Anda di halaman 1dari 20

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Manusia memiliki tulang dan sendi (sistem gerak) yang memiliki banyak fungsi
untuk menunjang kehidupan manusia. Tanpa kondisi tulang dan sendi yang baik,
manusia akan kesulitan untuk melakukan aktivitas sehari-hari.
Proses menua merupakan suatu proses normal yang ditandai dengan perubahan
secara progresif dalam proses biokimia, sehingga terjadi kelainan atau perubahan
struktur dan fungsi jaringan, sel dan non sel. (Widjayakusumah, 1992).
Berbagai perubahan fisik dan psikososial akan terjadi sebagai akibat proses
menua. Terjadinya perubahan pada semua orang yang mencapai usia lanjut yang tidak
disebabkan oleh proses penyakit, menyebabkan kenapa penderita geriatrik berbeda dari
populasi lain. (Brocklehurst and Allen, 1987).
Penurunan daya ingat ringan, penurunan fungsi pendengaran dan penglihatan
(presbiakusis dan presbiopia) bukanlah suatu penyakit. Seringkali memang susah untuk
membedakan antara penurunan akibat proses fisologis dengan yang terjadi karena
gangguan patologis, misalnya pada osteoporosis dan aterosklerosis. (Martono,2000 ).
Banyak perubahan fisiologi yang terjadi seperti penurunan sekresi asam
klorida, pepsin dan asam empedu yang berpotensi untuk mengganggu penyerapan
kalsium, zat besi, seng, protein, lemak dan vitamin yang larut dalam lemak.
Osteoporosis adalah suatu keadaan berkurangnya massa tulang sedemikian
rupa sehingga hanya dengan trauma minimal tulang akan patah. Osteoporosis akan
menghilangkan elastisitas tulang sehingga menjadi rapuh dan menyebabkan mudah
terjadi patah tulang (fraktur).
Menurut Kanis (2008, dalam Hilmy, 2003), seorang tokoh WHO dalam bidang
osteoporosis, jumlah patah tulang osteoporotik meningkat dengan cepat. Di seluruh
dunia pada tahun 1990 terjadi 1,7 juta kasus patah tulang panggul. Angka ini
diperkirakan mencapai 6,3 juta pada tahun 2050, seiring dengan semakin tingginya
usia harapan hidup.
Di Amerika 26 juta orang usia diatas 50 tahun menderita osteoporosis, 40 %
diantaranya mengalami patah tulang karena osteoporosis. 20 juta diantaranya adalah

1
2

wanita. Dan ini akan membuat beban biaya untuk pengobatan kira-kira 10 juta dolar
pertahun (Heimburger,1997).
Hasil studi dari Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Bogor, yang
melakukan penelitian dari tahun 1999 – 2002 pada beberapa Propinsi di Indonesia
didapatkan bahwa satu dari lima perempuan mengalami osteoporosis pada usia
memasuki 50 tahun. Dan pada laki-laki umur 55 tahun. Kejadian osteoporosis lebih
tinggi pada wanita ( 21,74 % ) dibandingkan dengan laki-laki (14,8 %) ( Siswono,
2003 ).
Di Asia fraktur tulang pinggul juga merupakan masalah yang cukup banyak
dalam masyarakat, 50 % dari kejadian fraktur didunia terjadi di Asia (Campion, 1992).
Prevalensi wanita yang menderita osteoporosis di Indonesia pada golongan umur 50 –
59 tahun yaitu 24 % sedang pada wanita usia 60 – 70 tahun sebesar 62 %.
Ada beberapa faktor risiko osteoporosis diantaranya genetik, jenis kelamin dan
masalah kesehatan kronis, defisiensi hormon, merokok, kurang olah raga serta rendah
asupan kalsium. Bila dalam suatu keluarga mempunyai riwayat osteoporosis maka
kemungkinan peluang anak mengalami hal yang sama adalah 60-80 %. Dilihat dari
jenis kelamin 80 % wanita mengidap osteoporosis. Risiko osteoporosis juga akan
meningkat apabila mengidap penyakit kronis. Sedangkan hubungan antara perempuan
osteoporosis karena menopause akibat penurunan hormon estrogen. (Siswono, 2003).
Di Kepulauan Riau, berdasarkan data dari sejumlah rumah sakit dan puskesmas
lebih dari 45% pasien yang berobat itu menderita penyakit diatas, oleh karena itu
kelompok tertarik untuk membahas Asuhan Keperawatan pada Lansia dengan
Osteoporosis (Dinkes, 2009).

B. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum
Agar mahasiswa mengetahui asuhan keperawatan pada lansia dengan osteoporosis.
2. Tujuan Khusus
a. Agar Mahasiswa mengetahui definisi, penyebab dari osteoporosis
b. Agar mahasiswa mengetahui manifestasi klinis dari osteoporosis
c. Agar mahasiswa mengetahui dan memahami penatalaksanaan asuhan
keperawatan pada pasien dengan kasus osteoporosis khususnya lansia atau para
manula dengan mengaplikasikannya dalam praktik keperawatan.
3

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. KONSEP DASAR MEDIS


1. Pengertian
Osteoporosis adalah kondisi terjadinya penurunan densitas/matriks/massa
tulang, peningkatan porositas tulang, dan penurunan proses mineralisasi disertai
dengan kerusakan arsitektur mikro jaringan tulang yang mengakibatkan penurunan
kekokohan tulang sehingga tulang
menjadi mudah patah (Wirasadi, 2010)
Penyakit osteoporosis adalah
berkurangnya kepadatan tulang yang
progresif, sehingga tulang menjadi rapuh
dan mudah patah. Tulang terdiri dari
mineral-mineral seperti kalsium dan
fosfat, sehingga tulang menjadi keras dan
padat. Jika tubuh tidak mampu mengatur
kandungan mineral dalam tulang, maka
tulang menjadi kurang padat dan lebih
rapuh, sehingga terjadilah osteoporosis
(Wirasadi, 2010).
Untuk mempertahankan kepadatan tulang, tubuh memerlukan persediaan
kalsium dan mineral lainnya yang memadai, dan harus menghasilkan hormon
dalam jumlah yang mencukupi (hormon paratiroid, hormon pertumbuhan,
kalsitonin, estrogen pada wanita dan testosteron pada pria). Juga persediaan
vitamin D yang adekuat, yang diperlukan untuk menyerap kalsium dari makanan
dan memasukkan ke dalam tulang. Secara progresif, tulang meningkatkan
kepadatannya sampai tercapai kepadatan maksimal (sekitar usia 30 tahun). Setelah
itu kepadatan tulang akan berkurang secara perlahan. Jika tubuh tidak mampu
mengatur kandungan mineral dalam tulang, maka tulang menjadi kurang padat dan
lebih rapuh, sehingga terjadilah osteoporosis.

3
4

Sekitar 80% persen penderita penyakit osteoporosis adalah wanita,


termasuk wanita muda yang mengalami penghentian siklus menstruasi
(amenorrhea). Hilangnya hormon estrogen setelah menopause meningkatkan risiko
terkena osteoporosis (Indra, 2009).

2. Anatomi Fisiologi
Tulang
Tulang rangka orang
dewasa terdiri atas 206 tulang.
Tulang adalah jaringan hidup
yang akan suplai saraf dan darah.
Tulang banyak mengandung
bahan kristalin anorganik
(terutama garam-garam kalsium)
yang membuat tulang keras dan
kaku, tetapi sepertiga dari bahan
tersebut adalah jaringan fibrosa
yang membuatnya kuat dan
elastis.
Fungsi utama tulang-tulang
rangka adalah :
a. Sebagai kerangka tubuh, yang
menyokong dan memberi
bentuk tubuh
b. Untuk memberikan suatu
system pengungkit yang
digerakan oleh kerja otot-otot
yang melekat pada tulang
tersebut; sebagai suatu system
pengungkit yang digerakan
oleh kerja otot-otot yang
melekat padanya.
5

c. Sebagai reservoir kalsium, fosfor, natrium, dan elemen-elemen lain


d. Untuk menghasilkan sel-sel darah merah dan putih dan trombosit dalam
sumsum merah tulang tertentu.

Struktur tulang
Dilihat dari bentuknya tulang dapat dibagi menjadi :
a. Tulang panjang ditemukan di ekstremitas
b. Tulang pendek terdapat di pergelangan kaki dan tangan
c. Tulang pipih pada tengkorak dan iga
d. Tulang ireguler (bentuk yang tidak beraturan) pada vertebra, tulang-tulang
wajah, dan rahang.

Seperti terlihat pada gambar di bawah ini, lapisan terluar dari tulang
(cortex) tersusun dari jaringan tulang yang padat, sementara pada bagian dalam di
dalam medulla berupa jaringan sponge. Bagian tulang paling ujung dari tulang
panjang dikenal sebagai epiphyse yang berbatasan dengan metaphysis. Metaphysis
merupakan bagian dimana tulang tumbuh memanjang secara longitudinal. Bagian
tengah tulang dikenal sebagai diaphysis yang berbentuk silindris.

Vaskularisasi, tulang merupakan jaringan yang kaya akan vaskuler dengan total
aliran darah sekitar 200 sampai 400 cc/menit. Setiap tulang memiliki arteri
penyuplai darah yang membawa nutrient masuk didekat pertengahan tulang,
kemudian bercabang ke atas dan ke bawah menjadi pembuluh-pembuluh darah
mikroskopis. Pembuluh darah ini mensuplai cortex, marrow, dan system haverst.
6

Persarafan, serabut syaraf sympathetic dan afferent (sensori) mempersyarafi


tulang. Dilatasi kapiler darah dikontrol oleh syaraf symphatetic, sementara serabut
syaraf afferent mentransmisikan rangsangan nyeri.

Pertumbuhan dan metabolisme tulang dipengaruhi oleh mineral dan hormone


sebagai berikut :
 Kalsium dan posfor, tulang mengandung 99% kalsium tubuh dan 90% posfor.
Konsentrasi kalsium dan posfor dipelihara dalam hubungan terbalik. Sebagai
contoh, apabila kadar kalsium tubuh meningkat maka kadar posfor akan
berkurang.
 Calcitonin, diproduksi oleh kelenjar typoid memilki aksi dalam menurunkan
kadar kalsium serum jika sekresinya meningkat diatas normal.
 Vitamin D, penurunan vitamin D dalam tubuh dapat menyebabkan
osteomalacia pada usia dewasa.
 Hormon paratiroid (PTH), saat kadar kalsium dalam serum menurun, sekresi
hormone paratiroid akan meningkat dan menstimulasi tulang untuk
meningkatkan aktivitas osteoplastic dan menyalurkan kalsium kedalam darah.
 Growth hormone (hormone pertumbuhan), bertanggung jawab dalam
peningkatan panjang tulang dan penentuan jumlah matrik tulang yang dibentuk
pada masa sebelum pubertas.
 Glukokortikoid, adrenal glukokortikoid mengatur metabolisme protein.
 Sex hormone, estrogen menstimulasi aktivitas osteobalstik dan menghambat
peran hormone paratiroid. Ketika kadar estrogen menurun seperti pada saat
menopause, wanita sangat rentan terhadap menurunnya kadar estrogen dengan
konsekuensi langsung terhadap kehilangan masa tulang (osteoporosis).
Androgen, seperti testosteron, meningkatkan anabolisme dan meningkatkan
masa tulang.

3. Etiologi
Penyebab Osteoporosis yaitu :
a. Osteoporosis post menopausal
Terjadi karena kekurangan estrogen (hormon utama pada wanita), yang
membantu mengatur pengangkutan kalsium ke dalam tulang pada wanita.
7

Biasanya gejala timbul pada wanita yang berusia di antara 51-75 tahun, tetapi
bisa mulai muncul lebih cepat ataupun lebih lambat. Tidak semua wanita
memiliki resiko yang sama untuk menderita osteoporosis postmenopausal,
wanita kulit putih dan daerah timur lebih mudah menderita penyakit ini
daripada wanita kulit hitam.
b. Osteoporosis senilis
Kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan kalsium yang
berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan diantara kecepatan hancurnya
tulang dan pembentukan tulang yang baru. Senilis berarti bahwa keadaan ini
hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi pada usia diatas 70
tahun dan 2 kali lebih sering menyerang wanita. Wanita seringkali menderita
osteoporosis senilis dan postmenopausal.
c. Osteoporosis sekunder
Dialami kurang dari 5% penderita osteoporosis, yang disebabkan oleh
keadaan medis lainnya atau oleh obat-obatan. Penyakit ini bisa disebabkan oleh
gagal ginjal kronis dan kelainan hormonal (terutama tiroid, paratiroid dan
adrenal) dan obat-obatan (misalnya kortikosteroid, barbiturat, anti-kejang dan
hormon tiroid yang berlebihan). Pemakaian alkohol yang berlebihan dan
merokok bisa memperburuk keadaan ini.
d. Osteoporosis juvenil idiopatik
Merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya tidak diketahui. Hal ini
terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi
hormon yang normal, kadar vitamin yang normal dan tidak memiliki penyebab
yang jelas dari rapuhnya tulang.

4. Klasifikasi
a. Osteoporosis primer
1) Tipe 1 adalah tipe yang terjadi pada wanita pascamenopause
2) Tipe 2 adalah tipe yang terjadi pada orang usia lanjut baik pria maupun
wanita
b. Osteoporosis sekunder
Osteoporosis sekunder terutama disebabkan oleh penyakit-penyakit tulang
erosif misalnya mieloma multiple, hipertirodisme, hiperparatiroidisme dan
8

akibat obat-obatan yang toksik untuk tulang (misalnya ; glukokortikoid). Jenis


ini ditemukan pada kurang lebih 2-3 juta klien.
c. Osteoporosis Idiopatik
Osteoporosis yang tidak diketahui penyebabnya dan ditemukan pada :
1) Usia kanak-kanak (juvenile)
2) Usia remaja (adolesen)
3) Wanita pra-menopause
4) Pria usia pertengahan

5. Patofisiologi
Osteoforosis terjadi karena adanya interaksi yang menahun antara faktor
genetik dan faktor lingkungan.
a. Faktor genetik meliputi:
Usia jenis kelamin, ras keluarga, bentuk tubuh, tidak pernah melahirkan.
b. Faktor lingkungan meliputi:
Merokok, alkohol, kopi, defisiensi vitamin dan gizi, gaya hidup, mobilitas,
anoreksia nervosa dan pemakaian obat-obatan.
Kedua faktor diatas akan menyebabkan melemahnya daya serap sel
terhadap kalsium dari arah ke tulag, peningkatan pengeluaran kalsium bersama
urin, tidak tercapainya masa tulang yang maksimal dengan resobsi tulang menjadi
lebih cepat yang selanjutnya menimbulkan penyerapan tulang lebih banyak dari
pada pembentukan tulang baru sehingga terjadi penurunan massa tulang total yang
disebut osteoporosis.

6. Manifestasi Klinis
a. Nyeri tulang akut. Nyeri terutama terasa pada tulang belakang, nyeri dapat
dengan atau tanpa fraktur yang nyata dan nyeri timbul mendadak.
b. Nyeri berkurang pada saat beristirahat di tempat tidur
c. Nyeri ringan pada saat bangun tidur dan akan bertambah bila melakukan
aktivitas
d. Deformitas tulang. Dapat terjadi fraktur traumatic pada vertebra dan
menyebabkan kifosis angular yang menyebabkan medulla spinalis tertekan
sehingga dapat terjadi paraparesis.
9

e. Gambaran klinis sebelum patah tulang, klien (terutama wanita tua) biasanya
datang dengan nyeri tulang belakang, bungkuk dan sudah menopause
sedangkan gambaran klinis setelah terjadi patah tulang, klien biasanya datang
dengan keluhan punggung terasa sangat nyeri (nyeri punggung akut), sakit pada
pangkal paha, atau bengkak pada pergelangan tangan setelah jatuh.
f. Kecenderungan penurunan tinggi badan
g. Postur tubuh kelihatan memendek

7. Pemeriksaan fisik
B6 (Bone)
Pada inspeksi dan palpasi daerah kolumna vertebralis, klien osteoporosis sering
menunjukkan kifosis/gibbus (dowager’s hump) dan penurunan tinggi badan. Ada
perubahan gaya berjalan, deformitas tulang, leg-length inequality dan nyeri spinal.
Lokasi fraktur yang terjadi adalah antara vertebra torakalis 8 dan lumbalis 3.

8. Pemeriksaan diagnostik / penunjang


a. Pemeriksaan laboratorium (misalnya : kalsium serum, fosfat serum, fosfatase
alkali, eksresi kalsium urine,eksresi hidroksi prolin urine, LED)
b. Pemeriksaan x-ray
c. Pemeriksaan absorpsiometri
d. Pemeriksaan Computer Tomografi (CT)
e. Pemeriksaan biopsi
f. Diagnosis/criteria diagnosis
Diagnosis osteoporosis dapat ditegakkan dari hasil pemeriksaan :
1) Radiologi
2) Pengukuran massa tulang
3) Pemeriksaan lab kimiawi
4) Pengukuran densitas tulang
5) Pemeriksaan marker biokemis
6) Biospi
7) Dan memperhatikan faktor resiko (wanita, umur, ras, dsb)
10

9. Penatalaksanaan / Terapi
a. Diet kaya kalsium dan vitamin D yang mencukupi sepanjang hidup, dengan
peningkatan asupan kalsium pada permulaan umur pertengahan dapat
melindungi terhadap demineralisasi tulang
b. Pada menopause dapat diberikan terapi pengganti hormone dengan estrogen
dan progesterone untuk memperlambat kehilangan tulang dan mencegah
terjadinya patah tulang yang diakibatkan.
c. Medical treatment, oabt-obatan dapat diresepkan untuk menangani osteoporosis
termasuk kalsitonin, natrium fluoride, dan natrium etridonat
d. Pemasangan penyangga tulang belakang (spinal brace) untuk mengurangi nyeri
punggung

10. Komplikasi
Osteoporosis mengakibatkan tulang secara progresif menjadi panas, rapuh
dan mudah patah. Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur. Bisa terjadi fraktur
kompresi vertebra torakalis dan lumbalis, fraktur daerah kolum femoris dan daerah
trokhanter, dan fraktur colles pada pergelangan tangan

B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN


1. PENGKAJIAN
a. Anamnesis
 Riwayat kesehatan.
Anamnesis memegang peranan penting pada evaluasi klien osteoporosis.
Kadang keluhan utama (missal fraktur kolum femoris pada osteoporosis).
Faktor lain yang perlu diperhatikan adalah usia, jenis kelamin, ras, status
haid, fraktur pada trauma minimal, imobilisasi lama, penurunan tinggi
badan pada orang tua, kurangnya paparan sinar matahari, kurang asupan
kalsium, fosfat dan vitamin D. obat-obatan yang diminum dalam jangka
panjang, alkohol dan merokok merupakan faktor risiko osteoporosis.
Penyakit lain yang juga harus ditanyakan adalah penyakit ginjal, saluran
cerna, hati, endokrin dan insufisiensi pankreas. Riwayat haid , usia menarke
11

dan menopause, penggunaan obat kontrasepsi, serta riwayat keluarga yang


menderita osteoporosis juga perlu dipertanyakan.
 Pengkajian psikososial
Perlu mengkaji konsep diri pasien terutama citra diri khususnya pada klien
dengan kifosis berat. Klien mungkin membatasi interaksi social karena
perubahan yang tampak atau keterbatasan fisik, misalnya tidak mampu
duduk dikursi dan lain-lain. Perubahan seksual dapat terjadi karena harga
diri rendah atau tidak nyaman selama posisi interkoitus. Osteoporosis
menyebabkan fraktur berulang sehingga perawat perlu mengkaji perasaan
cemas dan takut pada pasien.
 Pola aktivitas sehari-hari
Pola aktivitas dan latihan biasanya berhubungan dengan olahraga, pengisian
waktu luang dan rekreasi, berpakaian, mandi, makan dan toilet. Beberapa
perubahan yang terjadi sehubungan dengan dengan menurunnya gerak dan
persendian adalah agility, stamina menurun, koordinasi menurun, dan
dexterity (kemampuan memanipulasi ketrampilan motorik halus) menurun.

Adapun data subyektif dan obyektif yang bisa didapatkan dari klien dengan
osteoporosis adalah :
 Data subyektif :
 Klien mengeluh nyeri tulang belakang
 Klien mengeluh kemampuan gerak cepat menurun
 Klien mengatakan membatasi pergaulannya karena perubahan yang
tampak dan keterbatasan gerak
 Klien mengatakan stamina badannya terasa menurun
 Klien mengeluh bengkak pada pergelangan tangannya setelah jatuh
 Klien mengatakan kurang mengerti tentang proses penyakitnya
 Klien mengatakan buang air besar susah dan keras
 Data obyektif ;
 Tulang belakang bungkuk
 Terdapat penurunan tinggi badan
 Klien tampak menggunakan penyangga tulang belakang (spinal brace)
12

 Terdapat fraktur traumatic pada vertebra dan menyebabkan kifosis


angular
 Klien tampak gelisah
 Klien tampak meringis

b. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik menggunakan metode “Bone” untuk mengkaji apakah
di temukan ketidaksimetrisan rongga dada, apakah pasien pusing, berkeringat
dingin dan gelisah. Apakah juga ditemukan nyeri punggung yang disertai
pembatasan gerak dan apakah ada penurunan tinggi badan, perubahan gaya
berjalan, serta adakah deformitas tulang.

c. Pemeriksaan diagnostik
 Radiologi
 CT scan
 Pemeriksaan laboratorium

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Masalah yang biasa terjadi pada klien osteoporosis adalah sebagai berikut :
a. Nyeri akut yang berhubungan dengan dampak sekunder dari fraktur vertebra
ditandai dengan klien mengeluh nyeri tulang belakang, mengeluh bengkak pada
pergelangan tangan, terdapat fraktur traumatic pada vertebra, klien tampak
meringis
b. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan disfungsi sekunder akibat
perubahan skeletal (kifosis), nyeri sekunder, atau fraktur baru ditandai dengan
klien mengeluh kemampuan gerak cepat menurun, klien mengatakan badan
terasa lemas, stamina menurun, dan terdapat penurunan tinggi badan
c. Risiko cedera yang berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skeletal
dan ketidakseimbangan tubuh ditandai dengan klien mengeluh kemampuan
gerak cepat menurun, tulang belakang terlihat bungkuk
d. Kurang perawatan diri yang berhubungan dengan keletihan atau gangguan
gerak ditandai dengan klien mengeluh nyeri pada tulang belakang, kemampuan
gerak cepat menurun, klien mengatakan badan terasa lemas dan stamina
13

menurun serta terdapat fraktur traumatic pada vertebra dan menyebabkan


kifosis angular
e. Gangguan citra diri yang berhubungan dengan perubahan dan ketergantungan
fisik serta psikologis yang disebabkan oleh penyakit atau terapi ditandai dengan
klien mengatakan membatasi pergaulan dan tampak menggunakan penyangga
tulang belakang (spinal brace)
f. Gangguan eleminasi alvi yang berhubungan dengan kompresi saraf pencernaan
ileus paralitik d/d klien mengatakan buang air besar susah dan keras
g. Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi yang
berhubungan dengan kurang informasi, salah persepsi ditandai dengan klien
mengatakan kurang, mengerti tentang penyakitnya, klien tampak gelisah.
14

3. RENCANA KEPERAWATAN
NO Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
1 Nyeri akut yang Tujuan : Evaluasi keluhan Mempengaruhi pilihan / pengawasan
berhubungan dengan Setelah diberikan tindakan nyeri/ketidaknyamanan, perhatikan keefektifan intervensi
dampak sekunder dari keperawatan diharapkan nyeri lokasi dan karakteristik termasuk
fraktur vertebra ditandai berkurang dengan criteria hasil intensitas (skala 1-10). Perhatikan
dengan klien mengeluh nyeri klien dapat mengekspresikan petunjuk nyeri nonverbal
tulang belakang, mengeluh perasaan nyerinya, klien dapat (perubahan pada tanda vital dan
bengkak pada pergelangan tenang dan istirahat, klien dapat emosi/prilaku)
tangan, terdapat fraktur mandiri dalam penanganan dan Ajarkan klien tentang alternative Alternative lain untuk mengatasi nyeri
traumatic pada vertebra, perawatannya secara sederhana. lain untuk mengatasi dan misalnya kompres hangat, mengatur
klien tampak meringis mengurangi rasa nyerinya posisi untuk mencegah kesalahan posisi
pada tulang/jaringan yang cedera
Dorong menggunakan teknik Memfokuskan kembali perhatian,
manajemen stress contoh relaksasi meningkatkan rasa control dan dapat
progresif, latihan nafasa dalam, meningkatkan kemampuan koping dalam
imajinasi visualisasi, sentuhan manajemen nyeri yang mungkin menetap
teraupetik untuk periode lebih lama
Kolaborasi dalam pemberian obat Diberikan untuk menurunkan nyeri.
sesuai indikasi
15

2 Hambatan mobilitas fisik Tujuan : Kaji tingkat kemampuan klien Sebagai dasar untuk memberikan
yang berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan yang masih ada alternative dan latihan gerak yang sesuai
disfungsi sekunder akibat keperawatan diharapkan klien dengan kemampuannya
perubahan skeletal (kifosis) , mampu melakukan mobilitas Rencanakan tentang pemberian Latihan akan meningkatkan pergerakan
nyeri sekunder, atau fraktur fisik dengan criteria hasil klien program latihan, ajarkan klien otot dan stimulasi sirkulasi darah
baru ditandai dengan klien dapat meningkatkan mobilitas tentang aktivitas hidup sehari-hari
mengeluh kemampuan gerak fisik, berpartisipasi dalam yang dapat dikerjakan
cepat menurun, klien aktivitas yang Berikan dorongan untuk Kemajuan aktivitas bertahap mencegah
mengatakan badan terasa diinginkan/diperlukan, klien melakukan aktivitas /perawatan peningkatan kerja jantung tiba-tiba,
lemas, stamina menurun, dan mampu melakukan aktivitas diri secara bertahap jika dapat memberikan bantuan hanya sebatas
terdapat penurunan tinggi hidup sehari-hari secara mandiri ditoleransi. Berikan bantuan sesuai kebutuhan akan mendorong kemandirian
badan kebutuhan dalam melakukan aktivitas
3 Risiko cedera yang Tujuan : cedera tidak terjadi Ciptakan lingkungan yang bebas Menciptakan lingkungan yang aman
berhubungan dengan dengan criteria hasil klien tidak dari bahaya missal : tempatkan mengurangi risiko terjadinya kecelakaan
dampak sekunder perubahan jatuh dan tidak mengalami klien pada tempat tidur rendah,
skeletal dan fraktur, klien dapat menghindari berikan penerangan yang cukup,
ketidakseimbangan tubuh aktivitas yang mengakibatkan tempatkan klien pada ruangan
ditandai dengan klien fraktur yang mudah untuk diobservasi
mengeluh kemampuan gerak Ajarkan pada klien untuk berhenti Pergerakan yang cepat akan
cepat menurun, tulang secara perlahan,tidak naik tangga memudahkan terjadinya fraktur kompresi
belakang terlihat bungkuk dan mengangkat beban berat vertebra pada klien osteoporosis
16

Observasi efek samping obat- Obat-obatan seperti diuretic, fenotiazin


obatan yang digunakan dapat menyebabkan pusing, mengantuk
dan lemah yang merupakan predisposisi
klien untuk jatuh
4 Kurang perawatan diri yang Tujuan : Kaji kemampuan untuk Untuk mengetahui sampai sejauh mana
berhubungan dengan Setelah diberikan tindakan berpartisipasi dalam setiap aktifitas klien mampu melakukan perawatan diri
keletihan atau gangguan keperawatan diharapkan perawatan secara mandiri
gerak ditandai dengan klien perawatan diri klien terpenuhi Beri perlengkapan adaptif jika Peralatan adaptif ini berfungsi untuk
mengeluh nyeri pada tulang dengan criteria hasil klien dibutuhkan misalnya kursi membantu klien sehingga dapat
belakang, kemampuan gerak mampu mengungkapkan dibawah pancuran, tempat melakukan perawatan diri secara mandiri
cepat menurun, klien perasaan nyaman dan puas pegangan pada dinding kamar dan optimal sesuai kemampuannya
mengatakan badan terasa tentang kebersihan diri, mampu mandi, alas kaki atau keset yang
lemas dan stamina menurun mendemonstrasikan kebersihan tidak licin, alat pencukur,
serta terdapat fraktur optimal dalam perawatan yang semprotan pancuran dengan
traumatic pada vertebra dan diberikan tangkai pemegang
menyebabkan kifosis Rencanakan individu untuk belajar Bagi klien lansia, satu bagian aktivitas
angular dan mendemonstrasikan satu bisa sangat melelahkan sehingga perlu
bagian aktivitas sebelum beralih ke waktu yang cukup untuk
tingkatan lebih lanjut mendemonstrasikan satu bagian dari
perawatan diri.
17

Gangguan citra diri yang Tujuan : Dorong klien mengekspresikan ekspresi emosi membantu klien mulai
berhubungan dengan Setelah diberikan tindakan perasaannya khususnya mengenai meneerima kenyataan
perubahan dan keperawatan diharapkan klien bagaimana klien merasakan,
ketergantungan fisik serta dapat menunjukkan adaptasi memikirkan dan memandang
psikologis yang disebabkan dan menyatakan penerimaan dirinya
oleh penyakit atau terapi pada situasi diri dengan criteria Hindari kritik negative Kritik negative akan membuat klien
ditandai dengan klien hasil klien mengenali dan merasa semakin rendah diri
mengatakan membatasi menyatu dengan perubahan
pergaulan dan tampak dalam konsep diri yang akurat dukungan yang cukup dari orang Kaji derajat dukungan yang ada untuk
menggunakan penyangga tanpa harga diri negative, terdekat dan teman dapat klien
tulang belakang (spinal mengungkapkan dan membantu proses adaptasi
brace) mendemonstrasikan
peningkatan perasaan positif
5 Gangguan eleminasi alvi Tujuan : Auskultasi bising usus Hilangnya bising usus menandakan
yang berhubungan dengan Setelah diberikan tindakan adanya paralitik ileus
kompresi saraf pencernaan keperawatan diharapkan Observasi adanya distensi Hilangnya peristaltic(karena gangguan
ileus paralitik ditandai eleminasi klien tidak terganggu abdomen jika bising usus tidak ada saraf) melumpuhkan usus, membuat
dengan klien mengatakan dengan criteria hasil klien atau berkurang distensi ileus dan usus
buang air besar susah dan mampu menyebutkan teknik Catat frekuensi, karakteristik dan Mengidentifikasi derajat
keras eleminasi feses, klien dapat jumlah feses gangguan/disfungsi dan kemungkinan
mengeluarkan feses lunak dan bantuan yang diperlukan
18

berbentuk setiap hari atau 3 hari Lakukan latihan defekasi secara Program ini diperlukan untuk
teratur mengeluarkan feses secara rutin
Anjurrkan klien untuk Meningkatkan konsistensi feses untuk
mengkonsumsi makanan berserat dapat melewati usus dengan mudah
dan pemasukan cairan yang lebih
banyak termasuk jus/sari buah
6 Kurang pengetahuan Tujuan : Kaji ulang proses penyakit dan Memberikan dasar pengetahuan dimana
mengenai proses Setelah diberikan tindakan harapan yang akan datang klien dapat membuat pilihan berdasarkan
osteoporosis dan program keperawatan diharapkan klien informasi
terapi yang berhubungan memahami tentang penyakit Ajarkan pada klien tentang faktor- Informasi yang diberikan akan membuat
dengan kurang informasi, osteoporosis dan program terapi faktor yang mempengaruhi klien lebih memahami tentang
salah persepsi ditandai dengan criteria hasil klien terjadinya osteoporosis penyakitnya
dengan klien mengatakan mampu menjelaskan tentang Berikan pendidikan kepada klien Suplemen kalsium ssering
kurang ,mengerti tentang penyakitnya, mampu mengenai efek samping mengakibatkan nyeri lambung dan
penyakitnya, klien tampak menyebutkan program terapi penggunaan obat distensi abdomen maka klien sebaiknya
gelisah yang diberikan, klien tampak mengkonsumsi kalsium bersama
tenang makanan untuk mengurangi terjadinya
efek samping tersebut dan
memperhatikan asupan cairan yang
memadai untuk menurunkan resiko
pembentukan batu ginjal.
19

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Proses menua merupakan suatu proses normal yang ditandai dengan perubahan
secara progresif dalam proses biokimia, sehingga terjadi kelainan atau perubahan struktur
dan fungsi jaringan, sel dan non sel.
Osteoporosis adalah suatu keadaan berkurangnya massa tulang sedemikian rupa
sehingga hanya dengan trauma minimal tulang akan patah. Osteoporosis akan
menghilangkan elastisitas tulang sehingga menjadi rapuh dan menyebabkan mudah terjadi
patah tulang (fraktur).

Etiologi Osteoporosis :
1. Osteoporosis post menopausal
2. Osteoporosis senilis
3. Osteoporosis sekunder
4. Osteoporosis juvenil idiopatik

Klasifikasi Osteoporosis :
1. Osteoporosis primer
2. Osteoporosis sekunder
3. Osteoporosis Idiopatik

Pemeriksaan Fisik pada Osteoporosis :


1. B6 (Bone)
Pada inspeksi dan palpasi daerah kolumna vertebralis, klien osteoporosis sering
menunjukkan kifosis/gibbus (dowager’s hump) dan penurunan tinggi badan. Ada
perubahan gaya berjalan, deformitas tulang, leg-length inequality dan nyeri spinal.
Lokasi fraktur yang terjadi adalah antara vertebra torakalis 8 dan lumbalis 3.

19
20

Penatalaksanaan Osteoporosis :
1. Diet kaya kalsium dan vitamin D yang mencukupi sepanjang hidup.
2. Pada menopause dapat diberikan terapi pengganti hormone dengan estrogen.
3. Medical treatment.
4. Pemasangan penyangga tulang belakang (spinal brace) untuk mengurangi nyeri
punggung

Komplikasi Osteoporosis :
Osteoporosis mengakibatkan tulang secara progresif menjadi panas, rapuh dan
mudah patah. Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur. Bisa terjadi fraktur kompresi
vertebra torakalis dan lumbalis, fraktur daerah kolum femoris dan daerah trokhanter, dan
fraktur colles pada pergelangan tangan

Masalah yang biasa terjadi pada klien osteoporosis adalah sebagai berikut :
1. Nyeri akut yang berhubungan dengan dampak sekunder dari fraktur
2. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan disfungsi sekunder
3. Risiko cedera yang berhubungan dengan dampak sekunder
4. Kurang perawatan diri yang berhubungan dengan keletihan atau gangguan gerak
5. Gangguan citra diri yang berhubungan dengan perubahan dan ketergantungan fisik
serta psikologis
6. Gangguan eleminasi alvi yang berhubungan dengan kompresi saraf pencernaan ileus
paralitik
7. Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi yang
berhubungan dengan kurang informasi.

B. SARAN
Adapun saran yang penulis cantumkan adalah diharapkan mahasiswa prodi S1
Keperawatan agar dapat memahami dan menerapkan asuhan keperawatan pada lansia
dengan osteoporosis sehingga penanganan yang baik dan pendiagnosaan yang tepat akan
memberikan ketepatan dalam pencegahan dan memperlambat proses penyakit ini.

Anda mungkin juga menyukai