Abstrak
Penelitian ini bertujuan mengetahui efektivitas anger management training untuk
menurunkan agresivitas pada remaja disruptive behavior disorders. Subjek penelitian
dipilih melalui screening dengan skala CPRS (Conduct Problem Risk Screen) dan
pengukuran agresivitas dengan skala Buss-Perry Aggression Questionnaire (BAQ).
AMT (Anger Management Training) berupa psikoedukasi, yang mempelajari tentang
pemahaman dasar marah, ekspresi marah dan akibatnya, mengidentifikasi diri saat
marah, mengontrol pikiran marah dan menentukan tingkat kemarahan. Selanjutnya
memahami anger management melalui film, relaksasi otot dan pernapasan, cara
menyelesaikan konflik, cara mengontrol marah dan perencanaan dalam mengontrol
marah. Adapun metode intervensi yang digunakan terdiri dari diskusi kasus, latihan
individual, presentasi dan modelling perilaku. Penempatan subjek dengan random as-
signment dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok eksperimen berjumlah 10 orang,
mendapat AMT selama 3 kali pertemuan dan setiap pertemuan memerlukan waktu
120 menit. Sementara subjek di kelompok kontrol juga berjumlah 10 orang, namun
tidak mendapatkan perlakuan. Dapat disimpulkan anger management efektif untuk
menurunkan agresivitas. Dalam hal ini subjek di kelompok eksperimen mengalami
penurunan agresivitas setelah mendapat AMT dan subjek di kelompok kontrol men-
galami peningkatan agresivitas karena tidak mendapatkan AMT. Selain itu AMT dapat
pula diberikan pada individu yang memiliki kemampuan di bawah rata-rata, dengan
memodifikasi program yang lebih berbentuk operasional konkrit.
Abstract
The aim of this research was to determine the effectiveness of anger management
training to reduce aggression in adolescent with disruptive behavior disorders. Sub-
jects selected through screening with scale Conduct Problem Risk Screen (CPRS) and
scale Buss-Perry Aggression Questionnaire (BAQ) to measure aggression. AMT (An-
ger Management Training) in this research was a psychoeducation, in which students
learned about the basic understanding about angry, anger expression and its conse-
quences, identifying their own feelings when angry, controlling their angry thoughts
and determining the level of anger. Then to achieve their understanding of anger man-
agement conducted through the movie, muscle and breathing relaxation, how to solve
conflicts, how to control anger and make planning on it. The intervention method used
consist of case discussions, individual exercises, presentation and behavior modeling.
The experimental group consist of 10 students, received AMT for 3 times meeting
and each meeting held in 120 minutes. The number of subjects in control group is 10
students, but do not receive treatment. It can be concluded that anger management
training can reduce aggressiveness. In this case the subjects in the experimental
group experienced a decrease in aggressiveness after receiving AMT while subjects
in the control group increased their aggressiveness because they didn’t get AMT. In
addition AMT can be given to individual with lower level of intelligence, with such modi-
fication that it more appropriate for their operational concrete stage.
12
Efektivitas Anger Management Training..... Nasrizulhaidi
maja lebih dikenal sebagai masa penuh risiko yakit pernapasan, membuat seseorang men-
yang memungkinkan sekali memunculkan jadi lebih banyak merokok, minum alkohol,
agresivitas tinggi. Bahkan penelitian Bogard gagal di sekolah dan sebagainya. Berbeda
et al. (dalam Baron & Branscombe, 2012) saat mengekspresikan marah yang dikontrol
menyatakan bahwa agresivitas laki-laki lebih dengan baik (well controlled), maka emosi ini
tinggi dibandingkan perempuan, sementara akan menyehatkan dan menjadi tujuan setiap
data dari USDHHS (Marcus, 2007) juga me- orang karena dilakukan secara positif (Bhave
nyebutkan kalau remaja laki-laki berusia 14- & Saini, 2009).
18 tahun yang melakukan penyerangan se- Berdasarkan fakta yang terjadi di
cara fisik sebesar 42% dan yang perempuan lapangan kasus tawuran antar pelajar di In-
sebanyak 28%. donesia cukup memprihatinkan, karena se-
Permasalahan agresivitas yang ber- tiap tahunnya terus mengalami peningkatan.
tendensi pada perilaku kekerasan ketika Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas
masih remaja, apabila cepat diatasi dengan PA) melaporkan tentang tawuran pelajar pada
efektif maka perkembangan seterusnya akan tahun 2011 tercatat 128 kasus dan sepanjang
relatif stabil (Fraser dalam Kellner & Bry, tahun 2012 menjadi 147 kasus hingga mema-
1999). Salah satu intervensi psikososial yang kan korban jiwa sebanyak 82 orang (Kuwado,
sangat disarankan untuk menangani dan 2012). Kasus kenakalan pelajar lainnya yang
mencegah permasalahan agresivitas adalah muncul cukup beragam, mulai dari melawan,
dengan mengontrol marah (American Acad- berbohong, bolos, mengganggu, berkelahi,
emy of Pediatrics, 2010) atau disebut anger memalak (memeras) dan mencuri uang atau
management (Bhave & Saini, 2009). Adapun barang temannya. Tingkah laku kenakalan
fungsi mengontrol marah bagi setiap orang tersebut diistilahkan dengan perilaku meng-
yaitu untuk menghindari konsekuensi negatif ganggu (Mukhtar & Hadjam, 2006), atau dis-
seperti: ditangkap atau dipenjara, mengalami ruptive behavior yaitu perilaku yang tidak pan-
luka fisik, balas dendam, kehilangan orang tas (Matthys & Lochman, 2010).
yang disayang, merasa bersalah, menjadi Mengacu pada DSM-IV-TR (Diag-
malu atau menyesal (Reilly & Shopshire, nostic and Statistical Manual of mental dis-
2002). Pada saat seseorang sedang marah, orders–fourth edition–Text Revision), disrup-
bukan berarti harus mengekspresikannya tive behavior disorders merupakan bentuk
secara agresif (Izard dalam Thomas, 2001) perilaku antisosial yang terbagi menjadi dua
karena antara marah dan agresif bukanlah kriteria yaitu CD (Conduct Disorder) dan ODD
suatu hal yang sama (Reilly & Shopshire, (Oppositional Defiant Disorder). Bentuk per-
2002). Menurut Bhave & Saini (2009), marah ilaku ODD menunjukkan sikap tidak pantas
merupakan emosi yang bersumber dari inter- diusianya yang terjadi berulang-ulang, seperti
nal dan eksternal sebagai reaksi yang wajar keras kepala, bermusuhan dan melawan. Se-
untuk keberlangsungan hidup. Sedangkan mentara perilaku CD, bentuk agresivitasnya
agresif ialah perilaku yang dapat menyebab- sudah lebih parah yang terjadi berulang-ulang
kan kerugian bagi orang lain (Reilly & Shop- dan menetap, serta perilaku antisosialnya su-
shire, 2002) dan memiliki maksud untuk men- dah membuat luka atau melanggar hak-hak
yakiti seseorang baik secara fisik atau verbal orang lain, baik secara fisik, berkata kasar,
(Myers, 2010). mencuri dan melakukan kerusakan (Mash &
Ketika seseorang marah sebenarnya Wolfe, 2005; American Psychiatric Associa-
akan menjadi tanda atau alarm yang mengalir tion, 2000).
ke otak bahwa ada sesuatu yang salah, seh- Dari beberapa laporan penelitian dise-
ingga memberikan energi pada tubuh berupa butkan bahwa, anger management memberi-
adrenalin untuk memperbaiki situasi yang ter- kan hasil positif terhadap remaja yang nakal,
jadi dan setiap orang sebagai penentu bagi mahasiswa, pengemudi dengan kemarahan
dirinya sendiri dalam memilih cara mengek- yang tinggi, wanita Afrika-Amerika, agen lalu
spresikan marahnya (Bhave & Saini, 2009; lintas kota New York, individu yang learning
Provenzana, 2004). Jika mengekspresikan disabilities, veteran perang yang mengalami
marah dengan melakukan agresivitas ke post traumatic stress disorder, pasien jantung
orang lain (directed toward others) secara dan wanita yang di penjara (Thomas, 2001).
fisik dan lisan contohnya: berteriak, menjerit, Penelitian dari Siddiqah (2010) tentang an-
memukul, menghancurkan barang, melem- ger management program, turut memberikan
par buku atau kursi, maka bentuk ekspresi sumbangan sebesar 6% untuk mengurangi
marah seperti itu dapat merusak diri sendiri perilaku agresif remaja. Begitu pula dengan
dan tergolong negatif. Hal yang sama bila penelitian dari Kellner & Bry (1999) mengenai
marah diekspresikan mengarah ke dalam diri AMT yang dilakukan secara kelompok pada
(directed inward) atau ditekan (supressed), 7 orang remaja di sekolah yang mengalami
akibatnya dapat merusak pada diri orang gangguan emosional menunjukkan pengaruh
tersebut karena dapat meningkatkan risiko positif terhadap penurunan agresif fisik dan
tekanan darah tinggi, depresi, bunuh diri, pen- menyarankan untuk penelitian berikutnya
13
Jurnal Psikologi, Volume 11 Nomor 1, Juni 2015
14
Efektivitas Anger Management Training..... Nasrizulhaidi
abuse and mental health clients (Reilly & dalam tiga kali pertemuan, yang memerlukan
Shopshire, 2002). waktu 2 jam (120 menit) disetiap pertemuan-
Modul AMT juga diuji coba dan di- nya. Intervensi AMT hanya diberikan pada KE
evaluasi sebelum diberikan pada subjek pe- dan peneliti berperan sebagai fasilitatornya.
nelitian yang sebenarnya, agar isi dari materi Lembaran pretest skala agresivitas diberikan
modul dapat difahami dengan jelas. Dari 30 secara bersamaan pada kedua kelompok
orang yang mengikuti seleksi, terpilih hanya saat lima hari sebelum intervensi, sedangkan
20 orang menjadi subjek penelitian dan sesu- posttest skala agresivitas diberikan bersa-
dah itu partisipan dibagi menjadi dua (Kelom- maan pada kedua kelompok setelah lima hari
pok Kontrol = KK dan Kelompok Eksperimen dari pelaksanaan intervensi.
= KE). Pelaksanaan intervensi AMT dilakukan
Pertemuan
Sesi Kegiatan Metode
15
Jurnal Psikologi, Volume 11 Nomor 1, Juni 2015
Adapun hasil paired sample t-test (li- intervensi AMT. Lain halnya pada KK diketa-
hat tabel 3) dari skala BAQ pada KE diketa- hui p = 0,000 < 0,05 dengan perbandingan
hui p = 0,000 < 0,05 dengan perbandingan mean skor 58,70 : 69,80. Hal ini menunjukkan
mean skor 55,10 : 29,60. Hal ini berarti ada adanya perbedaan tingkat agresivitas pada
perbedaan tingkat agresivitas pada KE dan KK dan mengalami peningkatan karena tidak
mengalami penurunan sesudah mendapat mendapatkan intervensi AMT.
16
Efektivitas Anger Management Training..... Nasrizulhaidi
jadi petunjuk yang dicontoh oleh pendekatan serta merasa tertarik dan tidak jenuh saat
cognitive behavioral (Dobson, 2010) dan CBT memperhatikan materi yang disampaikan.
(Cognitive Behavior Therapy) merupakan Metode seperti ini dipandang efektif, ka-
program dasar pencetus anger management rena dapat menyampaikan informasi se-
training (Dunbar, 2004). Meskipun syarat CBT cara cepat dalam jumlah dan kualitas yang
tidak dipertimbangkan pada seseorang yang sama kepada semua peserta (Supratiknya,
intellectual disabilities, namun intervensi CBT 2008).
masih bisa digunakan jika prosedurnya di-
adaptasi dan disederhanakan (Lindsay dalam 4. Modelling perilaku
Taylor, et al., 2008). Hal ini karena CBT tidak Fasilitator mempertajam penjelasan materi
mencoba memahami mengapa perilaku ter- intervensi AMT, dengan mempersiapkan
jadi, tetapi fokus untuk belajar coping skills satu sesi khusus dalam satu pertemuan
yang sehat (Romana, 2003). Pemilihan me- untuk menonton film anger management.
tode psikoedukasi dalam penelitian ini dengan Film ini diproduksi pada tahun 2003, yang
menyesuaikan kondisi subjek, turut berperan sebagai pemeran utamanya adalah Adam
penting untuk mencapai efektivitas intervensi Sandler (Dave Buznik-cenderung mengek-
AMT diantaranya: spresikan marah yang ditekan) dan Jack
Nicholson (Dr. Buddy Rydell - sebagai
1. Diskusi kasus psikiater dan terapis anger management).
Fasilitator selalu mengajak peserta berd- Fasilitator juga menunjukkan cara melaku-
iskusi tentang pengalaman mereka dike- kan relaksasi otot dan pernapasan, yang
hidupan sehari-hari, yang dikaitkan dengan langsung dipraktekkan oleh semua peser-
materi. Bentuk kasus yang dibahas sudah ta. Metode ini dianggap efektif karena men-
dipersiapkan terlebih dahulu dan beberapa gajarkan peserta cara spesifik menghadapi
kejadian pada saat intervensi berlangsung sebuah situasi interaksi, serta memberikan
ikut dimanfaatkan menjadi contoh kasus. kesempatan untuk melatih bentuk tingkah
Pemilihan metode ini dianggap sesuai den- laku baru sehingga mereka percaya diri
gan tujuannya untuk melatih peserta agar dan mampu dalam menghadapi situasi ter-
mampu merumuskan sendiri pelajaran dari tentu (Supratiknya, 2008).
suatu situasi, karena tidak sekadar meneri-
ma dari fasilitator saja (Supratiknya, 2008). Kesimpulan
17
Jurnal Psikologi, Volume 11 Nomor 1, Juni 2015
18