmatisasi bagi ODGJ. Hasil penelitian ini ciptakan rasa takut dan ODGJ mendapat label
menunjukkan bahwa akibat stigmatisasi, pa- berbahaya (Araujo & Borrell, 2012; Bathje &
sien melakukan kekerasan di keluarga dan Pryor, 2011). Satu dari empat orang Kanada
komunitas. ODGJ melakukan kekerasan 2,5 takut berada di sekitar ODGJ (Canadian
Subu, et al., Stigmasi dan Perilaku Kekerasan pada Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) 197

Medical Association, 2008). Banyak yang Referensi


menganggap bahwa ODGJ menimbulkan an-
caman bagi keselamatan umum (Jorm & Araujo, B., & Borrell, L. (2012). Understanding
Griffiths, 2008). Rasa takut yang dialami the link between discrimination, mental health
perawat dapat memengaruhi hubungan pera- outcomes, and life chances among Latinos.
wat dengan pasien, yang menghambat pem- Hispanic Journal of Behavior Sciences, 28 (2),
berian asuhan keperawatan (Jacob, 2010). 245–266.

Arboleda-Florez, J. (2003). Considerations on the


Ketakutan masyarakat pada ODGJ dapat stigma of mental illness. Canadian Journal of
dipengaruhi oleh media massa yang berperan Psychiatry, 48 (10), 645–650.
membentuk opini masyarakat. Penggambaran
ini sangat terkait dengan perasaan ketakutan Bathje, G., & Pryor, J. (2011). The relationship of
masyarakat pada ODGJ (Arboleda-Florez, public and self-stigma to seeking mental health
2003). services. Journal of Mental Health
Counseling, 33 (2), 161–176.
Kesimpulan Canadian Medical Association (2008). 8th Annual
national report card on health care. Ottawa
Penelitian ini menemukan bahwa perilaku ON: Canadian Medical Association.
kekerasan adalah konsekuensi dari stigmatisasi
terhadap ODGJ. Sebaliknya stigmatisasi ada- Charmaz, K. (2006). Constructing grounded
lah akibat dari perilaku kekerasan oleh ODGJ. theory: A practical guide through qualitative
Stigmatisasi sangat mungkin masih dilakukan analysis. London: Sage Publications.
para perawat. Hasil penelitian memberikan
informasi tentang stigmatisasi dalam pelaya- Chivotti, R.F., & Piran. N. (2003). Rigour and
nan keperawatan jiwa di Indonesia. grounded theory research. Journal of
Advanced Nursing, 44 (4), 427–435.
Sangat penting memasukkan materi stigma-
Corrigan, P.W., & Watson, A.C. (2005). Findings
tisasi gangguan jiwa dalam kurikulum pen- from the national comorbidity survey on the
didikan calon perawat. Mereka kemungkinan frequency of violent behavior in individuals
akan menghadapi risiko perilaku kekerasan with psychiatric disorders. Psychiatry
dari pasien jika bekerja di area keperawatan Research, 136, 153–162.
jiwa. Keperawatan jiwa merupakan area yang
bersiko mendapatkan ancaman dan kekerasan Cotton, D., & Coleman, T. (2010). Canadian police
sehingga seringkali membenarkan beberapa agencies and their interactions with persons
jenis intervensi, seperti pengikatan, isolasi,atau with a mental illness: A systems approach.
pengasingan yang merugikan hubungan pera- Police Practice and Research, 11 (4), 301–
wat dengan pasien. 314.

Harkavy-Friedman, J.M., Kimhy, D., Nelson, E.A.,


Penelitian lanjut diperlukan untuk melihat Venarde, D.F., Malaspina, D., & Mann.
bagaimana keluarga, masyarakat, dan aparat J.J.(2003). Suicide attempts in schizophrenia:
pemerintah memandang stigma terkait perilaku The roleof command auditory hallucinations
kekerasan pada ODGJ. Program kampanye for suicide. Journal of Clinical Psychiatry, 64,
anti-stigma akan mengurangi konsekuensi ne- 871–874.
gatif stigmatisasi ODGJ terhadap perilaku ke-
kerasan di Indonesia. Program ini perlu di- Harpham, T., Reichenheim, M., Oser, R., Thomas,
sesuaikan dengan kelompok khusus sehingga E., Hamid, N., Jaswal, S., ... Aidoo, M. (2003).
dapat mengurangi akibat negatif dari stigma Measuring health in cost effective manner.
gangguan jiwa (SH, INR, PN). Health Policy and Planning, 18 (3), 344.
198 Jurnal Keperawatan Indonesia, Vol. 19, No. 3, November 2016, hal 191-199

Heath, H., & Cowley, S. (2004). Developing a Landy, H. (2005). Violence and aggression: How
grounded theory approach: A comparison of nurses perceive their own and their colleagues
Glaser and Strauss. International Journal of risk. Emergency Nurse, 13, 12–15.
Nursing Studies, 41 (2), 141–150.
McFarlane, A.C., Schrader, G.D., & Bookless, C.
Holmes, D., Rudge, T., Perron, A., & St-Pierre, I. (2004). The prevalence ofvictimization and
(2012). Introduction (re) thinking violence in violent behaviour in the seriously mentally ill
health care settings: A critical approach. In (Theses, University of Adelaide). Department
Holmes, D., Rudge, T., Perron, A. (Eds). (Re) of Psychiatry, University of Adelaide,
Thinking violence in health care settings: A Adelaide, Australia.
critical approach. Surrey: Ashgate Publishing,
Ltd.
Paillé, P. (1994). L’analyse par théorisation ancrée.
Hsu, C.C., Sheu, C.J., Liu SI, Sun, Y.W., Wu, S.I., Cahiers de recherche sociologique, 23, 147–
& Lin, Y. (2009). Crime victimization of 181.
persons with severe mental illness in Taiwan.
Aealand Journal of Psychiatry, 460–466. Sandelowski, M. (1986). The problem of rigor in
qualitative research. Advances in Nursing
Inoue, M., Tsukano, K., Muraoka, M., Kaneko, F., Science, 8 (3), 27–37.
& Okamura, H. (2006). Psychological impact
of verbal abuse and violence by patients on Schomerus, G., Heider, D., Angermeyer, M.C.,
nurses working in psychiatric departments. Bebbington, P.E., Azorin, J.M., Brugha, T.,
Psychiatry and Clinical Neurosciences, 60(1), &Toumi, M. (2008). Urban residence,
29–36. victimhood and the appraisal of personal safety
in people with schizophrenia: Results from the
Jacob, J.D. (2010). Fear and power in forensic European Schizophrenia Cohort (EuroSC).
psychiatry: nurse-patient interactions in a Psychological Medicine, 38 (4), 591–597.
secure environment. Doctoral Dissertation
School of Nursing University of Ottawa, Solomon, P.L., Cavanaugh, M.M., & Gelles, R.J.
Canada: (2005). Family violence amongadults with
severe mental illnesses. Trauma, Violence and
Jorm, A.F., & Griffiths, K.M. (2008). The public’s Abuse, 6 (1), 40–54.
stigmatizing attitudes towards people with
mental disorders: how important are Spector, P.E., Allen, T.D., Poelmans, S., Lapierre,
biomedical conceptualizations? Acta L.M., Cooper, C.L., ... O’Driscoll, M. (2007).
Psychiatrica Scandinavica, 118 (4), 315–321. Cross-national differences in relationships of
work demands, job satisfaction and turnover
Kapungwe, A., Cooper, S., Mwanza, J., Mwape, intentions with work–family conflict.
Sikwese, L.A., ... Flisher, A.J. (2010). Mental Personnel Psychology, 60, 805–835.
illness - stigma anddiscrimination in Zambia.
African Journal of Psychiatry, 13, 192–203. Stuart, H. (2004). Stigma and work. Healthcare
papers, 5(2), 100–111.
Katsikidou, M., Samakouri, M., Fotiadou, M.,
Arvaniti, A., Vorvolakos, T., Xenitidis, K ., Tarrier, N., Barrowclough, C., Andrews, B., &
&Livaditis, M. (2012). Victimization of the Gregg, L. (2004). Risk of non-fatal suicide
severely mentally ill in Greece: The extent of ideation and behaviour in recent onset
the problem. International Journal of Social schizophrenia. Social Psychiatry and
Psychiatry, 59 (7), 706–715. Psychiatric Epidemiology, 39, 927–937.

Kementerian Kesehatan RI. (2013). Riset Teplin, L.A., McClelland, G.M., Abram, K.M., &
kesehatan dasar (Riskesdas) 2013. Jakarta: Weiner, D.A. (2005). Crime victimization in
Badan Penelitian dan Pengembangan adults with severe mental illness. Archives of
Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. general psychiatry, 62, 911–921.
Subu, et al., Stigmasi dan Perilaku Kekerasan pada Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) 199

Wehring, H.J., & Carpenter, W.T (2011). Violence


and schizophrenia.Schizophrenia Bulletin, 37
(5), 877–778.

Anda mungkin juga menyukai