PENDAHULUAN
peran strategis dalam perekonomian nasional. Dari segi pangan, minyak sawit
atau minyak inti sawit umumnya digunakan sebagai bahan untuk membuat
minyak goreng, lemak pangan, margarin, lemak khusus, kue, biskuit atau es
minyak goreng berasal dari daging buah dan inti (kernel) sawit.
dari minyak goreng kelapa ke minyak goreng kelapa sawit (Simeh, 2004).
minyak goreng sawit yang bermanfaat bagi masyarakat. Selain itu, minyak
sawit dapat diolah lebih lanjut menjadi asam lemak maupun asam lemak
bebas yang dapat difungsikan sebagai bahan dasar bagi industri ban,
Kadar asam lemak bebas yang tinggi pada minyak goreng kelapa
1
terjadinya perubahan warna dan juga rendemen minyak menjadi turun, agar
asam lemak bebas pada minyak goreng kelapa sawit tersebut dapat
dimanfaatkan pada industri asam lemak maka perlu dilakukan suatu proses
sawit (Wijaya, 2011). Industri asam lemak di Indonesia juga belum mampu
luar. Oleh sebab itu, perlu dilakukan suatu langkah dalam pemenuhan
trigliserida yang disebut juga hidrolisis. Produksi asam lemak lewat hidrolisis
dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu: high pressure steam splitting,
basa. Secara sederhana, asam lemak bebas dapat diperoleh ketika trigliserida
bereaksi dengan air. Namun dalam kondisi ini, asam lemak bebas diperoleh
secara langsung dari proses hidrolisis enzimatis itu sendiri. Produksi asam
ruang sehingga tidak merusak produk dan dapat mengurangi biaya operasi.
Selain itu, enzim memiliki substrat serta sifat yang spesifik sehingga dapat
2
oksidasi yang dapat mengurangi rendemen produk asam lemak (Hermansyah,
2006).
terhadap perolehan asam lemak bebas, seperti temperatur, rasio katalis, dan
variasi air pada rasio w/o (jumlah air yang terdispersi dalam fase minyak).
rasio katalis, dan variasi air pada rasio w/o (jumlah air yang terdispersi dalam
fase minyak), dalam optimasi proses produksi asam lemak bebas yang
menghasilkan asam lemak bebas yang efektif dan efisien dari minyak goreng
kelapa sawit sehingga dapat menghasilkan asam lemak bebas yang optimum.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
sawit yang dinamakan minyak inti sawit (palm kernel oil). Minyak sawit dan
inti sawit digolongkan kepada minyak yang dapat dikonsumsi secara langsung.
Selain digunakan sebagai bahan baku untuk industri makanan, minyak sawit
Habitat asli tanaman sawit adalah daerah semak belukar. Buah sawit
dapat tumbuh dengan baik pada daerah tropis (15° LU - 15° LS). Tanaman ini
2000-2500 mm setahun, yaitu daerah yang tidak tergenang air saat hujan dan
warna merah. Secara umum minyak kelapa sawit tersusun atas asam-asam
lemak dengan panjang rantai lebih dari 12 atom karbon. Asam lemak yang
paling dominan adalah asam palmitat (C16) dan asam oleat (C18:1).
Komposisi asam-asam lemak ini akan sangat mempengaruhi sifat minyak sawit
4
2.1.1 Ciri-ciri Fisik Minyak Kelapa Sawit
melalui ekstraksi dan mengandung sedikit air serta serat halus yang berwarna
kuning sampai merah dan berbentuk semi solid pada suhu ruang yang
disebabkan oleh kandungan asam lemak jenuh yang tinggi (Naibaho, 1998
akan terus bertambah sesuai kematangan buah. Setelah melewati fase matang,
kandungan asam lemak bebas meningkat dan buah akan rontok dengan
sendirinya. Buah sawit bergerombol dalam tandan yang muncul dari setiap
pelepah. Pada bagian buah terdapat biji yang disebut juga inti dari sawit.
Bagian ini biasa disebut juga sebagai kernel merupakan endosperma dan
Inti sawit mengandung lemak, protein, serat dan air. Kadar minyak
dalam inti kering adalah 44-53%. Sifat-sifat fisik minyak inti sawit lengkapnya
sebagai berikut:
5
2.1.2 Komposisi Kimia Minyak Kelapa Sawit
dan Oksigen (O). Minyak sawit ini terdiri dari fraksi padat dan fraksi cair
dengan perbandingan yang seimbang. Penyusun fraksi padat terdiri dari asam
lemak jenuh antara lain asam miristat (1%), asam palmitat (45%), asam stearat
(4,5%). Sedangkan fraksi cair tersusun atas asam lemak tak jenuh yang terdiri
dari asam oleat (39%) dan asam linoleat (11%) (Sitinjak, 1983).
Minyak adalah substansi dari tumbuhan dan hewan yang terdiri dari
ester gliseril dari asam lemak atau trigliserida yang tidak larut dalam air.
Trigliserida dapat berwujud padat maupun cair, hal ini tergantung dari
trigliserida yang berbentuk padat atau semipadat pada suhu ruangan disebut
dengan lemak sedangkan yang berbentuk cair pada kondisi yang sama dikenal
dari gliserol dengan tiga molekul asam lemak berdasarkan Arianto (2008)
bergantung pada jenis asam lemak yang menyusunnya. Minyak sawit sebagian
6
besar terdiri dari gliserida dan kandungan non gliserida pada jumlah yang
sedikit. Agar minyak sawit dapat digunakan sebagai minyak goreng yang boleh
logam, karotenoid, hasil oksidasi, serta sterol. Kandungan ini lebih sulit
ester dan derajat ketidakjenuhan dari rantai hidrokarbon. Asam lemak bebas
yang terbentuk hanya terdapat dalam jumlah kecil dan sebagian besar terikat
Lebih dari 80% minyak goreng yang ada di Indonesia terbuat dari
minyak sawit. Kelebihan minyak sawit sebagai bahan baku minyak goreng
adalah kandungan asam oleat yang relatif tinggi yaitu sekitar 40%. Minyak
Lebih lanjut, dengan kandungan asam oleat yang relatif tinggi, minyak sawit
difraksionasi menjadi dua bagian, yaitu fraksi padat (stearin) dan fraksi cair
7
2.3 Asam Lemak
oleokimia dasar, karena beberapa oleokimia dasar yang lain seperti fatty ester,
fatty alcohol dan fatty amina dapat disintesis dari asam lemak. Akibat
asam lemak dunia meningkat 3 % per tahun, dari 2,65 juta ton pada tahun 1995
lemak biasanya memiliki jumlah atom karbon genap, yaitu antara 14 sampai
22. Asam lemak jenuh yang paling banyak ditemukan dalam bahan pangan
adalah asam palmitat, yaitu 15-50% dari seluruh asam-asam lemak yang ada
(Aisjah, 1993).
Asam lemak secara umum dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
1. Asam lemak jenuh adalah asam lemak yang tidak memiliki ikatan
2. Asam lemak tidak jenuh adalah asam lemak yang memiliki ikatan
Asam lemak tak jenuh mempunyai titik cair lebih rendah jika
mengandung banyak asam lemak tak jenuh berbentuk cairan pada suhu sampai
50C atau bahkan lebih rendah titik cair beberapa asam lemak. Sifat-sifat asam
lemak ditentukan oleh rantai hidrokarbonnya. Asam lemak berantai jenuh yang
8
mengandung 1 sampai 8 atom karbon berupa cairan sedangkan lebih dari 8
dunia industri oleokimia dan pangan. Beberapa fungsi dari asam lemak serta
3. Fatty acid ester dapat diolah menjadi plastik, pengolahan tekstil, dan
pengolahan logam.
9
Reaksi ini dilakukan pada suhu 2400C – 2600C dan tekanan 45 – 50
bar. Pada proses ini derajat pemisahan mampu mencapai 99%. Hal yang
membuat proses ini kurang efisien adalah karena proses ini memerlukan energi
penjelasan berikut.
dari Candida rugosa, Aspergillus niger, dan Rhizopus arrhizus telah dilakukan
pada temperatur antara 26-46oC selama 48-72 jam. Hasil yang didapat adalah
konversi asam lemak sebesar 98%. Semua enzim, yang termasuk golongan
asam lemak bebas dan gliserol, namun enzim tersebut inaktif oleh
relatif lambat pada suhu rendah, sedangkan pada kondisi yang cocok, proses
hidrolisa oleh enzim lipase akan lebih intensif daripada dengan enzim lipolitik
10
Fat splitting menggunakan enzim mempunyai kelebihan yaitu reaksi
(Serri, 2008).
Apabila temperatur yang digunakan terlalu tinggi maka dapat terjadi denaturasi
perubahan tidak hanya koefisien laju reaksi melainkan juga koefisien diaktivasi
enzim. Pada temperatur rendah, laju penurunan kerja enzim dapat diabaikan
11
dibandingkan laju reaksi berkatalis. Seiring bertambahnya temperatur, laju
penurunan kerja enzim akan semakin bertambah dan apabila laju penurunan
kerja enzim lebih besar dibandingkan laju reaksi maka laju reaksi akan
optimum tergantung pula pada jenis enzim, susunan cairan dan lamanya
meningkat menjadi 2 atau 3 kali lipat. Tetapi pada suhu diatas 50 0C, umumnya
suhu yang tepat. Penggunaan suhu optimum pada reaksi hidrolisis akan
Salah satunya adalah dengan melakukan imobilisasi pada enzim yang dapat
derajat hidrolisis yang rendah. Derajat hidrolisis yang rendah disebabkan oleh
lipase tidak hanya melakukan reaksi hidrolisis saja tetapi juga melakukan
reaksi reverse esterification secara simultan. Jumlah air yang cukup banyak
lipase sangat bergantung pada jumlah air yang digunakan. Penggunaan air
12
konsentrasi substrat yang digunakan. Peningkatan jumlah air dapat
Sistem yang terdiri atas tetesan air yang terdispersi dalam fase minyak
disebut emulsi air dalam minyak (emulsi w/o) sedangkan untuk menentukan
jumlah air yang terdispersi dalam fase minyak disebut rasio w/o. Emulsi
merupakan sistem terdispersi yang terdiri atas dua cairan tak saling campur
(biasanya merupakan minyak dan air). Salah satu dari cairan tersebut
fasa air. Enzim akan bereaksi dengan fasa minyak di lapisan antar dua fasa.
Penggunaan jumlah air pada fasa tersebut (rasio w/o) akan mempengaruhi
enzim yang berbeda akan membuat kecepatan reaksi yang berbeda. Aktivitas
Aktivitas enzim dipengaruhi oleh kejenuhan enzim pada area interfasa antara
fasa minyak dan fasa air. Peningkatan aktivitas enzim yang digunakan secara
terus menerus akan mencapai fasa statis pada rendemen FFA dan tidak
13
2.5.5 Pengaruh Katalis
senyawa yang lebih aktif. Katalis ada dua macam yaitu heterogen dan
homogen. Katalis homogen adalah katalis yang mempunyai fasa yang sama,
misalnya KOH dan NaOH. Sedangkan katalis heterogen adalah katalis yang
yang lebih cepat. Pemilihan jumlah katalis yang tepat akan menghasilkan
(McNeill, 1996).
konsumsi energi yang lebih rendah. Penggunaan katalis dengan jumlah yang
14
berbeda akan menghasilkan kecepatan reaksi yang berbeda
hidrolisis perlu dilakukan penambahan katalis dalam jumlah besar. Pada level
enzim hanya berdampak kecil. Pada level tinggi penambahan air pada katalis
dalam hidrolisis lemak, mono-, di-, dan trigliserida untuk menghasilkan asam
lemak bebas dan gliserol. Lipase mikroba dapat diproduksi dari bakteri
dan fungi (Aspergillus niger dan Rhizopus spp.). Fungi merupakan penghasil
rendah, dan relatif aman dari risiko terbentuknya produk samping yang tidak
15
2.7 Sifat Fisis Asam Lemak
Secara fisika, lemak dan atau minyak dapat dianalisis titik cair, bobot
jenis, dan indeks biasnya (Rohman, 2007). Pengamatan sifat fisis minyak atau
lemak penting untuk mengenal jenis minyak atau lemak serta untuk
lemak pada suhu 250C dengan berat air pada volume dan suhu yang sama
(Rohman, 2007).
(Rohman, 2007).
(𝑎−𝑏)
Bobot jenis = ……………………………................. (1)
(𝑐−𝑏)
rantai C, derajat ketidakjenuhan, dan suhu yang semakin tinggi. Indeks bias
16
ini terkait erat dengan bilangan iodium karenanya dapat digunakan untuk
pada suatu medium yang cerah. Indeks bias tersebut pada minyak dan lemak
dipertahankan pada 250C. Untuk pengukuran indeks bias lemak, yang bertitik
cair tinggi, dilakukan pada temperatur 400C atau 600C. Selama pengukuran
temperatur harus dikontrol dan dicatat. Indeks bias ini akan meningkat pada
minyak atau lemak dengan rantai karbon yang panjang dan juga dengan
terdapatnya sejumlah ikatan rangkap. Nilai indeks bias dari asam lemak juga
R = R’ + k ( T’ – T ) ………………………………………………. (2)
menetralkan asam-asam lemak bebas dari satu gram minyak atau lemak.
Bilangan asam dipergunakan untuk mengukur jumlah asam lemak bebas yang
17
terdapat dalam minyak atau lemak. Caranya adalah dengan jalan melarutkan
terjadi perubahan warna merah jambu yang tetap. Besarnya bilangan asam
bebas yang terdapat dalam suatu lemak atau minyak. Angka asam merupakan
jumlah KOH yang dibutuhkan untuk menetralkan asam lemak bebas yang
terdapat dalam satu gram minyak atau lemak. Angka asam yang besar
menunjukkan jumlah asam lemak bebas yang banyak yang berasal dari proses
𝑚𝑙 𝐾𝑂𝐻 𝑥 𝑁 𝐾𝑂𝐻
𝐴𝑛𝑔𝑘𝑎 𝑎𝑠𝑎𝑚 = ………..……………………….. (3)
𝑚𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Keterangan :
𝐴𝑉 = Angka Asam / Acid Value (mmol/g sampel)
𝑁𝐾𝑂𝐻 = normalitas KOH (N)
𝑉𝐾𝑂𝐻 = volume KOH (ml)
𝑚𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 = massa sampel (g)
Pada penelitian yang dilakukan Chiou Moi Yeoh et al, metode titrasi
Larutan kemudian dititrasi dengan NaOH sampai warna pink terjadi selama ±
𝑚𝑙 𝐾𝑂𝐻 𝑥 𝑁 𝐾𝑂𝐻 𝑥 𝐵𝑀 𝐹𝐴
% 𝐹𝐹𝐴 = 𝑥 100% ………….............. (4)
𝑚𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑥 1000
18
Keterangan :
%𝐹𝐹𝐴 = rendemen FFA (%)
𝑁𝐾𝑂𝐻 = normalitas KOH (N)
𝑉𝐾𝑂𝐻 = volume KOH (ml)
𝑚𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 = massa sampel (g)
𝐵𝑀 𝐹𝐴 = berat molekul FA (267 g/mol)
19
III. METODE PENELITIAN
Kerangka Penelitian
Penelitian ini secara garis besar terbagi menjadi 4 bagian, yaitu: percobaan
pengujian sifat fisis pada perolehan asam lemak bebas. Percobaan pendahuluan
dilakukan untuk mencoba prosedur kerja dan analisa yang akan dilakukan. Setelah
didapatkan prosedur yang tepat baru dilakukan percobaan utama untuk menentukan
kondisi optimum.
dan rasio katalis. Percobaan dilakukan selama 4 jam hingga fasa minyak dan fasa air
bercampur menghasilkan FFA. Pada tabel akan diperlihatkan variasi perlakuan yang
diberikan.
20
Rasio w/o Rasio Katalis (%) (K)
T (oC)
(W) 0,0005 0,0025 0,005 0,01
17 21 25 29
1:10 (0,1) (T3,W1,K1) (T3,W1,K2) (T3,W1,K3) (T3,W1,K4)
18 22 26 30
1:4 (0,25) (T3,W2,K1) (T3,W2,K2) (T3,W2,K3) (T3,W2,K4)
50
19 23 27 31
1:2,86 (0,35) (T3,W3,K1) (T3,W3,K2) (T3,W3,K3) (T3,W3,K4)
20 24 28 32
1:2 (0,5) (T3,W4,K1) (T3,W4,K2) (T3,W4,K3) (T3,W4,K4)
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2012 – Februari 2012, di Balai
Cimanggu, Bogor.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas kimia 600 ml,
pengaduk berjenis turbin, timbangan digital, motor pengaduk, mikropipet 1 ml, water
bath, termostat, termometer digital, erlenmeyer 100 ml, labu ukur 100 ml, pipet,
buret 50 ml, spatula, gelas ukur 250 ml, gelas ukur 10 ml, piknometer, refraktometer
abbe.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah, minyak goreng kelapa
sawit yang diperoleh dari pasar swalayan, enzim lipase, air reversed osmosis, larutan
21
3.3 Prosedur Penelitian
pH reaksi agar tidak banyak berubah ketika minyak dicampurkan dengan bahan
2. 2,32 gr KH2PO4 dilarutkan dengan RO water dalam labu ukur 100 ml.
Larutan buffer diuji nilai pHnya dengan diteteskan larutan HCl dan NaOH
kedalam variasi air (rasio w/o = 1:10, 1:4, 1:2,86, 1:2 v/v) hingga
homogen.
22
3. Larutan (1) dicampurkan dengan larutan (2) kemudian diaduk secara
mekanik pada kecepatan 300 rpm dan suhu reaksi pada 30 oC,40 oC, atau
50 oC.
dapat dipakai untuk menentukan perolehan mol asam lemak bebas (FFA).
berikut:
1. 1,26 gram asam oksalat dihidrat (H2C2O4 2H2O) ditimbang dengan neraca
2. 0,056 gram padatan KOH dilarutkan dengan RO water di dalam labu ukur
100 ml.
pink.
6. Larutan KOH dititrasi dengan larutan asam hingga warna larutan berubah
dilakukan duplo.
23
8. Volume rata-rata asam oksalat dicatat dan dihitung molaritas KOH yang
perolehan asam lemak bebas (FFA). Adapun prosedur perhitungan mol FFA
𝑁𝐾𝑂𝐻 𝑥 𝑉𝐾𝑂𝐻
𝐴𝑉 = …………………………………………………..(5)
𝑚𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Keterangan :
𝐴𝑉 = Angka Asam / Acid Value (mmol/g sampel)
𝑁𝐾𝑂𝐻 = normalitas KOH (N)
𝑉𝐾𝑂𝐻 = volume KOH (ml)
𝑚𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 = massa sampel (g)
2. Mol KOH yang digunakan sama dengan mol FFA yang dihasilkan.
𝑉 𝐾𝑂𝐻 𝑥 𝑁 𝐾𝑂𝐻 𝑥 𝐵𝑀 𝐹𝐴
%𝐹𝐹𝐴 = 𝑥 100%…………………………………(6)
𝑚𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑥 1000
24
Keterangan :
%𝐹𝐹𝐴 = rendemen FFA (%)
𝑁𝐾𝑂𝐻 = normalitas KOH (N)
𝑉𝐾𝑂𝐻 = volume KOH (ml)
𝑚𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 = massa sampel (g)
𝐵𝑀 𝐹𝐴 = berat molekul FA (267 g/mol)
Pengujian sifat fisis asam lemak penting untuk mengenal jenis minyak
adalah pengamatan pada bobot jenis dan indeks bias terhadap asam lemak
A. Bobot Jenis
dan direndam dalam air pada suhu 250C ± 0,2 selama 30 menit. Bagian
Dengan cara yang sama, piknometer diisi air dengan jumlah yang sama
lalu ditimbang.
(𝑎−𝑏)
Bobot jenis asam lemak = …………………………………...(1)
(𝑐−𝑏)
25
B. Indeks Bias
Indeks bias digunakan untuk menguji kemurnian lemak dalam hal ini
diteteskan pada prisma refraktometer Abbe pada suhu 400C, lalu dibiarkan
selama 1-2 menit agar suhu sampel sama dengan suhu refraktometer.
Setelah pembacaan indeks bias pada refraktometer, nilai indeks bias dapat
R = R’ + k ( T’ – T ) ………………………………………………. (2)
26
3.3.7 Penentuan Kondisi Operasi Terbaik
multi variabel pada Microsoft Excel. Tujuan dari penggunaan regresi multi
variabel adalah untuk mencari hubungan antara variabel terikat Y (dalam hal
ini rendemen FFA) terhadap dua atau lebih variabel bebas (suhu, rasio katalis
dan rasio w/o). Persamaan yang digunakan berdasarkan model persamaan dari
Keterangan:
Dengan asumsi, error kondisi (∈) pada model persamaan ∈ = 0, dimana error
prediksi yang akan dibandingkan dengan rendemen aktual, selain itu nilai
koefisien yang diperoleh dari regresi multi variabel digunakan untuk penentuan
FFA.
27
3.4 Diagram Alir
Mulai
Pembuatan larutan
buffer
Percobaan utama
Standarisasi KOH
dengan H2C2O4
Perhitungan perolehan
Asam Lemak Bebas ( FFA)
Penentuan kondisi
operasi terbaik
(optimasi)
Selesai
28
1. Pembuatan Larutan Buffer
2. Percobaan Utama
Buffer Minyak
Produk
Campuran minyak + air
Pengambilansampel
Pengambilan sampelpada
padajam
jam ke
ke-4
4. Analisa
Analisa AV danAV danFFA
yield rendemen
dilakukan
FFA dilakukan
29
3. Standarisasi KOH dengan H2C2O4.2H2O
Catat V H2yang
Catat VH2C2O4 C2O4 dibutuhkan
yang
dibutuhkan
untuk titrasi 4untuk titrasi KOH
mL larutan KOH
± 40 g sampel + 5 ml
40 gr sampel + 5 mL alkohol Larutan KOH yang telah
alkohol
96%96% distandarisasi
30
5. Perhitungan Perolehan Asam Lemak Bebas (FFA)
Perolehan FFA
dihitung
31
6. Pengujian Sifat Fisis Asam Lemak Bebas
pembacaan indeks
air pada piknometer ditutup dan
refraksi
direndam dalam air pada suhu 250C
selama 30 menit
32
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
jumlah katalis, dan rasio w/o yang berbeda. Hasil reaksi hidrolisis
operasi. Perbedaan hasil reaksi dapat dilihat secara visual dari gambar yang
diambil secara acak pada saat percobaan, dapat dilihat pada gambar 9a
(suhu 40 0C, rasio w/o 1:2,86, rasio katalis 0,01 g/ml) dimana fasa air dan
rasio w/o 1:2,86, rasio katalis 0,01 g/ml) fasa minyak dan air tidak tercampur
yang dihasilkan sedikit), dan pada gambar 9c (suhu 40 0C, rasio w/o 1:4, rasio
katalis 0,01 g/ml) FFA yang dihasilkan lebih banyak daripada gambar 9b.
Lapisan berwarna putih merupakan FFA yang terbentuk dari proses hidrolisis
dan 9c merupakan produk samping berupa gliserol yang berasal dari hasil
33
4.2 Produksi Asam Lemak Bebas (FFA) / Percobaan Utama
rasio w/o, dan jumlah katalis. Hasil dari percobaan utama adalah perolehan FFA
(%) dari fasa minyak dan jumlah mol FFA per mg sampel. Hasil perolehan FFA
34
Tabel 3. Lanjutan
Jumlah Jumlah
Rasio FFA FFA Rendemen
Suhu Rasio
Run Katalis Aktual Prediksi FFA
(0C) w/o
(g/ml) (mmol/g (mmol/g (%)
sampel) sampel)
28 50 1:2 0.005 1.855 1.900 49.53%
29 50 1:10 0.01 1.878 1.925 50.14%
30 50 1:4 0.01 1.921 2.073 51.28%
31 50 1:2,86 0.01 2.256 2.204 60.24%
32 50 1:2 0.01 2.348 2.449 62.68%
33 40 1:10 0.0005 0.876 1.268 23.39%
34 40 1:4 0.0005 0.969 1.437 25.87%
35 40 1:2,86 0.0005 1.549 1.582 41.36%
36 40 1:2 0.0005 1.818 1.847 48.55%
37 40 1:10 0.0025 1.868 1.941 49.86%
38 40 1:4 0.0025 1.901 2.107 50.76%
39 40 1:2,86 0.0025 2.387 2.250 63.74%
40 40 1:2 0.0025 2.604 2.512 69.54%
41 40 1:10 0.005 2.668 2.560 71.24%
42 40 1:4 0.005 2.927 2.723 78.15%
43 40 1:2,86 0.005 3.128 2.863 83.53%
44 40 1:2 0.005 3.158 3.122 84.32%
45 40 1:10 0.01 3.243 3.063 86.60%
46 40 1:4 0.01 3.307 3.218 88.30%
47 40 1:2,86 0.01 3.502 3.353 93.50%
48 40 1:2 0.01 3.542 3.604 94.58%
Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2012
Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa kondisi operasi rasio w/o 1:2 dan
rasio katalis 0.01 g/ml pada suhu 30 0C, 40 0C, dan 50 0C menunjukkan
perolehan jumlah FFA aktual yang tinggi, hal ini dapat dijadikan acuan pada
(rasio w/o 1:2, rasio katalis 0.01 g/ml) jumlah FFA aktual yang diperoleh
sebesar 2,755 mmol/g sampel dengan rendemen FFA sebesar 73,57%, kemudian
pada suhu 50 0C (rasio w/o 1:2, rasio katalis 0.01 g/ml) jumlah FFA aktual yang
diperoleh sebesar 2,348 mmol/g sampel dengan rendemen FFA sebesar 62,68%,
kemudian pada suhu 40 0C (rasio w/o 1:2, rasio katalis 0.01 g/ml) jumlah FFA
aktual yang diperoleh sebesar 3.542 mmol/g sampel dengan rendemen FFA
35
sebesar 94,58%. Jumlah FFA aktual tertinggi pada Tabel 3 berada pada kondisi
operasi suhu 40 0C, rasio w/o 1:2, rasio katalis 0.01 g/ml.
nilai R2 sebesar 0,963 dimana jumlah FFA prediksi yang dihasilkan dapat
3
2.5
2 Jumlah FFA
1.5 Prediksi
1 Linear (Jumlah
0.5 FFA Prediksi)
0
0.0000000 1.0000000 2.0000000 3.0000000 4.0000000
Jumla FFA Aktual
Gambar 10. Grafik perbandingan antara jumlah FFA aktual dan jumlah FFA
prediksi
linier antara jumlah FFA secara aktual dan prediksi, dengan nilai R2 sebesar
36
4.3 Penentuan Variabel Berpengaruh Terhadap Perolehan FFA
berikut:
𝑦 = 𝑎0 + 𝑎1 𝑥1 + 𝑎2 𝑥2 + 𝑎3 𝑥3 + 𝑎4 𝑥1 𝑥2 + 𝑎5 𝑥1 𝑥3 + 𝑎6 𝑥2 𝑥3
+ 𝑎7 𝑥1 2 + 𝑎8 𝑥2 2 + 𝑎9 𝑥3 2 …………………………………….. ( 8)
Keterangan :
akan mempunyai nilai koefisien yang besar pada persamaan. Variabel yang
FFA yang setinggi mungkin. Koefisien yang dihasilkan dapat dilihat pada tabel
berikut.
37
Nilai koefisien terbesar dari hasil regresi yang dilakukan adalah
koefisien a3 dan a5. Nilai a3 yang didapatkan adalah 342,85 dan nilai a5 yang
pengaruh yang paling dominan terhadap perolehan FFA. Kondisi yang paling
berpengaruh adalah x1 dan x3, yaitu temperatur reaksi dan jumlah katalis. Nilai
1,28. Koofisien a8 merupakan nilai kuadratik dari rasio w/o. Temperatur reaksi
antara kondisi operasi terhadap perolehan FFA. Interaksi yang terjadi pada
Gambar 11. Grafik Hubungan antara Suhu, Rasio Katalis, dan Rasio w/o
terhadap Perolehan Jumlah FFA
38
4.4.1 Pengaruh Temperatur terhadap Perolehan FFA
reaksi hidrolisis dan keaktifan enzim lipase, hal ini disebabkan karena enzim
Maka dari itu, penentuan temperatur optimum pada penggunaan enzim lipase
perlu dilakukan.
perolehan jumlah FFA pada suhu 30 0C. Kemudian pada temperatur reaksi
40oC, namun perolehan jumlah FFA pada suhu 40-50 oC semakin menurun
dengan bertambahnya temperatur reaksi, hal ini sesuai dengan Laidler (1979)
FFA.
disebabkan oleh katalis yang belum dapat bekerja secara maksimal. Kerja
enzim secara maksimal terjadi pada suatu suhu tertentu yang dinamakan suhu
0
optimum. Siregar (2010) menyatakan bahwa setiap kenaikan 10 C,
kecepatan reaksi dapat meningkat menjadi 2 atau 3 kali lipat. Tetapi pada
suhu diatas 50 0C, umumnya enzim sudah mengalami kerusakan. Maka dari
39
itu diperlukan jumlah katalis yang lebih banyak untuk meningkatkan
yang digunakan kurang dari 40 oC maka perolehan FFA yang dihasilkan tidak
yang digunakan semakin besar dan perolehan jumlah FFA semakin menurun.
katalis (enzim lipase) yang digunakan. Profil yang terjadi dapat dilihat pada
Gambar 11. Reaksi berjalan lambat pada jumlah katalis 0,0005 gr/ml. Reaksi
jumlah FFA maksimal pada rasio 0,0005 g/ml hanya mencapai 45-50%.
banyak maka kesetimbangan akan dicapai dengan waktu yang lebih cepat.
Pemilihan jumlah katalis yang tepat akan menghasilkan produk yang semakin
Perolehan jumlah FFA paling besar pada rasio katalis 0,01 g/ml pada
suhu 40 oC. Profil dapat dilihat pada Gambar 11 dimana pada bagian terakhir
grafik merupakan titik tertinggi dalam perolehan FFA. Lipase bekerja sangat
aktif pada suhu ±40 oC. Perolehan terendah pada suhu 40 oC menggunakan
40
jumlah katalis 0,01 g/ml adalah 3,243 mmol/g. Perolehan tertinggi yang
dihasilkan menggunakan jumlah katalis 0,01 g/ml adalah lebih dari 3,5
mmol/g.
Profil perolehan FFA pada jumlah katalis >0,01 g/ml sudah tidak
penggunaan katalis sangatlah penting (Mc Neill, 1996). Harga lipase yang
pada fasa air. Lipase akan bereaksi dengan fasa minyak di lapisan interfase
kenaikan dari kiri ke kanan rasio w/o bertambah. Rasio w/o yang meningkat
akan menyebabkan bertambahnya fasa air yang mengandung lipase. Fasa air
yang bertambah akan membuat reaksi yang terjadi menjadi lebih banyak. Hal
ini sesuai dengan Wijaya (2011) yang menyatakan bahwa penggunaan jumlah
air pada fasa rasio w/o akan meningkatkan reaksi sehingga mempengaruhi
41
Secara umum, peningkatan perolehan FFA akan semakin meningkat dengan
bertambahnya jumlah katalis dan rasio w/o yang digunakan. Pada grafik dapat dilihat
bahwa jumlah katalis paling besar (0,01 g/ml) dan rasio w/o (1:2) mempunyai
perolehan FFA tertinggi. Kinerja enzim pada suhu 30-40oC memerlukan rasio w/o
yang besar untuk menghasilkan FFA lebih banyak. Perolehan FFA yang mulai
katalis yang bertambah harus diimbangi penambahan rasio w/o yang cukup agar
katalis tidak kekurangan media untuk bereaksi. Penambahan katalis yang berlebih
Pengujian sifat fisis dari perolehan FFA dilakukan pada satu jenis
sampel yang memiliki rendemen FFA aktual tertinggi, yaitu pada sampel ke 48
dengan jumlah FFA aktual sebesar 3,542 mmol/g. Hasil pengujian sifat fisis
nilai indeks bias sebesar 1,4548 dan bobot jenis sebesar 0,895 g/ml. Hasil
maupun tingkat kerusakan yang terjadi setelah proses hidrolisis minyak goreng
42
sawit tidak melebihi ketentuan. Hal ini mengacu pada nilai sifat fisis minyak inti
sawit, dimana nilai bobot jenis sebesar 0,90 g dan nilai indeks bias berada
lemak bebas (FFA) adalah temperatur optimum dan penggunaan jumlah katalis
(lipase) pada Gambar 11 berada pada suhu 40 oC, dengan penggunaan rasio w/o
parameter rasio w/o 1:2 dan jumlah katalis 0,01 g/ml juga dilakukan berdasarkan
faktor ekonomis, terutama jumlah katalis yang harganya mahal. Jika kedua
w/o = 1:2 dan jumlah katalis = 0,01 g/ml perolehan jumlah FFA sudah mencapai
43
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan dapat diperoleh kesimpulan sebagai
berikut:
1. Temperatur memiliki pengaruh yang besar terhadap perolehan jumlah FFA,
penggunaan jumlah katalis, maka rasio katalis yang digunakan sebesar 0,01
g/ml.
3. Penggunaan rasio w/o juga dipengaruhi oleh jumlah katalis, jumlah katalis
yang bertambah harus diimbangi dengan penambahan rasio w/o yang cukup.
Untuk rasio katalis 0,01 g/ml dengan rasio w/o sebesar 1:2 mempunyai
prediksi dan diperoleh nilai koefisien untuk menentukan kondisi operasi yang
berpengaruh.
5.1 Saran
Untuk memastikan apakah temperatur yang digunakan memiliki pengaruh
44
DAFTAR PUSTAKA
Alamsyah, A.N. 2006. Biodiesel Jarak Pagar, Bahan Bakar Alternatif yang
Ramah Lingkungan.Agromedia Pustaka: Jakarta.
Serri, N. A., Kamarudin, A.H. dan Rahaman, S.N.A. 2008. Preliminary Studies
for Production of Fatty Acids From Hydrolysis of Cooking Palm Oil Using
C. rugosa Lipase. Journal of Physical Science, 2008. 19: p. 79-88
Shahidi. 2005. Fereidoon. Bailey’s Industrial Oil and Fat Products. Wiley-
Interscience. John Wiley & Sons Inc. Publication.
Siahaan, D., Herawan, T., Nuryanto, E. 2002. Produk Non Pangan berbasis
Minyak Sawit. Indonesian Oil Palm Research Institute: Medan.
Siahaan, D., Panjaitan, F.R., Hasibuan, H.A. dan Rivanni, M. 2002. Produk
Pangan berbasis Minyak Sawit. Indonesian Oil Palm Research
Institute: Medan.
Siahaan, D. 2002. Aspek Gizi dan Kesehatan Minyak Sawit. Indonesian Oil Palm
Research Institute: Medan.
Simeh, M. A. 2004. Comparative Advantage of The European Rapeseed
Industry vs Other oils and Fats Producers. Oil Palm Industry Economic
Journal. 4(2), 14-22. Malaysian Palm Oil Board.
Tambun, R. 2002. Proses Pembuatan Asam Lemak Secara Langsung dari Buah
Kelapa Sawit. Program Studi Teknik Kimia. Universitas Sumatera Utara:
Medan.
46
Wijaya, T.K. 2011. Studi Pengaruh Variabel - Variabel Proses pada Hidrolisis
RBDPO menjadi Campuran Asam Lemak. Fakultas Teknologi Industri.
Universitas Katolik Parahyangan: Bandung.
47