Anda di halaman 1dari 7

Jurnal Psikologi, Volume 11 Nomor 1, Juni 2015

Efektivitas Anger Management Training


Untuk Menurunkan Agresivitas Pada Remaja Disruptive
Behavior Disorders
Nasrizulhaidi, Irna Minauli, Elvi Andriani Yusuf

Fakultas Psikologi Universitas Sumetra Utara


email: nasri_zulhaidi@yahoo.com

Abstrak
Penelitian ini bertujuan mengetahui efektivitas anger management training untuk
menurunkan agresivitas pada remaja disruptive behavior disorders. Subjek penelitian
dipilih melalui screening dengan skala CPRS (Conduct Problem Risk Screen) dan
pengukuran agresivitas dengan skala Buss-Perry Aggression Questionnaire (BAQ).
AMT (Anger Management Training) berupa psikoedukasi, yang mempelajari tentang
pemahaman dasar marah, ekspresi marah dan akibatnya, mengidentifikasi diri saat
marah, mengontrol pikiran marah dan menentukan tingkat kemarahan. Selanjutnya
memahami anger management melalui film, relaksasi otot dan pernapasan, cara
menyelesaikan konflik, cara mengontrol marah dan perencanaan dalam mengontrol
marah. Adapun metode intervensi yang digunakan terdiri dari diskusi kasus, latihan
individual, presentasi dan modelling perilaku. Penempatan subjek dengan random as-
signment dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok eksperimen berjumlah 10 orang,
mendapat AMT selama 3 kali pertemuan dan setiap pertemuan memerlukan waktu
120 menit. Sementara subjek di kelompok kontrol juga berjumlah 10 orang, namun
tidak mendapatkan perlakuan. Dapat disimpulkan anger management efektif untuk
menurunkan agresivitas. Dalam hal ini subjek di kelompok eksperimen mengalami
penurunan agresivitas setelah mendapat AMT dan subjek di kelompok kontrol men-
galami peningkatan agresivitas karena tidak mendapatkan AMT. Selain itu AMT dapat
pula diberikan pada individu yang memiliki kemampuan di bawah rata-rata, dengan
memodifikasi program yang lebih berbentuk operasional konkrit.

Kata kunci: anger management training, agresivitas, disruptive behavior disorders

Abstract
The aim of this research was to determine the effectiveness of anger management
training to reduce aggression in adolescent with disruptive behavior disorders. Sub-
jects selected through screening with scale Conduct Problem Risk Screen (CPRS) and
scale Buss-Perry Aggression Questionnaire (BAQ) to measure aggression. AMT (An-
ger Management Training) in this research was a psychoeducation, in which students
learned about the basic understanding about angry, anger expression and its conse-
quences, identifying their own feelings when angry, controlling their angry thoughts
and determining the level of anger. Then to achieve their understanding of anger man-
agement conducted through the movie, muscle and breathing relaxation, how to solve
conflicts, how to control anger and make planning on it. The intervention method used
consist of case discussions, individual exercises, presentation and behavior modeling.
The experimental group consist of 10 students, received AMT for 3 times meeting
and each meeting held in 120 minutes. The number of subjects in control group is 10
students, but do not receive treatment. It can be concluded that anger management
training can reduce aggressiveness. In this case the subjects in the experimental
group experienced a decrease in aggressiveness after receiving AMT while subjects
in the control group increased their aggressiveness because they didn’t get AMT. In
addition AMT can be given to individual with lower level of intelligence, with such modi-
fication that it more appropriate for their operational concrete stage.

Keywords: anger management training, aggression, disruptive behavior disorders.

Pendahuluan melakukan agresivitas (Bhave & Saini, 2009;


Reilly & Shopshire, 2002). Terkait emosi
Setiap orang pernah merasakan ma- marah pada remaja yang mudah sekali ter-
rah, karena marah merupakan reaksi yang pancing apalagi khususnya laki-laki (Marcus,
normal dan alami. Akan tetapi marah akan 2007) dan secara ekstrim suka melakukan
menjadi negatif atau tidak sehat apabila kekerasan atau agresivitas secara fisik (Reilly
membuat seseorang bersikap impulsif dan & Shopshire, 2002), mengakibatkan masa re-

12
Efektivitas Anger Management Training..... Nasrizulhaidi

maja lebih dikenal sebagai masa penuh risiko yakit pernapasan, membuat seseorang men-
yang memungkinkan sekali memunculkan jadi lebih banyak merokok, minum alkohol,
agresivitas tinggi. Bahkan penelitian Bogard gagal di sekolah dan sebagainya. Berbeda
et al. (dalam Baron & Branscombe, 2012) saat mengekspresikan marah yang dikontrol
menyatakan bahwa agresivitas laki-laki lebih dengan baik (well controlled), maka emosi ini
tinggi dibandingkan perempuan, sementara akan menyehatkan dan menjadi tujuan setiap
data dari USDHHS (Marcus, 2007) juga me- orang karena dilakukan secara positif (Bhave
nyebutkan kalau remaja laki-laki berusia 14- & Saini, 2009).
18 tahun yang melakukan penyerangan se- Berdasarkan fakta yang terjadi di
cara fisik sebesar 42% dan yang perempuan lapangan kasus tawuran antar pelajar di In-
sebanyak 28%. donesia cukup memprihatinkan, karena se-
Permasalahan agresivitas yang ber- tiap tahunnya terus mengalami peningkatan.
tendensi pada perilaku kekerasan ketika Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas
masih remaja, apabila cepat diatasi dengan PA) melaporkan tentang tawuran pelajar pada
efektif maka perkembangan seterusnya akan tahun 2011 tercatat 128 kasus dan sepanjang
relatif stabil (Fraser dalam Kellner & Bry, tahun 2012 menjadi 147 kasus hingga mema-
1999). Salah satu intervensi psikososial yang kan korban jiwa sebanyak 82 orang (Kuwado,
sangat disarankan untuk menangani dan 2012). Kasus kenakalan pelajar lainnya yang
mencegah permasalahan agresivitas adalah muncul cukup beragam, mulai dari melawan,
dengan mengontrol marah (American Acad- berbohong, bolos, mengganggu, berkelahi,
emy of Pediatrics, 2010) atau disebut anger memalak (memeras) dan mencuri uang atau
management (Bhave & Saini, 2009). Adapun barang temannya. Tingkah laku kenakalan
fungsi mengontrol marah bagi setiap orang tersebut diistilahkan dengan perilaku meng-
yaitu untuk menghindari konsekuensi negatif ganggu (Mukhtar & Hadjam, 2006), atau dis-
seperti: ditangkap atau dipenjara, mengalami ruptive behavior yaitu perilaku yang tidak pan-
luka fisik, balas dendam, kehilangan orang tas (Matthys & Lochman, 2010).
yang disayang, merasa bersalah, menjadi Mengacu pada DSM-IV-TR (Diag-
malu atau menyesal (Reilly & Shopshire, nostic and Statistical Manual of mental dis-
2002). Pada saat seseorang sedang marah, orders–fourth edition–Text Revision), disrup-
bukan berarti harus mengekspresikannya tive behavior disorders merupakan bentuk
secara agresif (Izard dalam Thomas, 2001) perilaku antisosial yang terbagi menjadi dua
karena antara marah dan agresif bukanlah kriteria yaitu CD (Conduct Disorder) dan ODD
suatu hal yang sama (Reilly & Shopshire, (Oppositional Defiant Disorder). Bentuk per-
2002). Menurut Bhave & Saini (2009), marah ilaku ODD menunjukkan sikap tidak pantas
merupakan emosi yang bersumber dari inter- diusianya yang terjadi berulang-ulang, seperti
nal dan eksternal sebagai reaksi yang wajar keras kepala, bermusuhan dan melawan. Se-
untuk keberlangsungan hidup. Sedangkan mentara perilaku CD, bentuk agresivitasnya
agresif ialah perilaku yang dapat menyebab- sudah lebih parah yang terjadi berulang-ulang
kan kerugian bagi orang lain (Reilly & Shop- dan menetap, serta perilaku antisosialnya su-
shire, 2002) dan memiliki maksud untuk men- dah membuat luka atau melanggar hak-hak
yakiti seseorang baik secara fisik atau verbal orang lain, baik secara fisik, berkata kasar,
(Myers, 2010). mencuri dan melakukan kerusakan (Mash &
Ketika seseorang marah sebenarnya Wolfe, 2005; American Psychiatric Associa-
akan menjadi tanda atau alarm yang mengalir tion, 2000).
ke otak bahwa ada sesuatu yang salah, seh- Dari beberapa laporan penelitian dise-
ingga memberikan energi pada tubuh berupa butkan bahwa, anger management memberi-
adrenalin untuk memperbaiki situasi yang ter- kan hasil positif terhadap remaja yang nakal,
jadi dan setiap orang sebagai penentu bagi mahasiswa, pengemudi dengan kemarahan
dirinya sendiri dalam memilih cara mengek- yang tinggi, wanita Afrika-Amerika, agen lalu
spresikan marahnya (Bhave & Saini, 2009; lintas kota New York, individu yang learning
Provenzana, 2004). Jika mengekspresikan disabilities, veteran perang yang mengalami
marah dengan melakukan agresivitas ke post traumatic stress disorder, pasien jantung
orang lain (directed toward others) secara dan wanita yang di penjara (Thomas, 2001).
fisik dan lisan contohnya: berteriak, menjerit, Penelitian dari Siddiqah (2010) tentang an-
memukul, menghancurkan barang, melem- ger management program, turut memberikan
par buku atau kursi, maka bentuk ekspresi sumbangan sebesar 6% untuk mengurangi
marah seperti itu dapat merusak diri sendiri perilaku agresif remaja. Begitu pula dengan
dan tergolong negatif. Hal yang sama bila penelitian dari Kellner & Bry (1999) mengenai
marah diekspresikan mengarah ke dalam diri AMT yang dilakukan secara kelompok pada
(directed inward) atau ditekan (supressed), 7 orang remaja di sekolah yang mengalami
akibatnya dapat merusak pada diri orang gangguan emosional menunjukkan pengaruh
tersebut karena dapat meningkatkan risiko positif terhadap penurunan agresif fisik dan
tekanan darah tinggi, depresi, bunuh diri, pen- menyarankan untuk penelitian berikutnya

13
Jurnal Psikologi, Volume 11 Nomor 1, Juni 2015

akan lebih baik jika adanya pendekatan yang Pengukuran


memberikan insight pada remaja dengan di-
agnosa lebih khusus. Selanjutnya Benson Skala disruptive behavior disorders
(dalam Fletcher & Poindexter, 1996) mende- Skala diterjemahkan dari skala CPRS
sain AMT, pada seseorang yang mengalami (Conduct Problem Risk Screen), yang ber-
mental retardation tergolong mild hingga fungsi sebagai screening dan dipilih atas
moderate. dasar pertimbangan karena praktis juga mu-
Perlu difahami bahwa intervensi dah digunakan sehingga hemat waktu dalam
AMT bukanlah sebuah terapi, namun ben- mengerjakannya dengan jumlah yang sedikit
tuk psikoedukasi yang dapat menghasilkan hanya 7 aitem. Aspek-aspek yang diungkap
potensi untuk perubahan perilaku dengan mewakili simptom ODD berisi 3 aitem, ten-
meningkatkan pengetahuan, menyediakan tang CD hanya 2 aitem, begitu pula dengan
perspektif baru, memberikan klien kesempa- AD/HD (Attention Deficit/Hyperactivity Disor-
tan untuk belajar, serta berlatih dengan cara der) ada 2 aitem. Alternatif jawabannya ter-
khusus dan strategis (Anderson, et al. dalam diri dari 5 karena dalam bentuk skala Likert,
Thomas, 2001). Psikoedukasi atau skill train- dengan pilihan respon dari tidak pernah (skor
ing bertujuan untuk memodifikasi sikap dan 0) hingga banyak sekali (skor 4) dan subjek
perilaku secara langsung lewat keterlibatan penelitian dipilih jika memiliki skor dalam kat-
total klien dalam suatu program pendidikan egori sedang (12 ˂ X ≤ 16) hingga sangat
pelatihan (Gazda dalam Supratiknya, 2008). tinggi (21 ˂ X). Adapun pengisian skala da-
Secara khusus psikoedukasi menjadi pre- pat dilakukan oleh guru atau orangtua (Dun-
vensi dini (Supratiknya, 2008). Selain itu Gul- combe et al., 2012).
benkoglu & Hagiliassis (2006), mengutarakan
bahwa AMT ialah suatu pelatihan yang bukan Skala Agresivitas
bertujuan untuk menghilangkan marah ka- Skala diterjemahkan dari skala BAQ
rena marah merupakan emosi yang normal, (Buss-Perry Aggression Questionnaire), yang
melainkan dengan memberikan semangat diberikan sebelum dan sesudah intervensi
pada seseorang agar mengelola marahnya dengan jumlah 29 aitem. Ada empat faktor
dengan cara yang konstruktif dan efektif. yang diungkap yaitu: physical aggression (9
Jelas terlihat bahwa intervensi AMT aitem), anger (7 aitem), hostility (8 aitem) dan
memiliki pengaruh positif dapat mengurangi verbal aggression (5 aitem). Alternatif jawa-
agresivitas dan sepengetahuan peneliti han- bannya terdiri dari 5 karena dalam bentuk
ya ada beberapa saja yang meneliti AMT di skala Likert, dengan pilihan respon dari tidak
Indonesia, tetapi belum ditujukan pada diag- pernah (skor 0) hingga banyak sekali (skor 4)
nosa yang khusus. Terlebih lagi di Universitas dan subjek penelitian dipilih jika memiliki skor
Sumatera Utara belum ada yang meneliti ten- dalam kategori sedang (48 ˂ X ≤ 68) hingga
tang AMT, sehingga peneliti menjadi tertan- sangat tinggi (87 ˂ X). Adapun pengisian ska-
tang untuk melihat efektivitanya jika diberikan la dilakukan langsung oleh subjek (Demirtas,
pada remaja disruptive behavior disorders 2012).
dengan tujuan sebagai bentuk pencegahan
untuk menghindari konsekuensi negatif agar Prosedur Penelitian
dapat mengelola marah secara terkontrol Selesai menterjemahkan skala CPRS
yang menyebabkan agresivitasnya menurun. dan BAQ, lalu ditentukan lokasi penelitian-
nya. Kedua skala perlu diuji cobakan supaya
Metode diketahui apakah mampu menghasilkan data
yang akurat sesuai dengan tujuan ukurnya.
Metode penelitian yang digunakan Kemudian dibuat norma kategorisasi skala
merupakan jenis penelitian true experimental untuk mempermudah dalam menginterpretasi
designs dengan desain the pretest-posttest skor, yang dikategorisasikan dalam beberapa
control group design (Shadish & Cook, 2002). tingkatan (sangat rendah, rendah, sedang,
tinggi dan sangat tinggi). Subjek diukur pula
Subjek kecerdasannya menggunakan alat tes SPM
Partisipan adalah 20 orang remaja (Standard Progressive Matrice) secara klasi-
laki-laki berusia 13-15 tahun, yang merupa- kal, dengan tujuan untuk menyesuaikan cara
kan pelajar SMPN 1 Kutacane - Kabupaten penyampaian program intervensi yang lebih
Aceh Tenggara-Provinsi Aceh. Partisipan dip- berbentuk operasional konkrit jika kemam-
ilih berdasarkan rekomendasi dari para guru puan responden tergolong di bawah rata-ra-
melalui screening, dengan syarat memenuhi ta. Mengenai materi dan teknik-teknik dalam
kriteria skor yang tergolong disruptive behav- rancangan modul AMT (lihat tabel 1), peneliti
ior disorders dan skor tingkat agresivitas yang mengembangkannya sendiri dari tiga buku
telah ditentukan. yaitu: anger management for men (Greene,
2003); anger management (Bhave & Saini,
2009); dan anger management for substance

14
Efektivitas Anger Management Training..... Nasrizulhaidi

abuse and mental health clients (Reilly & dalam tiga kali pertemuan, yang memerlukan
Shopshire, 2002). waktu 2 jam (120 menit) disetiap pertemuan-
Modul AMT juga diuji coba dan di- nya. Intervensi AMT hanya diberikan pada KE
evaluasi sebelum diberikan pada subjek pe- dan peneliti berperan sebagai fasilitatornya.
nelitian yang sebenarnya, agar isi dari materi Lembaran pretest skala agresivitas diberikan
modul dapat difahami dengan jelas. Dari 30 secara bersamaan pada kedua kelompok
orang yang mengikuti seleksi, terpilih hanya saat lima hari sebelum intervensi, sedangkan
20 orang menjadi subjek penelitian dan sesu- posttest skala agresivitas diberikan bersa-
dah itu partisipan dibagi menjadi dua (Kelom- maan pada kedua kelompok setelah lima hari
pok Kontrol = KK dan Kelompok Eksperimen dari pelaksanaan intervensi.
= KE). Pelaksanaan intervensi AMT dilakukan

Tabel 1. Rancangan Modul Anger Management Training

Pertemuan
Sesi Kegiatan Metode

Pertama I Pembukaan. c Metode diskusi kasus


• Ice breaking. dan presentasi.
• Pemahaman dasar
tentang marah.

II • Memahami ekspresi c Metode diskusi kasus
marah dan akibatnya. dan presentasi.

III • Mengidentifikasi diri c Metode diskusi kasus,
saat marah. presentasi dan latihan
individual.
IV • Mengontrol pikiran marah
dan menentukan tingkat
kemarahan.
• Penutupan sesi. c Metode diskusi kasus,
presentasi dan latihan
individual.
Kedua V Pembukaan. c Metode modelling perilaku
dan diskusi kasus.
• Memahami anger
management melalui film.
• Penutupan sesi.

Ketiga VI Pembukaan. c Metode presentasi dan


modelling perilaku.
• Relaksasi otot dan
pernapasan.

VII • Cara menyelesaikan konflik.c Metode diskusi kasus dan
presentasi.
VIII • Cara mengontrol marah. c Metode diskusi kasus dan
presentasi.
IX • Perencanaan dalam
mengontrol marah.

Penutupan intervensi. c Metode presentasi, diskusi
kasus dan latihan individual.

Hasil KE dan KK saat sebelum diberikan inter-


vensi AMT kondisinya sama, sedangkan saat
Hasil independent sample t-test (li- posttest p = 0,000 < 0,05 yang menunjukkan
hat tabel 2) pada skala BAQ saat pretest p = bahwa intervensi AMT efektif untuk menu-
0,365 > 0,05 artinya tingkat agresivitas pada runkan agresivitas.

15
Jurnal Psikologi, Volume 11 Nomor 1, Juni 2015

Tabel 2. Hasil independent sample t-test skala BAQ


Mean 95% Confidence Interval
P
Periode Klp. N Perlakuan Mean Difference of the Difference
(2-tailed) Lower Upper

Pretest KE 10 AMT 55,10 0,365 -3,600 -11,746 4,546


KK 10 Tidak
58,70
Posttest KE 10 AMT 29,60 0,000 -40,200 -50,459 -29,941
KK 10 Tidak
69,80

Adapun hasil paired sample t-test (li- intervensi AMT. Lain halnya pada KK diketa-
hat tabel 3) dari skala BAQ pada KE diketa- hui p = 0,000 < 0,05 dengan perbandingan
hui p = 0,000 < 0,05 dengan perbandingan mean skor 58,70 : 69,80. Hal ini menunjukkan
mean skor 55,10 : 29,60. Hal ini berarti ada adanya perbedaan tingkat agresivitas pada
perbedaan tingkat agresivitas pada KE dan KK dan mengalami peningkatan karena tidak
mengalami penurunan sesudah mendapat mendapatkan intervensi AMT.

Tabel 3. Hasil paired sample t-test skala


95% Confidence
Mean
P Interval of the Difference
Klp. N Perlakuan Mean R Difference
(2-tailed)
Lower Upper

KE 10 Sebelum 55,10 0,013 0,000 25,5 14,645 36,355


diberi AMT
Sesudah 29,60
mendapat
AMT
KK 10 Sebelum 58,70 0,736 0,000 -11,1 -15,729 -6,471
diberi AMT
Tidak 69,80
Mendapat
AMT

Pembahasan bawah normal 69,59% dan sebagian kecil


mempunyai skor yang tinggi 6,9% (Monks,
Dalam kehidupan sehari-hari perilaku Knoers dan Haditono, 1998).
subjek yang ada di kedua kelompok peneli- Dari hasil wawancara menyangkut
tian ini memiliki banyak permasalahan saat kenakalan subjek, terungkap bahwa be-
di sekolah, sehingga guru melabelnya se- berapa orang pernah ditangkap polisi karena
bagai “anak nakal.” Perilaku subjek sering berkelahi di jalanan setelah pulang sekolah
melanggar peraturan, membuat keributan di dan main internet dengan memakai seragam
dalam kelas dan motivasi belajar merekapun pada saat jam pelajaran sekolah. Sebagian
kurang sekali. Ada kemungkinan salah satu dari mereka ada yang sering minum alkohol,
penyebabnya adalah karena kemampuan menghisap ganja, menghisap lem, berjudi,
intelektualnya yang rendah. Hal ini semakin mencuri, ikut balapan sepeda motor, melari-
diperkuat dari hasil yang diperoleh melalui kan diri dari rumah dan ada yang sudah mel-
alat tes SPM di kelompok eksperimen yaitu 1 akukan hubungan seksual. Bentuk perilaku
orang subjek memiliki kecerdasan tergolong seperti itu sudah termasuk disruptive behav-
baik, 2 orang tergolong sedang, 4 orang ter- ior disorders, yaitu perilaku anti sosial yang
golong kurang dan 3 orang tergolong kurang melanggar hak-hak dasar orang lain atau
sekali. Pada kelompok kontrol, hanya ada 1 tidak sesuai dengan norma sosial untuk seu-
orang yang memiliki kecerdasan tergolong se- sianya yang terjadi berulang-ulang (Mash &
dang, 4 orang tergolong kurang dan 5 orang Wolfe, 2005; Schroeder & Gordon, 2002; Mat-
tergolong kurang sekali. Kondisi tersebut thys & Lochman, 2010; American Psychiatric
selaras dengan laporan penelitian Haditono Association, 2000).
mengenai remaja yang melakukan agresivi- Bila dilihat dari sejarahnya, REBT
tas biasanya mempunyai skor inteligensi di (Rational Emotive Behavior Therapy) men-

16
Efektivitas Anger Management Training..... Nasrizulhaidi

jadi petunjuk yang dicontoh oleh pendekatan serta merasa tertarik dan tidak jenuh saat
cognitive behavioral (Dobson, 2010) dan CBT memperhatikan materi yang disampaikan.
(Cognitive Behavior Therapy) merupakan Metode seperti ini dipandang efektif, ka-
program dasar pencetus anger management rena dapat menyampaikan informasi se-
training (Dunbar, 2004). Meskipun syarat CBT cara cepat dalam jumlah dan kualitas yang
tidak dipertimbangkan pada seseorang yang sama kepada semua peserta (Supratiknya,
intellectual disabilities, namun intervensi CBT 2008).
masih bisa digunakan jika prosedurnya di-
adaptasi dan disederhanakan (Lindsay dalam 4. Modelling perilaku
Taylor, et al., 2008). Hal ini karena CBT tidak Fasilitator mempertajam penjelasan materi
mencoba memahami mengapa perilaku ter- intervensi AMT, dengan mempersiapkan
jadi, tetapi fokus untuk belajar coping skills satu sesi khusus dalam satu pertemuan
yang sehat (Romana, 2003). Pemilihan me- untuk menonton film anger management.
tode psikoedukasi dalam penelitian ini dengan Film ini diproduksi pada tahun 2003, yang
menyesuaikan kondisi subjek, turut berperan sebagai pemeran utamanya adalah Adam
penting untuk mencapai efektivitas intervensi Sandler (Dave Buznik-cenderung mengek-
AMT diantaranya: spresikan marah yang ditekan) dan Jack
Nicholson (Dr. Buddy Rydell - sebagai
1. Diskusi kasus psikiater dan terapis anger management).
Fasilitator selalu mengajak peserta berd- Fasilitator juga menunjukkan cara melaku-
iskusi tentang pengalaman mereka dike- kan relaksasi otot dan pernapasan, yang
hidupan sehari-hari, yang dikaitkan dengan langsung dipraktekkan oleh semua peser-
materi. Bentuk kasus yang dibahas sudah ta. Metode ini dianggap efektif karena men-
dipersiapkan terlebih dahulu dan beberapa gajarkan peserta cara spesifik menghadapi
kejadian pada saat intervensi berlangsung sebuah situasi interaksi, serta memberikan
ikut dimanfaatkan menjadi contoh kasus. kesempatan untuk melatih bentuk tingkah
Pemilihan metode ini dianggap sesuai den- laku baru sehingga mereka percaya diri
gan tujuannya untuk melatih peserta agar dan mampu dalam menghadapi situasi ter-
mampu merumuskan sendiri pelajaran dari tentu (Supratiknya, 2008).
suatu situasi, karena tidak sekadar meneri-
ma dari fasilitator saja (Supratiknya, 2008). Kesimpulan

2. Latihan individual Hasil penelitian menyimpulkan bahwa


Ada tiga macam lembaran tugas yang anger management training efektif untuk
disediakan fasilitator, agar setiap peserta menurunkan agresivitas pada remaja disrup-
mengisinya yaitu anger trigger (situasi atau tive behavior disorders, bahkan dapat diberi-
kejadian yang menjadi pencetus timbulnya kan pada individu yang memiliki kemampuan
marah), anger meter (mengukur tingkat di bawah rata-rata dengan memakai 4 me-
kemarahan yang disesuaikan dengan situ- tode yang digunakan: diskusi kasus, latihan
asi atau kejadian yang menjadi penyebab individual, presentasi dan modelling perilaku.
marah) dan anger control plans (membuat
perencanaan akan strategi yang dipilih Daftar Pustaka
dalam mengontrol marah disesuaikan den-
gan situasi atau kejadian yang melatarb- American Psychiatric Association. (2000).
elakanginya dan isyarat fisik yang dialami). Diagnostic and Statistical Manual of
Metode ini dianggap efektif, karena sesuai Mental Disorder - 4 th Edition - text
dengan tujuannya untuk membantu pe- revision. USA: Arlington, VA.
serta menyadari sejauh mana hasil-hasil American Academy of Pediatrics. (2010).
pelajaran dari program pelatihan bisa rel- Disruptive Behavior and Aggression.
evan dengan situasi kehidupan nyata dan Diunduh dari: http://www.aap.org/
untuk merencanakan tindakan yang akan en-us/search/pages/results.
diterapkan nantinya (Supratiknya, 2008). aspx?k=Disruptive%20Behavior%20
and%20Aggression.
3. Presentasi Baron Robert A., & Branscombe Nyla R.
Materi pada setiap sesi disampaikan (2012). Social Psychology – Thirteenth
dalam slide presentasi, dengan tampilan Edition. USA: Pearson Education, Inc.
yang menggunakan microsoft office power Bhave, Swati. Y., & Saini, Sunil. (2009). Anger
point. Permasalahan kasus dikaitkan den- Management. New Delhi: SAGE
gan teori psikologi, yang ditulis dengan ka- publications India Pvt Ltd.
ta-kata yang mudah difahami oleh peserta Demirtas, H. Andac. (2012). The
dan menampilkan banyak gambar yang Reliability and Validity of the Buss-
mendukung isi dari materi. Slide presenta- Perry Aggression Questionnaire
sipun ditampilkan penuh warna, agar pe- (BAQ) – Turkish Version. Turkish Jour-

17
Jurnal Psikologi, Volume 11 Nomor 1, Juni 2015

nal of Psychiatry. Gadjah Mada University Press.


Dobson, Keith S. (2010). Handbook of Mukhtar, Desvi Y., & Hadjam, Noor R. (2006).
Cognitive Behavioral Therapies – Efektivitas Art Therapy untuk
Third Edition. NewYork: The Guilford Meningkatkatkan Keterampilan Sosial
Press. Pada Anak yang Mengalami
Dunbar Berthenya. (2004). Anger Manage- Gangguan Perilaku. PSIKOLOGIA,
ment: A Holistic Approach. Journal of Volume 2, No.1, Juni: 16-24.
the American Psychiatric Nurses Myers, David G. (2010). Social Psychology –
Association, Vol. 10, No.1. Tenth Edition.New York: McGraw-Hill
Duncombe Melissa E. et al. (2012). Companies, Inc.
Psychometric Evaluation of Brief Provenzana, Fredric. (2004). Anger Manage-
Parent – and Teacher – Rated Screen ment for Teens. National Associa-
For Children at Risk of Conduct tion of School Psychologists (NASP).
Disorder. Australian Journal of Reilly, Patrick M., & Shopshire, Michael S.
Educational & Developmental (2002). Anger Management – for sub-
Psychology, Vol 12, pp.1-11. stanceabuse and mental health
Fletcher, Robert J., & Poindexter, Ann R. clients. USA: US. Department of
(1996). Current Trends in Mental Health and Human Services (DHHS).
Health Care for Persons with Mental Romana, Maria S. (2003). Cognitive-
Retardation. Journal of Rehabilitation Behavioral Therapy Treating
Jan/Feb/Mar; 62, 1; Proquest pg.23. Individuals with Dual Diagnoses.
Greene, Ida. (2003). Anger Management For Journal of Psychosocial Nursing &
Men. San Diego: P.S.I. Publishers. Mental Health Services; Dec; 41, 12;
Gulbenkoglu Hrepsime., & Hagiliassis Nick. Proquest pg.30.
(2006). Anger Management – An Schroeder, Carolyn S., & Gordon, Betty N.
Anger Management Training Package (2002). Assessment and Treatment of
for Individual With Disabilities. Childhood Problems – 2nd Edition –
London: Jessica Kingsley Publishers. A Clinician’s Guide. New York: The
Kellner, Millicent H., & Bry, Brena H. (1999). Guilford Press.
The Effects of Anger Management Shadish, William R., & Cook, Thomas D.
Groups in A Day School for Emotionally (2002). Experimental and Quasi-
Disturbed Adolescents. Adolescence, Experimental Designs for
Vol.34, No.136; Proquest pg.645. Generalized Causal Inference. USA:
Kuwado, Fabian J. (2012). 82 Pelajar Houghton Mifflin Company.
Tewas Sia-sia karena Tawuran. Di Siddiqah, Laela. (2010). Pencegahan dan
unduh: http://megapolitan.kompas. Penanganan Perilaku Agresif Remaja
com/read/2012/12/21/10534239/82. Melalui Pengelolaan Amarah (Anger
Pelajar.Tewas.Siasia.karena.Tawuran. Management). Jurnal Psikologi.
Marcus Robert F. (2007). Aggression and Volume 37, No.1, Juni: 50-64.
Violence in Adolescence. USA: Supratiknya, A. (2008). Merancang Program
Cambridge University Press. dan Modul Psikoedukasi. Yogyakarta:
Mash, Eric J., & Wolfe, David A. (2005). Universitas Sanata Dharma.
Abnormal Child Psychology – 3rd Taylor, et al. (2008). CBT for People with
Edition. USA: Thomson Wadsworth. Intellectual Disabilities: Emerging
Matthys, Walter., & Lochman, John E. (2010). Evidence, Cognitive Ability and IQ
Oppositional Defiant Disorder and Effects. UK: Cambridge University
Conduct Disorder in Children. UK: Press.
Jhon Wiley & Sons Ltd. Thomas, Sandra P. (2001). Teaching Healthy
Monks, F.J., Knoers, A.M.P., & Haditono, Siti Anger Management. Perspective in
Rahayu. (1998). Psikologi Per- Psychiatric Care Vol.37, No.2, April-
kembangan Pengantar Dalam June; 37,2; Proquest pg. 41.
Berbagai Bagiannya. Yogyakarta:

18

Anda mungkin juga menyukai