Anda di halaman 1dari 13

TUGAS PAPER UJIAN TEORI

GANGGUAN PERTUMBUHAN YANG TIDAK TUMBUH

Disusun oleh:

Intan Renita Yulianti


B94164131
PPDH Gelombang I Tahun 2016/2017

Dosen Penanggung Jawab :


Prof Drh Bambang Pontjo P, MS, PhD, APVet

Dosen Penguji :
Prof Drh Bambang Pontjo P, MS, PhD, APVet

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017

1
GANGGUAN PERTUMBUHAN YANG TIDAK TUMBUH

ATROFI

Atrofi adalah penurunan ukuran atau jumlah sel, jaringan atau organ setelah
mencapai pertumbuhan normal. Hal ini mempengaruhi beberapa organ, atau bagian dari
organ. Beberapa penyebab dan contoh atrofi sebagai berikut:
 Kekurangan gizi. Kelaparan dan khususnya menurunnya pemenuhan darah. Contohnya,
atrofi pada hati akibat dari penurunan aliran darah melalui vena porta.
 Penurunan beban kerja. Contohnya, serabut otot yang atrofi pada orang yang duduk
terus-menerus
 Tidak digunakan. Otot di lengan lumpuh sehingga tidak digunakan menyebabkan atrofi.
 Kehilangan inervasi. Serabut otot mengecil ukurannya kalau saraf dipotong.
 Tekanan. Atrofi, degenerasi dan nekrosis terjadi berdekatan sampai tumor karena
tekanan.
 Kehilangan stimulasi endokrin. Atrofi zona fasciculata dari adrenal mengikuti terapi
steroid yang berkepanjangan (McGavin dan Zachary 2007).
Berikut ini adalah gambar dari atrofi kelenjar tiroid :

Gambar A Gambar B
Atrofi kelenjar tiroid kanan pada trachea, Atrofi kelenjar tiroid kiri pada trachea,
anjing (makroskopis) anjing (mikroskopis)
Pewarnaan H&E stain

Kelenjar tiroid kanan terlalu kecil dan sulit untuk dilihat (Gambar A). Kelenjar tiroid
terlalu kecil, folikel mengalami atrofi dan ukurannya bermacam-macam, koloid yang
dimiliki konsentrasi rendah dari protein thyroglobulin (warna pink pucat). Jaringan stroma
telah digantikan dengan sel lemak. Kelenjat paratiroid kanan berukuran normal (Gambar B).
Involusi adalah menurunnya ukuran jaringan dikarenakan oleh penurunan dari jumlah sel
(biasanya karena apoptosis) dan biasanya karena proses fisiologis. Contohnya, involusi
thymus karena umur dan juga jaringan lain menjadi lebih kecil karena terjadinya proses
penuaan. Involusi uterus setelah melahirkan, dan sel otot halus menurun terutama dalam hal
ukuran dan jumlah. Sel menyusut menjadi ukuran yang lebih kecil dan bertahan, tetapi
mengalami penurunan fungsi. Penyebab umum dikarenakan tidak cukupnya nutrisi pada sel
karena berbagai alasan. Sintesa protein berlebihan karena degradasi atau kelihangan.

1
Selanjutnya di bawah ini merupakan gambaran atrofi hati secara makroskopis dan
mikroskopis (McGavin dan Zachary 2007).

Gambar C Gambar D Gambar E


Atrofi hati, anjing normal hati Atrofi hati
H & E stain

Ukuran mengecil tetapi warna hati normal dan ukuran tidak normal pada vena cava
caudal pada mesenterium. Penurunan aliran darah sampai ke hati dikarenakan penurunan
nutrisi sampai ke hepatosit dan oleh karena itu penurunan ukuran hepatosit (Gambar C).
Hepatosit lebih kecil dan menyempit daripada hati yang normal (Gambar D dan E)
(McGavin dan Zachary 2007).

Atrofi testis
Atrofi atau berkurangnya ukuran testis berhubungan dengan infertilitas pada hewan
jantan domestik dan hewan satwa liar. Atrofi testis adalah hasil dari degenerasi yang parah
sel epitel yang mungkin disebabkan oleh kelainan genetik atau proses penuaan. Pada
populasi anjing liar, degenerasi testis dengan ukuran kecil testis lebih sering terjadi pada
anjing tua. Pada babi, perubahan patologis dari testis menghasilkan kualitas semen yang
buruk dan tidak fertil hal ini menyebabkan kerugian ekonomi akibat pemotongan lebih awal.
Baru-baru ini, penyelidikan pada babi dengan ukuran asimetris testis menunjukkan bahwa
orchitis kronis, degenerasi parah dan fibrosis adalah penyebab dari perubahan atrofi testis.
Efek langsung dari infeksi virus dapat menginduksi peradangan berat dan perubahan atrofi
testis seperti yang ditunjukkan pada babi diinokulasi dengan rubulavirus. Virus lain seperti
virus pseudorabies dapat menyebabkan periorchitis dengan peningkatan cairan skrotum,
tetapi tidak banyak perubahan diamati pada testis. Atrofi testis dapat disebabkan oleh
berbagai penyebab dan patogenesisnya kurang dipahami. Penyebab utama sulit untuk
diidentifikasi.
Semua sampel testis yang atrofi dikoleksi dari rumah potong diambil dari babi yang
berbeda jenis. Babi dipotong karena kualitas semen yang rendah, laminitis, ukuran testis
kecil dan sakit. Ukuran testis kanan dan kiri sampel tidak berbeda jauh akan tetapi pada atrofi
testis yang parah lebih ringan dari normal. Penemuan makroskopis setelah testis dipotong
memperlihatkan testis mengalami degenerasi, fibrosis parah, konsistensi lembek. Nodul dari
tumor sel sertoli telah dilihat dengan beberapa atrofi bilateral dan hemangioma intertesticular
telah dideteksi pada babi dengan atrofi testis yang sedang. Selanjutnya di bawah ini
gambaran dari atrofi testis pada babi.

2
Gambar F Atrofi Testis

Atrofi testis yang parah dengan atrofi bilateral yang parah (A). Lapisan putih pada
potongan permukaan menyerupai fibrosis, terdapat area putih keabuan, indikasi atrofi
tubulus seminifirus (B). Unilateral atrofi pada testis kanan ditandai dengan pembesaran
limfonodus spermatic cord (C). Lapisan putih pada potongan permukaan testis menyerupai
fibrosis (Gambar F).

Gambar G

3
Gambaran histopatologi pada atrofi testis yang parah dapat dilihat pada gambar G:
A. Degenerasi tubuli seminiferi dengan hilangnya seluruh epitel tubuli atau garis dari
satu lapisan dari sel sertoli
B. Tubuli seminifer runtuh dengan infiltrasi sel limfotik
C. Fibrosis yang parah pada area interstisial
D. Infiltrasi limfosit pada interstisium (Gambar G)
Secara histopatologi, pada atrofi testis yang parah, terjadi degenerasi tubulus
seminiferous terlihat multifokal, ditandai dengan hilangnya epitel germinal dan tubulus
bergaris dengan satu lapisan sel menyerupai sel sertoli dengan vakuola sitoplasmik. Sel
spermatik raksasa juga terlihat dibeberapa tubuli. Area yang tertekan terlihat berwarna putih
keabuan, tubuli seminiferous runtuh dengan peningkatan infiltrasi jaringan fibrosa di area
intertubuli (Teankum et al 2013).

HIPOPLASIA
Hipoplasia vena porta
Hipoplasia vena porta adalah kelainan vaskular kongenital yang terjadi pada anjing
dan kadang-kadang pada kucing. Hal ini ditandai dengan kelainan vena porta ekstrahepatik
atau intrahepatik kecil, yang mengakibatkan berkurangnya perfusi hati oleh aliran darah
vena porta dan kemungkinan hipertensi porta. Biasanya, hewan yang terinfeksi memiliki hati
kecil dan pola histologis khas dari hipoperfusi vena porta, vena porta yang kecil atau tidak
ada, proliferasi arteriol hati (disebut reduplikasi), dan atrofi hepatosit (McGavin dan Zachary
2007). Hipoplasia vena porta tidak menginfeksi seluruh lobus hati sehingga untuk
mendiagnosa sedikitnya tiga lobus berbeda seharusnya diambil. Anjing dengan hipoplasia
vena porta memiliki morfologi hipoplasia pada pembuluh porta dimana pembuluh porta dari
anjing dengan hipoplasia vena porta tidak berespon terhadap peningkatan aliran darah porta.
Anjing dengan hipoplasia vena porta memiliki kesamaan histopatologi dengan extrahepatik
portosystemic shunt (Devriendt et al. 2014). Gangguan ini menyerupai congenital
portosystemic shunts secara histologis, tetapi hewan yang terinfeksi sering mengalami
hipertensi porta dan menghasilkan asites. Fibrosis porta dan hiperplasia bilier terjadi pada
sekitar setengah dari kasus. Secara histologi ada kesamaan antara hipoplasia vena porta dan
congenital portosystemic shunts, sehingga sering diperlukan untuk membuat diagnosis akhir
dari bahan biopsi (McGavin dan Zachary 2007).

Gambar F Gambar G

4
Gambar di atas adalah perbedaan portosystemic shunts dengan hipoplasia vena porta
secara histopatologi. Histopatologi hati anjing dengan portosystemic shunt : arteriolar ringan
(A), dan proliferasi ductular (B), vena periporta terdiferensiasi buruk (gambar F).
Histopatologi hati anjing dengan hipoplasia vena porta : degenerasi vacuolar yang menyebar
pada hepatosit, proliferasi arteriol ringan (A), vena periporta terdiferensiasi buruk (V),
beberapa pembuluh empedu (B), dan adanya lipogranuloma (L) (gambar G) (Devriendt et
al. 2014).

Hipoplasia Vermis Serebellum


Hipoplasia serebellum berhubungan dengan infeksi virus di uterus atau neonatal
yang umum terjadi pada kucing dan sapi dan telah dilaporan pada babi, kambing dan ayam.
Namun, gangguan kongenital serebellum seperti malformasi genetic serebellum atau
malformasi serebellum yang tidak diketahui penyebabnya juga terjadi pada domba dan
beberapa jenis anjing. Baru-baru ini, dalam rangka menentukan apakah suatu etiologi infeksi
yang terlibat dalam malformasi serebellum anjing, PCR digunakan untuk mendeteksi DNA
dari beberapa agen infeksius seperti infeksi parvovirus selain itu pemeriksaan CT scan juga
dilakukan.

Pada kasus ini anjing Cocker Spaniel berumur 16 minggu dengan gejala klinis
waspada, berespon dan kondisi baik tetapi tidak dapat berdiri. Pemeriksaan saraf ditemukan
ataxia, dismetria, dan tremor. Selanjutnya dilakukan radiografi pada tengkorak dan cairan
serebrospinal terlihat normal. Pemeriksaan tambahan dengan menggunakan Computed
Tomograps (CT) mengungkapkan dilatasi seperti kista pada serebellum (Gambar H). Anjing
ini dieuthanasia dan dinekropsi, hemisphere serebellum berukuran normal akan tetapi ada
agenesis pada posterior vermis serebellum pada ventrikel keempat (Gambar I).

Gambar H Gambar I

5
Selanjutnya otak dan serebellum dilakukan pewarnaan dengan hematoxilin eosin
untuk pemeriksaan mikroskopis terlihat atrofi multifokal folial. Pemeriksaan secara
histopatologi ditemukan atrofi folial (Gambar J), degenerasi dan hilangnya sel Purkinje dan
sel granular. (Gambar J)

Gambar J

Untuk mengidentifikasi apakah infeksi parvoviral pada uterus terjadi, DNA telah
diekstraksi dari jaringan serebellum dan amplifikasi PCR telah dilakukan pada tiga pasang
primer spesifik untuk DNA Parvovirus. Ketiga pasang primer didesain untuk amplifikasi gen
kode untuk protein struktur (VP1 dan VP2) dari kedua parvovirus kucing dan anjing.
Singkatnya, PCR DNA dari hipoplasia serebellum dilakukan 30 putaran, denaturasi 94̊C
selama 30 detik, annealing 55̊C selama 2 menit dan polymerase pada 72̊C selama 2 menit
kemudian produk PCR dielektroporesis pada 1,2% gel agaros. Akan tetapi, DNA Parvovirus
tidak bisa dibuktikan dari hipoplasia serebellum anak anjing. Secara struktural, bagian
medial atau vermis bertanggung jawab untuk mengatur postur dan otot. Kelainan daerah ini
dari otak kecil dapat menyebabkan ataxia, dysmetria, yang dapat hadir dengan hypermetria
dan tremor. Hipoplasia serebellum pada kucing terjadi karena terinfeksi virus
panleukopenia. Pada anjing, tidak ada etiologi virus kecuali virus herpes anjing, yang
menyebabkan peradangan luas dalam beberapa sistem neonatal hewan. Tanda-tanda klinis
anak anjing dalam laporan ini tampaknya disebabkan oleh anomali kongenital dari otak kecil
termasuk aplasia, agenesis partial atau hipoplasia. Nekropsi dikonfirmasi menunjukkan
hipoplasia vermis serebelum. Tidak ada bukti dari infeksi parvoviral pada uterus karena
etiologi hipoplasia vermis cerebellar tidak diketahui pada anjing (Ji-Hey et al. 2008).

Lessencephali dan Hipoplasia Serebellum pada kambing


Lissensepahli adalah kelainan perkembangan yang dicirikan dengan permukaan
halus cerebral mengalami kekurangan bentukan gyrus-sulcus (agyria) dan penebalan kortek
(pachygyria) karena sebaran neuron yang tidak normal. Cacat otak ini karena kelainan pada
migrasi neuroblas selama perkembangan embrio, neuron tidak mampu untuk migrasi dari
asalnya di zona ventrikuler dan subventrikuler ke tujuan di kortek serebral. Pada studi kasus
ini, temuan klinis dan patologi lissencephali ditemukan bersamaan dengan hipolasia
serebellum pada anak kambing. Pada padang pengembalaan terdapat Aspidoseperma
pyrifolium dan Mimosa teneuiflora yang bisa menyebakan abortus dan malformasi pada
domba dan kambing. Hasil PE menunjukan adanya hewan yang mengalami kelemahan

6
koordinasi motorik, tidak mampu berdiri, sternal rekumbensi permanen, ataksia, tidak
respon terhadap ancaman, tremor dan nystagmus. Setelah dirawat kambing di eutanasi
karena sudah tidak bisa tertolong lagi dan selanjutnya dilakukan pemeriksaan makroskopis
dan mikroskopis. Gambaran perubahan otak dapat dilihat dibawah ini (Gambar K).

Gambar K
Otak kambing yang mengalami lissenchepali dan hipoplasia serebellar. (A) Tampak
dorsal menunjukan tidak adanya selaput girus dan sulcus pada permukaan telencephalic dan
adanya hipolasia cerebellar. (B) Potongan melintang. Grey matter lebih tebal dari normal
(pachygyria) dan white matter lebih tipis. White matter tidak meluas ke grey matter. (C)
Frontal kortek dari anak kambing kontrol dengan lapisan normal. (D) Frontol kortex dari
anak kambing yang terkena penyakit. Terliha adanyat ketidakteraturan selaput neuron pada
grey matter. Susunan neuron tidak beraturan dari lapisan supercial molekuler ke lapisan yang
lebih dalam tanpa adanya susunan lapisan. HE. Bar, 100 μm . (E). Terlihat kortek serebellum
mengalami digenesis dengan adanya penurunan jumlah neuron granular dimana sel purkinje
terlihat sedikit diatas white matter. HE. Bar,100 μm.
Penebalan grey matter telencephalon terbentuk akibat ganggun migrasi neuronal,
menyebakan ketidakteraturan sruktur lapisan. Kejadian yang ditemukan hanya pada satu
kambing menandakan malformasi tidak bersifat infeksius. Sebagai tambahan, karena hanya
satu kasus yang diamati, dan belum pernah dilaporkan terjadi pada kambing., malformasi
ini sepertinya tidak bersifat turunan dari induk. Akan tetapi, lesio yang ditemukan mirip
dengan kejadian pada spesies lain yang disebabkan oleh adanya mutasi gen.Pada kasus ini,
kelainan terjadi karena mutasi genetik spontan atau kesalahan perkembangan. Pada
manusia, hipoksia intrauteri atau gagal perfusi menjadi penyebab lissencephaly. Anoksia
selama migrasi neuronal akan menyebabkan ketidakteraturan dan hiposelluer dari lapisan
telenchepalon yang kemudian menyebabkan linssenchephali dan micorcephali (Santos et al.
2013).

7
APLASIA
Aplasia ginjal
Aplasia ginjal atau agenesis adalah gangguan bawaan yang sering ditemui pada
manusia dan juga pada mamalia domestik. Agenesis ginjal pada anjing telah dideteksi oleh
banyak peneliti dan berhubungan dengan anomali kongenital organ kemih seperti ureter atau
kandung kemih. Sebagian besar kasus aplasia ginjal unilateral dapat terdeteksi dalam
pemeriksaan postmortem karena kompensasi ginjal yang berlawanan. Seekor kucing jantan
berumur 2 tahun mengalami kelemahan, muntah, anoreksia dan depresi dan telah
dieutanasia. Pada pemeriksaan makroskopis diamati panjang craniocaudal dari ginjal kiri
dan ginjal kanan adalah 4,9 cm dan 1,4 cm. Pada tingkat hilus ginjal, diameter mediolateral
adalah 2,6 cm dan 0,4 cm, diameter dorsoventral adalah 1,9 cm dan 0,3 cm. Ginjal kiri
memiliki warna kuning dan ginjal kanan memiliki warna keabu-abuan kuning dan setealh
dipotong perbedaan antara korteks ginjal dan medula di bagian dipotong. Gambaran
makroskopis dapat dilihat pada gambar di bawah ini (Gambar L).

Gambar L

Aplasia ginjal unilateral atau bilateral disebabkan oleh kegagalan perkembangan


pronefros, mesonefros atau ureter bud, tidak adanya atau degenerasi seluruh protoplasma
metanephric. Faktor genetik berperan dalam etiologi aplasia ginjal pada kucing yang didapat
karena keturunan tetapi peneliti tidak dapat mengatakan sesuatu tentang efek genetic
tersebut. Gambaran Anatomi dan histologi dari ginjal dan uterus dapat dilihat dibawah ini.

Gambar C gambaran mikroskopis dari aplasia ginjal. Korteks dan medula ginjal tidak bisa
dibedakan satu dengan lainnya. Gambaran D Beberapa bentuk tubuli berwarna pink-red berisi
cairan protein di lumen (tanda panah) dan sisanya berdilatasi atau kista diantara jaringan kolagen
hialin pada aplasia ginjal

8
Gambar E Bentuk vaskular jumlahnya besar dideteksi didekat kapsula ginjal pada aplasia ginjal
Gambar F hipertrofi ginjal, glomerulus membesar dengan hiperplasia sel mesangial dan mengisi
ruang Bowman.

Gambar G Diameter ureter dari aplasia ginjal memendek. Hialinisasi terlihat pada submukosa
Gambar H Potongan transversal ureter dari ginjal yang hipertrofi (Ekim et al 2011)

Aplasia Vertebral
Malformasi kongenital pada domba telah dilaporkan di Australia terkait dengan
sistem muskuloskeletal. Malformasi ini dapat dihasilkan dari faktor genetik, infeksi,
konsumsi tanaman teratogenik atau agen beracun, pemberian obat selama kehamilan dan
kekurangan gizi. Kekurangan vitamin A dilaporkan menjadi penyebab umum dari cacat
bawaan pada tikus, babi, kelinci dan sapi. Namun, belum dilaporkan sebagai penyebab cacat
bawaan pada domba. Aplasia vertebral telah dilaporkan di sapi, anjing dan manusia. Pada
kasus ini anamnesanya domba betina berumur dua hari tidak mampu berdiri sedangkan
ibunya sehat, telah diberikan ivermectin sebelum kehamilan tetapi tidak diberikan vitamin
dan mineral hanya makan jerami dan barley. Pada pemeriksaan klinis, palpasi eksternal di
tulang belakang mengungkapkan tidak adanya badan vertebral. Hematologi dan profil
biokimia darah berada dalam batas-batas normal kecuali serum vitamin A tingkat di bawah
batas terdeteksi. Hewan itu dieutanasia karena alasan kesejahteraan. Pemeriksaan
postmortem mengungkapkan tidak adanya cervikal, toraks (1 ke-7) (Gambar N), lumbal,
vertebrosakral dan coccygeal 8 sampai 13 dengan tulang rusuk yang sesuai normal.
Terjadinya pembengkakan dan kongesti pada ginjal dan hati. Pemeriksaan histopatologi
otak dan korda spinalis tidak ditemukan lesion (Gambar O). Pemeriksaan infeksi virus
(Bluetongue, BVD) negatif fan toxoplasma negatif.

9
Gambar M Gambar O
Tidak adanya vertebrae cervical dan thorakalis Tidak adanya lesi pada korda
(1-7) spinalis
Aplasia vertebral dapat disebabkan oleh kekurangan vitamin A pada manusia tetapi
pada hewan penyebabnya sulit diinvestigasi karena dari kelainan kongenital.
Hypovitaminosis A terlihat mungkin ditemukan dapat menyebabkan kondisi ini. Seperti
diketahui kekurangan vitamin A dapat menyebabkan malformasi tulang pada berbagai
macam hewan dan manusia yang menyebabkan aplasia vertebral atau agenesis pada domba.
Kekurangan vitamin A dapat menyebabkan malformasi tulang melalui malfungsi kedua
osteoblast dan osteoclast, yang mengarah ke tidak teraturnya pertumbuhan tulang. Meskipun
vitamin A dan karoten tidak diukur dalam bahan pakan, dapat diduga bahwa kekurangan
vitamin A adalah hasil dari karoten yang rendah dan vitamin A dalam bahan pakan. Hal ini
diketahui bahwa jerami dan barley sedikit karoten dan dilaporkan bahwa hewan-hewan itu
tidak disertakan dengan vitamin A tambahan dan karoten (Giadinis et al. 2012).

Aplasia Vermis Serebellum


Kelainan serebellum telah dijelaskan pada beberapa spesies hewan dan merupakan
salah satu kelainan penting pada sistem saraf pusat. Pada anak kuda atropi serebellum paling
sering dilaporkan terjadi karena adanya mutasi gen. Pada kasus ini anak kuda jantan
mengalami kelemahan refleks sehingga tidak bisa minum colustrum ketika lahir, diare
berwarna kuning, depresi, tidak nafsu makan, lemah dan tidak bisa bangkit. Setelah diobati
hewan tetap tidak bisa diselamatkan dan mati setelah 30 jam ada di rumah sakit hewan,
hewan selanjutya di nekrospi.
Hemisper cerebrum mengalami sedikit perbesaran dan beberapa girus terlihat datar
ketika disentuh cerebrum lunak memantul. Ketika tulang kepala sepenuhnya di angkat,
terdapat membran tipis yang mengalami perubahan dan diikuti dengan cairan serebrospinal
mengalir keluar dan mengenai keempat ventrikel (Gambar P ). Otak kemudian difiksasi
dengan 10% formalin. Setelah itu potongan berseri dibuat dari bagian cervical spinal cord
melalui medula ke lobus frontal. Ventrikel lateral, venrikel ke tiga, mesencepahlis aqueduct
dan ventrikel keempat terlihat mengalami dilatasi. Perenkim cerebral yang berdekatan
dengan ventrikel lateral mengalami atropi dengan white matter (khususnya di hemispher
kiri) menunjukan perubhana signifikan (Gambar Q).

10
Gambar P Gambar Q

Jaringan otak kemudian di trimming dan embading dengan parafin, dipotong 5


mikron dan diwarnai dengan pewarnaan HE. Analisis potongan serial otak mulai dari kranial
spinal kord cervical sampai ke lobus frontal menunjukan hasil tidak ada peradangan. Pada
permukaan dalam semua ventrikel dan aqueduct tersusun dari sel-sel ependimal yang sudah
melemah. Vakuolisasi neutropil terjadi di semua area yang berdekatan dengan ventikel dan
aqueduct disertai hilangnya neuron, serabut syaraf dan sel glial. Pembuluh darah kapiler
yang terkena dampak terlihat pada lapisan adventisia dan media di beberapa buluh dalah
besar. Tidak ada kelainan pada hemisphere cerebellum lateral, namun sebuah bekas
kerusakan kecil pada vermis cerebellum terlihat di canal medullari (Gambar R). Pada bagian
cerebellum terlihat adanya penurunan neuron di lapisan granular. Perbesaran plexus choroid
dicicirkan dengan julah vililous panjang atau garis proyeksi papilari oleh satu lapis epite
kubus pada membran basa dan stromal fibrovaskular (Gambar S). Garis sel kubus proyeksi
vilious merupakan proyeks normal choroidal normal dan diinterprestasikan sebagai
hiperplasia.

Gambar R Gambar S
Perubahan cerebellar (khusunya hypoplasia) berhubungan dengan awal infeksi di
uterus pada kasus infeksi feline panlekopenia virus, canine parvovirus, border disease virus,
bovine virrahl diarrhea, classical swine fever virus. Pada domba, kelainan bisa terjadi karena
perbuahan genetik (Moreira et al. 2015).
11
DAFTAR PUSTAKA
Devriendt N, Or m, Paepe D, Vandermeulen E, Hesta M, De Cock HEV, dan Rooster HD.
2014. Portal vein hypoplasia in dogs. Vlaams Diergeneeskundig Tijdschrift. 83. Hal
234-239.
Ekim O, Bozkurt MF, dan Oto C. 2011. Anatomical and pathological findings of renal
aplasia and compensatory hypertrophy in a cat. Ankara Üniv Vet Fak Derg. 58:285-
288.
Giadinis ND, Papaioannou NG, Tsaousi P, Koutsoumpas A, Fytianou A, dan Karatzias H.
2012. Vertebal absence in a lamb with vitamin A deficiency. Pak Vet J. 32(2):295-
297.
Ji-Hey K, Dae-Yong K, Jung-hee Y, Wan HK, Oh-kyeong K. 2008. Cerebellar vermis
hypoplasia in a Cocker Spaniel. J Vet Sci. 9(2):215-217.
McGavin MD dan Zachary JF. 2007. Pathologic Basis of Veterinary Disease. Missouri (US)
: Mosby Elsevier.
Moreira MVL, Kassem IG, Palhares S, Maranhao RPA, dan Ecco R. 2015. Congenital
cerebellar vermis aplasia associated with hydrocephalus in a foal. Braz J Vet Pathol.
8(1):6-9.
Santos JRSd, Dantas AFM, Pessoa CRM, Silva TR, Simoes SVD, Correa FR, dan Pedrosa
Daniel. 2013. Lissencephaly and cerebellar hypoplasia in a goat. Ciência Rural.
43(10):1858-1861.
Teankum K, Tummaruk P, Kesdangsakonwut S, Antarasena T, Lacharoj S, Singlor J,
Kunavongkrit A, Thanawongnuwech R. 2013. Testicular atrophy and its related
changes in culled boars: A pathological investigation. Thai J Vet Med. 43 (4):511-
518.

12

Anda mungkin juga menyukai